1.2 Rumusan Masalah 4 1.3 Tujuan Penelitian 3 1.4 ManIaat Penelitian 3 1.4.1 ManIaat Teoritis 3 1.4.2 ManIaat Praktis 3 1.5 Sistematika Penulisan 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 7 2.1 Pengertian Pemahaman 7 2.2 Pendidikan Karakter 7 2.2.1 Arti Pendidikan 7 2.2.2 Menanamkan Nilai-nilai Pendidikan Karakter 8 2.3 Pengertian Intensi 9 2.4 Bullying 9 2.4.1 Pengertian Bullying 9 2.4.2 Bentuk Bullying 9 2.4.3 Nilai-nilai Luhur yang Berkaitan dengan Bullying 10 2.5 Dinamika Hubungan antara Pemahaman Guru tentang Pendidikan Karakter Anak dengan Intensi Guru untuk Bullying terhadap Siswa di Sekolah 12 2.6 Hipotesis 12 BAB III METODE PENELITIAN 13 3.1 Desain Penelitian 13 3.2 Variabel Penelitian 13 3.3 DeIinisi Operasional 14 3.3.1 Pemahaman Guru tentang Pendidikan Karakter Anak 14 3.3.2 Intensi Guru untuk Bullying terhadap Siswa 14 3.4 Responden Penelitian 14 3.4.1 Karakteristik Responden Penelitian 14 3.4.2 Teknik Pengambilan Sample 13 3.4.3 Jumlah Responden 13 3.5 Alat Ukur dan Instrumen Penelitian 13 3.6 Metode Pengolahan Data 16 3.6.1 Uji Validitas 16 3.6.2 Uji Reliabilitas 16 3.6.3 Teknik Analisis Statistik 16 3.7 Prosedur Penelitian 17 DAFTAR PUSTAKA 18
BAB I PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang Dalam beberapa tahun belakangan ini, beberapa topik media massa menyoroti Ienomena kekerasan di sekolah. Maraknya aksi -ullying yang terjadi sudah tidak lagi menjadi wacana belaka, berbagai Ienomena mengenai tindakan kekerasan yang membuat seseorang merasa teraniaya ini sudah berlangsung cukup lama. Bahkan pada pertengahan Desember 2007 silam di daerah Jawa Barat, berita mengejutkan muncul dari seorang siswa Sekolah Dasar (SD) yang tewas akibat ditikam oleh gurunya sendiri. Dapat dikatakan bahwa guru itu telah melakukan -ullying terhadap anak muridnya (Nusantara, 2008). Kemudian berdasarkan penelitian yang diselenggarakan atas kerjasama SEJIWA, Plan Indonesia dan Universitas Indonesia (2008) terungkap bahwa kekerasan, baik yang dilakukan oleh guru kepada siswa maupun yang dilakukan siswa kepada sesama siswa, terjadi di semua sekolah yang terlibat penelitian. Penelitian ini melibatkan sekitar 1233 orang siswa SD, Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA) di Jakarta, Yogyakarta dan Surabaya. Bentuk kekerasan yang meliputi yakni -ullying verbal, psikologis, serta Iisik dilaporkan oleh 66.1 siswa SMP dan 67.9 siswa SMA. Kemudian yang menarik adalah persepsi bahwa guru paling sering melakukan -ullying psikologis bagi siswa SMP (41,8) dan SMA (47,8). Sedangkan guru di SMP lebih sering memberi hukuman Iisik (26,3) daripada di SMA (24). Penelitian serupa diselenggarakan kembali di enam SD di tiga Kabupaten di Kepulauan Maluku pada tahun 2010, hasilnya mengungkapkan bahwa anak mengalami kekerasan dari orang tua, guru dan juga teman sebaya di sekolah. Kekerasan umumnya dilakukan orang tua dan guru dengan alasan mendisiplinkan anak. Bullying terjadi ketika seseorang merasa teraniaya oleh tindakan orang lain baik yang berupa verbal, Iisik maupun mental dan orang tersebut takut bila perilaku tersebut akan terjadi lagi. Istilah -ullying sendiri juga makin marak didengar akhir-akhir ini ketika guru-guru salah satu SMA bergengsi di Jakarta justru yang melakukan -ullying (Damanik,2008). Hal ini mendukung salah satu pernyataan Parsons (2005) dalam bukunya yang berjudul Bullied Teacher, Bullied Students bahwa bukan siswa pelaku intimidasi satu-satunya. Guru, Kepala Sekolah dan Orangtua melakukan intimidasi juga, hal inilah yang membahayakan kegiatan belajar dan mengajar eIektiI. Kemudian beberapa tahun belakangan mulai diterapkan Pendidikan