Anda di halaman 1dari 20

Prosiding Seminar Nasional ke-12 Teknologi dan Keselamatan PLTN Serta Fasilitas Nuklir Yogyakarta, 12 -13 September 2006

ISSN : 0854 - 2910

PENYELIDIKAN GEOTEKNIK UNTUK PONDASI DANGKAL DI CALON TAPAK PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA NUKLIR (PLTN) DAERAH UJUNG LEMAHABANG Hadi Suntoko, Mauritz L Tobing, Pusat Pengkajian Energi Nuklir, PPEN-BATAN ABSTRAK PENYELIDIKAN GEOTEKNIK UNTUK PONDASI DANGKAL DI CALON TAPAK PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA NUKLIR (PLTN) DAERAH UJUNG LEMAHABANG DAN SEKITARNYA. Telah disimpulkan bahwa Ujung Lemahabang adalah tapak terbaik untuk PLTN melalui studi kelayakan yang selesai tahun 1996. Dalam kegiatan studi tersebut, pondasi dangkal belum menjadi perhatian, sehingga untuk keperluan tambahan database keteknisan tanah dilakukan penyelidikan bawah permukaan (geoteknik) dengan menggunakan bor tangan. Daerah penelitian terletak di desa Balong, Kecamatan Kembang, berjarak 32 km dari Kabupaten Jepara dan 95 km dari Propinsi Semarang. Titik pengamatan dipusatkan pada sekitar calon reaktor meliputi kegiatan lapangan, laboratorium, dan analisis untuk mendukung jaminan keselamatan tapak sesuai rancang teknik. Makalah ini membahas data yang diperoleh hasil kerjasama BATAN dan Pusat Geologi Tata Lingkungan, dimaksudkan untuk mengumpulkan berbagai informasi pada aspek geologi teknik. Metoda yang digunakan dimulai dari pengamatan morfologi hingga pemboran dangkal (bor tangan), sondir, dan pengambilan contoh tanah. Hasil penelitian, menunjukan bahwa Ujung Lemahabang mempunyai lokasi bergelombang membentuk tebing tegak yang berbatasan langsung dengan pantai, ditutupi oleh satuan tanah/batuan berupa batupasir tufaan sampai lempung lanauan dengan daya dukung tanah yang cukup, faktor kesetabilan lereng aman, dan tidak ada indikasi likuifaksi walaupun sebagian besar tanah tersusun batupasir yang menglami pelapukan tinggi. Kata kunci : geoteknik, pondasi, tapak, PLTN, Ujung Lemah Abang ABSTRACT GEOTECHNICAL INVESTIGATION FOR A SHALLOW FOUNDATION AT THE NUCLEAR POWER PLANT CANDIDATE SITE, UJUNG LEMAHABNG AND ITS VICINITY. The Ujung Lemahabang has been concluded as preferred site for a nuclear power plant by means of the feasibility study was finished 1996. In the feasibility study, the major of shallow foundation did not discussion yet. It was to add the database related to the geotechnical engineering have been studied in the subsurface by using the hand drill. The study lies at Ujung Lemahabang within the Balong village, Kembang district, which is a distance about 32 km from Jepara regency and 95 km from Semarang province. The first prioritys of the investigation was developed in the reactor site vicinity includes of the field activies, laboratorium activities, and analysis in order to support of the quality assurance manner according of a technical plan . This paper was collaborated between BATAN and Center for the Geology Environment in order to get the data collection of geology aspect. The method was begun from morphology until to shallow bore by the hand drill, sondir, and sampling. The investigation result was the Ujung Lemahabang lies in the undulate of geomorphology within a boundary of the seashore as a cliff, covering with unit soil and stone of tuff sandstone till to silt clay which has a high bearing capacity, the slope stability value was safety, and no liquefaction although all of them it included of the sandstone which high weathering. Key words : geotechnical, foundation, site, NPP, Ujung Lemah Abang PENDAHULUAN Penyelidikan calon lokasi Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) telah dilakukan oleh Konsultan Newjec 1996, yang menyimpulkan bahwa Ujung Lemahabang adalah lokasi terbaik diantara lokasi lain. Beberapa pengaruh faktor luar (exclusion factor) seperti akibat gempa,

Hadi Suntoko dkk., PPEN-BATAN

195

Prosiding Seminar Nasional ke-12 Teknologi dan Keselamatan PLTN Serta Fasilitas Nuklir Yogyakarta, 12 -13 September 2006

