Anda di halaman 1dari 14

UIIAN 1LNGAn SLMLS1Lk

1LCkI kCMUNIkASI MASSA


D|susun o|eh
D|yan 2u|mar 1r|w|bowo
1006694896

IAkUL1AS ILMU SCSIAL DAN ILMU CLI1Ik


UNIVLkSI1AS INDCNLSIA
Depok Cktober 2011


1AWABAN SOAL U1IAN
Tema yang jadi perhatian para peneliti komunikasi massa, salah satunya : Power and
Inequality Dewasa ini bukan menjadi pertanyaan bahwa media massa memiliki
pengaruh yang kuat terhadap struktur politik dan ekonomi suatu negara Besarnya
kekuatan yang dimiliki media tidak lepas dari posisinya yang punya nilai ekonomis, dan
menjadi rebutan banyak pihak untuk memiliki kontrol dan aksesnya Disamping itu,
media merupakan instrumen yang eIektiI bagi siapapun yang berkuasa dalam
mempengaruhi khalayak Berikut beberapa aspek dari kekuatan media mass menurut
Denis McQuail (2005: 86-87) :
O Attracting and directing public attention
O Persuasion in matters of opinion and belief
O Influencing behaviour, intentionally or not
O Defining reality
O Conferring status and legitimacy
O Informing quickly and extensively, but selectively
O More available to those with political and economic power
Berdasarkan aspek dari kekuatan media di atas, muncul beberapa pertanyaan di antara
peneliti :
O Are the media under control?
O If so, who controls the media and in whose interest?
O Whose version of the world (social reality) is presented?
O How effective are the media in achieving chosen ends?
O Do mass media promote more or less equality in society?
O How is access to media organi:ed?
O How do the media use their power to influence?
!erdebatan mengenai seberapa kuat media, bagaimana meregulasi media agar tidak
terlalu dominan, yang berujung pada munculnya 2 model mengenai kekuatan media yang
berlawanan Satu model tentang media yang dominan dan yang lainnya adalah media
yang pluralis Model yang pertama (dominan) melihat media sebagai institusi yang kuat
yang mampu menjalankan kekuasaan dari pihak yang berkepentingan, dimana elite yang
dominan atau kelas yang berkuasa termasuk di dalamnya Organisasi media cenderung
dimiliki oleh sekelompok kecil orang yang sangat kuat baik dari segi modal atau
pengaruh Media membentuk persepsi khalayak dengan perspektiI yang telah dibentuk
oleh pihak yang berkuasa, dengan sudut pandang yang terbatas dan tidak dibeda-
bedakan Audiens dikondisikan untuk menerima sudut pandang yang disediakan media,
dengan sedikit timbal balik
Sebaliknya, model pluralis yang pada hampir semua aspek berlawanan dengan model
dominan, membolehkan perbedaan dan kompetisi Tidak ada elite yang dominan dan
mempersatukan, perubahan adalah mungkin Audiens yang berbeda mengajukan
permintaan dan berhak menolak apa yang ditawarkan oleh media Secara umum, model
dominan merupakan pemikiran yang sama dengan pemikiran Marxis, yang kecewa
terhadap sistem kapitalis yang tidak mampu membawa kesejahteraan yang dijanjikan
Sedangkan model pluralis merupakan pemikiran kaum liberalis dan penganut pasar
bebas Berikut tabel perbedaan model dominan dan pluralis :

Dominance Pluralism
Societal source Ruling class or dominant elite Competing political, social,
cultural interests and groups
edia Under concentrated ownership
and of uniform type
Many and independent of each
other
Production Standardi:ed, routini:ed,
controlled
Creative, free, original
Content and world
view
Selective and decided from
above
Diverse and competing views,
responsive to audience demand
Audience Dependent, passive, organi:ed
on large scale
Fragmented, selective, reactive
and active
Effects Strong and confirmative of
established social order
Numerous, without consistency
or predictability of direction,
but often no effect

!andangan penulis tentang tema ini, bahwa media massa, disadari atau tidak, memang
memiliki kekuatan yang besar dalam mempengaruhi masyarakat Meskipun media tidak
mampu mempengaruhi keberpihakan masyarakat dalam isu tertentu, namun media
mampu mengarahkan topik apa yang seharusnya dibicarakan masyarakat Di satu sisi
media massa memiliki peranan penting dalam sistem demokrasi saat ini, di sisi lain juga
memiliki daya tarik yang besar bagi mereka yang memiliki kekuatan politik dan/atau