Karakter di Sekolah, sebagai salah satu tindakan preventiI dalam menanggapi Ienomena -ullying. Namun, menurut LatieI (2010) bahwa pada kenyataannya selama ini pendidikan karakter yang kebanyakan dijalankan di sekolah hanya berbentuk konseling oleh guru Bimbingan dan Penyuluhan (BP) saja, belum menyentuh secara optimal dalam kurikulum. Anita Lie (dalam LatieI, 2010) selaku Praktisi Pendidikan juga menyatakan bahwa mayoritas guru belum memiliki kemauan untuk melakukan pendidikan karakter secara optimal. Kesadaran untuk melakukannya sudah ada namun belum diperkuat dengan aksi yang nyata. Lingkungan sekolah, terutama guru saat ini memiliki peran sangat besar dalam pembentukan karakter anak/siswa. Peran guru dalam dunia pendidikan modern sekarang ini semakin kompleks, tidak sekedar sebagai pengajar semata, pendidik akademis tetapi juga merupakan pendidik karakter, moral dan budaya bagi siswanya. Guru haruslah menjadi teladan, seorang model sekaligus mentor dari anak/siswa di dalam mewujudkan perilaku yang berkarakter yang meliputi olah pikir, olah hati dan olah rasa. Guru adalah model bagi anak, sehingga setiap anak mengharapkan guru mereka dapat menjadi model atau contoh baginya. Seorang guru harus selalu memikirkan perilakunya, karena segala hal yang dilakukannya akan dijadikan teladan murid-muridnya dan masyarakat. Sebagai guru dan pendidik diharapkan dan selayaknya memberi teladan bagi anak didik baik dalam setiap kegiatan yang dilakukan, baik dalam tutur kata dan tindakan nyata atau perilaku (Wardani, 2010). Pada banyak Negara school -ullying sudah disikapi secara serius, bahkan di beberapa negara di Asia Ienomena ini telah banyak dibahas dan dilakukan penelitian-penelitian. Sedangkan di Indonesia sendiri, penelitian dan pembicaraan tentang hal ini masih sedikit sehingga kurang banyak data yang dapat diperoleh mengenai dampak yang diakibatkannya (Anonim, 2010).
1.2Rumusan Masalah Kemudian yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Apakah terdapat hubungan antara pemahaman guru tentang pendidikan karakter dengan intensi guru untuk melakukan -ullying terhadap siswa? 2. Bagaimana persentase pemahaman guru tentang pendidikan karakter anak di sekolah? 3. Bagaimana persentase intensi guru untuk melakukan -ullying terhadap siswanya?
1.3Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Mengetahui hubungan antara pemahaman guru tentang pendidikan karakter anak dengan intensi guru untuk -ullying terhadap siswa. 2. Mengetahui persentase pemahaman guru tentang pendidikan karakter anak. 3. Mengetahui persentase intensi guru untuk -ullying terhadap siswa.
1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Teoritis Menjelaskan hubungan antara pemahaman guru tentang pendidikan karakter anak dengan intensi guru untuk -ullying terhadap siswa.
1.4.2 Manfaat Praktis 1. Menggambarkan persentase pemahaman guru tentang pendidikan karakter anak, sehingga dapat dilakukan suatu tindakan nyata dalam rangka optimalisasi pendidikan karakter anak yang diterapkan oleh para guru di sekolah. Hal ini juga dilakukan sebagai intervensi dalam penyelesaian masalah -ullying di sekolah sehingga kelak dapat memberikan eIek serupa kepada orangtua, masyarakat serta pemerintahan. 2. Menggambarkan persentase intensi guru untuk -ullying terhadap siswa di sekolah, sehingga dibutuhkan kerjasama yang baik dari pihak sekolah maupun orangtua untuk dapat mengantisipasi dan meminimalisir adanya -ullying terhadap siswa di sekolah.
1.5 Sistematika Penulisan BAB I Pendahuluan Berisi penjelasan latar belakang penelitian, rumusan masalah penelitian, tujuan dan manIaat penelitian serta sistematika penulisan.
