Anda di halaman 1dari 14

BATIK DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP PEREKONOMIAN NASIONAL

Ihyaul Ulum MD

BATIK DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP PEREKONOMIAN NASIONAL


Ihyaul Ulum MD

Batik is typical cultural heritage of Indonesia. The history of its existence and growth cannot be argued. Batik has existed since Majapahit empire era and then expanding right at the period of Mataran empire, Solo, and Yogyakarta. Not only in Java, batik has also grown and expanded in Sumatra Island. Moreover, the confession of UNESCO on October, 2nd 2009 that batik is genuine and intangible cultural heritage of Indonesia has revoked Malaysias claim as batik heir and owner. More than simply cultural heritage, batik has also transformed into industry with high contribution to national economy. Furthermore, the number of labours in this group of industry (TPT) is 1.62 million people indeed. The value of batik export even reached US$ 32.28 million in 2008, and US$ 10.86 million in the first three months of 2009.

Pendahuluan Jumat, 2 Oktober 2009, seorang teman menulis dalam statusnya di Facebook (FB), Baru mendarat di Juanda. Ada apa ya, koq semua orang pada pakai batik?!. Teman lainnya menulis status berbeda: Terimakasih Malaysia. Karena klaimmu atas batik kami, nasionalisme bangsa ini tersulut kembali. Ada juga yang menulis: Jangan lupa, hari ini semua orang pakai batik. Please....setidaknya untuk hari ini saja. Para presenter dan pembaca berita di televisi juga mengenakan batik pada tanggal 2 Oktober 2009 lalu. Kampanye mengenakan batik pun merambah ke kantor-kantor (swasta dan pemerintahan), bahkan juga pelajar dan mahasiswa. Begitulah, semangat bangsa Indonesia menyambut pengukuhan batik sebagai Budaya Tak Benda Warisan Manusia (Intangible Cultural Heritage of Humanity) asli khas Indonesia dan sertifikat pengesahan batik sebagai representasi budaya Indonesia oleh United Nation Educational Scientific and Cultural Organization (UNESCO) -- organisasi yang menangani pendidikan, ilmu pengetahuan dan kebudayaan
21

BATIK DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP PEREKONOMIAN NASIONAL

Ihyaul Ulum MD

Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) -- pada tanggal 2 Oktober 2009 di Abu Dhabi, Uni Emirat Arab. Heroisme tersebut tidak lepas dari kebanggaan yang muncul sebagai bentuk ungkapan kemenangan atas klaim Malaysia terhadap batik beberapa waktu sebelumnya. Harus diakui bahwa klaim Malaysia atas batik sangat meresahkan perajin batik Indonesia. Klaim tersebut secara tidak langsung menjadi pemicu lahirnya Forum Masyarakat Batik Indonesia di Jakarta. Forum ini sadar bahwa generasi batik masa lampau hanya melihat kompetisi antarperajin di dalam negeri. Kini, sudah saatnya perajin batik bersatu, menunjukkan eksistensi bahwa batik adalah warisan budaya Indonesia. Meskipun Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat (waktu itu, dalam Kabinet Indonesia Bersatu I) Aburizal Bakrie menyatakan bahwa usulan nominasi batik ke Unesco bukan reaksi terhadap Malaysia, melainkan untuk kepentingan pengembangan batik Indonesia di pasar Internasional. Namun demikian, setidaknya klaim Malaysia tersebut menjadi salah satu pemicunya. Wajarlah kemudian jika dalam salah satu status FB seorang teman menulis: Terima kasih Malaysia, telah membangkitkan rasa kebangsaan kami. Karena klaim kalian atas batik kami, hari ini Unesco menetapkan bahwa batik itu memang milik kami. Dewasa ini penggunaan batik makin beragam. Pasar ekspor batik mencapai 125 juta dollar AS per tahun. Sekitar dua juta orang bergantung pada usaha batik, mulai pedagang kecil dan menengah serta pemasok kebutuhan batik beserta keluarganya. Seluruh pihak yang terkait dengan batik telah memahami dan sepakat untuk memperjuangkan agar batik Indonesia dapat diakui oleh Unesco. Mereka berharap, dengan telah diakuinya batik oleh Unesco, pasar (dan industri) batik akan menjadi lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya. Dalam konteks inilah bahwa batik bukan sekedar budaya khas Indonesia, tetapi kekayaan intelektual bangsa Indonesia dan nafas serta penggerak kehidupan sebagian masyarakat Indonesia artikel ini ditulis untuk memberikan gambaran tentang: (1) sejarah batik Indonesia, (2)

22

BATIK DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP PEREKONOMIAN NASIONAL

Ihyaul Ulum MD

batik sebagai budaya nasional, (3) mempatenkan batik, dan (4) industri batik dan sumbangsihnya terhadap perekonomian nasional.