ISSN : 0854 - 2910

adanya patahan permukaan, dan keberadaan gunungapi yang memberikan dampak terhadap tapak maupun keselamatan fasilitas nuklir itu sendiri telah selesai dikerjakan, namun penyelidikan dasar untuk memperoleh informasi geologi maupun geologi teknik, di luar bangunan fasilitas utama industri nuklir (PLTN) pada seputar reaktor perlu diketahui. Kegiatan penelitian ini hanya sebagai data tambahan untuk membangun database geoteknik dengan luasan kajian 1 (satu) km terutama pondasi dangkal pada sarana gedung di luar fasilitas industri utama PLTN dalam rangka mempelajari sifat geotekniknya. Informasi geologi teknik tersebut meliputi sebaran tanah beserta sifat keteknisannya berkaitan dengan daya dukung tanah, penurunan tanah dan kemungkinan bahaya yang disebabkan oleh proses likuifaksi. Diharapkan hasil dari penyelidikan ini dapat memberikan manfaat, kejelasan kondisi tanah sebagai kegiatan pelengkap perencanaan PLTN yang berbasis pada keselamatan teknis. Penyelidikan dan kajian geologi teknik ini dilaksanakan atas kerjasama BATAN dengan Direktorat Geologi Tata Lingkungan, Bandung yang bertujuan merealisasikan pengumpulan berbagai informasi geologi teknik yang terletak di Ujung Lemahabang (ULA) desa Balong, Kecamatan Kembang dan Kabupaten Jepara dengan posisi koordinat pada 62400 62630 LS dan 1104630 1105800 BT. METODA DAN ALAT YANG DIGUNAKAN Penelitan ini dilakukan dengan menggunakan beberapa tahapan kegiatan meliputi lapangan, laboratorium, dan analisis. Kegiatan Lapangan Dalam melakukan kegiatan lapangan diperlukan persiapan-persiapan seperti alat, peta dasar, kelengkapan administrasi, pengumpulan data sekunder, mobilisasi peralatan dan personil yang akan melakukan aktivitasnya. Alat yang digunakan dalam survei lapangan adalah kompas, palu geologi, ditambah bor tangan, dan sondir. Peta dasar menggunakan peta Topografi skala 1:50.000, skala 1:25.000, dan skala 1:10.000. Sedangkan untuk mengembangkan penelitian diperlukan data sekunder berasal dari peta geologi lembar Kudus skala 1:50.000 yang dikerjakan oleh P3G Bandung, dan Penyelidikan geoteknik di Muria tahap 2 oleh Konsultan Newjec. Penelitian dimulai dari pengamatan morfologi dan kemiringan lereng untuk mengetahui kondisi bentang alam seperti tata lahan, dan kemiringan lereng, hal ini dikaitkan dengan jangkauan optimum sudut lereng untuk kepentingan berbagai bangunan. Disamping itu pengamatan sebaran tanah/batuan beserta sifat fisiknya guna mengetahui karakterisitik keteknisan dalam rangka mengelompokan satuan tanah/batuan yang ada. Juga kemungkinan adanya likuifaksi (pembuburan tanah) disebabkan oleh kejenuhan tanah akibat gempa bumi di daerah penyelidikan serta kegiatan lainnya melalui pemboran teknis dengan menggunakan bor tangan untuk pemerian lapisan tanah bawah permukaan, ketebalannya serta sifat fisik tanah dari beberapa contoh tanah/batuan.

Hadi Suntoko dkk., PPEN-BATAN

196

Prosiding Seminar Nasional ke-12 Teknologi dan Keselamatan PLTN Serta Fasilitas Nuklir Yogyakarta, 12 -13 September 2006

ISSN : 0854 - 2910

Gambar 1 Peta Lokasi Daerah Penelitian Selanjutnya penyondiran dengan menggunakan alat sondir kapasitas 2.5 ton sebanyak 32 titik untuk mengetahui tekanan konus, hambatan lekat serta friction ratio. Disamping itu contoh tanah/bataun sebanyak 17 contoh yang tidak terganggu diambil untuk mengetahui sifat fisiknya. Kegiatan Laboratorium Contoh tanah yang diambil dari beberapa titik di lapangan dilakukan uji sifat indeks-nya meliputi berat isi, kadar air, berat jenis, batas batas atterberg, analisis ukuran butir, porositas dan derajat kejenuhan. Uji lain meliputi pengujian kuat geser tanah dengan metoda direct shear khususnya material yang berukuran kasar, atau metoda triaxial UU (tidak terkonsolidasi dan tidak terdrainasi) untuk material tanah halus. Selanjutnya pengujian kompresibilitas tanah dengan pengujian konsolidasi, dan pengujian indek batuan, kuat tekan batuan dan sifat abrasi batuan. Sedangkan pengelompokan tanah/batuan dilakukan sesuai karakteristik teknis yang diuraikan dalam laporan peta geologi teknik. Data analisis daya dukung untuk pondasi dangkal akan diuraikan dalam peta daya dukung tanah. Analisis penurunan tanah dibatasi hingga 20 meter diuraikan dalam bentuk laporan dan peta. Sedangkan analisis potensi likuifaksi akan didasarkan data laboratorium terutama kandungan materialnya. Hasil pengukuran dilanjutkan dengan analisis, evaluasi dengan mengkorelasikan data sekunder yang meliputi permasalahan kondisi regional daerah penyelidikan yang terdiri dari lokasi, iklim, morfologi dan geologi. KONDISI UMUM Penyelidikan diprioritaskan untuk mengetahui kondisi alam sekitar ULA meliputi geomorfologi, stratigrafi, dan struktur geologi.

Hadi Suntoko dkk., PPEN-BATAN

197

Prosiding Seminar Nasional ke-12 Teknologi dan Keselamatan PLTN Serta Fasilitas Nuklir Yogyakarta, 12 -13 September 2006