ekonomi !ertarungan kepentingan dalam media massa tidak bisa dihindarkan, karena
media massa berada dalam lingkar dalam kekuasaan !ertarungan antar kepentingan ini
memperebutkan kontrol atas media yang dapat menjadi alat untuk membentuk opini
publik
Untuk contoh yang dapat menggambarkan bagaimana kekuatan media massa,
menurut penulis TVRI merupakan contoh yang relevan Menurut Wahyuni (2000: -2)
TVRI telah begitu dekat dengan pemerintah sejak berdiri pada tahun 62 Meski pada
awalnya TVRI merupakan bagian dari persiapan penyelenggaraan Asian Games,
lembaga penyiaran ini bagian dari Yayasan Gelora Bung Karno yang berada di bawah
kendali !residen secara langsung, dan pada akhirnya menjadi bagian dari struktur
organisasi pemerintah yang ditandai dengan masuknya TVRI ke dalam Departemen
!enerangan
!ada masa pasca Orde Baru, berdasarkan UU !enyiaran tahun 2002, status TVRI
diubah dari alat pemerintah menjadi lembaga penyiaran publik, yang diresmikan pada 24
Agustus 2006 setelah keluarnya !eraturan !emerintah No Tahun 2005 tentang
Lembaga !enyiaran !ublik Namun pada kenyataannya, TVRI tetap bertanggung jawab
kepada !residen (!eraturan !emerintah Republik : 4) Lembaga penyiaran publik
seharusnya independen seperti BBC di Inggris, ABC di Australia, dan !BS di Amerika
Hal ini membawa pertanyaan, 'Mengapa TVRI tidak dibiarkan menjadi independen,
padahal kualitas TVRI cenderung menurun dan dilupakan akhir-akhir ini? Jawaban
yang menurut penulis paling mungkin adalah cakupan siaran TVRI yang mencapai 82
dari seluruh penduduk Indonesia (wwwtvricoid) Cakupan yang begitu besar tidak
lepas dari peranan satelit komunikasi domestik yang bernama !ALA!A Menurut Kitley
(2000 : 264), tujuan peluncuran satelit !ALA!A pada 6 Agustus 76 oleh !residen
Soeharto adalah untuk memperoleh manIaat politik yang sebesar-besarnya daripada
untuk mencapai masyarakat yang adil dan makmur Melihat bukti-bukti tersebut, tidak
salah jika muncul kesimpulan bahwa TVRI memberikan keuntungan politik yang masiI
terhadap pemerintah saat itu, menjadi alat pembentuk opini publik yang eIektiI karena
luasnya cakupan siaran dan kepemilikan tunggal atas media penyiaran ini
Untuk memperkuat dominasinya, konten TVRI pun juga diatur pemerintah melalui
kebijakan-kebijakannya !ada tahun 8, iklan dilarang tayang di TVRI dan jam siaran
program impor dikurangi Alasan yang dikeluarkan oleh pemerintah saat itu ada dua,
yaitu untuk melindungi masyarakat dari dampak negatiI siaran iklan dan untuk
memaksimalkan penggunaan media ini untuk mendukung program pembangunan
Menurut pemerintah, iklan terlalu condong kebarat-baratan dan mengakibatkan
masyarakat memimpikan hal-hal yang ditawarkan iklan yang ternyata diluar jangkauan
mereka, sehingga TVRI berperan untuk melindungi masyarakat Indonesia dan Iokus
pada masalah pembangunan (French dan Richards, 2000 : 207)
Kekuatan TVRI sebagai media massa terlihat dari bagaimana media ini mampu
menjangkau hingga 82 dari penduduk Indonesia, yang merupakan pasar yang besar
bagi siapapun yang menguasai media ini !rogram-program yang disiarkan pada masa
Orde Baru banyak yang berisi pesan-pesan pemerintah, seperti Siaran !edesaan, Si Unyil
dan Keluarga Rahmat Sehingga terlihat jelas bagaimana TVRI merepresentasikan model
media yang dominan dengan ciri-ciri pada tabel diatas

2 Dennis McQuail (2005: 5) menyebutkan ada 8 tema kajian dalam teori Media dan
Budaya, yaitu :
a. The Question of Quality
Kemunculan dan kebangkitan media massa turut memunculkan kajian
mengenai apa itu budaya populer Media massa berperan besar dalam menciptakan
budaya populer dengan publikasi besar-besaran, yang nantinya diadaptasi oleh
masyarakat dan menjadikannya budaya mereka Suatu budaya disebut budaya
populer apabila budaya yang telah dipublikasikan media secara besar-besaran,
memiliki nilai jual yang tinggi, artinya disukai masyarakat Budaya yang mampu
mempertemukan keinginan masyarakat sebagai konsumen dan keinginan produsen
secara seimbang serta relevan dengan kondisi masyarakat Lalu muncul pertanyaan
besar, apakah budaya yang populer ini, yang disukai banyak orang, benar-benar
mencerminkan budaya yang berkualitas?