BAB II Tinjauan Pustaka Pada bab ini dijelaskan teori-teori yang terkait dengan permasalahan dan tujuan penelitian, serta hasil-hasil lain terkait dengan variabel dalam penelitian yang akan dikaji. Menguraikan dinamika variabel penelitian berdasarkan sudut pandang peneliti, serta menjelaskan Hipotesis yang muncul dalam penelitian.
BAB III Metode Penelitian Bab ini menjelaskan rencana dan prosedur yang akan dilakukan peneliti untuk mendapatkan jawaban dari permasalahan atau tujuan dari penelitian. Berisikan uraian mengenai desain penelitian, variabel penelitian, deIinisi operasional, responden, alat ukur, dan metode pengolahan data.
BAB II TIN1AUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Pemahaman Dalam amus Lengkap Bahasa Indonesia, makna pemahaman berasal dari kata dasar 'paham yang memiliki arti (Novia, (t.th)): 5aham pandangan, pengertian, pendapat, pikiran; haluan; mengerti benar, tahu benar; pandai dan mengerti benar tentang sesuatu hal. Menurut Bloom (dalam Sudjana, 2002) pemahaman merupakan kesanggupan memahami setingkat lebih tinggi daripada pengetahuan. Pemahaman adalah suatu hasil dari proses belajar yang lebih tinggi daripada pengetahuan. Dalam proses belajar, pemahaman dapat dibedakan dalam tiga kategori (Sudjana, 2002): 1. Pemahaman Terjemah, yakni menterjemahkan ke dalam arti yang sebenarnya. 2. Pemahaman PenaIsiran, yakni menghubungkan bagian-bagian terdahulu dengan yang diketahui berikutnya, atau menghubungkan beberapa bagian dari beberapa kejadian, dapat membedakan yang pokok dan bukan yang pokok. 3. Pemahaman Ekstrapolasi, seseorang mampu melihat di balik yang tertulis, membuat ramalan tentang konsekuensi atau dapat memperluas persepsi dalam arti waktu, dimensi, kasus, ataupun masalahnya.
2.2 Pendidikan Karakter 2.2.1 Arti Pendidikan Pendidikan memiliki makna yang sama dengan istilah 'Paedagogie. Paedagogie berasal dari bahasa Yunani, terdiri dari kata 'Pais yang artinya 'anak, dan 'Again yang diterjemahkan 'membimbing. Jadi, paedagogie adalah bimbingan yang diberikan kepada anak. Pendidikan ini lebih menekankan dalam hal praktek, yaitu hal-hal yang menyangkut kegiatan belajar mengajar. Dari segi etimologis, pendidikan berasal dari bahasa Yunani 'Paedagogike yang merupakan kata majemuk dari 'Paes yang berarti 'anak dan kata 'Ago yang berarti 'aku membimbing. Jadi, Paedagogike berarti 'Aku membimbing anak (Ahmadi & Nur, 2001). Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pendidikan berasal dari kata 'didik, lalu kata ini mendapatkan awalam me sehingga menjadi 'mendidik, artinya memelihara dan memberi latihan. Dalam memelihara dan membeli latihan diperlukan adanya ajaran, tuntunan dan pimpinan mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran. Kemudian, 'pendidikan menurut amus Besar Bahasa Indonesia ialah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan (Syah, 2008). Dalam pengertian yang agak luas, pendidikan dapat diartikan sebagai sebuah proses dengan metode-metode tertentu sehingga orang memperoleh pengetahuan, pemahaman dan cara bertingkah laku yang sesuai dengan kebutuhan. Dalam pengertian yang luas dan representative (mewakili/ mencerminkan segala segi), pendidikan ialah . the total proses of developing human a-ilities and -ehaviors, drawing on almost all lifes experiences (TardiI, 1987 dalam Syah, 2008).
2.2.2 Menanamkan Nilai-nilai Pendidikan Karakter Usaha pembentukan dan pendidikan karakter melalui sekolah, bisa dilakukan setidaknya melalui pendekatan sebagai berikut (Azra, 2002): 1. Menerapkan pendekatan modeling atau exemplary atau uswah khasanah. Yakni mensosialisasikan dan membiasakan lingkungan sekolah untuk menghidupkan dan menegakkan nilai-nilai akhlak moral yang benar melalui model atau teladan 2. Menjelaskan atau mengklariIikasikan kepada peserta didik secara terus-menerus tentang berbagai nilai yang baik dan buruk. Usaha ini bisa dibarengi juga dengan langkah- langkah memberi penghargaan (prizing) dan menumbuhsuburkan (cherising) nilai-nilai yang baik dan sebaliknya mengecam dan mencegah (discouraging) berlakunya nilai-nilai yang buruk. Memberi kesempatan kepada peserta didik untuk memilih berbagai alternative sikap dan tindakan berdasarkan nilai,dll. 3. Menerapkan pendidikan berdasarkan karakter (character based education). Menerapkan ke dalam setiap mata pelajaran khusus untuk pendidikan karakter.