ISSN : 0854 - 2910

Geomorfologi Secara regional, bahwa daerah penelitian terletak di kaki gunung lereng Muria bagian Utara, berbatasan langsung dengan laut Jawa yang merupakan hasil endapan gunungapi berumur kuarter tua terdiri dari endapan piroklastik dan endapan lahar. Endapan tersebut menempati sebagian besar lokasi Ujung Lemahabang yang membentuk medan bergelombang dan ke arah pantai terpotong tebing/gawir setinggi 6 m. Disisi lain ada dua sungai besar mengapit lokasi penelitian yakni sungai Gelis di sebelah Timur berjarak 1 km, dan sungai Balong berada di sebelah Barat dengan jarak 2 km. Kedua sungai tersebut merupakan fresh water atau air bersih sebagai pendukung industri di masa datang. Stratigrafi Susunan pelapisan daerah penelitian berdasarkan survei hasil bor dangkal ditambah evaluasi bor dalam dari data sekunder (Newjec Inc.1993(1)), dan pemetaan geologi daerah Ujung Lemahabang maka daerah ULA tersusun oleh Formasi Bulu, dan Formasi Muria dari satuan Tufa. Formasi Bulu Formasi ini terdiri dari satuan batugamping selang seling batupasir gampingan dan batugamping lempungan. Batugamping berwarna putih keabuan, kurang keras, ketebalan lapisan umumnya 4-15 cm dan di beberapa tempat ketebalannya mencapai 70 cm. Tebal formasi Bulu secara keseluruhan 100-300 m, penyebarannya tidak luas dan hanya tersingkap di lereng gunung Genuk ( 25 km dari ULA). Tufa Muria Satuan Tufa Muria tersusun dari tufa, lahar, dan tufa pasiran. Tufa memiliki pelapisan kurang baik dengan ketebalan 1.5 m (lihat lampiran BT 1), berbutir lapili dan kerikil, lapuk kuat dan mudah luluh. Lahar mempunyai fragmen batuan berukuran antara 5-50 cm dengan masa dasar pasir vulkanik. Tufa pasiran berukuran halus sampai lapili dengan lapisan yang memperlihatkan gradasi butir. Penyebarannya berada di kerucut gunung hingga melampar sampai di kaki gunung Muria. Struktur Geologi Secara umum tapak Ujung Lemahabang tersusun dari endapan kuarter hampir mendominasi seluruh lingkup penelitian. Pada radius sampai 5 km dari tapak tidak ditemukan adanya struktur geologi maupun indikasi yang menunjukan gejala struktur seperti keberadaan kekar, kelurusan dan zona hancuran (Dodid Murdohardono dkk. 1997 ). Tidak adanya gejala struktur geologi tersebut juga berdasarkan data dukung geofisika yang meliputi graviti, refraksi, geolistrik, maupun magnetotelurik yang kedalamannya hingga mencapai 400 meter dibawah permukaan tanah, (Direktorat Volkanologi 2005(3)). Sedangkan pengamatan regional dari data sekunder peta Geologi lembar Kudus (T. Suwarti dkk. 1992(4)) mengindikasikan adanya struktur
(2)

Hadi Suntoko dkk., PPEN-BATAN

198

Prosiding Seminar Nasional ke-12 Teknologi dan Keselamatan PLTN Serta Fasilitas Nuklir Yogyakarta, 12 -13 September 2006

ISSN : 0854 - 2910

geologi berarah Utara Selatan, didasarkan adanya kelurusan sungai yang memisahkan lembah Rahtawu dan Semliro hingga mencapi daerah Blitar-Bayoran di lereng Barat Gunung Genuk. Kelurusan ini terpecah beberapa segmen di dekat puncak yang berarah Timur Barat dan beberapa patahan yang berada di laut seperti AF1 sampai AF4 berarah Timur laut-Barat daya, berjarak 50 km dan AFN-1 sampai AFN-3 berarah Barat lut-Tenggara, berjarak 10-25 km dari calon lokasi PLTN. Di beberapa tempat muncul batuan tersier yang telah mengalami pelipatan dan patahan berada di Benteng Portugis berjarak 25 km sebelah Timur lokasi. GEOLOGI TEKNIK Penelitian difokuskan daerah rencana PLTN terpilih yaitu Ujung Lemahabang, khususnya sekitar gedung utama calon reaktor. Berdasarkan data bor dangkal dengan bor tangan (lampiran Log Pemboran Teknis) dan bor dalam dari data sekunder, kondisi penyebaran dan ketebalan tanah/batuan dapat dibagi menjadi 4 (empat) satuan geologi teknik yaitu: Satuan Pasir Lanauan (A(sm)) Satuan ini merupakan tanah aluvium (tanah terangkut) pantai berupa pasir lanauan (SM) dengan sisipan lanau pasiran (MH) berlapis tipis mempunyai ketebalan 5 meter. Penyebarannya berada di sepanjang pantai mulai dari ULA sampai ke Timur hingga muara Kali Beji. Penyebaran satuan ini hanya menyempit ke kaki tebing pantai. Pada dataran muara Kali Beji, penyebaran satuan ini meluas dan agak menyempit lagi ke arah Ujung Genggrengan. Pasir lanauan berwarna coklat kehitaman, lepas-agak padat, kandungan pasir 44-92%, kandungan lanau 8-29% dan kandungan lempung 0-27%, pada umumnya berukuran pasir halus-pasir sedang, berat isi tanah asli 1.600-2.008 gr/cm2, kohesi 0.00 0.05 kg/cm2, dan sudut geser dalam 19.29 28.30. Lanau pasiran berwarna coklat kekuningan lunak-teguh, dan plastisitas sedang-tinggi. Satuan Lempung Lanauan (A(cm)) Satuan ini merupakan endapan sungai limpah banjir (tanah terangkut) yang berupa lempung (CH) dan lanau lempung (MH), sebagian mengandung bahan organik, dengan ketebalannya mencapai 3.8 m. Penyebarannya dijumpai di dataran limpah banjir pada sungai Beji antara Ujung Lemahabang dan Genggrengan dan pada alur-alur sungai serta lembah S. Sadigo berada dibagian Barat lokasi ULA. Satuan Lempung Lanauan (R(cm)) Satuan ini merupakan tanah pelapukan dari batuan gunungapi Muria (Tufa Muria) yang berupa lempung lanauan tufaan (CH) dan lanau lempung tufaan (MH), (lampiran BT-1) dengan sisipan lanauan (SW-SM-SP), secara keseluruhan mempunyai ketebalan berkisar antara 0.5>20 m. Daerah dengan tanah pelapukan tipis (1.5 m) dijumpai di bagian Barat laut (sebelah Barat dari lokasi S6 dan S7).