Sejarah Batik Indonesia Sejarah pembatikan di Indonesia berkait erat dengan perkembangan kerajaan Majapahit dan penyebaran ajaran Islam di Tanah Jawa. Dalam beberapa catatan, pengembangan batik banyak dilakukan pada masa-masa kerajaan Mataram, kemudian pada masa kerjaan Solo dan Yogyakarta. Jadi kesenian batik ini di Indonesia telah dikenal sejak zaman kerjaan Majapahit dan terus berkembang kepada kerajaan dan raja-raja berikutnya. Meluasnya kesenian batik ini menjadi milik rakyat Indonesia (khususnya suku Jawa) mulai akhir abad ke-18 atau awal abad ke-19. Kesenian batik adalah kesenian gambar di atas kain untuk pakaian yang menjadi salah satu kebudayaan keluarga raja-raja Indonesia zaman dulu. Awalnya batik dikerjakan hanya terbatas dalam keraton saja dan hasilnya untuk pakaian raja dan keluarga serta para pengikutnya. Oleh karena banyak dari pengikut raja yang tinggal di luar keraton, maka kesenian batik ini dibawa oleh mereka keluar keraton dan dikerjakan di tempatnya masing-masing. Lama-lama kesenian batik ini ditiru oleh rakyat terdekat dan selanjutnya meluas menjadi pekerjaan kaum wanita dalam rumah tangganya untuk mengisi waktu senggang. Selanjutnya, batik yang tadinya hanya pakaian keluarga keraton, kemudian menjadi pakaian rakyat yang digemari, baik wanita maupun pria. Zaman Majapahit Batik yang telah menjadi kebudayaan di kerajaan Majahit, dapat ditelusuri di daerah Mojokerto dan Tulunggung. Pada waktu itu daerah Tulungagung yang sebagian terdiri dari rawa-rawa dalam sejarah terkenal dengan nama daerah Bonorowo. Pada saat bekembangnya

23

BATIK DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP PEREKONOMIAN NASIONAL

Ihyaul Ulum MD

kerajaan Majapahit daerah itu dikuasai oleh seorang yang benama Adipati Kalang yang tidak mau tunduk kepada kerajaan Majapahit. Diceritakan bahwa dalam aksi polisionil yang dilancarkan oleh Majapahati, Adipati Kalang tewas dalam pertempuran di sekitar desa yang sekarang bernama Kalangbret. Demikianlah maka petugaspetugas tentara dan keluarga kerajaan Majapahit yang menetap dan tinggal di wilayah Bonorowo (sekarang Tulungagung) antara lain juga membawa kesenian membuat batik asli. Ciri khas batik Kalangbret hampir sama dengan batik-batik keluaran Yogyakarta, yaitu dasarnya putih dan warna coraknya coklat muda dan biru tua. Saat berkecamuknya clash antara tentara kolonial Belanda dengan pasukan-pasukan pangeran Diponegoro, sebagian dari pasukan Kyai Mojo mengundurkan diri ke arah timur (sekarang bernama Majan). Sejak zaman penjajahan Belanda hingga zaman kemerdekaan ini desa Majan berstatus desa Merdikan (Daerah Istimewa), dan kepala desanya seorang kiyai yang statusnya tirun-temurun. Pembuatan batik Majan ini merupakan naluri (peninggalan) dari seni membuat batik zaman perang Diponegoro itu. Zaman Penyebaran Islam Riwayat pembatikan di daerah Jawa Timur lainnya adalah di Ponorogo. Seni batik di daerah Ponorogo erat hubungannya dengan perkembangan agama Islam dan kerajaan-kerajaan dahulu. Konon, di daerah Batoro Katong, ada seorang keturunan dari kerajaan Majapahit yang namanya Raden Katong (adik dari Raden Patah). Batoro Katong inilah yang membawa agama Islam ke Ponorogo yang salah satu petilasannya adalah masjid di daerah Patihan Wetan. Waktu itu seni batik baru terbatas dalam lingkungan keraton. Oleh karena putri keraton Solo menjadi istri Kyai Hasan Basri maka dibawalah ke Tegalsari dan diikuti oleh pengiring-pengiringnya. Di samping itu banyak pula keluarga keraton Solo belajar di pesantren ini. Peristiwa inilah yang membawa seni batik keluar dari keraton menuju ke Ponorogo.