2.3 Pengertian Intensi Menurut Novia (t.th) dalam amus Lengkap Bahasa Indonesia, Intensi memiliki arti: Intensi makna suatu ungkapan, dibedakan dengan ekstensi; keinginan
2.4 :3 2.4.1 Pengertian :3 Istilah -ullying dipahami dari kata -ull (bahasa Inggris) yang berarti 'banteng yang suka menanduk. Pihak pelaku -ullying biasa disebut -ully. Bullying adalah sebuah situasi di mana terjadinya penyalahgunaan kekuatan/kekuasaan yang dilakukan oleh seseorang/sekelompok. Pihak yang kuat disini tidak hanya berarti kuat dalam ukuran Iisik, tapi juga bisa kuat secara mental. Dalam hal ini sang korban -ullying tidak mampu membela atau mempertahankan dirinya karena lemah secara Iisik dan atau mental. Yang perlu dan sangat diperhatikan disini adalah bukan sekedar tindakan yang dilakukan, tetapi dampak tindakan tersebut bagi si korban....bila yang didorong merasa terintimidasi, apalagi tindakan tersebut dilakukan berulang-ulang, maka perilaku -ullying telah terjadi (Nusantara, 2008). Menurut Guidelines on Countering Bullying Behaviour in Primary and Post-Primary School (1993 dalam Randall, 1997), 'Bullying is repeated aggression, ver-al, psychological or physical, conducted -y an individual or group against other`. Snith and Sharp 1994 (dalam Randal, 1997) mendeskripsikan '-ullying as the systematic a-use of power`. Pengertian lainnya oleh Randal (1997) yaitu, '-ullying is the aggressive -ehavior arising from deli-erate intent to cause physical or psychological distress to others.
2.4.2 Bentuk :3 Secara umum bentuk praktik-praktik -ullying dikelompokkan dalam tiga kategori: 1. Bullying Fisik Ini adalah jenis -ullying yang kasat mata. Siapapun bisa melihatnya karena terjadi sentuhan Iisik antara pelaku -ullying dan korbannya. Contohnya seperti, menampar, menimpuk, menginjak kaki, menjegal, meludahi, memalak, melempar dengan barang, menghukum dengan berlari keliling lapangan, menghukum dengan cara push-up, dan menolak. 2. Bullying Verbal Ini jenis -ullying yang juga bisa terdeteksi karena bisa tertangkap oleh indera pendengaran kita. Contoh -ullying verbal yakni, memaki, menghina, menjuluki, meneriaki, mempermalukan di depan umum, menuduh, menyoraki, menebar gossip, memIitnah, dan menolak. 3. Bullying Mental Ini merupakan jenis -ullying yang paling berbahaya karena tidak tertangkap mata atau telinga kita jika kita tidak cukup awas mendeteksinya. Praktik -ullying ini terjadi diam-diam dan di luar radar pemanatauan kita, contohnya: memandang sinis, memandang penuh ancaman, mempermalukan di depan umum, mendiamkan, mengucilkan, mempermalukan, meneror lewat pesan pendek telepon genggam atau e-mail, memandang yang merendahkan, memelototi, dan mencibir.
