Anda di halaman 1dari 14

TUGAS MAKALAH TEKNOLOGI PENGOLAHAN SUSU PENGARUH MINUMAN SUSU KAYA SERAT TERHADAP RESPON INSULIN DAN KADAR

GLUKOSA DALAM TUBUH

Oleh: 1. Kho Chin Ann 2. Isabella G. 3. Stefanus K. 4. Charles M. 5. Korina 6. Andreas H.K. 7. Septian H. 8. Hendra S. (6103008023) (6103008024) (6103008043) (6103008046) (6103008047) (6103008069) (6103008094) (6103008098)

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDALA SURABAYA SURABAYA 2011

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Gangguan metabolisme seperti obesitas, penyakit jantung, dyslipidemia, meningkatnya tekanan darah dan sebagainya menjadi ancaman bagi lebih dari seperempat penduduk di dunia saat ini. Kombinasi dari gangguan metabolisme yang berkelanjutan dapat meningkatkan resiko penyakit diabetes tipe 2. Salah satu cara untuk mengatasi hal tersebut adalah dengan menurunkan berat badan melalui kombinasi makanan dan aktivitas fisik. Peningkatan konsumsi produk susu dapat menurunkan peningkatan berat badan. Hal ini didukung dengan penelitian yang menunjukkan bahwa peningkatan konsumsi kalsium dan produk susu berhubungan dengan penurunan resiko gangguan metabolisme dan diabetes tipe 2. Penyakit gastroinstestinal dapat mengurangi konsumsi produk susu sehingga sebagian besar orang yang tidak dapat mengkonsumsi produk susu kemungkinan besar dapat mengalami kekurangan kalsium dan vitamin D. Penderita lactose intolerant harus mengkonsumsi produk bebas laktosa untuk memenuhi kebutuhan kalsium dan vitamin D. Namun, respon dari hormon insulin terhadap produk susu bebas laktosa dan efeknya bagi metabolisme glukosa belum diketahui. Peningkatan konsumsi serat dan whole grain dapat mempengaruhi metabolisme glukosa dan insulin. Serat memberikan kesan kenyang karena meningkatkan viskositas produk dan memberikan efek bulky yang dapat menurunkan berat badan. Penambahan serat larut dalam produk susu bebas lemak dapat meningkatkan efek positif pada berat badan dan keseimbangan metabolisme insulin. Oleh karena itu, efek dari susu bebas laktosa, susu yang diperkaya serat, serta susu bebas lemak terhadap metabolisme insulin, kadar glukosa dan tingkat kekenyangan dalam tubuh diperlukan untuk membandingkan ketiga jenis susu tersebut.

1.2. Rumusan Masalah Bagaimana pengaruh konsumsi susu kaya serat, susu bebas laktosa dan susu bebas lemak tehadap metabolisme insulin dan kadar glukosa dalam tubuh? 1.3. Tujuan Penulisan Mengetahui pengaruh konsumsi susu kaya serat, susu bebas laktosa dan susu bebas lemak tehadap metabolisme insulin dan kadar glukosa dalam tubuh.

BAB II METODOLOGI

2.1 Panelis Panelis yang didapat sebanyak 33 orang dengan cara memuat iklan perekrutan pada surat kabar. Panelis yang memenuhi persyaratan adalah pria dan wanita sehat usia antara 18 hingga 65 tahun yang memiliki kondisi normal dan kebiasaan makan yang baik dengan BMI 20-30 kg/m2. Kondisi panelis yang tidak memenuhi syarat adalah panelis yang memiliki penyakit diabetes, lactose intolerance, hamil, penyakit kronis, dan gangguan pencernaan. Panelis yang lolos sebanyak 16 wanita dan 10 pria. Rata-rata usia panelis 48 11 tahun (usia antara 25-64) dan rata-rata BMI 24,6 2,9 kg/m2 (BMI antara 20-30). 2.2 Studi Protokol Studi menggunakan rancangan acak untuk mengetahui pengaruh perbedaan produk susu terhadap kadar glukosa, kadar insulin dan tingkat kekenyangan. Sebelum melakukan intervensi, dilakukan wawancara terhadap panelis tentang gaya hidup masing-masing meliputi riwayat kesehatan, perokok, pengkonsumsi alkohol, dan aktivitas fisik). Pengukuran lingkar pinggang, pinggul, tinggi, dan berat tanpa sepatu, pakaian, dilakukan pada semua panelis dan BMI dihitung menggunakan persamaan standar (kg/m2). Kadar kolesterol (enzimatis), trigliserida (enzimatis), dan kadar glukosa diukur untuk mendapat informasi dasar. Intervensi dilakukan selama tiga hari. Panelis diminta menghindari olahraga yang melelahkan pada sore hari sebelum hari pengujian. Setelah 12 jam lewat tengah malam, diambil sampel darah panelis dan panelis mengkonsumsi produk pengujian selama 20 menit. Sampel darah kedua diambil kembali dengan waktu 20, 40, 60, 120, dan 180 menit setelah pengambilan sampel darah pertama. Tingkat kekenyangan panelis diukur segera setelah masing-masing sampling. Setelah 180 menit, panelis diijinkan untuk bebas makan apapun namun

