Anda di halaman 1dari 18

Kehadiran Islam jelas-jelas merupakan kebaikan dan keselamatan bagi umat manusia.

Pada masa
awal Islam dan era KhulaIaur Rasyidin, tak dipungkiri bahwa keluarga muslim telah
mendapatkan kebahagiaan. Kuncinya, disebabkan ia memIormat sesuai dengan manhaj yang
lurus. Yaitu semua usaha kedua orangtua yang dicurahkan untuk mendidik anak-anaknya dalam
naungan agama (Islam), melejitkan mereka untuk mencintai Allah dan bertakwa kepadaNya, dan
menanamkan akhlak mulia (akhlak Islam) dalam diri keluarga mereka.

Akhlak mulia ini merupakan cerminan keimanan dan amal shaleh seseorang. Dan akhlak mulia
juga merupakan ciri-ciri keunggulan manusia, disamping tentunya berupa keimanan yang utuh
dan amal ibadah itu sendiri, baik yang khususiah maupun Iardhu kiIayah.

Atas dasar itu, pantas saja Islam mengajarkan dalam landasan memilih pasangan hidup (baca :
baik bagi pihak lelaki maupun wanita), berpedoman pada landasan keshalehan yang benar dan
keterkaitan/jalinan yang utuh kepada Allah dan RasulNya. Nabi SAW bersabda, "Jika datang
seorang pelamar yang bagus agamanya kepadamu, maka kawinkanlah dia. Karena jika tidak,
akan terjadi Iitnah di atas bumi dan banyak kerusakan." (HR. Abu Daud dan At-Tirmidzi).

Batasan seperti itulah, kiranya yang patut menjadi dasar setiap muslim/muslimah dalam berusaha
membangun sebuah ikatan keluarga sakinah.
***
Akhlak Pribadi Unggul

Keberadaan akhlak mulia bagi setiap pribadi unggul, adalah buah dari keimanan yang kental.
Dan ini merupakan kekayaan yang tinggi nilainya dalam kehidupan manusia. Untuk itu, sejak
awal, kita harus berusaha memburu keilmuan tentang itu sebagai bekal dalam membangun
kehidupan.

Dalam hal ini, kita telah sepakat bahwa kemuliaan akhlak bangsa ini akan tumbuh dengan baik,
bila individu-individu dalam keluarga itu telah memiliki akhlak mulia. Dan Rasulullah SAW
adalah contoh utama pembentuk akhlak dalam kehidupan setiap muslim. Dalam sebuah hadits,
Nabi SAW bersabda, "Sesungguhnya aku diutuskan untuk menyempurnakan akhlak yang
mulia." (HR. Ahmad).

Harapan demikian, insya Allah akan terwujud, manakala setiap diri kita meniatkan secara
sungguh-sungguh lagi ikhlas mengharap ridhaNya. Sehingga dari sini, akan terbentuk sebuah
tatanan yang terjalin dengan nilai-nilai akhlakul karimah. Dan melalui nilai-nilai ini dan disiplin
yang diamalkan oleh anggota masyarakat, maka akan lahirlah sebuah masyarakat yang aman,
damai, harmonis, dan diselimuti ruhiah Islam.

Berikut ini, ada beberapa nilai akhlak Islam yang menjadi tonggak amalan, sehingga patut
dikedepankan bagi setiap muslim dalam melahirkan individu/pribadi unggul. Pertama, ikhlas.
Ikhlas adalah inti dari setiap ibadah dan perbuatan seorang muslim. Allah SWT berIirman dalam
QS. Al-Bayyinah : 5, "Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan
memurnikan ketaatan (keikhlasan) kepadaNya dalam (menjalankan) agama dengan lurus, dan
supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang
lurus."

Keikhlasan seseorang ini, akan menghasilkan kemenangan dan kejayaan. Anggota masyarakat
yang mengamalkan siIat ikhlas, akan mencapai kebaikan lahir-bathin dan dunia-akherat, bersih
dari siIat kerendahan dan mencapai perpaduan, persaudaraan, perdamaian, serta kesejahteraan.
Nabi SAW bersabda, "Bahagialah dengan limpahan kebaikan bagi orang-orang yang bila
dihadiri (berada dalam kumpulan) tidak dikenal, tetapi apabila tidak hadir tidak pula kehilangan.
Mereka itulah pelita hidayah. Tersisih daripada mereka segala Iitnah dan angkara orang yang
dzalim." (HR. Imam Al-Baihaqi).

Kedua, amanah. Yaitu siIat mulia yang mesti diamalkan oleh setiap orang. Dalam suatu sumber
menyebutkan, amanah adalah asas ketahanan umat, kestabilan negara, kekuasaan, kehormatan,
dan roh kepada keadilan. Singkatnya, amanah berarti sesuatu yang dipercayakan, sehingga kita
harus menjaga amanah tersebut. Dalam hal ini, Allah berIirman dalam Al-Qur'an, "Maka
tunaikanlah oleh orang yang diamanahkan itu akan amanahnya dan bertakwalah kepada Allah
Tuhannya." (QS. Al-Baqarah : 283).

Ketiga, adil. BersiIat adil, berarti menempatkan/meletakan sesuatu pada tempatnya. Adil juga
tidak lain ialah berupa perbuatan yang tidak berat sebelah. Para Ulama menempatkan adil kepada
beberapa peringkat, yaitu adil terhadap diri sendiri, bawahan, atasan/pimpinan, dan sesama
saudara. Nabi SAW bersabda, "Tiga perkara yang menyelamatkan yaitu takut kepada Allah
ketika bersendirian dan di khalayak ramai, berlaku adil pada ketika suka dan marah, dan berjimat
cermat ketika susah dan senang; dan tiga perkara yang membinasakan yaitu mengikuti hawa
naIsu, terlampau bakhil, dan kagum seseorang dengan dirinya sendiri." (HR. Abu Syeikh).

Keempat, bersyukur. Bersyukur pada tataran menjadi pribadi unggul berlaku pada dua keadaan.
(1) Sebagai tanda kerendahan hati terhadap segala nikmat yang diberikan oleh Sang Pencipta
adalah sama, baik sedikit atau banyak. (2) Bersyukur sesama makhluk sebagai ketetapan
daripada Allah, supaya kebajikan senantiasa dibalas dengan kebajikan. Allah berIirman,
"Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan
sekiranya kamu mengingkari (kuIur nikmatKu), maka sesungguhnya azabKu sangat pedih." (QS.
Ibrahim : 7).