Contoh yang relevan di Indonesia : budaya sepeda Fixie yang populer di kota-
kota besar Sepeda sebenarnya bukan barang baru di masyarakat perkotaan
Kemunculan sepeda Fixie ini sebenarnya berasal dari Amerika Serikat, dan yang
punya akses inIormasi tentang kehidupan masyarakat Amerika banyak berasal dari
kalangan menengah keatas Di tengah-tengah gencarnya pembelian kendaraan
bermotor, budaya bersepeda tentu perlu untuk menyeimbangkan agar tidak terlalu
ekstrim rasio jumlah pengguna kendaraan bermotor dan sepeda Apakah budaya
bersepeda ini berkualitas? Menurut penulis tentu ini berkualitas, karena manIaat
bersepeda sangat banyak dan menyehatkan Semua orang berkeinginan membeli
sepeda dan menggunakannya Namun tetap ada sisi buruknya ketika budaya ini
dipandang dari segi gaya hidupnya Banyak komunitas sepeda yang melakukan
aktivitas bersepeda pada malam hari, dimana kualitas udara tidak sebaik pada siang
hari Dari segi publikasi media, budaya yang populer ini tidak serta merta membuat
masyarakat menjadi sehat Seperti pendapat pemerintah Indonesia ketika melarang
penayangan iklan di TVRI pada tahun 8, publikasi ini mengakibatkan
masyarakat menginginkan hal-hal yang diluar jangkauan mereka
b. Communication Technology Effects
!erkembangan teknologi yang signiIikan turut serta merubah pola komunikasi
yang konvensional Ketika sebuah percakapan/dialog terjadi hanya ketika kedua
pihak hadir secara Iisik di tempat yang sama, maka teknologi memungkinkan pihak
yang berbeda untuk berkomunikasi dari dua tempat yang berbeda, dan bahkan dari
waktu yang berbeda Menurut McLuhan (64), segala bentuk media merupakan
perpanjangan tangan dari manusia Teknologi disini membawa perubahan pada
budaya, namun sulit dibuktikan karena teknologi merupakan hasil dari budaya itu
sendiri Secara kronologis, berawal dari ide-ide yang berkembang di masyarakat
yang memunculkan suatu teknologi, yang nantinya perlahan mengubah budaya
dengan cara-cara baru, yang akhirnya membawa pada ide-ide baru yang akan
mengubah budaya tersebut, sehingga perubahan ini senantiasa terjadi Oleh karena
itu sulit dibuktikan karena peneliti harus menemukan manakah yang menjadi
penyebab dari segala perubahan
Contoh yang relevan di Indonesia : berkembangnya Tablet !C, yang bermula
dari komputer biasa !erkembangan Tablet !C ini telah mengubah pola komunikasi
masyarakat menjadi pribadi yang mobile dan multitasking Berawal dari penciptaan
komputer pada masa !erang Dunia ke-2 yang bertujuan untuk memecahkan kode-
kode khusus, kini kehadiran komputer telah menjadi gaya hidup dan kebutuhan !ola
komunikasi masyarakat Indonesia pun ikut berubah karena kemunculan komputer
ini Kini banyak remaja-remaja menjadi anti-sosial karena kegiatan sehari-harinya
dihabiskan di depan komputer, dan kebanyakan digunakan untuk bermain game
c. Commodification of Culture
Viscent Mosco dalam 'The !olitical Economy oI Communication (6)
memberikan deIinisi mengenai komodiIikasi, yaitu pemanIaatan isi media dilihat
dari kegunaannya sebagai komoditi yang dapat dipasarkan Lebih spesiIik lagi,
Mosco menjelaskan bahwa bentuk komodiIikasi di dalam komunikasi ada dua,
komodiIikasi isi media dan komodiIikasi audiens Kumpulan inIormasi dan data
yang tidak bermakna pada awalnya kemudian diolah sedemikian rupa oleh media
untuk mendapatkan nilai jual Konten-konten inilah yang dijual ke masyarakat atau
ke pemasang iklan yang kemudian menjualnya lagi ke masyarakat Data dan
inIormasi yang tidak bermakna, namun memiliki sensasi dan kontroversi yang akan
dikonsumsi masyarakat Akibat komodiIikasi budaya ini, konten dari media semakin