diinstruksikan untuk tetap mencatat semua jenis makanan yang dikonsumsi selama waktu istirahat. Semua panelis menuliskan perjanjian sebelum memasuki pengujian. Studi protokol yang dilakukan telah disetujui oleh Ethics Committee of the Hospital District of Helsinki and Uusimaa. 2.3 Studi Produk Produk susu yang diuji terdiri dari susu tanpa lemak, dengan lemak, tanpa laktosa, dan a very low-energy polydextroseand calcium-enriched fat- and lactose-free milk drink (fibre-enriched milk drink) (Valio ProFeel, ValioLtd, Helsinki, Finland). Panelis mengkonsumsi 200 mL salah satu produk sebanyak tiga kali secara tidak berurutan selama hari pengujian. Energi dan nutrisi dari produk susu ditunjukkan pada Tabel 2.1. Susu kaya serat memiliki kadar kalsium tertinggi (180 mg/ 100 g). Vitamin D dari semua produk sebesar 0,5 g/ 100 g. Penambahan serat tidak mempengaruhi rasa dari susu, hasil ini didapat dari konfirmasi dengan pengujian rasa oleh panelis terlatih. Tabel 2.1. Komposisi Nutrisi per 100 gram Sampel Susu yang Diujikan

2.4 Pengukuran Darah Pengambilan sampel darah dipindahkan ke tabung gel serum dan disentrifugasi (10 menit, 3000 rpm) kurang dari 30 menit setelah sampling. Serum akan terpisah dan dibekukan pada suhu -20C untuk analisa glukosa dan kadar insulin. Serum insulin dianalisa menggunakan teknik luminoimmunometric dan

hexokinase untuk analisa kadar glukosa pada United Laboratories Ltd, Helsinki, Finland. 2.5 Pengukuran Tingkat Kekenyangan Panelis Tingkat kekenyangan panelis diukur dengan Visual Analogue Scale (VAS) dan Satiety Labeled Intensity Magnitude (SLIM) ratings. Tingkat kekenyangan yang digunakan adalah seberapa lapar yang anda rasakan? (hunger), seberapa kenyang yang anda rasakan sekarang? (fullness), Seberapa banyak yang dapat anda makan sekarang? (prospective food consumption), seberapa kuat keiinginan anda untuk makan sekarang? (desire to eat) dan seberapa puas yang anda rasakan tentang produk uji? (satisfying satiety effect of the study product). VAS terdiri dari 100 mm garis horisontal. Panelis mengisi kuisioner VAS dengan menggaris pada garis sensasi menurut tingkat sensasi yang dirasakan. SLIM terdiri dari satu pertanyaan yaitu Seberapa lapar atau kenyang anda sekarang? dengan garis vertikal agar panelis dapat menandai secara horisontal untuk menemukan sensasi dari kekenyangan dan kelaparan. Kuisioner tingkat kekenyangan panelis diselesaikan secepat mungkin setelah masing-masing pengambilan sampel darah. 2.6 Jadwal Makanan Panelis menyelesaikan jadwal makanan selama tiga hari pengujian. Panelis dihimbau untuk menuliskan secara tepat tentang makanan yang telah dikonsumsi selama hari pengujian termasuk waktu dan tempat makan. Panelis menggunakan gram dan desiliter untuk menentukan jumlah makanan yang dikonsumsi dengan bantuan Portion Size Booklet (National Public Health Institute, University of Helsinki, Department of Nutrition, Helsinki 1985) untuk memperkirakan jumlah dan porsi makanan. Jadwal makanan dianalisa menggunakan Nutrica 3.1 software programme (KELA, Turku, Finland). 2.7 Analisa Statistik Hasil pengujian berupa rata-rata dengan standar deviasi (SD) dan 95% interval keyakinan (CI). Respon insulin dan kadar glukosa serta tingkat kekenyangan panelis dihitung sebagai area dibawah kurva dikurangi nilai dasar