24

BATIK DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP PEREKONOMIAN NASIONAL

Ihyaul Ulum MD

Pembuatan batik cap di Ponorogo baru dikenal setelah perang dunia I yang dibawa oleh seorang Cina bernama Kwee Seng dari Banyumas. Daerah Ponorogo awal abad ke-20 terkenal batiknya dalam pewarnaan nila yang tidak luntur dan itulah sebabnya pengusahapengusaha batik dari Banyumas dan Solo banyak memberikan pekerjaan kepada pengusaha-pengusaha batik di Ponorogo. Pembatikan di Jakarta Pembatikan di Jakarta dikenal dan berkembang bersamaan dengan daerah-daerah pembatikan lainnya, yaitu kira-kira akhir abad ke-19. Pembatikan ini dibawa oleh pendatang-pendatang dari Jawa Tengah yang bertempat tinggal di daerah-daerah pembatikan. Daerah pembatikan yang dikenal di Jakarta tersebar di dekat Tanah Abang, yaitu: Karet, Bendungan Ilir dan Udik, Kebayoran Lama, dan daerah Mampang Prapatan serta Tebet. Sejak zaman sebelum Perang Dunia I (PD I), Jakarta telah menjadi pusat perdagangan antar daerah di Indonesia. Setelah PD I (saat proses pembatikan cap mulai dikenal), produksi batik meningkat dan pedagang-pedagang batik mencari daerah pemasaran baru. Daerah pemasaran untuk tekstil dan batik di Jakarta yang terkenal ialah: Tanah Abang, Jatinegara dan Jakarta Kota. Batik-batik produksi daerah Solo, Yogya, Banyumas, Ponorogo, Tulungagung, Pekalongan, Tasikmalaya, Ciamis dan Cirebon serta lain-lain daerah, bertemu di Pasar Tanah Abang. Dari sini baru dikirim ke daerah-daerah di luar Jawa. Oleh karena pusat pemasaran batik sebagian besar di Jakarta, khususnya Tanah Abang, dan juga bahan-bahan baku batik diperdagangkan di tempat yang sama, maka timbul pemikiran dari pedagang-pedagang batik itu untuk membuka perusahaan batik di Jakarta. Tempat yang dipilih berdekatan dengan Tanah Abang. Pengusaha-pengusaha batik yang muncul sesudah PD I, terdiri dari bangsa Cina, dan buruh-buruh batiknya didatangkan dari daerah-daerah pembatikan Pekalongan, Yogya, dan Solo.

25

BATIK DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP PEREKONOMIAN NASIONAL