Kelima, tekun. Ketekunan ini tidak lain adalah usaha dengan rajin, keras hati, dan bersungguh-
sungguh. Islam sendiri, jauh-jauh hari telah menggalakan umatnya untuk tekun apabila
melakukan sesuatu pekerjaan. Sehingga dapat diselesaikan dengan baik dan berjaya. Nabi SAW
dalam sabdanya menyebutkan, "Sesungguhnya Allah SWT menyukai apabila seseorang bekerja,
dia melakukan dengan tekun." (HR. Abu Daud).

Perilaku ketekunan seseorang ini, maka akan meningkatkan produktivitasnya, melahirkan
suasana kerja yang aman, dan memberi kesan yang baik kepada masyarakat sekitarnya.

Keenam, disiplin. Yaitu ketaatan pada aturan dan tata tertib. Untuk itu, berdisiplin dalam
menjalankan suatu kerja akan dapat menghasilkan mutu kerja yang cemerlang. Sehingga perilaku
disiplin ini, akan mengantarkan hasrat negara untuk menjadi maju dan unggul dapat dicapai lebih
cepat lagi, bila dibandingkan dengan perilaku tidak disiplin.

Lebih dari itu, dengan berdisiplin diri, seseorang itu akan dapat menguatkan pegangannya
terhadap ajaran agama dan menghasilkan mutu kerja yang cemerlang serta prestatiI (unggul).

Ketujuh, sabar. Yaitu siIat tahan menderita sesuatu (tidak lekas marah; tidak lekas patah hati;
tidak lepas putus asa; dan sebagainya). Di dalam menghadapi cobaan hidup, ternyata kesabaran
ini sangat penting untuk membentuk individu/pribadi unggul. Hal ini seperti dikehendaki Allah
SWT dalam QS. Ali Imran : 200, "Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu
(menghadapi segala kesukaran dalam mengerjakan perkara-perkara kebajikan) dan kuatkanlah
kesabaranmu (lebih dari kesabaran musuh di medan perjuangan) dan tetaplah bersiap siaga
(dengan kekuatan pertahanan di perbatasan negerimu) dan bertakwalah kepada Allah, supaya
kamu beruntung (berjaya)."

Akhirnya, dengan dimilikinya siIat-siIat unggul tersebut, maka seseorang akan sangat beruntung
karena ia mampu mengemudi hidupnya dengan "kesempurnaan". Dan kondisi demikian,
membuat seseorang dapat berperan dengan baik kepada dirinya dan alam sekitarnya. Bukankah,
hidup seseorang dikatakan baik, manakala ia dapat berguna bagi orang lain?



Akhlak pribadi
Yang paling dekat dengan seseorang itu adalah dirinya sendiri, maka hendaknya seseorang itu
menginsyaIi dan menyadari dirinya sendiri, karena hanya dengan insyaI dan sadar kepada diri
sendirilah, pangkal kesempurnaan akhlak yang utama, budi yang tinggi. Manusia terdiri dari
jasmani dan rohani, disamping itu manusia telah mempunyai Iitrah sendiri, dengan semuanya itu
manusia mempunyai kelebihan dan dimanapun saja manusia mempunyai perbuatan


1. memilihara agama, tidak boleh ketetapan Iikih yang menimbulan rusaknya keberagaman
seseorang
2. memelihara jiwa, tidak boleh ketetapan Iikih yang mengangu jiwa orang lain atau
menyebabkan orang lain menderita
3. memlihara akal, tidak boleh ada keetpan Iikih mengagangu akal sehat, menghambat
perkembangan pengetahua,atau menbatasi kebebbasan berIikir
4. memelihara keluaraga, tidak boleh ada ketetapan Iikih yang menimbulkan rusaknya sistem
kekeluargaan seperti hubungan orang tua dan anak
5. memeliahara harta, tidak boleh ada ketetapan Iikih menimbulkan perampasan kekayaan tampa
hak


Akh|ak Da|am Semua S|s| keh|dupan

Akhlak adalah nllal pemlklran yang Lelah men[adl slkap menLal yang mengakar dalam [lwa lalu
Lampak dalam benLuk Llndakan dan perllaku yang berslfaL LeLap naLural dan refleks !adl [lka
nllal lslam mencakup semua sekLor kehldupan manusla maka perlnLah beramal shallh pun
mencakup semua sekLor kehldupan manusla lLu

Akhlak lman + Amal Shallh

Maka akhlak Laa llaaha lllallaah sebagal kumpulan nllal kebenaran kebalkan dan kelndahan
memasukl lndlvldu manusla dan merekonsLruksl vlsl membangun menLallLas serLa membenLuk
akhlak dan karakLernya uemlklanlah Laa llaaha lllallaah sebagal kumpulan nllal kebenaran
kebalkan dan kelndahan memasukl masyarakaL manusla dan mereformasl slsLem serLa
membangun budaya dan mengembangkan peradabannya

Walaupun lslam merlncl saLuan akhlak Lerpu[l namun dengan pengamaLan mendalam klLa
menemukan saLuan LersebuL sesungguhnya mengakar pada lnduk karakLer LerLenLu Sedangkan
akhlak Lercela seperLl penyaklL syubhaL dan syahwaL sama bersumber darl kelemahan akal dan
[lwa