Hadi Suntoko dkk., PPEN-BATAN

199

Prosiding Seminar Nasional ke-12 Teknologi dan Keselamatan PLTN Serta Fasilitas Nuklir Yogyakarta, 12 -13 September 2006

ISSN : 0854 - 2910

Lempung lanauan dan lanau lempungan mempunyai sifat fisik berwarna coklat kekuningan, coklat kemerahan, merah kocoklatan, konsistensi teguh, plastisitas sedang- tinggi, berat isi tanah asli 1,148-1601 gr/cm, kohesi 0,13-0,24 kg/cm dan nilai sudut geser dalamnya 11,73-24,41. Pasir lanauan, berwarna coklat-coklat kekuningan, lepas-padat, kandungan kerikil 05%, kandungan pasir 56-85%, kandungan lanau 10-28,5% dan kandungan lempung 5-10,5%, pada umumnya berukuran pasir halus-pasir sedang, berat isi tanah asli 1,543-1,601 gr/cm, dan sudut geser dalam 24,86-25,5. Satuan Konglomerat Merupakan batuan gunungapi sebagai batuan dasar daerah penyelidikan (lampiran Peta 2) dengan penyusunnya berupa konglomerat volkanik, batupasir tufaan dengan sisipan batulanau tufaan. Penyebarannya berada di alur-alur sungai Beji, sungai Sadigo serta tebing pantai Ujung Lemahabang dan sebagian Barat dari Ujung Genggrengan, sedangkan penyebarannya secara vertikal di bawah permukaan dapat dilihat pada lampiran Log bor dan data Sondir. Konglomerat berwarna coklat kemerahan, lapuk sedang-lapuk lanjut, kompak keras, fragmen berukuran 0.2-60 cm, membulat tanggung, tidak berlapis. Batupasir tufaan berwarna coklat kemerahan, agak kompak, agak lepas, berukuran pasir halus-kasar. Batu lanau tufaan berwana coklat kekuningan, lapuk lanjut, agak kompak, lunak keras, dan ketebalannya berkisar 2 - 50 cm. HASIL DAN PEMBAHASAN Sesuai dengan data yang terkumpul dari kegiatan penyelidikan lapangan kemudian dilanjutkan dengan analisis daya dukung tanah, kompresibilitas, penurunan tanah, kestabilan lereng, dan kegempaan memberikan hasil intepretasi yang cukup baik. Hasil analisis dapat dilihat dari masing-masing kegiatan sebagai berikut. Daya Dukung Tanah Analisa daya dukung tanah dilakukan berdasarkan hasil laboratorium yang kemudian dituangkan dalam peta daya dukung tanah untuk pondasi dangkal. Perhitungan ini dibatasi pada kedalaman 1 meter dan dipakai tipe pondasi jalur dengan data hasil pengujian lab. Mekanika Tanah. Persamaan daya dukung tanah dalam perhitungan menggunakan persamaan Terzaghi 1943 adalah sebagai berikut: q = CNc + DN 5,0 + BNq q : daya dukung tanah C : kohesi tanah D : kedalaman pondasi

Hadi Suntoko dkk., PPEN-BATAN

200

Prosiding Seminar Nasional ke-12 Teknologi dan Keselamatan PLTN Serta Fasilitas Nuklir Yogyakarta, 12 -13 September 2006

ISSN : 0854 - 2910

B : lebar pondasi Nc, Nq dan N :factor daya dukung tergantung nilai sudut geser dalam tanah Dengan menggunakan persamaan tersebut di atas dan dipakai angka keamanan (FS) =3 diperoleh nilai daya dukung tanah seperti terlihat dalam Tabel 1 dan lampiran peta 2. Perhitungan daya dukung tanah didasarkan pada lokasi tes di TS1-TS23 dan L7L15 serta G6G14. Dengan menginterpolasikan nilai daya dukung tanah, sehingga dapat dibuat peta kesamaan daya dukung tanah untuk pondasi dangkal dengan kedalaman 1 m seperti terlihat pada lampiran Peta 2. Dari peta dapat terlihat bahwa Ujung Lemahabang pada tanah aluvium (satuan pasir lanauan dan satuan lempung lanauan) yang berada di bagian Barat Ujung Lemahabang, mempunyai daya dukung tanah yang rendah (< 1 kg/cm). Demikian juga dibagian Timur mempunyai daya dukung tanah rendah. Daerah yang mempunyai daya dukung tanah sedangtinggi dijumpai pada satuan lempung lanauan di sekitar titik S5 dan S19. Tabel 1. Hasil perhitungan daya dukung pondasi dangkal dengan mempergunakan data Laboratorium
No titik Ts-1 Ts-2 Ts-3 Ts-4 Ts-5 Ts-6 Ts-7 Ts-8 Ts-9 Ts-10 Ts-11 Ts-12 Ts-13 Ts-14 Ts-15 Ts-16 Ts-17 Ts-18 Ts-19 Kedalaman Pondasi (cm) 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 Lebar Pondasi (cm) 120 120 120 120 120 120 120 120 120 120 120 120 120 120 120 120 120 120 120 0.180 0.190 0.050 0.160 0.200 0.160 0.00 0.020 0.180 0.180 0.150 0.130 0.160 0.160 0.230 0.240 0.200 0.200 0.190 Kohesi (C) (Kg/cm) Berat Isi Asli (Kg/cm) 0.00123 0.00160 0.00160 0.00129 0.00124 0.00133 0.00160 0.00153 0.00134 0.00149 0.00115 0.00127 0.00159 0.00153 0.00129 0.00146 0.00162 0.00120 0.00145 15.090 16.056 14.191 15.840 13.349 20.412 21.420 29.342 9..587 15.447 9.587 21.347 10.772 10.516 14.898 12.416 9.150 11.836 9.582 3.840 5.243 3.066 4.950 2.950 7.125 8.063 17.587 1.293 4.393 1.293 9.905 1.895 1.227 3.542 2.054 1.046 2.366 1.289 6.581 7.243 5.974 7.090 5.422 10.410 11.190 17.714 3.140 6.835 3.140 11.095 3.821 3.674 6.447 4.819 3.135 4.465 3.135 Nc N Nq Daya dukung Batas (qu) (Kg/cm) 1.22 1.53 0.59 1.24 1.115 1.68 0.79 1.64 0.72 1.35 0.60 1.64 0.80 0.74 1.46 1.23 0.77 0.99 0.76