Ihyaul Ulum MD

Selain dari buruh batik luar Jakarta itu, diambil pula tenaga-tenaga setempat di sekitar daerah pembatikan sebagai pembantunya. Melihat perkembangan pembatikan ini membawa lapangan kerja baru, maka penduduk asli daerah tersebut juga membuka perusahaan-perusahaan batik. Motif dan proses batik Jakarta sesuai dengan asal buruhnya didatangkan yaitu: Pekalongan, Yogya, Solo, dan Banyumas. Pembatikan di Luar Jawa Dari Jakarta, yang menjadi tujuan pedagang-pedagang di luar Jawa, batik kemudian berkembang di seluruh penjuru kota-kota besar di Indonesia yang ada di luar Jawa. Sumatera Barat (khususnya daerah Padang) adalah daerah yang jauh dari pusat pembatikan di kota-kota Jawa, tetapi pembatikan bisa berkembang di daerah ini. Sumatera Barat termasuk daerah konsumen batik sejak zaman sebelum PD I, terutama batik-batik produksi Pekalongan, Solo, dan Yogya. Di Sumatera Barat yang berkembang terlebih dahulu adalah industri tenun tangan yang terkenal tenun Silungkang dan tenun Plekat. Pembatikan mulai berkembang di Padang setelah pendudukan Jepang. Sejak putusnya hubungan antara Sumatera dengan Jawa waktu pendudukan Jepang, persediaan batik yang ada pada pedagang batik sudah habis. Ditambah lagi setelah kemerdekaan Indonesia, hubungan antara kedua pulau bertambah sulit. Semua ini akibat blokade-blokade Belanda. Maka pedagang-pedagang batik yang biasa berhubungan dengan pulau Jawa mencari jalan untuk membuat batik sendiri. Dengan hasil karya sendiri dan penelitian yang seksama, dari batik-batik yang dibuat di Jawa, ditirulah pembuatan pola-polanya dan diterapkan pada kayu sebagai alat cap. Obat-obat batik yang dipakai juga hasil buatan sendiri yaitu dari tumbuh-tumbuhan seperti mengkudu, kunyit, gambir, dammar, dan sebagainya. Bahan kain putihnya diambilkan dari kain putih bekas dan hasil tenun tangan. Perusahaan batik pertama muncul yaitu daerah Sampan Kabupaten Padang Pariaman tahun 1946 antara lain; Bagindo Idris, Sidi Ali, Sidi

26

BATIK DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP PEREKONOMIAN NASIONAL

Ihyaul Ulum MD

Zakaria, Sutan Salim, Sutan Sjamsudin dan di Payakumbuh tahun 1948 Sdr. Waslim (asal Pekalongan) dan Sutan Razab. Setelah pendudukan Padang tahun serta 1949, kota-kota banyak lainnya menjadi batik daerah pedagang membuka

perusahaan/bengkel batik dengan bahannya diperoleh dari Singapura melalui pelabuhan Padang dan Pakanbaru. Tetapi, setelah hubungan dengan pulau Jawa mulai terbuka kembali, mereka kembali berdagang dan perusahaannya kemudian mati. Batik Sebagai Budaya Nasional Menilik dari sejarahnya, batik telah mengakar dalam sejarah bangsa Indonesia. Batik tidak hanya tumbuh dan berkembang di pulai Jawa, tetapi juga di luar pulai Jawa seperti Padang di pulau Sumatera. Corak dan motif batik yang sangat beragam, menunjukkan kekhasan masing-masing daerah. Motif-motif tersebut tidak hanya menjadi ciri khas daerah, tetapi juga menjadi simbol budaya daerah tersebut. Di Jawa Timur saja, misalnya, motif dan warna dasar batik Surabaya, berbeda dengan batik Malang atau Mojokerto. Motif-motif batik Surabaya mewakili budaya Surabaya sebagai daerah pesisir, sementara batik Malang tentu saja menggambarkan budaya masyarakat Malang yang sejuk. Batik telah mendarah daging dalam perjalanan bangsa Indonesia. Maka wajar jika kemudian kita marah, bahkan sangat geram, terhadap klaim Malaysia atas batik kita (dan juga klaim Malaysia atas kebudayaan kita yang lain, misalnya tari pendet, angklung, reog, lagu rasasayange, dan sebagainya). Mempatenkan Batik Menurut undang-undang nomor 14 tahun 2001 tentang Paten, Paten adalah hak eksklusif yang diberikan oleh Negara kepada inventor atas hasil penemuannya di bidang teknologi. Paten diberikan untuk selama waktu tertentu karena melaksanakan sendiri penemuannya

27

BATIK DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP PEREKONOMIAN NASIONAL