2.4.3 Nilai-nilai Luhur yang Berkaitan dengan :3 Nilai-nilai luhur memuat kekuatan yang mendorong bagaimana kita harus berkata-kata, berperilaku, dan berinteraksi secara bermartabat sehingga bukan saja kita diterima oranglain, tetapi juga mengangkat dan menghargai keberadaaan oranglain. Nilai-nilai yang perlu ditegakkan sebagai prinsip yang mendasari seluruh perilaku luhur kita dan dapat mengurangi perilaku -ullying adalah nilai-nilai hormat, toleransi, empati, peduli, kasih-sayang, tanggung jawab dan kerjasama. a. Hormat Hormat berarti penghargaan yang ditunjukkan oleh seseorang terhadap dirinya sendiri, oranglain, maupun lingkungannya. Dalam lingkungan sekolah, nilai hormat ini amat peril dibahas dan diterapkan oleh para pendidik sebagai panutan begi para siswa agar mereka pun mampu menerapkan nilai ini pada kehidupan keseharian mereka. b. Tanggung jawab Menurut ahli bahasa, tanggung jawan berarti kemampuan untuk memberikan tanggapan dan menunjukkan kepedulian atas kebutuhan oranglain. Dengan kata lain tanggung jawab berarti dapat diandalkan dan tidak membiarkan oranglain dalam kesulitan. c. Kepedulian Kepedulian mengajarkan kita untuk saling mengisi, meringankan beban seseorang dan membantu satu sama lain dalam bekerjasama. Kepedulian berarti menunjukkan keinginan kita dan melakukan sesuatu untuk membantu orang lain terbebbaskan dari suatu kondisi yang buruk. d. Empati Empati adalah kondisi ketika kita bisa merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain. Salah satu tugas pendidik adalah mengembangkan empati anak didik melalui perilaku keseharian kita ketika menghadapi anak didik, sehingga mereka mengenali bagaimana rasanya diperlakukan empatik, dan bagaimana memperlakukan sikap empatik terhadap orang lain. e. Toleransi Tujuan toleransi adalah bisa hidup berdampingan dengan damai. Dengan adanya toleransi, berarti kita dapat merayakan perbedaan-perbedaan antara diri kita dan orang lain di sekitas kita dengan saling mengisi dan mampu melakukan kerja sama dalam mengadakan perubahan. Orang yang toleran akan memepertimbangkan da menghargai keunikan yang dimiliki orang lain. I. Kasih sayang Kasih sayang merupakan salah satu nilai keluhuran yang bisa mengalirkan semangat, dan diperlukan untuk menjaga hubungan antar manusia sehingga saling mengisi menuju individu-individu yang dapat saling bekerjasama dan bermakna bagi banyakpihak. g. Kerja sama Kerja sama bertujuan untuk menghasilkan manIaat optimal dalam setiap kerja sama. Bula manusia melakukan kerja sama, maka mereka akan berusaha utnuk saling mempercayai yang dapat menghasilkan lingkungan yang saling mendukung, menguatkan, dan nyaman bagi semua pihak. 2.5 Dinamika Hubungan antara Pemahaman Guru tentang Pendidikan Karakter Anak dengan Intensi Guru untuk :3 terhada5 Siswa di Sekolah Tidak dapat dipungkiri bahwa guru memiliki peran yang besar sebagai model utama dalam agen sosialisasi di sekolah. Perilaku guru sedikit banyak akan menjadi contoh atau panutan bagi para siswa-siswi di sekolah. Salah satunya yakni perilaku -ullying yang dilakukan guru terhadap siswa. Secara psikologis hal tersebut akan mempengaruhi proses mental para siswa-siswi dalam memandang suatu perilaku -ullying yang dilakukan di sekolah. Sebab sangat mungkin terjadi proses imitasi dari siswa-siswi tersebut untuk melakukan hal serupa, baik terhadap teman sebayanya, guru atau bahkan orangtua mereka di rumah. Saat ini, pendidikan karakter mulai diterapkan di dalam kurikulum sekolah. Bagi saya hal ini merupakan salah satu tindakan preventiI dalam rangka mengurangi adanya kasus -ullying di sekolah. Kembali kepada peran guru yang tertulis pada paragraph sebelumnya, dalam hal ini memang guru memiliki peranan yang besar. Tindakan preventiI dalam kasus -ullying dimulai dari kalangan guru terlebih dahulu. Pemahaman guru tentang pendidikan karakter anak merupakan alternatiI tindakan yang diperlukan sejak dini. Kemudian diperlukan juga pengertian yang cukup mengenai bentuk-bentuk -ullying yang mungkin saja terjadi di sekolah. Dengan adanya pemahaman yang cukup akan hal ini, para guru diharapkan memiliki kecenderungan untuk menampilkan suatu sikap kehati-hatian. Serta adanya rasa mawas diri dalam proses mengajar serta menghadapi siswa-siswinya di sekolah. Sehingga kemungkinan- kemungkinan terjadinya berbagai bentuk -ullying di sekolah bukan lagi menjadi hal yang terlalu dikhawatirkan.