Hadi Suntoko dkk., PPEN-BATAN

201

Prosiding Seminar Nasional ke-12 Teknologi dan Keselamatan PLTN Serta Fasilitas Nuklir Yogyakarta, 12 -13 September 2006

ISSN : 0854 - 2910

Ts-20 Ts-21 Ts 22 Ts-23 Ts-24 Ts-25 Ts-26 Ts-27 Ts-28 Ts-29 L-7 L11 L13 L14 L15 G-6 G-7 G-8 G-9 G-14

100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100
(2)

120 120 120 120 120 120 120 120 120 120 120 120 120 120 120 120 120 120 120 120

0.160 0.140 0.190 0.120 0.00 0.020 0.020 0.040 0.100 0.00 0.130 0.470 0.670 0.500 0.200 0.500 0.850 0.280 0.110 1.090

0.00122 0.00130 0.00163 0.00169 0.00209 0.00182 0.00177 0.00181 0.00186 0.00174 0.00155 0.00168 0.00160 0.00160 0.00162 0.00165 0.00156 0.00168 0.00166 0.00165

20.873 14.542 9.457 11.025 26.418 14.542 24.126 17.523 20.020 27.820 12.100 12.400 9.950 15.800 18.00 9.00 10.800 9.300 10.850 6.300

8.945 3.243 1.232 2.013 15.608 3.243 13.848 7.178 10.037 16.604 3.400 3.600 2.00 6.150 8.100 2.800 2.550 1.700 2.600 0.360

10.779 6.208 3.077 3.968 15.236 6.208 13.352 8.282 10.130 16.405 4.500 4.800 3.300 7.000 8.600 1.500 3.850 3.000 3.900 1.500

1.74 0.98 0.77 0.69 1.72 0.52 1.45 0.976 1.67 0.84 2.31 2.43 3.19 1.92 1.70 3.31 1.06 0.67 2.36 0.90

(Sumber

Dodid M dkk, 1997)

Kompresibilitas Berdasarkan nilai kadar air, batas cair dan angka pori hasil pengujian sifat indeks tanah dapat diperoleh nilai indeks kompresi berdasarkan persamaan berikut : Cc = 0,37 (eo + 0,003 WI + 0,0004 Wn 0,34) Cc : Indek kompresi, eo : angka pori , WI : batas cair , Wn : kadar air

Dari pesamaan berikut diperoleh indeks kompresi yang digabung dengan nilai batas cair akan dapat diketahui sifat kompresibilitas tanah di daerah Ujung Lemahabang dan sekitarnya yang tersusun oleh tanah pelapukan dan tanah terangkut, lihat Tabel 3. Tabel 3 Kompresibiltas Tanah di daerah tapak Ujung Lemahabang
No Contoh L-1 L-2 L-3 Indek Kompresi 0.705 0.466 0.490 Batas Cair (%) 95,0 81,45 55,83 Tinggi Tinggi Tinggi L-13 L-14 L-15 0,484 0,527 0,650 Kompresi bilitas No Contoh Indek Kompresi Batas Cair (%) 67,33 73,99 80,76 Tinggi Tinggi Tinggi Kompresi bilitas

Hadi Suntoko dkk., PPEN-BATAN

202

Prosiding Seminar Nasional ke-12 Teknologi dan Keselamatan PLTN Serta Fasilitas Nuklir Yogyakarta, 12 -13 September 2006

ISSN : 0854 - 2910

L-4 L-5 L-6 L-8 L-9 L-10 L-11 L-12

0,717 0,737 0,561 0,405 0,638 0,532 0,707 0,637

87,67 84,37 72,72 55,40 89,61 86,65 67,60 87,22

Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi

L-16 L-17 L-18 L-19 L-20 L-21 L-22 L-23

0,535 0,511 0,729 0,578 0,645 0,572 0,522 0,502

73,99 95,04 92,98 84,14 73,63 63,76 82,89 85,84

Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi

(Sumber Dodid M dkk, 1997(2)) Dari data tersebut terlihat bahwa tanah penyusun daerah penelitian didominasi oleh tanah pelapukan yang mempunyai kompresibilitas tinggi. Penurunan Tanah Berdasarkan penelitian dan perhitungan penurunan tanah dengan menggunakan data sondir dapat diperoleh nilai koefisien kompresibiliats (C) dan besaran penurunan yang akan terjadi, menggunakan persamaan sebagai berikut : C = 1.9qC/p dan S = H/C ln (p+p)/p

C : Koefisien kompresi, qC : tekanan konus , p : tekanan efektif , S : penurunan tanah , H : tebal lapisan , p : penambahan tekanan

Berdasarkan persamaan tersebut diperoleh nilai penurunan tanah (Tabel 4) pada setiap lokasi pengujian sondir. Interpolasi nilai penurunan dibuat peta tabel kesamaan penurunan tanah didaerah penyelidikan, khususnya daerah Ujung Lemahabang dan sekitarnya (lampiran Peta 3). Dari peta tersebut terlihat bahwa daerah penelitian bagian tengah mempunyai kemungkinan penurunan tanah yang tinggi (sekitar lokasi S17 dan S23), bila dilihat dari ketebalan pelapukannya maka daerah tersebut merupakan wilayah yang mempunyai tanah pelapukan yang tebal, sedangkan di bagian Barat mempunyai kemungkinan penurunan tanah yang kecil karena pelapukannya tergolong tipis. Tabel 4 Hasil Perhitungan Penurunan Tanah di Ujung Lemahabang dengan Mempergunakan data Sondir
No Sondir S.1 S.2 S.3 S.4 S.5 Penurunan (Cm) 0.154 0.200 0.212 0.280 0.190 No Sondir S.12 S.13 S.14 S.15 S.16 Penurunan (Cm) 0.400 0.350 0.280 0.660 0.680 No Sondir S.23 S.24 S.25 S.26 S.27 Penurunan (Cm) 0.492 0.480 0.650 0.650 0.560