seragam, diversitas mulai hilang karena media cenderung mengikuti keinginan
mayoritas
Contoh yang relevan di Indonesia : tingginya rating AFF Cup 200, yang
diberitakan tidak hanya bagaimana persiapan timnas Indonesia dan hal-hal terkait
dunia sepakbola Lebih dari itu, yang diberitakan cenderung tidak berkaitan dengan
sepakbola tetapi menarik minat para audiens Misalkan pemberitaan mengenai isu
naturalisasi Christian Gonzales dan popularitas IrIan Bachdim beserta pasangannya,
sampai politisasi kemenangan timnas oleh politikus Isi pemberitaan yang tidak ada
kaitannya dengan sepakbola ini justru memiliki nilai kontroversi yang tinggi,
sehingga nilai jualnya pun juga tinggi Tidak salah jika Iinal AFF Cup antara
Indonesia dan Malaysia meraih rating tertinggi akibat publikasi besar-besaran dari
media dan memiliki nilai jual yang tinggi juga
d. Globali:ation
Globalisasi merupakan sebuah proses menuju globalitas atau masyarakat
global, kondisi dimana sistem ekonomi, politik, budaya, dan lingkungan saling
terhubung antar negara, yang menyebabkan tidak terlihat lagi batas-batas di antara
negara tersebut (Steger, 200) Berkat perkembangan teknologi yang pesat, batas
antar negara semakin tidak terlihat, dan berkembangnya budaya transnasional,
memunculkan pertanyaan 'Apakah globalisasi membawa dunia menuju
homogenisasi, diversiIikasi, atau hybridisasi? Berkat dominasi Amerika Serikat
dalam industri audiovisual dan musik, budaya transnasional cenderung diidentikkan
dengan budaya Amerika Utara, meski banyak negara lain seperti Jepang, Meksiko,
Mesir dan India yang turut andil membentuk budaya transnasional (McQuail, 2005:
)
Contoh yang relevan di Indonesia : munculnya boyband dan girlsband seperti
Sm*sh dan 7 icon, yang diidentikkan dengan budaya Korea Selatan yang menjangkit
anak-anak muda !ada dasarnya, grup musik yang beranggotakan penyanyi seperti
mereka sudah ada sejak dulu Ambil contoh ElIa`s Singer dan AB Three Kedua
grup musik ini sudah terkenal lebih dulu dari Sm*sh dan 7 icon, namun berkat
booming-nya boyband dan girlsband di Korea Selatan sehingga ekspos terhadap
grup musik yang baru ini menjadi sesuatu yang populer
e. Policy for Cultural Diversity
Berkat globalisasi, diversitas budaya menjadi terancam Keberadaan organisasi
media global yang membawakan budaya tertentu dengan bentuk dan bahasa aslinya,
yang secara tidak langsung telah menciptakan satu standar mengenai budaya
populer Adanya budaya populer di satu sisi membawa masyarakat lebih mengenal
kebudayaan-kebudayaan lain, di sisi lain justru mengancam eksistensi budaya lokal
Berkurangnya kemampuan regenerasi budaya lokal akibat masuknya budaya
populer, sehingga ketakutan akan punahnya keberagaman budaya semakin tinggi
Untuk itulah dibentuk kebijakan-kebijakan untuk melindungi keberagaman budaya
suatu daerah, sehingga penetrasi budaya populer tidak menjadi ancaman bagi budaya
lokal
Contoh yang relevan di Indonesia : disahkannya kebudayaan Batik sebagai
salah satu warisan budaya dunia oleh UNESCO Langkah yang ditempuh
pemerintah ini sebenarnya untuk melindungi batik agar tidak dicuri` oleh negara
tetangga Namun kebijakan tersebut juga melindungi kebudayaan lokal dari
penetrasi budaya pakaian Barat yang memakai celana dengan menurunkannya
sedikit, atau budaya fashion yang condong ke gaya orang Barat
f. Cultural Identity
Kebudayaan (culture) sebagaimana yang dikemukakan oleh Ignas Kleden
(87) adalah dialektika antara ketegangan dan kegelisahan, antara penemuan dan
pencarian, antara integrasi dan disintegrasi, antara tradisi dan reIormasi Dalam arti