2.6 Hi5otesis Hipotesis merupakan jawaban sementara yang kebenarannya masih harus diuji, atau rangkuman kesimpulan teoretis yang diperoleh dari daItar pustaka (Martono, 2010). Berdasarkan rumusan masalah yang telah dijelaskan diatas, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah:
Ho : Tidak terdapat hubungan antara pemahaman guru tentang pendidikan karakter dengan intensi guru untuk -ullying terhadap siswa di sekolah. Ha : Terdapat hubungan antara pemahaman guru tentang pendidikan karakter dengan intensi guru untuk -ullying terhadap siswa di sekolah. BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatiI, yakni penelitian yang dilakukan dengan mengumpulkan data yang berupa angka. Data tersebut kemudian diolah dan dianalisis untuk mendapatkan suatu inIormasi ilmiah di balik angka-angka tersebut (Martono, 2010). Sedangkan menurut Creswell (2005) 'Quantitative research is a type of educational research in which the researcher decides what to study, asks specific, narrow question, collects numeric (num-ered) data from participants, analy:es these num-ers using statistic and conducts the inquiry in an un-iased, with o-ective manner`. Desain penelitian ini merupakan desain studi korelasional. Studi korelasional dalam penelitian kuantitatiI yakni peneliti mengukur derajat asosiasi (atau hubungan) antara dua atau lebih variabel dengan menggunakan prosedur analisis statistik korelasi (Creswell, 2005). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara pemahaman guru tentang pendidikan karakter anak dengan intensi guru untuk -ullying terhadap siswa di sekolah. Serta melihat gambaran pemahaman guru tentang pendidikan karakter dan intensi guru untuk melakukan -ullying terhadap siswanya di sekolah.
3.2 Variabel Penelitian Dalam penelitian berjudul 'Hubungan antara Pemahaman Guru tentang Pendidikan Karakter Anak dengan Intensi Guru untuk Bullying terhadap Siswa di Sekolah ini terdiri atas satu variabel terikat (dependent varia-le) dan satu variabel bebas (independent varia-le). Variabel terikat dalam penelitian ini adalah intensi guru untuk -ullying terhadap siswa di sekolah sedangkan variabel bebasnya yakni pemahaman guru tentang pendidikan karakter anak.
3.3 Definisi O5erasional 3.3.1 Pemahaman Guru tentang Pendidikan Karakter Anak Pemahaman guru tentang pendidikan karakter anak adalah pandangan serta pengertian seorang guru mengenai nilai-nilai luhur yang perlu ditanamkan kepada siswa didiknya. Nilai- nilai luhur tersebut meliputi: rasa hormat, tanggung jawa, kepedulian, empati, toleransi, kasih sayang dan kerjasama.
3.3.2 Intensi Guru untuk Bullying terhada5 Siswa Intensi guru untuk -ullying terhadap siswa memiliki pengertian adanya suatu keinginan seorang untuk melakukan tindakan penyalahgunaan kekuatan atau kekuasaan kepada siswa didiknya. Tindakan ini berupa serangan verbal, Iisik maupun psikologis yang dilakukan berulang-ulang. Sehingga menyebabkan siswa-siswi merasa terintimidasi.
3.4 Res5onden Penelitian 3.4.1 Karakteristik Res5onden Penelitian Populasi merupakan keseluruhan objek atau subjek yang berada pada suatu wilayah dan memenuhi syarat-syarat tertentu berkaitan dengan masalah penelitian, atau keseluruhan unit atau individu dalam ruang lingkup yang akan diteliti (Martono, 2010). Populasi dalam penelitian ini adalah guru yang mengajar di sekolah, baik tingkat Sekolah Dasar dan Menengah. Sekolah yang dipilih merupakan sekolah yang telah menerapkan pendidikan karakter dalam kurikulum di sekolah tersebut. Selanjutnya, karakteristik responden dalam penelitian ini adalah: 1. Guru yang mengajar di sekolah yang telah menerapkan kurikulum pendidikan karakter. 2. Guru yang mengajar di tingkat Sekolah Dasar, Menengah Pertama dan Menengah Atas..
3.4.2 Teknik Pengambilan Sam5le Sample merupakan bagian dari populasi yang memiliki ciri-ciri atau keadaan tertentu yang akan diteliti, yakni sebagian anggota populasi yang dipilih dengan menggunakan prosedur tertentu sehingga diharapkan dapat mewakili populasi (Martono,2010). Sample dalam penelitian ini dapat diambil dari sebagian guru yang mengajar di sekolah, baik tingkat Sekolah Dasar, SMP dan SMA di Jakarta dengan teknik pengambilan sampel tertentu. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan metode purposive sampling yang termasuk kedalam non pro-a-ility sampling, artinya responden sengaja dipilih berdasarkan karakteristik yang telah ditetapkan dan sesuai dengan tujuan penelitian (Martono, 2010).