(AUC minus baseline). Produk yang diuji dibandingkan dengan ABOVA untuk pengukuran yang diulang. Penyesuaian Sidaks digunakan untuk mengkoreksi tingkat significance untuk post hoc pairwise testing. Keadaan normal dari variabel dievaluasi menggunakan Shapiro-Wilk statistics. Kadar insulin dibawah batas 2.0 mU/l diganti dengan 1.0 mU/l (28%). Analisa statistik menggunakan SPSS 14.0 (SPSS Inc., Chicago, Illinois, USA).

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1. Hasil Percobaan 3.1.1. Glukosa dan Insulin Ada perbedaan yang signifikan secara statistik pada awal AUC minus untuk insulin antarproduk susu (P = 0,007). Dalam perbandingan berpasangan, peningkatan serum insulin kurang signifikan setelah konsumsi susu diperkaya serat dibandingkan dengan konsumsi susu bebas lemak dan susu bebas laktosa (masing-masing 2,1 vs 4,3, P = 0,036 dan 2,1 vs 3,9, P = 0,011) (Gambar. 3.1.). Tidak ada perbedaan untuk respon insulin antarproduk susu (P = 0,31) seperti yang terlihat pada Gambar 3.2.

Gambar 3.1. Perubahan Nilai Puasa untuk Respon Glukosa Setelah Mengkonsumsi Susu Diperkaya Serat, Susu Bebas Lemak dan Susu Bebas Laktosa.

Gambar 3.2. Perubahan Nilai Puasa untuk Respon Insulin Setelah Mengkonsumsi Susu Diperkaya Serat, Susu Bebas Lemak dan Susu Bebas Laktosa. 3.1.2. Tingkat Kekenyangan dan Asupan Makanan Tidak ada perbedaan signifikan yang diamati pada nilai-nilai dasar AUC minus untuk tingkat kekenyangan subyektif (Tabel 3.1.). Konsumsi susu bebas lemak dan susu bebas laktosa diketahui lebih mengenyangkan dibandingkan dengan konsumsi susu diperkaya serat pada 20 menit setelah konsumsi (48,8 vs 36,1, P = 0,042). Berdasarkan asupan harian makanan, subyek energi, protein, total lemak, asam lemak dan konsumsi serat tetap sama selama penelitian dan tidak berbeda secara signifikan antara tiga hari percobaan. Konsumsi karbohidrat lebih tinggi pada hari percobaan konsumsi susu diperkaya serat dibandingkan dengan hari percobaan konsumsi susu bebas lemak (P = 0,03) (Tabel 3.2.).

Tabel. 3.1. Nilai Dasar AUC Minus untuk Tingkat Kekenyangan Subyektif 180 Menit Setelah Konsumsi Produk yang Diuji (n = 26)

Tabel. 3.2. Asupan Energi, Makronutrien dan Serat Selama Tiga Hari Percobaan (n = 25)

3.2. Pembahasan Percobaan ini, meneliti pengaruh dari konsumsi susu bebas laktosa, susu diperkaya serat, susu bebas laktosa dan susu reguler bebas lemak pada respon glukosa dan insulin dan tingkat kekenyangan pada subyek yang sehat. Respon insulin jelas lebih rendah setelah konsumsi susu diperkaya serat dibandingkan dengan produk lain. Meskipun tidak ada perbedaan yang signifikan dalam respon glukosa AUC antara produk yang diuji, minum susu diperkaya serat tampaknya dapat menyamakan respon glukosa.