yang lebih luas, tanpa tradisi dan integrasi suatu kebudayaan menjadi tanpa identitas,
sedangkan tanpa reIormasi atau tanpa disintegrasi kebudayaan akan kehilangan
kemungkinan untuk berkembang, untuk memperbaharui diri, atau untuk
menyesuaikan diri dengan paksaan perubahan sosial (Damanik, 2008) Dalam satu
masyarakat, kebudayaan tidak hanya menjadi pelengkap, melainkan telah menjadi
identitas, yang menjadikan masyarakat tersebut memiliki ciri khas tertentu
Globalisasi dianggap telah mengikis kebudayaan lokal, mengaburkan identitas
masyarakat dengan kebudayaan-kebudayaan asing Kebanyakan yang
kebudayaannya terlindas oleh budaya populer adalah kebudayaan kaum minoritas
Contoh yang relevan di Indonesia : kebudayaan batik yang awalnya hanya
dipakai di acara-acara Iormal, karena dianggap mencerminkan seseorang menjadi
tua bila memakainya Setelah kebudayaan batik diakui sebagai salah satu warisan
budaya dunia, batik sebagai identitas Indonesia telah diakui dunia
g. Gender and Subculture
Isu gender menguat ketika kajian-kajian lain cenderung tidak membahas
gender dan akibat konten media yang terlalu menonjolkan laki-laki, memperlihatkan
sosok perempuan sebagai seorang yang lemah dan dekat dengan pornograIi, serta
pekerjaan media yang didominasi laki-laki Kebangkitan para Ieminist ini diperkuat
dengan banyaknya berita yang disertai dengan trivialisasi, personalisasi, dan
sensasionalisme, yang ditandai dengan munculnya berita infotainment
Contoh yang relevan di Indonesia : pemberitaan mengenai timnas Indonesia di
AFF Cup 200, yang tidak hanya memberitakan tentang timnas melainkan hal-hal
lain yang bernilai sensasional Salah satunya adalah tentang pasangan IrIan Bachdim
yang berproIesi sebagai seorang model, senang berpose adegan seksi Berawal dari
sosok IrIan Bachdim yang memiliki keturunan Belanda dengan paras tampan dan
usia muda, banyak yang tiba-tiba menjadi suporter demi melihat seorang IrIan
Bachdim bermain Sehingga media pun mengupas habis tentang sosoknya hingga ke
kehidupan pribadinya
h. Ideology and Hegemony
Singkatnya, pokok-pokok dari pendekatan kritis yang berasal dari Mazhab FrankIurt
adalah :
1) Mass culture is a debased form in capitalist society
2) Mass culture is designed to produce false consciusness
3) Commodification is the central process
4) Mass culture embodies a hegemonic ideology
5) Ideology can be decoded differentially and even reversed
6) Popular culture can be distinguished from mass culture

Dinamika interaksi saling mempengaruhi diantara unsur internal dan eksternal di dalam
perusahaan/organisasi media Dalam menjalankan tugasnya, perusahaannya terpengaruh
dengan unsur-unsur tersebut Dari unsur internal, ada kalanya owner media
menginginkan proIit dari satu isu yang berkembang, sehingga diperlukan pemberitaan
dari sisi sensasionalitasnya karena masyarakat suka sesuatu yang kontroversi dengan
sensasinya Ada juga saat ketika pihak eksternal, bisa masyarakat, pemerintah, lembaga
sensor, yang mendesak media untuk tidak memberitakan hal yang dianggap melanggar
aturan atau membawa dampak buruk, atau bahkan didesak menyelidiki suatu kasus yang
tenggelam oleh berita-berita lainnya
Sebagai contoh dinamika interaksi unsur internal-eksternal adalah pemberitaan
tentang bencana lumpur di Sidoarjo oleh TVOne Telah diketahui bahwa perusahaan
Lapindo berada dalam naungan grup Bakrie, yang tidak lain TVOne bergabung di
dalamnya Ketika diberitakan oleh TVOne, isi berita yang ditampilkan dari sisi dampak
bencana dan upaya Lapindo untuk mengurangi eIek buruk bencana Jika benar pemilik