3.4.3 1umlah Res5onden Salah satu cara untuk menentukan ukuran sampel adalah memilih jumlah peserta yang memadai dalam prosedur statistik untuk rencana dari penelitian yang digunakan. Hal ini mengasumsikan bahwa telah teridentiIikasi metode statistik yang akan digunakan dalam analisis. Dalam penelitian ini, jumlah sampel masing-masing sekolah tingkat SD, SMP dan SMA diambil dari jumlah perkiraan kasar. Dalam Creswell (2005) perkiraan kasar jumlah sampel sebuah penelitian pendidikan yakni membutuhkan sekitar 30 responden untuk studi korelasional.
3.5 Alat Ukur dan Instrumen Penelitian Penelitian ini menggunakan metode kuantitatiI, maka metode pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan kuesioner atau angket sebagai sumber data utama. Dalam penelitian ini responden diminta untuk memberikan jawaban singkat yang sudah tertulis di dalam kuesioner atau angket untuk kemudian jawaban dari seluruh responden tersebut diolah menggunakan teknik analisis kuantitatiI tertentu.
3.6 Metode Pengolahan Data 3.6.1 Uji Validitas Validitas adalah istilah yang digunakan dalam hubungannya dengan relevansi dari hasil tes, yakni seperti apa arti yang sebenarnya dari suatu score test ujian. Validitas digunakan untuk menguji atau perkiraan seberapa baik suatu pengukuran, apakah pengukuran tersebut mengukur apa yang menjadi tujuan dalam mengukur konteks tertentu. Lebih tepatnya, hal ini merupakan keputusan yang didasarkan pada bukti dalam relevansi kesimpulan yang diambil dari hasil pengujian (Cohen& Swerdlik, 2010).
3.6.2 Uji Reliabilitas Dalam bahasa sehari-hari reliabilitas merupakan sinonim untuk dependability (keandalan) dan consistency (konsistensi). Umumnya dalam bahasa psikometri, reliabilitas mengacu pada konsistensi dalam pengukuran. Reliabilitas juga biasanya selalu berkonotasi sesuatu yang positiI, benar-benar kepada sesuatu yang kompatibel, tidak selalu konsisten baik atau buruk, tapi cukup konsisten (Cohen& Swerdlik, 2010).
3.6.3 Teknik Analisis Statistik Dilihat dari metode pada penelitian ini, terdapat dua jenis statistik yang akan digunakan, yakni statistik deskriptiI dan statistik korelasional. Pada statistik korelasional teknik penghitungan yang digunakan adalah Pearson Product Moment Correlation (Korelasi Pearson Product Moment). Korelasi Pearson Product Moment digunakan untuk melukiskan hubungan antara dua buah variabel yang sama-sam berjenis interval atau rasio (Winarsunu, 2007). Penggunaan kedua jenis uji analisis statistik ini digunakan untuk melihat adanya hubungan dari kedua variabel yang akan diteliti, serta laporan statistik deskriptiI dari masing- masing variabel tersebut. Data yang telah diperoleh dalam penelitian ini akan dianalisis dengan menggunakan uji statistik program SPSS Ior Windows 15.
3.7 Prosedur Penelitian Secara garis besar langkah-langkah penelitian kuantitatiI adalah pembuatan rancangan penelitian, pelaksanaan penelitian dan membuat laporan penelitian. Sebagai kegiatan ilmiah penelitian kuantitatiI merupakan suatu proses deduktiI induktiI dengan prosedur sebagai berikut (Creswell, 2005) : 1. MengidentiIikasi masalah 2. Mencari rujukan teori 3. Mengemukakan tujuan dan hipotesis 4. Mengumpulkan data 5. Menganalisis data 6. Membuat kesimpulan
Penelitian ini berawal dari adanya suatu masalah berupa Ienomena yang dapat ditelaah berdasarkan sumber empiris dan teoritis. Kegiatan penelitian dimulai dengan melakukan identiIikasi masalah atau isu-isu serta Ienomena yang penting, aktual dan menarik. Dalam proses identiIikasi masalah diperlukan adanya Iakta-Iakta serta penjelasan teori dari berbagai literature yang relevan dengan penelitian. Kemudian, berdasarkan permasalahan tersebut ditentukan suatu tujuan penelitian serta manIaat yang dihasilkan apabila masalah tersebut diteliti. Permasalahan tersebut kemudian dibuat ke dalam rumusan masalah yang disusun berupa pertanyaan-pertanyaan. Rumusan masalah inilah yang akan ditelaah lebih lanjut serta dicari jawabannya. Setiap permasalahan tersebut dibuatlah kemungkinan jawaban dalam bentuk hipotesis.