2. Akhlak
1. Pengertian akhlak
Secara etimologis (lughat) akhlaq (bahasa Arab) adalah bentuk jamak dari khulaq yang berarti
budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat.|42| ProI. KH. Farid Ma`ruI mendeIinisikan
akhlak adalah kehendak jiwa manusia yang menimbulkan perbuatan dengan mudah karena
kebiasaan tanpa meimbulkan pertimbangan pikiran terlebih dahulu|43|.
Di samping istilah akhlak juga dikenal etika dan moral ketiga istilah ini sama-sama menentukan
nilai baik dan buruk sikap perbuatan manusia. perbedaannya terletak pada standar masing-
masing. Bagi akhlak standarnya adalah Al-Qur`an dan assunah, bagi etika standarnya adalah akal
pikiran; dan bagi moral standarnya adalah adat kebiasaan yang umum berlaku di masyarakat.|44|
DeIinisi-deIinisi akhlak dapat dilihat pada lima ciri yang terdapat dalam perbuatan akhlak, yaitu:
1) Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang telah tertanam kuat dalam jiwa seseorang,
sehingga telah menjadi kepribadiannya
2) Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan mudah dan tanpa pemikiran
3) Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang timbul dalam diri orang yang mengerjakannya,
tanpa ada paksaan atau tekanan dari luar
4) Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan sesungguhnya, bukan main-
main atau karena bersandiwara.
5) Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan ikhlas semata karena Allah swt, bukan
karena ingin mendapat pujian.|45|
Dalam pembinaan akhlak mulia merupakan ajaran dasar dalam Islam dan pernah diamalkan
seseorang, nilai-nilai yang harus dimasukkan ke dalam dirinya dari semasa ia kecil.|46| Ibadah
dalam Islam erat sekali hubungannya dengan pendidikan akhlak. Ibadah dalam Al-Qur`an
dikaitkan dengan taqwa, dan taqwa berarti pelaksanaan perintah Tuhan dan menjauhi
larangannya. Larangan Tuhan berhubungan perbuatan tidak baik, orang bertaqwa adalah orang
yang menggunakan akalnya dan pembinaan akhlak adalah ajaran paling dasar dalam Islam.|47|
Dalam persepktiI pendidikan Islam, pendidikan akhlak al-karimah adalah Iaktor penting dalam
pembinaan umat oleh karena itu, pembentukan akhlak al-karimah dijadikan sebagai bagian dari
tujuan pendidikan. Pendapat Atiyah al-Abrasyi, bahwa pendidikan budi pekerti adalah jiwa dari
pendidikan Islam, dan mencapai kesempurnaan akhlak merupakan tujuan pendidikan Islam.|48|
Firman Allah swt. dalam QS. (29): 45
Terjemahnya:
'. dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan
mungkar..|49|
Firman Allah swt. dalam QS. (3): 159
Terjemahnya:
Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah-lembut terhadap mereka. Sekiranya
kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu.|50|
Dari dua ayat di atas sangat jelas menekankan kita untuk menjadikan akhlak sebagai landasan
segala tingkah laku yang berasal dari Al-Qur`an. Sebetulnya seluruh ajaran Al-Qur`an adalah
akhlak.|51|
1. Ruang Lingkup Akhlak
Secara rinci akhlak dalam Islam dibagi menjadi beberapa bagian, yaitu:
1) Akhlak manusia terhadap al-khaliq
2) Akhlak manusia terhadap dirinya sendiri
3) Akhlak manusia terhadap sesamanya
4) Akhlak manusia terhadap alam lingkungannya.|52|
Yunahar Ilyas membagi pembahasan akhlak dengan enam bagian, yaitu:
1) Akhlak terhadap Allah swt.
2) Akhlak terhadap Rasulullah saw.
3) Akhlak pribadi
4) Akhlak dalam keluarga
5) Akhlak bermasyarakat
6) Akhlak bernegara.|53|
Prinsip akhlak dalam Islam yang paling menonjol adalah bahwa manusia dalam melakukan
tindakan-tindakannya, ia mempunyai kehendak-kehendak dan tidka melakukan sesuatu. Ia harus
bertanggung jawab atas semua dilakukannya dan harus menjaga perintah dan larangan akhlak.
Tanggung jawab itu merupakan tanggung jawab pribadi muslim, begitupun dalam kehidupan
sehari-hari harus selalu menampakkan sikap perbuatan berakhlak. Akan tetapi akhlak bukalah
semata-mata hanya perbuatan akan tetapi lebih kepada gambaran jiwa yang tersembunyi.
baru
Membicarakan tentang akhlak, tentunya akan membutuhkan waktu yang sangat lama agar semua
makna dan arti yang terkandung dalam akhlak dapat terjelaskan dengan detail dan rinci . Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata akhlak diartikan sebagai budi pekerti atau kelakuan. Kata
akhlak walau pun terambil dari bahasa Arab (yang biasa berartikan tabiat, perangai kebiasaan,
bahkan agama), namun kata seperti itu tidak ditemukan dalam Al-Quran. Yang ditemukan
hanyalah bentuk tunggal kata tersebut yaitu khuluq yang tercantum dalam Al-Quran surat Al-
Qalam ayat 4, 'Sesungguhnya engkau (Muhammad) berada di atas budi pekerti yang agung
(QS.Al-Qalam : 4).
Kata akhlak banyak ditemukan di dalam hadis-hadis Nabi Muhammad Saw. salah satunya hadis
yang berbunyi: 'Aku hanya diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.
Bertitik tolak dari pengertian bahasa ini, akhlak bisa dimaknai sebagai kelakuan manusia yang
beraneka ragam. Keanekaragaman kelakuan ini antara lain, nilai kelakuan yang berkaitan dengan
baik dan buruk, serta dari objeknya, yakni kepada siapa kelakuan itu ditujukan.

Banyak ulama yang memberikan pengertian tentang akhlak. Diantaranya adalah :
1. Imam Ghazali dalam kitab ulumuddin, akhlaq adalah suatu gejala kejiwaan yang sudah mapan
dan menetap dalam jiwa, yang dari padanya timbul dan terungkap perbuatan dengan mudah,
tanpa mempergunakan pertimbangan pikiran terlebih dahulu.
2. Ibnu Maskawaih dalam kitab tahzibul akhlaq watathirul araq, mendiIinisikan bahwa akhlaq itu
sebagai sikap jiwa seserorang mendorong untuk melakukan perbuatan-perbuatan tanpa melalui
pertimbangan pikiran.
3. ProI. Ahmad Amin, mendiIinisikan akhlaq adalah adatul iradah (kehendak yang dibiasakan)
lalu menjadi kelaziman (kebiasaan).
Dari pengertian-pengertian tersebut tentunya semua orang dapat menyimpulkan bahwa seseorang
yang berakhlak terpuji akan melakukan berbagai tindakan yang mencerminkan ketaatannya pada
Allah dimanapun dan kapanpun dia berada tanpa menghiraukan keadaan sekitarnya.