dari TVOne menginginkan kesalahan Lapindo tidak diekspos, maka benar bahwa
pemilik media memiliki kuasa penuh terhadap konten Maka dari itu, pemilik media
tidak akan memberitakan sesuatu yang mampu menurunkan citra dirinya di depan publik,
apalagi jika pemilik media itu adalah politikus yang perlu menjaga citra dirinya !ada era
media yang disetir oleh pasar, tidak menutup kemungkinan bahwa tujuan ideal yang
dimiliki perusahaan media tersebut terkalahkan oleh tujuan proIit mereka
!ada saat berita tentang kebocoran lumpur baru mencuat ke ranah publik, nilai jual
dari berita ini sedang tinggi karena atensi audiens banyak yang tersedot ke
perkembangan dari kasus ini Meskipun begitu, ratingnya masih tidak setinggi acara-
acara seperti sinetron atau yang sejenisnya, sehingga para pengiklan tidak begitu tertarik
untuk memasang iklan Berkat selera masyarakat yang menyukai sesuatu yang
sensasional, sedangkan hal yang sensasional dari bencana lumpur ini adalah perusahaan
Lapindo dimiliki oleh Grup Bakrie, sehingga pertimbangan citra pemilik media lebih
diutamakan daripada pertimbangan Iinansial seperti yang dilakukan Metro TV Metro
TV yang notabene adalah kompetitor dari TVOne, justru memberitakan bagaimana
penderitaan masyarakat setempat pasca kejadian tersebut, karena antara Metro TV dan
pihak yang berada di belakang kejadian tidak memiliki hubungan bisnis atau hubungan
apapun
Kemungkinan TVOne disini juga mendapat tekanan dari masyarakat setempat untuk
terus mengawasi perkembangan kasus ini, karena berkat hubungan bisnis antara TVOne
dan Lapindo maka pemberitaan tentang kasus ini berhenti pada bagaimana langkah
penyelesaian Lapindo dan hal-hal positiI lainnya, pemberitaan ini tidak begitu mendapat
atensi di jajaran direksi TVOne Berita ini tenggelam begitu saja ketika ada kejadian lain
yang lebih sensasional, tidak memiliki keterkaitan dengan TVOne maupun pemiliknya
!emberitaan ini juga dapat digunakan humas dari Lapindo untuk memperbaiki citra
perusahaan yang memburuk berkat pemberitaan di media lain yang menempatkan
Lapindo sebagai pihak yang seharusnya bertanggung jawab Tentu saja humas juga harus
memiliki sejumlah inIormasi-inIormasi lainnya yang tidak berkaitan dengan kasus ini
sebagai pengalih perhatian dari atensi audiens terhadap kerugian yang diderita
masyarakat setempat
!eran jurnalis disebutkan Cohen (6: ) ada dua jenis, neutral reporter` dan
participant` Beda antara dua peran ini terletak pada bagaimana jurnalis menempatkan
diri Jenis pertama adalah jurnalis yang mengutamakan netralitas berita yang
menginIormasikan ke masyarakat Jenis kedua berIokus kepada bagaimana pers
bertindak sebagai pilar keempat dalam demokrasi, pers yang merupakan representasi dari
publik, kritik terhadap pemerintah, dan sebagai anjing penjaga !ara jurnalis TVOne
dalam pemberitaan bencana lumpur Lapindo cenderung tidak obyektiI karena mengambil
sudut pandang yang serba positiI saja Kemungkinan terjadi konIlik dan dilema di
kalangan para pekerja (jurnalis), karena keinginan untuk mengungkapkan kebenaran dari
kasus ini ke masyarakat bertentangan dengan keinginan pemilik media yang tidak
mengijinkan pemberitaan yang negatiI Jurnalis senantiasa mendapat tekanan, baik itu
dari pemilik media maupun masyarakat
Lalu muncul pertanyaan, apakah tujuan dari TVOne melihat pemberitaannya tentang
bencana lumpur Lapindo? Apakah benar-benar untuk melayani masyarakat dengan
menginIormasikan kejadian-kejadian terkini? Ataukah demi mendapatkan keuntungan
melalui penjualan space iklan dan penjualan produk?