Dalam praktiknya, hal-hal yang berkaitan dengan rumusan permasalahan penelitian sangat banyak dan kompleks, sehingga diperlukan batasan-batasan tertentu dalam proses pengumpulan data. Penelitian berusaha untuk mencari data berdasarkan pada rumusan masalah dan hipotesis yang telah disusun. Setelah semua data terkumpul, data yang telah diperoleh kemudian dianalisis menggunakan teknik statistic tertentu. Hasil dari analisis data tersebut dibuat suatu pemaknaan berupa interpretasi sebagai usaha mengatasi masalah dan menjawab pertanyaan penelitian. Berdasarkan hipotesis yang sudah ada, dijelaskan tentang diterima atau ditolaknya hipotesis tersebut. Kemudian, prosedur terakhir adalah penyusunan laporan dan proses evaluasi. Dibuatlah suatu kesimpulan dari hasil interpretasi secara umum, kesimpulan yang diperoleh dapat menciptakan evaluasi berupa implikasi dan rekomendasi serta saran dalam hasil penelitian tersebut. DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, Nur & Nur Uhbiyati. (2001). Ilmu Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta Anonim. (2010). Penelitian Mengenai ekerasan di Sekolah Tahun 2008, Dalam http://sejiwa.org/penelitian-mengenai-kekerasan-di-sekolah-2008/ 01 Mei 2011 pukul 15.35 Anonim. (2010). Penelitian Mengenai ekerasan pada Anak Tahun 2010, Dalam http://sejiwa.org/penelitian-mengenai-kekerasan-pada-anak-2010/ 01 Mei pukul 2011 15.37 Azra, Azyumardi. (2002). Paradigma Baru Pendidikan Nasional. Rekonstruksi dan Demokratisasi. Jakarta: Penerbit Buku Kompas Cohen, Ronald Jay & Mark E. Swerdlik. (2010). Psychological Testing and Assessment. An Introduction to Test & Measurement, 7 th ed. USA: McGraw-Hill Creswell, John W. (2005). Educational Research. Planning, Conducting and Evaluating Quantitative and Qualitative Research, 2 nd ed. USA: Pearson Prentice Hall Damanik. (2008). Hati-hati Bullying di Sekolah, Dalam http://nasional.kompas.com/read/2008/05/17/15195762/hati-hati.bullying.di.sekolah. 01 Mei 2011 pukul 15.46 LatieI. (2010). Mayoritas Guru Belum Terapkan Pendidikan arakter, Dalam http://edukasi.kompas.com/read/2010/01/15/14150236/Mayoritas.Guru.Belum.Terapka n.Pendidikan.Karakter. 01 Mei 2011 pukul 16.10 Les Parsons. (2005). Bullied Teacher, Bullied Students. Jakarta: Grasindo Martono, Nanang. (2010). Metode Penelitian uantitatif. Analisis dan Analisis Data Sekunder. Jakarta: Rajawali Press Novia, Windy. (t.th). amus Lengkap Bahasa Indonesia. Surabaya: Kashiko Nusantara, Ariobimo. (2008). Bullying. Panduan -agi Orang Tua dan Guru Mengatasi ekerasan di Sekolah dan Lingkungan. Jakarta: Grasindo Randall, Peter. (1997). Adult Bullying. Perpetrators and Jictims. London: Routledge Sudjana, Nana. (2002). Penilaian Hasil Proses Belaar Mengaar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Syah, Muhibbin. (2008). Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Wardani, Kristi. (2010). 'Peran Guru dalam Pendidikan Karakter menurut Konsep Pendidikan Ki Hadjar. Abstrak dari PGSD FKIP Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa Yogyakarta Winarsunu, Tulus. (2007). Statistik dalam Penelitian Psikologi dan Pendidikan. Malang: UMM Press