Anda di halaman 1dari 4

Tugas Akhir Perkembangan Bahasa Indonesia Analisis Sintaksis pada Teks Bahasa Melayu Peralihan dan Bahasa Indonesia

Modern Faradila Zuchrina, 1006699240 1. Pengantar Setiap bahasa mengalami perkembangan. Begitu pula bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia berkembang dari bahasa Melayu Kuna, bahasa Melayu Tengahan, bahasa Melayu Peralihan, sampai bahasa Indonesia yang kita kenal sekarang. Bahasa berkembang karena adanya perubahan dari berbagai segi: fonologi, morfologi, sintaksis, atau leksikal. Salah satu perubahan yang terjadi dalam bahasa Melayu dan bahasa Indonesia adalah perubahan sintaksis, khususnya perubahan pola kalimat. Pola kalimat pada bahasa Melayu Kuna adalah SVO sedangkan pola kalimat bahasa Melayu Klasik adalah VSO. (Harimurti Kridalaksana: 171) Akhirnya, pola yang dipakai pada bahasa Indonesia pada masa sekarang pola SVO. Dalam makalah ini, teks yang dibahas merupakan teks berbahasa Melayu Peralihan dan bahasa Indonesia modern. Kedua teks ini dipilih untuk mengetahui perkembangan bahasa dari bahasa Melayu Peralihan sampai bahasa Indonesia modern. Teks yang dipakai untuk memeperlihatakan adanya perubahan dari bahasa Melayu Peralihan ke bahasa Indonesia sekarang adalah transliterasi dari Hikayat Maharaja Garebag Jagat dan novel Rain Affair. Hikayat Maharaja Garebag Jagat ditulis oleh Muhammad Bakri bin Syofyan bin Usman Fadli dan diterbitkan pada tahun 1892. Hikayat ini ditransliterasi oleh Nikmah Sunardjo dan diterbitkan pada tahun 1989. Menurut artikel Harimurti Kridalaksana pada buku Masa Lampau Bahasa Indonesi: Sebuah Bunga Rampai, bahasa yang ada pada hikayat ini bisa dikategorikan sebagai bahasa Melayu Peralihan karena teks ini ditulis pada akhir abad ke-19. Hikayat ini dibandingkan dengan novel pada masa sekarang, yaitu Rain Affair karya Clara Canceriana yang diterbitkan pada tahun 2010.

Makalah ini membahas perubahan sintaksis dari bahasa Melayu Peralihan ke bahasa Indonesia. Karena sintaksis merupakan topik yang sangat luas, makalah ini lebih membahas pemakaian verba pengingkar, adverbial terlalu, dan konjungsi tetapi. 2. Teori Teori yang dipakai sebagai landasan dalam menganalisis hikayat dan novel modern ini adalah teori sintaksis yang ada pada buku Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Buku ini dipakai sebagai acuan untuk membandingkan membahas pemakaian verba pengingkar, adverbial terlalu, dan konjungsi tetapi yang terdapat dalam hikayat dengan kaidah pemakaiannya yang benar. 3. Perbandingan dari Segi Sintaksis antara Hikayat Maharaja Garebag Jagat dan Novel Rain Affair 3.1. Pemakaian verba pengingkar Pola kalimat pada Hikayat Maharaja Garebag Jagat mirip dengan pola kalimat yang dipakai pada masa sekarang. Pola kalimatnya adalah subjek diikuti dengan verba (SVO), tetapi masih ada beberapa perbedaan. Salah satunya adalah pemakaian verba pengingkar. Kata tidak merupakan salah satu verba pengingkar. Verba pengingkar diikuti oleh verba lain. Dalam Hikayat Maharaja Garebag Jagat, frasa verba yang memakai verba pengingkar tidak mengikuti kaidah bahasa Indonesia sekarang. Verba pengingkar diletakkan sebelum nomina. Contohnya adalah Hai Anakku Pendeta, tiadalah aku perduli... Dalam novel Rain Affair, verba pengingkar diletakkan sebelum verba. Contoh kutipannya adalah 3.2. Dia mempererat pegangannya, supaya Noah tidak meninggalkannya Pemakaian adverbial terlalu Perbedaan yang mencolok dari Hikayat Maharaja Garebag Jagat dan novel Rain Affair adalah pemakaian adverbia terlalu. Dalam Hikayat

Maharaja Garebag Jagat, pemakaian adverbial terlalu diikuti dengan kata amat. Dalam bahasa Indonesia sekarang, kata terlalu tidak perlu diikuti kata amat karena hal tersebut akan menurangi keefektifan kalimat. Contoh pemakaian adverbial terlalu yang diikuti dengan kata amat dalam Hikayat Maharaja Garebag Jagat: Maka Pendeta Durna mendengar terlalu amat suka hatinya, dengan tertawa katanya,... Setelah Ratu Kurawa mendengar kata Pendeta Durna maka terlalu amat suka hatinya serta katanya,... Setelah Pendeta Durna mendengar maka terlalu amat suka hatinya serta tertawa, katanya,... Dalam novel Rain Affair, kata terlalu tidak diikuti dengan kata amat. Contohnya adalah Maksudnya, supaya nggak terlalu polos, sedikit aksen bisa ditambah ke bagian dinding. 3.3. Pemakaian konjungsi tetapi atau tapi Menurut buku Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia, konjungsi tetapi dipakai sebagai konjungsi antar klausa. Dalam Hikayat Maharaja Garebag Jagat, kata tetapi tidak dipakai sebagai konjungsi, tetapi dipakai sebagai konjungsi antar kalimat. Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut: ...karena Paman suda tua, melainkan Anakku jua. Tetapi Paman minta pada Anakku dengan suka supaya Anakku Raja bole memberikan pada Paman buat jadi pengiring Paman... Dalam novel Rain Affair, kata tetapi diganti menjadi tapi. Walaupun begitu, kata tapi tetap dipakai sebagai konjungsi antar klausa, bukan konjungsi antar kalimat. Kutipan yang mendukung pernyataan ini adalah Beberapa kali mencoba menghubungi Rissa, tapi ponsel kakaknya tidak aktif.

4. Penutup Dilihat dari analisis kedua teks di atas, kita dapat melihat bahasa Melayu Peralihan sudah mirip dengan bahasa Indonesia modern. Pola kalimat bahasa Melayu Peralihan tidak mengikuti pola kalimat pada bahasa Melayu Klasik, yaitu VSO. Dari hal tersebut, kita dapat melihat bahwa perubahan bahasa Melayu Peralihan ke bahasa Indonesia tidak terlalu besar jika dibandingkan dengan perubahan bahasa Melayu Klasik ke dalam bahasa Indonesia. Perbedaan antara bahasa Melayu Peralihan dengan bahasa Indonesia modern tidak terlalu signifikan seperti bahasa Melayu Klasik dengan bahasa Indonesia.

Daftar Pustaka Alwi, Hasan, dkk. 2003. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Canceriana, Clara. 2010. Rain Affair. Jakarta: Gagas Media. Kridalaksana, Harimurti.1991. Masa Lampau Bahasa Indonesia: Sebuah Bunga Rampai. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. Sunardjo, Nimah. 1989. Hikayat Maharaja Garebag Jagat: Suntingan Naskah Disertai Tinjauan Tema dan Amanat Cerita serta Fungsi Panakawan di Dalamnya. Jakarta: Balai Pustaka.

Anda mungkin juga menyukai