Ihyaul Ulum MD

tersebut atau memberikan persetujuannya kepada pihak lain untuk melaksanakannya. Kita sambut gembira masuknya batik Indonesia dalam 76 warisan budaya nonbenda dunia. Hal ini memiliki makna bahwa kita telah mempatenkan batik sebagai warisan budaya Indonesia. Meskipun dari 76 seni dan budaya warisan dunia yang diakui Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan PBB (UNESCO), Indonesia hanya menyumbangkan satu, sementara China 21 dan Jepang 13 warisan. Jumlah ini jangan menyurutkan rasa gembira dan rasa syukur kita. Semangat untuk mempatenkan motif batik di daerah-daerah harus terus didorong. Teringatlah kita kepada Malaysia. Demi memiliki identitas, negara itu gencar mengklaim batik, reog, tari pendet, beberapa judul lagu, dan angklung sebagai milik sendiri. Kita desak Malaysia meminta maaf. Dengan bermacam dalih, mereka meminta maaf walaupun pada saat bersamaan terus mencari celah kelalaian kita. Jajak pendapat Kompas (31/8/2009) menunjukkan reaksi keras atas dipakainya simbol-simbol kebudayaan lokal Indonesia dalam iklan pariwisata Malaysia. Kita bangga atas kekayaan budaya kita, sebaliknya kita tidak mengenali dan memanfaatkannya. Kata kuncinya kelalaian. Kita lalai tidak mengenal budaya sendiri, alih-alih mengurus hak kekayaan intelektual dan hak cipta. Sementara Malaysia, yang bangga atas kemajuan ekonomi, bermasalah ketika tidak memiliki identitas budaya. Padahal sebuah bangsa menjadi besar jika memiliki identitas yang kuat. Untuk menghindarkan klaim negara lain terhadap produk budaya nasional, Indonesia perlu segera mematenkannya di lembaga internasional. Kalau lalai, negara lain seperti Malaysia akan mengklaimnya sebagai produk budaya mereka. Contoh-contoh di atas menunjukkan urgensi dan perlu proaktifnya pendataan dan perlindungan hak cipta atas karya pribadi dan hak paten atas karya komunal. Kalau lalai, tidak saja kekayaan budaya hilang, bahkan berakibat buruk hilangnya identitas budaya kita.

28

BATIK DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP PEREKONOMIAN NASIONAL

Ihyaul Ulum MD

Prosedur yang ditempuh untuk pengakuan itu dilakukan sesuai Konvensi Unesco tahun 2003 tentang Warisan Budaya Tak Benda. Konvensi Unesco tersebut telah diratifikasi oleh pemerintah melalui PP Nomor 78 Tahun 2007 dan, terhitung 15 Januari 2008, Indonesia resmi menjadi Negara Pihak Konvensi. Dengan demikian, Indonesia berhak menominasikan mata budayanya untuk dicantumkan dalam daftar representatif Unesco. UU. Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta menjamin perlindungan hak kekayaan intelektual komunal ataupun personal. Daerah diberi kebebasan mendaftarkan agar mendapat perlindungan sebagai kekayaan budaya bangsa. Upaya itu sudah dilakukan Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dan Pemprov Bali. DIY menyangkut batik gaya Yogyakarta, sedangkan Bali terkati dengan untuk tarian dan tetabuhan musik. Dalam atau memperbanyak UU ini, hak cipta atau didefinisikan sebagai, "Hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak mengumumkan ciptaannya memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasanpembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku" (pasal 1 ayat 1). Industri Nasional Seolah jendela dunia bisnis terbuka lebar ketika pada 2 Oktober 2009 lalu, UNESCO mendeklarasikan batik Indonesia sebagai warisan budaya dunia. Sejatinya, inilah tantangan bagi kita untuk mengangkat batik sebagai salah satu pilar ekonomi rakyat. Deklarasi itu ternyata mampu membangkitkan spirit berbatik ria di masyarakat Indonesia. Kabarnya, penjualan batik di sejumlah gerai batik laku keras alias laris manis. Inilah euforia batik. Dengan bahasa lebih bening, euforia batik bakal lebih mendatangkan aura positif bagi pertumbuhan dan pengembangan perekonomian nasional. Batik dan Sumbangsihnya terhadap Perekonomian

29

BATIK DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP PEREKONOMIAN NASIONAL

Ihyaul Ulum MD

Bagaimana kinerja ekspor batik nasional? Mari kita lihat realisasi ekspor batik Indonesia selama lima tahun terakhir.

Tabel 1: Nilai Ekspor Batik Nasional 2004-2009


Tahun Nilai Ekspor Batik Nasional US$ 34,41 juta US$ 12,46 juta US$ 14,27 juta US$ 20,89 juta USS 32,28 juta

2004 2005 2006 2007 2008 Triwulan I US$ 10,86 juta 2009 Sumber: Suara Pembaruan, 3 Oktober 2009.