Berdasarkan uraian diatas, dimana TVOne memberitakan kasus ini dengan sudut
pandang yang berbeda dari kebanyakan media yang Iokus pada penyebab dan dampak
dari kasus tersebut Sudut pandang yang berbeda bukan berarti TVOne memiliki tujuan
yang idealis, menginIormasikan ke masyarakat Seperti media berbasis pasar lainnya,
tujuan mereka lebih ke tujuan Iinansial yakni proIit !erbedaan sudut pandang dalam
pemberitaan lebih disebabkan oleh kepentingan dan hubungan pemilik TVOne dengan
perusahaan Lapindo
Lalu apa hubungan antara tujuan perusahaan media dengan dinamika interaksi saling
mempengaruhi antara unsur internal-eksternal ketika perusahaan media menjalankan
tugasnya? Tujuan perusahaan media terkait dengan kemana arah perusahaan akan
berjalan, apakah mengejar proIit atau melayani masyarakat Apabila telah diketahui
tujuannya, maka kelompok-kelompok yang menekan akan semakin identik Jika
perusahaan media memiliki tujuan mengejar proIit, tekanan-tekanan akan datang dari
pemilik media itu sendiri, para pengiklan, masyarakat pada umumnya, pemerintah Jika
memiliki tujuan melayani masyarakat, tekanan yang berasal dari pemilik media, para
pengiklan cenderung berkurang karena idealisme yang dimiliki perusahaan media
tersebut Maka disini TVOne sebagai perusahaan media akan mendapat tekanan tidak
hanya dari pemilik media, tapi juga para pengiklan, pemerintah, dan pihak-pihak lain
yang memiliki kepentingan tertentu

4 !enerapan teknologi media baru (khususnya internet) bagi masyarakat Indonesia
khususnya dalam konteks dampak penggunaan internet terhadap peningkatan partisipasi
politik dan kehidupan demokrasi secara umum Dewasa ini istilah yang lebih populer
adalah demokrasi digital, yang merupakan aktivitas politik yang menggunakan saluran
digital, terutama web 20, sebagai bentuk partisipasi politik atau penggalangan dukungan
publik (Wilhem, 200) Salah satu ciri dari demokrasi digital adalah siIatnya yang
interaktiI; proses interaktiI mengandaikan adanya komunikasi yang bersiIat
resiprokalitas, semua warga negara bisa berdialog secara interaktiI Ciri lainnya adalah
dijaminnya kebebasan berbicara; sehingga pengguna internet tidak perlu takut untuk
mengekspresikan pendapatnya tanpa kontrol ketat dari pemerintah
Internet pada umumnya dianggap sebagai ruang terbuka yang interaktiI Meski
untuk menggunakan internet diperlukan Iaktor-Iaktor seperti akses, biaya lalu terhambat
oleh sensor dan kemungkinan adanya individu yang kurang melek teknologi dan
mengalami technophobia, internet sebagai ruang publik yang relatiI terbuka, dapat
diakses siapa saja yang memiliki akses, di mana saja mereka berada dapat dengan bebas
mengekspresikan pandangan mereka selama tetap dalam koridor hukum dan tidak
melanggar hak orang lain
!enggunaan internet sebagai alternatiI ruang untuk partisipasi politik, khususnya di
Indonesia dikarenakan minimnya ruang bagi aspirasi rakyat dimana rakyat didengar dan
diperhatikan, partai politik yang sibuk memperjuangkan kepentingan golongannya
Ditambah dengan hilangnya kepercayaan rakyat Indonesia terhadap wakil-wakilnya di
lembaga legislatiI, yang harusnya berIungsi menyuarakan aspirasi rakyat yang
memilihnya justru lebih eIektiI dalam menyuarakan aspirasi golongannya yang memiliki
kepentingan di luar kebutuhan rakyat
Selain dari segi keterwakilan, media massa konvensional seperti televisi, koran,
radio memiliki kelemahan yang mendukung terakumulasinya kekecewaan rakyat
terhadap wakilnya Diantaranya adalah kepemilikan dari media massa konvensional yang
terkonsentrasi pada sekelompok kecil orang yang mendominasi, yaitu orang-orang yang
memiliki kekuatan politik dan ekonomi Kecenderungan media massa konvensional
untuk membentuk hierarki yang vertikal, sehingga peran dari grass-root menjadi
semakin kecil bahkan dianggap tidak ada Tingginya komersialisasi di industri media
menyebabkan terabaikannya peran komunikasi yang demokratis, dimana rakyat dan
pemimpinnya berada dalam posisi yang sejajar Rakyat menjadi Irustasi karena
aspirasinya tidak didengar atau terakomodir, bahwa partai politik hanya mendengarkan
suara golongannya dan mengutamakan kepentingan golongan di atas kepentingan rakyat
Dalam konteks kehidupan demokrasi di Indonesia, contoh penerapan teknologi
media baru terhadap partisipasi politik adalah dukungan facebookers terhadap !rita
Mulyasari terkait masalahnya dengan Rumah Sakit Omni Tangerang dan Gerakan