Akhlak
Banyak hal yang dapat kita kaitkan dengan permasalahan akhlak, bahkan semua perbuatan yang
dilakukan manusia tidak akan pernah terlepas dari akhlak, baik akhlak terpuji maupun tercela.
Dalam kehidupan sehari-hari, akhlak diperlukan bukan hanya untuk bergaul dengan orang lain.
Akhlak terhadap diri sendiri pun tidak dapat dianggap remeh. Jasmani yang diberikan Allah
kepada manusia perlu dijaga dan diperlakuka sesuai dengan tuntunan yang ada.
Begitu pula dengan akal dan pikiran yang kita miliki. Kita tidak boleh menyia-nyiakan anugerah
yang begitu besar ini, namun kita juga tidak boleh memaksa dan menyiksa semau kita. Cara
memperlakukan akal yang baik adalah dengan menggunakannya sebagai sarana menuntut ilmu
sebanyak-banyaknya.
Sudah sepantasnya sebagai seorang muslim, kita belajar sebaik-baiknya untuk mengembalikan
kejayaan islam di masa yang lalu. Sebagaimana yang dikatakan oleh sejarah, sebenarnya
ilmuwan muslim lenih dahulu dalam mengembangkan berbagai ilmu pengetahuan dibanding
para ilmuwan barat. Hal ini tidak lain dikarenakan oleh kekuasaan Allah dalam menciptakan Al
Qur'an yang mencakup seluruh aspek kehidupan manusia mulai dari zaman dahulu sampai
zaman yang akan datang.
Para ulama' generasi terdahulu pun telah mengisyaratkan pentingnya ilmu dalam karya2 mereka.
Imam al-Bukhari memulai kitab al-jami' as-Shahih dengan Kitab Bad'il Wahyi ( awal mula
turunnya wahyu ). Ini adalah pengakuan terhadap otoritas tertinggi wahyu sebagai sumber ilmu.
Dapat dimaklumi pula, wahyu pertama adalah surah al-'alaq ayat 1-5, dimana di dalamnya Alloh
berIirman " alladzi 'allama bil qalam, 'allamal insana malam ya'lam ". Hampir seluruh taIsir akan
mencantumkan riwayat detail dan panjang tentang al-qalam (pena) dan peran sentralnya dalam
peradaban. Bahwa, al-qalam adalah ramz al-'ilmi wa at-ta'lim ( simbol ilmu dan pengajaran).
Ilmu adalah ruh Islam. Tanpanya, Islam akan mati.
Kitab al-'ilmi ditempatkan oleh Imam al-Bukhari sebagai bab ke-3, setelah Kitab Bad'il Wahyi
Dan Kitab al-Iman. Bahkan didalamnya ada bab yg berjudul bab al-Ilmi qablal Qaul wal 'Amal
(pasal tentang ilmu sebelum berbicara dan bnerbuat), yang merupakan pasal ke-10 dalam Kitab
al-'Ilmi.
Imam al-Ghazali memulai kitab Ihya' 'Ulumiddin-nya dg bab al-'Ilm. Dengan kitab at-Targhib
wa at-Tarhib, imam al-Mundziry menempatkan Kitabul 'Ilmi : at-Targhib Iil 'Ilmi wa Thalabihi
wa Ta'allumihi wa Ta'limihi wa ma Jaa'a Ii Fadhlil 'Ulama' wal Muta'allimin (Bab tentang Ilmu :
Motivasi tentang Ilmu, Mencari Ilmu, Mempelajari dan Mengajarkannya, serta Riwayat lain
tentang Keutamaan Ulama' dan Pengajar), sebeum bab2 ibadah spt bersuci, sholat, zakat, puasa,
haji, dan bahkan jihat Iisabillilah. Kitab al-'Aqidah an-NasaIiyah yang berbicara tentang teologi,
juga mengawali pembahasannya dengan menjelaskan konsep ilmu dalam pandangan Islam.
Dengan demikian sangatlah jelas digambarkan bahwa menunut ilmu merupakan suatu akhlak
mulia yang harus dilaksanakan oleh setiap muslim.
Kemudian, akhlak terhadap jiwa kita juga sangat diperlukan agar tecipta pribadi yang utuh . Agar
jiwa kita menjadi utuh, maka jiwa harus bersih untuk itu perlu adanya upaya penyucian jiwa.
Beberapa hal yang dapat membersihkan jiwa antara lain :

0rtaubat
Hakikat taubat adalah: Menyesal, meninggalkan kemaksiatan tersebut dan berazam untuk tidak
mengulanginya lagi. Sahal bin Abdillah berkata: 'Tanda-tanda orang yang bertaubat adalah:
Dosanya telah menyibukkan dia dari makan dan minum-nya. Seperti kisah tiga sahabat yang
tertinggal perang.

0rmuqarabah
Maksudnya adalah mendekatkan diri kepada Allah. Banyak hal yang dapat ditempuh untuk
mendekatkan diri kepada Allah, salah satunya adalah dengan memperbanyak sedekah kepada
Iakir miskin dan memperbanyak ibadah.

0rmuhasabah
Arti muhasabah ialah introspeksi atau mawas atau meneliti diri. Yakni menghitung-hitung
perbuatan pada tiap tahun, tiap bulan, tiap hari bahkan setiap saat. Oleh karena itu muhasabah ini
tidak harus dilakukan pada akhir tahun, akhir bulan. Namun perlu juga dilakukan setiap hari,
bahkan setiap saat. Satu hal yang perlu diingat adalah muhasabah tak akan ada artinya tanpa
adanya tidak lanjut dari apa yang telah dievaluasinya.

0rmujahadah
Makna asal dari mujahadah adalah berjuang, bersungguh-sungguh, berperang melawan musuh.
Namun secara spesiIik mujahadah berarti Pengamalan Sholawat Wahidiyah atau sebagian dari
padanya menurut adab, cara dan tuntunan yang diberikan oleh MualliI Sholawat Wahidiyah,
sebagai penghormatan kepada Rasulullah SAW dan sekaligus merupakan doa permoohonan
kepada Allah SWT yang diperuntukkan diri pribadi dan keluarga baik yang masih hidup maupun
yang sudah meninggal dunia, bagi bangsa dan negara serta pemimpin mereka di segala bidang
dan umumnya bagi segalah makhluk ciptaan Allah SWT.

M0mp0rbanyak ibadah

Memperbanyak ibadah baik mahdhah ataupun ghairu mahdhah tentunya akan membuat kita
senantiasa lebih baik dari sebelumnya.

M0nghadiri maj0lis Iman

Yang dimaksud majelis iman adalah majelis yang apabila kita menghadirinya akan menambah
keimanan kita kepada Allah.