Hadi Suntoko dkk., PPEN-BATAN

203

Prosiding Seminar Nasional ke-12 Teknologi dan Keselamatan PLTN Serta Fasilitas Nuklir Yogyakarta, 12 -13 September 2006

ISSN : 0854 - 2910

S.6 S.7 S.8 S.9 S.10 S.11

0.210 0.080 0.270 0.160 0.270 0.410

S.17 S.18 S.19 S.20 S.21 S.22

0.610 0.530 0.410 0.524 0.510 0.630

S.28 S.29 S.30 S.31 S.32 -

0.780 0.600 0.430 0.710 0.150 -

Catatan : beban bangunan yang diterapkan pada perhitungan tersebut adalah 0.5 kg/cm dengan jenis pondasi lajur.

Kestabilan Lereng Metoda yang paling umum dalam analisa kestabilan lereng adalah didasarkan pada limit equilibrium method. Pada metoda ini akan diperoleh faktor keamanan suatu lereng dengan membandingkan gaya yang mempertahankan masa tanah untuk tetap setabil (resisting moment/force) dengan gaya yang menggerakan masa tanah sepanjang bidang longsor (driving moment/force). Gaya atau moment yang mempertahankan masa tanah untuk tetap setabil diperoleh dari gaya perlawanan geser tanah sedangkan gaya yang menggerakan masa tanah disebabkan oleh berat masa tanah itu sendiri. Dengan membandingkan kedua gaya tersebut maka diperoleh faktor keamanan untuk kestabilan lereng (F). F = Gaya yang menahan/Gaya penggerak Kisaran faktor keamanan suatu lereng ditinjau dari kerentanan gerak tanah (kemungkinan untuk tekanan gerakan tanah) digunakan batasan yang dikemukakan oleh Ward (1976) F < 1,2 1,2 <F < 1,7 1,7 <F < 2,0 : Kerentanan tinggi gerakan tanah sering terjadi : Kerentanan menengah, gerakan tanah dapat terjadi : Kerentanan rendah, gerakan tanah jarang terjadi

Dalam menganalisis kesetabilan lereng dipakai pendekatan jenis longsoran rotasi mengingat bahwa di daerah penyelidikan relatif datar. Analisis longsoran rotasi dipakai bila bidang longsoran membentuk bidang lengkung. Metoda yang dipakai dalam perhitungan faktor keamanan untuk longsor rotasi adalah menggunakan metoda NAVFAC DN-7 (1971) dan dipakai anggapan bahwa longsoran akan terjadi diatas muka tanah serta dimulai dari ujung kaki tebing/lembah (Gambar 3) : cj = H tan / C F = N cj C / H

cj : Konstanta yang dapat diperoleh dari gambar 2

Hadi Suntoko dkk., PPEN-BATAN

204

Prosiding Seminar Nasional ke-12 Teknologi dan Keselamatan PLTN Serta Fasilitas Nuklir Yogyakarta, 12 -13 September 2006

ISSN : 0854 - 2910

H C F

: berat isi : tinggi lereng : sudut geser dalam : Kohesi tanah : faktor keamanan

N cj : angka kestabilan Dengan mempergunakan perhitungan dan masukan hasilnya pada diagram NAVFAC, 1971 (Hunt RE 1986(5)) akan diperoleh hubungan antara sudut lereng, tinggi lereng dan angka keamanan.

Gambar 2 Analisa kestabilan lereng dengan metoda NAVFAC (1971)

H : tinggi lereng , : sudut lereng , D : jarak longsoran dari sisi tebing. m a t : muka air tanah Gambar 3 : Sketsa longsoran tipe rotasi yang dipakai sebagai batasan dalam perhitungan metoda NAVFAC 1971

Hadi Suntoko dkk., PPEN-BATAN

205

Prosiding Seminar Nasional ke-12 Teknologi dan Keselamatan PLTN Serta Fasilitas Nuklir Yogyakarta, 12 -13 September 2006

ISSN : 0854 - 2910

Berdasarkan perhitungan dengan mempergunakan metoda tersebut diperoleh angka seperti terlihat pada Tabel 6. Tabel 6 Hubungan Sudut Lereng dengan Angka Keamanan daerah Penyelidikan
No TP 1 Sudut Lereng (o) 65 75 60 2 55 65 85 3 20 25 30 4 55 70 85 5 70 85 90 6 60 75 85 9 50 60 85 10 60 65 80 11 50 65 80 12 55 60 80 13 35 45 65 1.71 1.52 1.25 1.69 1.51 1.21 1.72 1.46 1.22 1.72 1.47 1.26 1.69 1.45 1.34 1.67 1.47 1.25 1.64 1.53 1.19 1.71 1.47 1.21 1.67 1.44 1.23 1.62 1.53 1.17 1.68 1.51 1.19 28 23 22 21 20 19 18 17 16 15 14 Angka Kemanan No TP Sudut Lereng (o) 35 50 65 80 90 70 85 90 40 50 75 60 75 85 50 60 85 65 80 90 45 60 75 40 50 70 20 30 45 30 35 50 1.69 1.47 1.22 1.72 1.48 1.70 1.48 1.34 1.68 1.52 1.21 1.67 1.53 1.31 1.66 1.51 1.18 1.75 1.51 1.29 1.68 1.49 1.20 1.64 1.52 1.19 1.84 1.44 1.19 1.70 1.52 1.19 Angka Kemanan

Catatan : 1 2 hasil perhitungan dipakai ketentuan untuk tinggi lereng 6 m muka air tanah berada di bawah bidang longsor