000000 facebookers yang mendukung dibebaskannya Bibit-Chandra mengenai
tuduhan korupsi yang menimpa mereka Meski belum bisa ditentukan, dengan adanya
teknologi baru tersebut apakah eIektiI atau tidak, setidaknya partisipasi masyarakat
dalam membentuk opini publik masih tinggi
!enggunaan internet sebagai ruang terbuka bagi masyarakat untuk menyuarakan
aspirasinya, salah satunya adalah konsepsi deliberative democracy (Coleman, 200)
Yang dimaksud disini adalah tidak adanya satu ruang yang mempertemukan antara
rakyat dan pihak berkepentingan untuk membahas satu isu Internet menjadi alternatiI
solusi untuk menyediakan ruang bagi tumbuh suburnya ide-ide, diskursus yang
demokratis antara rakyat dan pemerintah, lalu menemukan konsensus antara dua pihak
tersebut yang akhirnya berujung pada terakomodirnya aspirasi yang dapat menghasilkan
output yang berkualitas dan eIektiI
Kelebihan dari teknologi media baru terletak pada interaktivitas penggunanya
Seperti contoh yang telah disebutkan, Gerakan 000000 facebookers yang mendukung
Bibit-Chandra, penggunanya aktiI menyuarakan aspirasinya Berkat tersamarnya
identitas pengguna di internet, pengguna bisa dengan bebas menyuarakan pendapatnya
tanpa harus menunjukkan identitas aslinya, misal dengan menggunakan nama samaran
Disintermediasi, peran mediasi jurnalistik antara rakyat dan para politisi yang
diminimalisir Dalam praktek konvensional, peran jurnalistik sangat krusial dalam
menginterpretasikan pesan-pesan politik Namun hal itu terdegradasi seiring munculnya
berita-berita inIotainment, yang menyajikan isu-isu yang tidak bermakna dan lebih
kepada menjual sensasionalitas Bila sebelumnya media massa konvensional seperti
koran, televisi menginIormasikan kasus Bibit-Chandra dengan perspektiI media masing-
masing, maka internet menawarkan perspektiI yang lebih luas mengenai kasus Bibit-
Chandra, inIormasi yang lebih lengkap
Kecepatan akses yang tinggi menjadi satu kelebihan internet bagi kehidupan
demokrasi Dengan mobilitas masyarakat yang semakin tinggi, kebutuhan akan berita
dengan cepat dan lengkap merupakan suatu keharusan Untuk mengumpulkan 000000
pengguna yang mendukung pembebasan Bibit-Chandra dari tuduhan korupsi dalam
waktu yang relatiI singkat adalah berkat kecepatan akses internet yang semakin lama
semakin cepat Dengan biaya yang relatiI rendah, siapapun bisa menginIormasikan suatu
kejadian, mengetahui isu-isu terkini lewat internet selama Iasilitasnya memadai Dari
anak tukang becak, petani, kuli bangunan sampai anak karyawan toko, dosen, pejabat
pemerintah bisa mengakses internet dengan mudah
Kelebihan yang lain adalah persamaan yang ditawarkan dalam ruang publik ini
Identitas anonim menjadikan pengguna tidak bisa dideteksi apakah dia seorang sekaliber
presiden, atau hanya seorang tukang sapu jalanan Seperti argumen para Marxis, semua
pengguna dianggap sama, tidak ada kelas yang membedakan tiap individu Batas-batas
yang menghilang menjadikan internet ibarat oase di tengah gurun pasir, harapan akan
ruang publik yang benar-benar terbuka ada pada internet
Di samping kelebihan-kelebihan tersebut, terdapat kelemahan yang mungkin
muncul Dalam meningkatkan partisipasi politik masyarakat, penggunaan internet masih
belum cukup Diperlukan pendidikan politik yang terstruktur agar masyarakat mau dan
mampu memahami isu-isu politik Hasil penelitian menyebutkan bahwa media baru
cenderung digunakan oleh sekelompok kecil individu yang memang memiliki
ketertarikan dan terlibat secara politik (Davis, ; Norris, 2000) Jika pendidikan
politik tidak diberikan, dan ketidak puasan rakyat terhadap wakilnya belum terobati,
yang mengakibatkan menurunnya minat terhadap politik dan partisipasi politik yang
turun drastis Media baru kemungkinan akan melebarkan jarak antara partisipan aktiI dan
yang tidak (McQuail, 2005: 52)
McQuail menjelaskan bahwa berdasarkan penelitian ScheuIe dan Nisbet (2002)
mengenai internet dan kewarganegaraan, 'there was a very limited role for the Internet
in promoting feelings of efficacy, knowledge and participation Beliau juga menjelaskan
mengenai gagalnya institusi politik, termasuk di dalamnya partai politik, dalam
memaksimalkan Iungsinya untuk mengakomodasi aspirasi-aspirasi yang kemudian
direalisasikan, tetapi internet digunakan sebagai alat propaganda, vehicle for
infomercials (2005: 52)

Anda mungkin juga menyukai