Ikhtitam

Begitu banyak ajaran dalam islam yang mengajak kita untuk senantiasa menjadi manusia yang
mulia dan sempurna . Namun begitu masih banyak orang yang acuh dan melalaikannya. Untuk
itu, sebagai generasi muslim yang baik, sudah sepantasnya kita memulai dari diri kita sendiri
untuk dapat brakhlakul karimah baik pada Allah, diri sendiri maupun orang lain.













aedah Akh|ak
Akhlak merupakan sesuaLu yang sangaL penLlng dan Lldak blsa dllepaskan darl kehldupan
manusla Akhlak adalah muLlara hldup yang membedakan mahluk manusla dengan mahluk
hewanl Manusla Lanpa akhlak akan hllang dera[aL kemanuslaannya sebagal mahluk Allah yang
pallng mulla dan meluncur Lurun ke marLabaL hewanl Manusla yang Lelah [auh darl marLabaL
lnsanlyahnya blsa men[adl sangaL berbahya dan leblh mengerlkan darl blnLang buas
Allah SW1 menclpLakan manusla dalam benLuk yang pallng sempurna sebagalmana yang
dl[elaskan dalam Al Cur'an suraL AL 1lln (93) ayaL 46 yang arLlnya Sesungguhnya kaml Lelah
menclpLakan manusla dalam benLuk yang sebalkbalknya kemudlan kaml kemballkan dla
keLempaL yang serendahrendahnya kecuall orangorang yang berlman dan menger[akan amal
saleh maka bagl mereka pahala yang Llada puLuspuLusnya"
ulkaLakan oleh lmam Chozall dalam bukunya MukasyafaLul Culub" bahwa Allah Lelah
menclpLakan mahluknya aLas Llga kaLegorl Allah menclpLakan malalkaL dan dlberlkan
kepadanya akal LeLapl Lldak dlberl (nafsu) syahwaL Allah men[adlkan blnLang yang Lldak
dllengkapl dengan akal LeLapl dlberlkan syahwaL sa[a Akan LeLapl Allah menclpLaka manusla dl
dunla lnl dllengkapl dengan akal dan syahwaL sehlngga apablla nafsu yang ada pada dlrl
seseorang mampu mengalahkan akalnya maka hewan melaLa men[adl leblh mulla darl manusla
lLu Seballknya apablla manusla dengan akalnya mampu mengalahkan nafsunya maka dera[aL
manusla LersebuL men[adl leblh Llnggl darlpada malalkaL yang selalu Lunduk dan paLuh kepada
Allah SW1














Pengertian akhlak adalah kebiasaan kehendak itu bila membiasakan sesuatu maka
kebiasaannya itu disebut akhlak1 .Jadi pemahaman akhlak adalah seseorang yang mengeri benar
akan kebiasaan perilaku yang diamalkan dalam pergaulan semata mata taat kepada Allah dan
tunduk kepada-Nya. Oleh karena itu seseorang yang sudah memahami akhlak maka dalam
bertingkah laku akan timbul dari hasil perpaduan antara hati nurani, pikiran, perasaan, bawaan
dan kebiasaan dan yang menyatu, membentuk suatu kesatuan tindakan akhlak yang dihayati
dalam kenyataan hidup keseharian.
Dengan demikian memahami akhlak adalah masalah Iundamental dalam Islam. Namun
sebaliknya tegaknya aktiIitas keislaman dalam hidup dan kehidupan seseorang itulah yang dapat
menerangkan bahwa orang itu memiliki akhlak. Jika seseorang sudah memahami akhlak dan
menghasilkan kebiasaan hidup dengan baik, yakni pembuatan itu selalu diulang ulang dengan
kecenderungan hati (sadar)2 .Akhlak merupakan kelakuan yang timbul dari hasil perpaduan
antara hati nurani, pikiran, perasaan, bawaan dan kebiasaan dan yang menyatu, membentuk suatu
kesatuan tindakan akhlak yang dihayati dalam kenyataan hidup keseharian. Semua yang telah
dilakukan itu akan melahirkan perasaan moral yang terdapat di dalam diri manusia itu sendiri
sebagai Iitrah, sehingga ia mampu membedakan mana yang baik dan mana yang jahat, mana
yang bermanIaat dan mana yang tidak berguna, mana yang cantik dan mana yang buruk. Di
dalam The Encyclopaedia oI Islam yang dikutip oleh Asmaran dirumuskan: It is the science oI
virtues and the way how to acquire then, oI vices and the
way how to quard against then, bahwa ilmu akhlak adalah ilmu tentang kebaikan dan
cara mengikutinya, tentang kejahatan dan cara untuk menghindarinya3

Akhlak terhadap Diri Sendiri
Akhlak yang baik terhadap diri sendiri dapat diartikan menghargai, menghormati, menyayangi
dan menjaga diri sendiri dengan sebaik-baiknya, karena sadar bahwa dirinya itu sebgai ciptaan
dan amanah Allah yang harus dipertanggungjawabkan dengan sebaik-baiknya.
Contohnya: Menghindari minuman yang beralkohol, menjaga kesucian jiwa,
hidup sederhana serta jujur dan hindarkan perbuatan yang tercela



BAB III
KESIMPULAN
Ajaran Islam sangat banyak memberikan dorongan kepada sikap-sikap untuk maju. Kemajuan
materi (madiyah) akan terpacu oleh akhlak manusia yang menggenggam materi tersebut. Akhlak adalah
perangai yang berakar didalam hati sebagai anugerah dari Khalik Maha Pencipta. Adalah satu kenyataan
belaka bahwa makhluk manusia mesti terikat erat dengan Khalik sang Pencipta. Akhlak adalah jembatan yang
mendekatkan makhluk dengan Khaliknya. Menjadi parameter menilai sempurna atau tidaknya ihsan Muslim
itu. Melaksanakan agama sama artinya dengan ber akhlak sesuai dengan tuntunan agama Islam. Karena itu,
agama bukanlah sebuah beban, melainkan adalah sebuah identitas (cirri, shibgah).






AKHLAK DALAM PANDANGAN ISLAM

Untuk menyempurnakan rangkaian pembahasan ini, kami melihat ada satu topik penting yang
banyak diperbincangkan orang dan pengaruhnya cukup besar dalam kehidupan masyarakat
ataupun individu. Topik tersebut adalah tentang akhlak dalam pandangan Islam.

Seperti telah diketahui, agama Islam mengatur hubungan manusia dengan Penciptanya ;
hubungan manusia dengan dirinya ; serta hubungan manusia dengan sesamanya. Hubungan
manusia dengan Penciptanya tercakup dalam masalah akidah dan ibadah. Hubungan manusia
dengan dirinya diatur dengan hukum akhlak, makanan dan minuman, serta pakaian. Selain itu,
hubungan manusia dengan sesamanya, diatur dengan hukum muamalah dan uqubat ( sanksi ).