Realisasi ekspor hingga semester 1 tahun 2009 baru mencapai US$ 10,86 juta. Artinya, baru mencapai 33,64% dibandingkan dengan kinerja ekspor pada 2008. Banyak yang berharap, euforia batik bakal mampu mengerek kinerja ekspor batik nasional. Sehingga pada gilirannya akan mampu mendorong pertumbuhan ekonomi dan menyerap tenaga kerja. Pemerintah menargetkan ekspor Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) termasuk di dalamnya batik mencapai sekitar US$11,8 miliar pada 2009. Itu sedikit meningkat dibanding proyeksi ekspor tahun 2008 sebesar US$11 miliar. Industri TPT masih menjadi salah satu industri prioritas yang akan dikembangkan karena mampu memberi kontribusi yang signifikan bagi perekonomian nasional. Industri TPT 2006 lalu menyerap 1,2 juta tenaga kerja, tidak termasuk industri kecil dan rumah tangga. Selain itu menyumbang devisa sebesar US$9,45 miliar pada 2006 dan US$10,03 miliar pada 2007. Secara konsisten industri TPT memberi surplus (net ekspor) di atas US$5 miliar dalam kurun waktu 10 tahun terakhir ini. Oleh karena itu, pemerintah menargetkan 2009 ekspor TPT mencapai US$11,8 miliar dengan penyerapan 1,62 juta tenaga kerja.

30

BATIK DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP PEREKONOMIAN NASIONAL

Ihyaul Ulum MD

Tantangan yang dihadapi industri batik itu antara lain mengenai Sumber Daya Manusia (SDM). Misalnya, generasi pembatik umumnya sudah berusia relatif lanjut, sehingga perlu upaya khusus untuk menggugah minat kalangan muda untuk terjun ke usaha batik. Masalah lain yang harus diatasi adalah masalah pendanaan, ketenagakerjaan, dan penanganan penyelundupan. Saat ini industri TPT diakui juga menghadapi masalah daya saing terkait usia mesin industri tersebut yang sebagian besar (sekitar 75%) berusia sekitar 20 tahun sehingga membutuhkan peremajaan mesin baru untuk bersaing di pasar internasional dan domestik yang semakin ketat. Dari sisi teknologi, para pengusaha industri batik umumnya belum melakukan perbaikan sistem dan teknik produksi agar lebih produktif dan mutunya bisa sama untuk setiap lembar kain batik. Itu belum termasuk pemakaian zat warna alam yang masih belum mendapat hasil stabil satu sama lain. Dilihat dari sisi ketersediaan bahan baku sutera, jumlahnya masih kurang dari permintaan pasar. Selain itu, serat dan benang sutera umumnya masih impor. Dari sisi pemasaran, adalah tantangan dari negara pesaing yang semakin meluas antara lain dari Malaysia, Thailand, Singapura, Vietnam, Afrika Selatan dan Polandia. Segi pemasaran batik Indonesia juga belum fokus untuk mengangkat batik Indonesia sebagai high fashion dunia. Terkait masalah Kak Kekayaan Intelektual (HKI), ditengarai bahwa motif-motif batik tradisional, belakangan ini banyak ditiru oleh para perajin dari negara-negara lain. Kondisi tersebut terjadi karena usaha perlindungan HKI di negara ini belum maksimal. Dalam kaitan tersebut, sesungguhnya kegiatan dokumentasi motif batik sudah banyak dilakukan oleh masyarakat, bahkan Departemen Perindustrian telah mendokumentasi sebanyak 2.788 motif batik dan tenun tradisional dalam bentuk CD (Compact Disc). Solusi Alternatif

31

BATIK DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP PEREKONOMIAN NASIONAL