Hadi Suntoko dkk., PPEN-BATAN

206

Prosiding Seminar Nasional ke-12 Teknologi dan Keselamatan PLTN Serta Fasilitas Nuklir Yogyakarta, 12 -13 September 2006

ISSN : 0854 - 2910

Untuk lokasi Ujung Lemahabang sebagai calon bangunan utama mempunyai tinggi lereng 6 m yang berbatasan dengan pantai akan aman bila sudut lereng dibuat 50-65. Kegempaan Berdasarkan peta zona seismik untuk konstruksi yang dikeluarkan oleh LTD (1976) daerah penyelidikan termasuk zona 4 (empat) dengan percepatan tanah maksimum 0.13 0.2 g (Beca Carter Holling and Fermer Ltd. 01976(6)) sedangkan data lain dari peta zonasi percepatan tanah di daerah ULA menunjukan angka 0.1 g (E. Kertapati 2001(7)). Pusat gempa terdekat yang pernah terjadi di lokasi penyelidikan adalah gempa Tuban tahun 1950 terjadi di laut Jawa dengan magnitudo 6-6.9 sekala Richter, pusat kedalaman gempa <65 km dan tidak menimbulkan bencana Tsunami. Bila dilihat dari parameter likuifaksi (pembuburan tanah) salah satu penyebab terjadinya pembuburan adalah dari gempa (Beca Carter Holling and Fermer Ltd. 1976(6)). Disamping gempa secara langsung dapat menyebabkan runtuhnya sebuah gedung juga oleh akibat proses likuifaksi tanah. Berdasarkan pendekatan statistik, likuifaksi dapat terjadi pada tanah pasir lanauan bergradasi jelek, mempunyai kandungan lanau <20% serta kedudukan lapisan pasir lanauan berada di bawah muka air tanah (Wilson, Inc Agbabian-Jacobsen Assosiates, 1971). Sifat lanauan serta kedalaman air tanah di daerah Ujung Lemahabng yang mempunyai kedalaman cukup tinggi (> 12 m), merupakan suatu penghalang tidak adanya likuifaksi terkecuali yang berada pada lembah-lembah dataran pantai. Dengan pertimbangan kondisi tersebut diperkirakan daerah penelitian kemungkinan kecil terkena bencana likuifaksi (pembuburan). Dari contoh tanah No BT6, BT 7, BT43, TS7, TS8 di daerah penyelidikan berdasarkan sisipan pasir lanauan pada tanah pelapukan diperoleh gradasi dengan ukuran butiran menunjukan kemungkinan terjadi adanya likuifaksi (Gambar 4), namun dilihat dari kedudukan sisipan pasir lanauan tersebut dimana posisinya pada kedalaman < 1.50 m dengan kedudukan muka air tanah yang cukup dalam, maka kemungkinan terjadi pembuburan adalah kecil, untuk itu lokasi Ujung Lemahabang dengan medan bergelombang kemungkinan kecil terjadi likuifaksi

Zona rentanan terhadap likuifaksi Gambar 4 Distribusi ukuran butir daerah ULA pada sisipan pasir lanauan

Hadi Suntoko dkk., PPEN-BATAN

207

Prosiding Seminar Nasional ke-12 Teknologi dan Keselamatan PLTN Serta Fasilitas Nuklir Yogyakarta, 12 -13 September 2006

ISSN : 0854 - 2910

KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa penyebaran tanah/batuan di Ujung Lemahabang terbagi menjadi 4 (empat) satuan geologi teknik yaitu : 1. Satuan pasir lanauan ditandai dengan (A(SM)) merupakan tanah aluvium dengan ketebalan > 1.5 m bersifat lepas-agak padat. 2. Satuan Lempung Lanauan atau (A(CM)) merupakan endapan sungai dan limpahan banjir dengan ketebalan 3.8 m bersifat lunak-sangat lunak. 3. Satuan Lempung Lanauan (R(CM)) merupakan tanah pelapukan dari gunungapi Muria (Tufa Muria), dengan ketebalan berkisar antara 0.5 - >20 m bersifat teguh. 4. Satuan Konglomerat diatandai (CG) merupakan batuan gunungapi sebagai batuan dasar dengan tingkat pelapukan lapuk sedang sampai lapuk lanjut, kompak dan keras. Berdasarkan daya dukung tanah untuk pondasi dangkal daerah Ujung Lemahabang terutama tanah aluvium yang berada di bagian Barat dan Timur mempunyai nilai daya dukung tanah rendah ( 1 kg/cm). Sedangkan daya dukung tinggi-sedang dapat dijumpai pada satuan lempung lanauan yang berada dibagian tengah. Nilai kompresibilitas di Ujung Lemahabang yang didominasi oleh tanah pelapukan mempunyai nilai tinggi, termasuk penurunan tanah yang cukup tinggi berada di bagian tengah dan kecil di bagian Barat, disebabkan karena ketebalan pelapukan tanah yang ada di Ujung Lemahabang. Untuk kestabilan lereng dengan medan bergelombang dan membentuk clif setinggi 6 m menghasilkan analisis cukup aman bila dibuat sudut lereng antara 50-65. Sedangkan berdasarkan penyebaran gempa maka daerah penyelidikan terletak di zona dengan percepatan gempa maksimum 0.13 0.2 g. Pada lokasi rencana pembangunan PLTN yang mempunyai medan tanah/batuan bergelombang dengan pelapukan yang tebal berisi material lempung lanauan serta muka air tanah >12m diperkirakan kemungkinan kecil akan terjadi bencana likuifaksi. DAFTAR PUSTAKA 1. Newjec Inc. (1993) : Topical Report on Geotechnical Studies (Step-2) INPB-REP 3030B. 2. Dodid Murdohardono dkk. (1997) : Rencana Lokasi PLTN di Ujung Lemahabang, Muria, Kabupaten Jepara, Propinsi Jawa Tengah Direktorat Jendral Geologi dan Sumber Daya Mineral, Bandung-Indonesia 3. Direktorat volkanologi (2005) : Analisis Studi Bahaya Volkanik (Analisis Deterministik dan Probabilistik dari Aktivitas Vulkanik) dan Rekonfirmasi Struktur Patahan dengan Menggunakan Data Geofisika Untuk Keselamatan Tapak PLTN di Ujung Lemahabang, Jepara, Jawa Tengah Bandung-Indonesia 4. T Suwarti dan Wikono (1992) : Peta Geologi lembar Kudus, Jawa Tengah Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung-Indonesia.