Sindrom metabolik ditandai oleh resistensi insulin dan hyperinsulinemia, serta beberapa gejala merugikan, seperti hipertensi, penyakit hati berlemak dan pelepasan glukosa. Selain itu, peningkatan konsentrasi insulin terus menerus dapat merusak fungsi vaskuler normal. Meskipun pengaruh respon glukosanya tidak berbeda dari susu jenis lain yang diuji konsumsi susu diperkaya serat menghasilkan konsentrasi insulin postprandial signifikan lebih rendah. Susu yang diperkaya serat memiliki kandungan karbohidrat terendah, yang sebagian dapat menghasilkan respon insulin rendah. Polydextrose, serat larut yang digunakan dalam penelitian ini, adalah suatu jenis polisakarida, tetapi memiliki efek fisiologis sebanding dengan serat makanan lainnya. Dalam beberapa penelitian, makanan kaya serat telah menunjukkan respon insulin rendah pada orang sehat dan diabetes. Namun, pengaruh penambahan serat dalam susu pada tingkat insulin belum pernah diteliti sebelumnya. Karena karbohidrat susu, laktosa, benar-benar dihilangkan dari susu yang diperkaya serat menggunakan teknik kromatografi, kandungan energi dan monosakarida dari susu tersebut menjadi berkurang. Oleh karena itu, penambahan polydextrose, kandungan energi dan karbohidrat yang rendah memiliki kemungkinan besar memberi kontribusi pada pengaruh yang diamati. Studi epidemiologis menunjukkan bahwa status vitamin D tinggi akan berbanding terbalik dengan resistensi insulin. Namun, pada penelitian ini kandungan vitamin D tidak berpengaruh terhadap respon insulin karena semua jenis susu yang diuji mengandung jumlah vitamin D yang sama. Umumnya, produk susu memiliki respon glisemik rendah, yang dikarenakan kandungan karbohidrat yang rendah dan kandungan protein yang tinggi. Penambahan serat dan kandungan kalori serta karbohidrat yang rendah dari susu tersebut dapat menjelaskan bentuk kurva glukosa. Selain itu, kurangnya perbedaan yang signifikan dalam respon glukosa postprandial bisa juga disebabkan oleh pemilihan yang sehat, individu toleran glukosa yang hanya menampilkan fluktuasi kecil dalam kadar glukosa karena kapasitas sekresi insulin dipertahankan dengan baik.

Serat

pangan

dapat

meningkatkan

rasa

kenyang

dengan

cara

memperlambat pengosongan lambung dan dengan menunda penyerapan. Serat yang larut menyerap air, membentuk gel dan dapat meningkatkan distensi perut, yang menciptakan sensasi kenyang. Penelitian menggunakan angket Visual Analog Scale (VAS) untuk mempelajari pengaruh produk susu pada tingkat kekenyangan, karena metode tersebut yang paling sering digunakan. Skala rating lain, Satiety Labeled Intensity Magnitude (SLIM), juga digunakan. Dalam penelitian ini, penambahan serat tidak meningkatkan rasa kenyang. Selain itu, ditemukan pula perbedaan asupan energi baik pada waktu sarapan atau selama sisa hari penelitian berikutnya. Penyebab tidak ditemukannya pengaruh penambahan serat terhadap tingkat kekenyangan mungkin dikarenakan jumlah moderat serat dalam produk yang diuji dan jumlah produk yang dikonsumsi cukup sedikit.

BAB IV KESIMPULAN

Minuman susu yang diperkaya serat dan bebas lemak dengan kandungan karbohidrat yang rendah dapat membantu menyeimbangkan respon insulin postprandial. Pengaruh penurunan insulin dari susu yang diperkaya serat memerlukan penyelidikan lebih lanjut pada orang yang menderita gangguan penataan glukosa. Penelitian lebih lanjut juga diperlukan untuk menentukan apakah perubahan respon insulin terjadi ketika minuman susu dikonsumsi dengan seluruh makanan dan juga untuk menyelidiki efek jangka panjang produk susu kaya serat terhadap metabolisme glukosa dan insulin.

DAFTAR PUSTAKA

Netta Lummela, Riina A.K., Tiina Jauhiainen, Taru K.P., Tuula T., Salme J., Johan G.E. dan Riitta K. 2009. Effect of A Fibre-Enriched Milk Drink on Insulin and Glucose Level in Healthy Subjects. Nutrition Journal 2009, 8:45.

Anda mungkin juga menyukai