Ihyaul Ulum MD

Bagaimana kiat untuk mendongkrak batik secara ekonomis? Pertama, pemerintah sebagai komandan pertumbuhan perekonomian nasional selayaknya segera menabuh gong pemberdayaan batik nasional. Caranya? Semua pegawai negeri yang berjumlah sekitar 4 juta orang wajib memakai batik setiap Jumat. Ini termasuk semua pejabat tertinggi negara dan tinggi negara. Sejak tahun 1980-an, karyawan bank pelat merah memakai batik setiap akhir pekan. Kedua, pemerintah juga perlu mewajibkan semua pelajar untuk mengenakan batik setiap Senin. Kewajiban ini sudah dijalankan oleh beberapa sekolah namun belum merata. Pemberdayaan model ini sesungguhnya merupakan edukasi pragmatis bagi generasi mendatang dalam mengembangkan produk dalam negeri. Ketiga, peserta seminar, workshop dan pelatihan wajib mengenakan pakaian batik pada pembukaan acara tersebut, termasuk dalam sidang wakil rakyat. Acara ini patut dianggap sebagai momen penting untuk mengembangkan produk dalam negeri. Pemberdayaan tersebut mampu membawa implikasi ekonomis bagi pengembangan batik, bahkan bagi ekonomi sekaligus industri kreatif. Pemerintah telah mencanangkan 2009 sebagai Tahun Indonesia Kreatif. Industri kreatif mampu menyumbang 6,3% dari produk domestik bruto (PDB), menyerap 5,4% tenaga kerja dan berkontribusi 9% dari total nilai ekspor nasional (Kompas, 25 Juni 2009). Suatu kontribusi yang tidak kecil.

Penutup Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia menilai pengembangan batik memerlukan strategi besar (grand strategy) dan terpadu sebagai warisan budaya bangsa yang perlu dilestarikan dan memberi dampak ekonomi pada masyarakat. Ketua Yayasan Kadin Indonesia, Iman Sucipto Umar, yang memprakarsai berdirinya Museum Batik Indonesia, di Jakarta, Rabu, mengatakan batik memiliki potensi

32

BATIK DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP PEREKONOMIAN NASIONAL

Ihyaul Ulum MD

untuk dikembangkan, bahkan bersaing di kancah internasional. Namun, tidak cukup sampai di situ. Harus ada strategi besar yang perlu ditetapkan agar ke depan batik dapat menjadi industri kreatif yang mampu signifikan mendorong dan peningkatan Indonesia pertumbuhan Heritage ekonomi diakui secara dunia menjadi yang

internasional. Prospek batik sangat bagus. Apalagi jika melihat ekspor tekstil dan produk tekstil (TPT) termasuk batik -- terus meningkat dalam empat tahun terakhir dengan rata-rata pertumbuhan 8,4 % per tahun. Meskipun saat ini, kontribusi ekspor batik yang tercatat hanya US$10-15 juta. Namun, jumlah tersebut belum termasuk ekspor yang dilakukan oleh turis asing yang membawanya lewat koper. Daftar Pustaka Anonim. Batik Milik Dunia, Kompas, 3 Oktober 2009. __________. Industri Batik Indonesia Dihadapkan Tantangan Besar. dalam www.kapanlagi.com diakses 28 Juli 2007, diakses jam 14.00 WIB. __________. Batik, Jangan Cuma Puas Diakui UNESCO dalam www.kompas.com diakses 30 September 2009 jam 15.30 WIB. __________. Mengangkat Pamor Batik sekaligus Membangun Pilar Ekonomi Rakyat. Kontan, 12 Oktober 2009. __________. Kadin: Pengembangan Batik Memerlukan Stragedi Besar dalam www.kapanlagi.com diakses 6 Juni 2007 jam 09.35 WIB. __________. Menperin Targetkan Ekspor Tekstil 2009 US$11,8 Miliar dalam www.kapanlagi.com diakses 2 April 2008 jam 17.15 WIB. __________. Sejarah Batik Indonesia dalam diakses 16 November 2009 jam 15.24 WIB. www.batikmarket.com

Direktorat Jenderal Industri Tekstil Departemen Perindustrian RI Buku Petunjuk Industri Tekstil. Jakarta. 1976. Djafri, Chamroel. Gagasan Seputar Pengembangan Industri Dan Perdagangan TPT (Tekstil dan Produk Tekstil). Jakarta: Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) dan Cidesindo. 2003.
33

BATIK DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP PEREKONOMIAN NASIONAL

Ihyaul Ulum MD

Soetrisno, Benny. Perspektif & Tantangan Industri Tekstil Nasional Pasca Kuota, Implikasi & Urgensinya Terhadap Perbankan. Jakarta: Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API). 2004. Undang-undang No. 14 tahun 2001 tentang Paten. Undang-undang No. 19 tahun 2002 tentang Hak Cipta.

34

Anda mungkin juga menyukai