Hadi Suntoko dkk., PPEN-BATAN

208

Prosiding Seminar Nasional ke-12 Teknologi dan Keselamatan PLTN Serta Fasilitas Nuklir Yogyakarta, 12 -13 September 2006

ISSN : 0854 - 2910

5. Hunt, RE (1986) : Geotechnical Engineering Analysis and Evaluation Mc. Graw Hill Inc, New York. 6. Beca Carter Holling and Fermer Ltd (1976) : Seismic Zone for Building Construction in Indonesia Indonesia Earthquake Study vol. 3 7. Kertapati dkk. (2001) : Peta Percepatan Tanah Indonesia, Bandung 8. Bowles, JE (1984) : Physical and Geotechnical Properties of Soil Mc. Graw Hill Inc, New York.

DISKUSI PERTANYAAN: (M. Faruq - PRR BATAN) 1. Sejak gempa di Yogya menjadi perhatian terhadap patahan istirahat yang menjadi aktif. Bagaimana data patahan istirahat tersebut di wilayah tapak (sekitarnya)? 2. Dalam peta E Kertapati, kalau tidak salah ada patahan disebelah timur. Sebarapa jauh prediksi dampak terhadap tapak PLTN. JAWABAN: 1. Gempa di Jogja telah kami hitung dengan rumus empiris untuk menghitung akselerasi tanah (PGA) yang nilai terbesar adalah 41 gal dari gempa (6,8 SR) dan Jogja memang lama tidak aktif dan kembali aktif. 2. Peta E Kertapati 2001 menunjukkan di ULA 100 gal dari patahan yang ada dan patahan timurr tidak berpengaruh. PERTANYAAN: (Heni Susiati - PPEN BATAN) 1. Dalam melakukan studi pondasi dangkal di calon tapak PLTN di daerah ujung Lemahabang apakah juga mempertimbangkan faktor abrasi, dimana seperti kita ketahui bahwa faktor abrasi cukup besar di daerah tersebut? Bagaimana dengan perencanaan terhadap desain pembangunan pondasi PLTN tersebut? JAWABAN: 1. Abrasi menjadi fenomena dan telah distudi oleh konsultan. Tentunya dengan tanah yang terkena abrasi. PERTANYAAN: (Soedardjo PTRKN BATAN) 1. Ada paradigma baru di Indonesia a. Skala richter meningkat > 6,2 SR b. Tsunami timbul c. Sesar mati menjadi hidup, yang melalui Jepara d. Akeselarasi sudah lebih dari 0,30 g

Hadi Suntoko dkk., PPEN-BATAN

209

Prosiding Seminar Nasional ke-12 Teknologi dan Keselamatan PLTN Serta Fasilitas Nuklir Yogyakarta, 12 -13 September 2006

ISSN : 0854 - 2910

e. Wedus gembel semula hanya 1 km menjadi 4 km Apakah perlu mengkoreksi kondisi gempa baru untuk tapak reaktor, misal akselerasi > 0,30 g JAWABAN: 1. Peningkatan gempa > 6,2 SR ada hubungannya dengan kegiatan gerak lempeng antara lempeng Pasifik dan Eurasia 30mm/tahun. 2. Untuk laut Jawa tidak ada tsunami dan lautnya kurang dalam walaupun parameter lain terpenuhi. 3. Sesar mati bisa saja hidup bila ada penggeraknya yaitu akibat tegasan utama yang berasal tekanan regional 4. Untuk tapak ULA akselerasi belum mencapai 400 gal yang masih dianjurkan oleh IAEA (di ULA terbesar 290 gal) 5. Peristiwa di Merapi merupakan fenomena alam yang anomali indeks erupsinya mencapai 5 yang berarti alaguna semakin dangkal sehingga wedus gembel semakin jauh karena banyak lava yang ditumpahkan. 6. Belum perlu mengembangkan rekayasa pondasi karena masih < 400 gal.

Hadi Suntoko dkk., PPEN-BATAN

210

Prosiding Seminar Nasional ke-12 Teknologi dan Keselamatan PLTN Serta Fasilitas Nuklir Yogyakarta, 12 -13 September 2006

ISSN : 0854 - 2910

LAMPIRAN LOG PEMBORAN TEKNIK TANGAN

Lampiran BT-1 dan BT-2

Hadi Suntoko dkk., PPEN-BATAN

211

Prosiding Seminar Nasional ke-12 Teknologi dan Keselamatan PLTN Serta Fasilitas Nuklir Yogyakarta, 12 -13 September 2006

ISSN : 0854 - 2910

Lampiran BT-3 dan BT-4

Hadi Suntoko dkk., PPEN-BATAN

212

Prosiding Seminar Nasional ke-12 Teknologi dan Keselamatan PLTN Serta Fasilitas Nuklir Yogyakarta, 12 -13 September 2006

ISSN : 0854 - 2910

Lampiran BT-5 dan BT-6

Hadi Suntoko dkk., PPEN-BATAN

213

Prosiding Seminar Nasional ke-12 Teknologi dan Keselamatan PLTN Serta Fasilitas Nuklir Yogyakarta, 12 -13 September 2006

ISSN : 0854 - 2910

Lampiran BT-7 dan BT-8

Hadi Suntoko dkk., PPEN-BATAN

214

Anda mungkin juga menyukai