Islam telah memecahkan persoalan hidup manusia secara menyeluruh dengan menitikberatkan
perhatiannya kepada umat manusia secara integral, tidak terbagi-bagi. Dengan demikian, kita
melihat Islam menyelesaikan persoalan manusia dengan metode yang sama, yaitu membangun
semua solusi persoalan tersebut di atas dasar akidah, yaitu asas rohani tentang kesadaran manusia
akan hubungannya dengan Allah, kemudian dijadikan asas peradaban Islam, asas syariat Islam,
dan asas negara.

Syariat Islam telah menopang sistem kehidupan dan memerinci aturannya. Ada peraturan ibadah,
muamalah, dan uqubat. Syariat Islam tidak mengkhususkan akhlak sebagai pembahasan yang
berdiri sendiri, namun Islam telah mengatur hukum-hukum akhlak dengan anggapan bahwa
akhlak adalah bagian dari perintah dan larangan Allah Swt. tanpa melihat lagi apakah akhlak
harus diberi perhatian khusus, melebihi hukum dan ajaran Islam yang lain. Bahkan, pembahasan
akhlak tidak begitu banyak sehingga tidak dibuat bab tersendiri dalam Iiqih. Para Iuqaha (ulama
Iiqih) dan mujtahid tidak menitikberatkan pembahasan dan penggalian hukum dalam masalah
akhlak.

Dalam kitab-kitab Iiqih yang meliputi hukum syara` tidak ditemukan bab khusus tentang akhlak.
Mengapa demikian? Hal ini disebabkan akhlak tidak berpengaruh langsung terhadap tegaknya
suatu masyarakat. Masyarakat tegak dengan peraturan-peraturan hidup, serta dipengaruhi oleh
perasaan dan pemikiran yang merupakan kebiasaan umum, hasil dari pemahaman hidup yang
dapat menggerakkan masyarakat. Karena itu, yang menggerakkan masyarakat bukanlah akhlak,
melainkan peraturan-peraturan yang diterapkan di tengah masyarakat, pemikiran-pemikiran, dan
perasaan-perasaan yang ada pada masyarakat. Akhlak sendiri adalah buah dari pemikiran,
perasaan, dan penerapan aturan.

Ketika akhlak tidak mampu menegakkan dan menggerakkan masyarakat, bolehkah kita
mendakwahkan akhlak di tengah-tengah masyarakat?

Tanpa ragu lagi kita mengatakan bahwa berdakwah kepada akhlak adalah tidak boleh. Hal ini
karena akhlak merupakan hasil dari pelaksanaan perintah dan larangan Allah Swt. yang dapat
dibentuk dengan cara mengajak masyarakat kepada akidah dan melaksanakan Islam secara
sempurna. Di samping itu, mengajak masyarakat pada akhlak semata, dapat memutarbalikkan
persepsi Islam tentang kehidupan dan dapat menjauhkan manusia dari pemahaman yang benar
tentang hakikat masyarakat dan pembentukannya. Bahkan, dapat membuat manusia salah
menduga bahwa keutamaan dan kelebihan individu dapat membangun umat dan masyarakat,
selain mengakibatkan kelalaian dalam melangkah menuju kemajuan hidup.

Dengan demikian, dakwah seperti ini akan memunculkan anggapan bahwa dakwah Islam itu
hanya pada akhlak semata, kemudian bisa mengaburkan gambaran utuh pemikiran Islam. Lebih
dari itu, dapat menjauhkan masyarakat dari satu-satunya metode dakwah yang dapat
menghasilkan penerapan Islam, yaitu tegaknya Daulah Islam di muka bumi.

Bukankah akhlak tetap merupakan bagian dari pengaturan interaksi manusia dengan dirinya, lalu
mengapa tidak ada sistem khusus bagi akhlak?

Hal ini dikembalikan pada realitas bahwa Syariat Islam pada saat mengatur hubungan manusia
dengan dirinya melalui hukum syara` yang berkaitan dengan siIat akhlak, tidak menjadikannya
sebagai aturan tersendiri seperti halnya aturan ibadah dan muamalah. Akan tetapi, akhlak
dijadikan bagian dari perintah dan larangan Allah, untuk merealisasikan nilai khuluqiyah (nilai-
nilai akhlak).

Seorang Muslim ketika menyambut seruan Allah untuk berlaku jujur, maka dia akan jujur.
Apabila Allah memerintahkannya untuk amanah, dia akan amanah. Begitu pula apabila Allah
melarang curang dan berbuat dengki, dia akan menjauhinya. Dengan demikian, akhlak dapat
dibentuk hanya dengan satu cara, yaitu memenuhi perintah Allah Swt. untuk merealisasikan
akhlak, yaitu budi pekerti luhur dan amal kebajikan. SiIat-siIat ini muncul karena hasil
perbuatan, seperti siIat iIIah (menjaga kesucian diri) muncul dari pelaksanaan shalat.

SiIat-siIat tersebut juga muncul karena memang wajib diperhatikan saat melakukan berbagai
kegiatan interaksi, seperti jujur yang harus ada saat melakukan jual beli. Meski aktivitas jual beli
tidak otomatis menghasilkan nilai akhlak karena nilai tersebut bukan tujuan dari transaksi jual
beli.

Jadi, siIat ini muncul sebagai hasil dari pelaksanaan amal perbuatan atau sebagai perkara yang
mesti diperhatikan saat melakukan satu perbuatan. Karena itu, seorang Mukmin dapat
memperoleh nilai rohani dari pelaksanaan shalatnya, dalam contoh lain, dia memperoleh nilai
materi dalam transaksi perdagangannya, serta pada saat yang sama telah memiliki siIat-siIat
akhlak yang terpuji.

Seperti apa siIat akhlak yang baik dan yang buruk dalam pandangan syara`?

Allah Swt. telah memerintahkan jujur, amanah, punya rasa malu, berbuat baik pada kedua orang
tua, silaturahmi, menolong orang dalam kesulitan, dan sebagainya. Semuanya merupakan siIat
akhlak yang baik dan Allah Swt. menganjurkan kita terikat dengan siIat-siIat ini. Sebaliknya,
Allah Swt. melarang siIat-siIat yang buruk, seperti berdusta, khianat, dengki, durhaka,
melakukan maksiat, dan sebagainya.

Bagaimana menanamkan siIat-siIat baik ini pada jiwa individu dan masyarakat?
Menanamkan siIat-siIat baik pada masyarakat dapat dicapai dengan mewujudkan perasaan-
perasaan dan pemikiran-pemikiran Islam. Setelah hal ini terwujud di tengah-tengah masyarakat,
maka pasti akan terbentuk pula dalam diri individu-individu.

Bagaimana hal itu bisa diwujudkan?

Sebagai langkah awal, harus ada kelompok atau jamaah Islam yang mengamalkan Islam secara
keseluruhan, tidak hanya menganjurkan untuk terikat pada akhlak semata. Individu-individu
yang ada dalam jamaah itu merupakan satu kesatuan, bukan individu yang terpisah-pisah.
Mereka mengemban dakwah Islam di tengah-tengah masyarakat, mewujudkan pemikiran dan
perasaan Islam. Apabila demikian, seluruh anggota masyarakat akan memiliki akhlak, setelah
mereka berbondong-bondong kembali kepada Islam.

Penjelasan ini menjadikan kita bertanya tentang siIat-siIat yang harus menjadi unsur utama
individu?

Ada empat siIat yang wajib dimiliki serta dicapai oleh individu, yaitu siIat-siIat yang
menyangkut masalah akidah, ibadah, muamalah, dan akhlak. Empat hal ini tidak boleh
dipisahkan pada pribadi seseorang sehingga harus selalu lengkap dan sempurna. Sekalipun hanya
satu dari unsur itu yang hilang, maka tidak akan tercapai kesempurnaan pribadi individu. Apabila
kita membaca al-Quran pada surat Luqman (31) ayat 13-19 yang dimulai dengan ayat, 'Ingatlah
ketika Luqman berkata kepada anaknya, saat memberinya pelajaran, Hai anakku, janganlah
kamu mempersekutukan Allah. Sesungguhnya mempersekutukan Allah itu adalah benar-benar
kezaliman yang besar` dan diakhiri dengan ayat, 'Berbuat sederhanalah kamu dalam berjalan
dan lunakkan suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara adalah suara keledai. Kita akan
mendapati bahwa keempat unsur itu ada di sana.

Demikian pula dalam surat al-Furqan (25) ayat 63, 'Hamba-hamba yang baik dari Robb yang
Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang berjalan di muka bumi dengan rendah hati. Ketika
orang-orang jahil menyapa mereka, mereka ucapkan kata-kata (yang mengandung)
keselamatan, hingga ayat 76, 'Mereka itulah orang-orang yang dibalas dengan martabat yang
tinggi (dalam surga) karena kesabaran mereka dan mereka disambut dengan penghormatan dan
ucapan selamat di dalamnya. Mereka kekal di dalamnya. Surga itu sebaik-baik tempat menetap
dan tempat kediaman.

Kita dapati pula dalam surat al-Isra (17) saat kita membaca ayat 23, 'Rabbmu telah
memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik
kepada ibu dan bapakmu dengan sebaik-baiknya hingga ayat 37, 'Janganlah kamu berjalan di
muka bumi ini dengan sombong karena sesungguhnya kamu sekali-kali tidak dapat menembus
bumi dan sekali-kali kamu tidak akan sampai setinggi gunung. Semua itu kejahatan yang amat
dibenci di sisi Rabbmu. Semua ayat yang ada pada ketiga surat tersebut merupakan satu
kesatuan yang sempurna dalam menonjolkan siIat-siIat yang beraneka ragam, yang membentuk
identitas seorang Muslim dan menjelaskan kepribadian Islam yang khas sehingga berbeda
dengan umat yang lain.

Apa yang menarik perhatian kita saat membaca semua ayat tadi?

Kita perhatikan bahwa siIat-siIat akhlak merupakan perintah dan larangan Allah Swt. Sebagian
isi ayat-ayat tersebut merupakan hukum-hukum yang berkaitan dengan akidah, sebagian lainnya
berkaitan dengan ibadah, muamalah, dan akhlak. Dapat dilihat pula, bahwa isinya tidak terbatas
hanya pada siIat-siIat akhlak, tapi juga mencakup akidah, ibadah, muamalah, di samping akhlak.
SiIat-siIat inilah yang dapat membentuk kepribadian Islam yang khas. Membatasi pengambilan
hukum hanya pada salah satu dari empat unsur ini, seperti akhlak misalnya, berarti meniadakan
terbentuknya kepribadian yang sempurna dan kepribadian yang Islami.

Untuk mencapai tujuan akhlak, hendaklah dilandaskan pada Iondasi rohani, yakni akidah Islam,
serta siIat-siIat ini harus dilandaskan pada akidah semata. Oleh karena itu, seorang Muslim tidak
akan memiliki siIat jujur semata-mata karena kejujuran itu sendiri, tetapi karena Allah Swt.
memerintahkan demikian. Meskipun demikian, dia tetap mempertimbangkan terwujudnya nilai
akhlak ketika berbuat jujur. Dengan demikian, akhlak tidak semata-mata wajib dimiliki karena
dibutuhkan oleh manusia, tetapi ia merupakan perintah Allah.

Kemudian, siIat akhlak ini adakalanya diperoleh melalui ibadah, sebagai pelaksanaan dari
perintah Allah Swt. dalam Iirman-Nya, 'Sesungguhnya shalat itu mencegah dari perbuatan keji
dan mungkar (QS al-Ankabut |29|: 45). Wajib pula diperhatikan perolehan siIat akhlak dalam
muamalah, sesuai dengan sabda Rasul saw., 'Agama itu adalah muamalah. Di samping itu,
akhlak merupakan sekumpulan perintah dan larangan Allah Swt. yang bisa mengokohkan jiwa
seorang Muslim.

Kita melihat siIat-siIat tersebut menyatu satu sama lain, bagaimana kita memilah-milahnya dari
unsur-unsur kepribadian seorang Muslim yang lainnya?

Memang benar, siIat-siIat akhlak menyatu dengan aturan hidup yang lain yaitu akidah, ibadah,
dan muamalah. Namun, akhlak tetap merupakan siIat-siIat yang berdiri sendiri. Misalnya,
seseorang beriman, tetapi dia berdusta sehingga kita melihat bahwa Rasul telah memerintahkan
seorang Mukmin untuk menghiasi diri dengan siIat jujur. Terkadang pula seseorang itu
melakukan shalat dan melakukan penipuan.

Karena itu, kita melihat Rasulullah memerintahkan Muslim untuk menjauhi perbuatan penipuan
dengan sabdanya, 'Bukan termasuk golongan kami orang yang suka menipu atau dalam riwayat
lain beliau bersabda, 'Barang siapa yang melakukan penipuan tidak termasuk golongan kami.
Kadang seseorang itu berbuat khianat, karena itu kita melihat Rasulullah sangat menekankan
seorang Muslim untuk memegang amanah ketika bekerja sama dalam perdagangan. Dengan
demikian, siIat-siIat akhlak yang menyatu dengan aturan hidup lainnya, pada saat bersamaan
merupakan siIat yang terpisah dari setiap aturan.

Disatukannya akhlak dengan aturan hidup lainnya, maksudnya Islam menghendaki adanya
jaminan pembentukan pribadi Muslim yang saleh dan sempurna di atas dasar rohani, yang
merupakan pemenuhan terhadap perintah Allah Swt. atau menjauhi larangan-Nya. Hal itu bukan
berdasarkan pada manIaat atau mudharat yang ada pada siIat-siIat tersebut.

Inilah yang menjadikan seorang Muslim mempunyai siIat akhlak yang baik secara terus-menerus
dan konsisten, selama dia berupaya melaksanakan ajaran Islam dan selama tidak memperhatikan
aspek manIaat. Akhlak tidak ditujukan semata-mata untuk kemanIaatan. Bahkan, pandangan
terhadap manIaat itu harus dijauhkan.

Tujuan akhlak adalah menghasilkan nilai akhlak saja, bukan nilai materi, nilai kemanusiaan, atau
nilai kerohanian. Selain itu, nilai-nilai ini tidak boleh dicampuradukkan dengan akhlak agar tidak
terjadi kebimbangan dalam memiliki akhlak beserta siIat-siIatnya. Perlu diperhatikan di sini,
nilai materi harus dijauhkan dari akhlak karena akan menghasilkan pelaksanaan akhlak yang
hanya mencari keuntungan. Justru, hal ini akan sangat membahayakan akhlak.





Apa k0utamaan akhlak yang baik itu ?
Diantara keutamaannya adalah :
Pertama : Akhlak yang baik termasuk tanda kesempurnaan iman seseorang, sebagaimana sabda
Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam: 7ang-o7ang mukmin yang paling sempu7na imannya
adalah yang paling baik akhlaknya.` (Dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Shohihul
Jami`, No. 1241)
Kedua : Dengan akhlak yang baik, seorang hamba akan bisa mencapai derajat orang-orang yang
dekat dengan Allah Ta`ala, sebagaimana penjelasan Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam
dalam sabda beliau: `Sesungguhnya seo7ang mukmin dengan akhlaknya yang baik bisa
mencapai de7afat o7ang yang be7puasa dan qiyamul lail.` (Dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani
dalam Shahihul Jami`, No. 1937)
Ketiga : Akhlak yang baik bisa menambah berat amal kebaikan seorang hamba di hari kiamat,
sebagaimana sabda beliau shalallahu alaihi wa sallam : %idak ada sesuatu yang lebih be7at
ketika diletakkan di timbangan amal (di ha7i akhi7 selain akhlak yang baik.` (Shahihul Jami`,
No. 5602)
Keempat : Akhlak yang baik merupakan sebab yang paling banyak memasukkan manusia ke
dalam surga. Hal ini sebagaimana disabdakan Rasulullah ketika ditanya tentang apa yang bisa
memasukkan manusia ke dalam surga. Beliau menjawab: e7takwa kepada Allah dan akhlak
yang baik.` (Riyadhus Shalihin)

Apa yang dimaksud akhlak yang baik itu ?
Imam Hasan Al-Bashri berkata : Akhlak yang baik dianta7anya. mengho7mati, membantu dan
menolong.` Ibnul Mubarak berkata: 'Akhlak yang baik adalah. be7wafah ce7ah, melakukan
yang ma7uf dan menahan kefelekan (gangguan.` Imam Ahmad bin Hambal be7kata. Akhlak
yang baik adalah fangan ma7ah dan dengki.`
Al-Imam Muhammad bin Nashr mengatakan: Sebagian ulama be7kata. Akhlak yang baik
adalah menahan ma7ah ka7ena Allah, menampakkan wafah yang ce7ah be7se7i kecuali kepada
ahlul bidah dan o7ang-o7ang yang banyak be7dosa, memaafkan o7ang yang salah kecuali
dengan maksud untuk membe7i pelafa7an, melaksanakan hukuman (sesuai sya7iat Islam dan
melindungi setiap muslim dan o7ang kafi7 yang te7ikat fanfi dengan o7ang Islam kecuali untuk
mengingka7i kemungka7an, mencegah ked:aliman te7hadap o7ang yang lemah tanpa melampaui
batas.`(Iqadhul Himam, hal. 279)

agaimana m0mp0rbaiki akhlak s04rang hamba ?
Akhlak seorang hamba itu bisa baik bila mengikuti jalannya (sunnahnya) Muhammad shalallahu
alaihi wa sallam, sebab beliaulah orang yang terbaik akhlaknya. Allah Ta`ala berIirman: an
sesungguhnya engkau (wahai Muhammad bena7-bena7 be7budi peke7ti yang agung.` (Al-
Qalam: 4). Allah Ta`ala juga menegaskan: Sesungguhnya telah ada pada di7i Rasulullah itu
su7i teladan yang baik bagi kalian, (yakni bagi o7ang yang mengha7ap (7ahmat Allah dan
(datangnya ha7i kiamat, dan dia banyak menyebut Allah.` (Al-Ahzab: 21)
Maka sudah selayaknya bagi setiap muslim mempelajari riwayat hidupnya dari setiap sisi
kehidupan beliau (secara menyeluruh), yakni bagaimana beliau beradab dihadapan Rabbnya,
kelurganya, sahabatnya dan terhadap orang-orang non muslim.
Salah satu cara untuk mempelajari itu semua adalah sering duduk (bergaul) dengan orang-orang
yang bertakwa. Sebab seseorang itu akan terpengaruh dengan teman duduknya. Nabi bersabda:
Seseo7ang itu dilihat da7i agama teman dekatnya. Ka7ena itu lihatlah siapa teman
dekatnya.`(HR Tirmidzi)
Kemudian wajib juga bagi setiap muslim untuk menjauhi orang yang jelek akhlaknya. Mudah-
mudahan dengan begitu kita termasuk hamba-hamba Allah yang menghiasi diri kita dengan
akhlak yang baik.

Anda mungkin juga menyukai