Anda di halaman 1dari 5

LTM P3 Modul Kulit dan Jaringan Penunjang 2011

Prinsip Pemilihan Obat Oral Untuk Terapi Dermatologis Oleh: Muhammad Aris Furqon 1006684781 Pada terapi dermatologis, dikenal tiga terapi farmakologis yaitu oral, topical, dan phototerapi. Setiap terapi memiliki kelebihan dan keuntungan masing-masing sehingga indikasinya berbeda-beda. Tulisan ini akan menggali lebih dalam mengenai terapi pemberian obat oral. Dalam dunia kedokteran,pemberian obat oral merupakan cara pemberian obat yang paling umum. Dalam pemberian obat secara oral, banyak kelebihan dan kerugian yang bisa didapat. Kelebihan dari pemberian secara oral adalah aman, mudah, dan ekonomis. Kekurangan pemberian obat secara oral adalah absorpsinya yang terbatas pada beberapa jenis obat, emesis karena iritasi saluran pencernaan, beberapa obat yang dapat hancur karena enzim pencernaan, penyerapannya yang dipengaruhi oleh adanya makanan atau obat lain di saluran pencernaan, dan dibutuhkannya kooperasi yang tinggi dari pasien.1 Obat untuk terapi dermatologi yang diberikan secara oral antara lain glukokortikoid,retinoid, antihistamin, antimikroba, dan obat androgenic alopecia. Antimikroba dapat dibagi menjadi antibakteri, anti-fungal, anti-virus, dan anti-parasit. Untuk obat anti-parasit yang dipakai dalam bidang dermatologis umumnya adalah topical sehingga tidak dibahas. Glukokortikoid adalah salah satu dari dua kortikosteroid, selain mineralokortikoid,yang memiliki efek pada pengaturan metabolisme karbohidrat. Pemakaian glukokortikoid pada terapi dermatologis lebih mengutamakan efek imunosupresif dan anti-inflamasi. Efek imunosupresi dan anti-inflamasi timbul melalui berbagai mekanisme seperti apoptosis limfosit, inhibisi kaskade asam arakhidonat, depresi pembentukan limfosit, dan mekanisme lain.3 Glukokortikoid sistemik diberikan untuk penyakit yang berat seperti dermatitis alergi kontak pada tanaman seperti poison dan penyakit yang membahayakan nyawa seperti vesiculobullous dermatoses seperti pemphigous vulgaris dan bullous pemphigoid.2 Glukokortikoid seperti hydrocortisone dapat diserap dengan baik jika diberikan secara oral. Untuk beberapa glukokortikoid yang hidrofilik maka pemberian biasanya diberikansecara intravena agar kadarnya dalam darah cepat mencapai kadar terapi. Setelah diserap dan masuk sistem sirkulasi, lebih dari 90% glukokortikoid akan diikat protein. Protein itu adalah CBG (Cortiocsterioid Binding Globulin) dan albumin.2,3 Glukokortikoid dimetabolisme di organ hati dan organ ekstra hepatic terutama ginjal. Terakhir sisa metabolit dibuang lewat urin.3 Pemakaian glukokortikoid oral dalam jangka panjang memiliki banyak efek sistemik. Kebanyakan efek-sampingya adalah ketergantungan dosis. Efek jangka panjang sangat beragam, termasuk efek psikiatris, katarak, myopathy, osteoporosis, avascular bone necrosis, intoleransi glukosa atau diabetes melitus, dan hipertensi. Jika pemakaian dihentikan secara mendadak akan menyebabkan penekanan produksi ACTH sehingga akan menyebabkan adrenal insufisiensi.3 Retinoid adalah semua sedian farmakologis yang memiliki efek sama dengan vitamin A atau bekerja pada tubuh seperti penglihatan, diferensiasi dan proliferasi sel dan pertumbuhan tulang, imunitas, dan supresi tumor. Pemakaian retonoid generasi pertama seperti retinol (vitamin A), tretionin, isotretionin, dan alitretionin sudah tidak disarankan untuk pengobatan acne dan abnormalitas Muhammad Aris Furqon, 1006684781 Page 1

LTM P3 Modul Kulit dan Jaringan Penunjang 2011


keratinisasi karena efek toksiknya. Pada generasi kedua efek toksik ini sudah berkurang dengan aromatisasi gugus siklik terakhir seperti acitretin dan methoxsalen. Generasi ketiga terlahir dengan penemuan reseptor retinoid yang lebih spesifik dan didisain untuk mengarah pada struktur spesifik dari reseptor ini untuk menimbulkan efek yang lebih spesifik. Anggota dari retinoid generasi ketiga adalah tazarotene, bexarotene, dan adapalene.2

Gambar 01. Retinoid sistemik.2

Retinoid bekerja dengan meregulasi ekspresi gen dengan dua keluarga reseptor yaitu RAR (Retinoid Activating Receptor) dan RXR (Retinoid X Receptor). Kedua reseptor ini memiliki tiga isoform (,, dan ) yang setiap jaringan memiliki kombinasi ekspresi yang berbeda-beda. Untuk epidermis manusia misalnya mengekspresikan RAR-, RAR-, RXR-, dan RXR-. Saat diaktifkan RAR dan RXR akan membentuk heterodimer RAR-RXR kemudian mengikat gen tertentu yang akan diekspresikan. Retinoid yang menargetkan RAR biasanya berefek pada proses proliferasi dandiferensiasi sedangkan RXR akan mengakibatkan apoptosis.2 Retinoid sistemik masih diperbolehkan untuk mengobati acne, psoriasis, dan limfoma sel-T kulit. Semua retinoid sistemik tidak dianjurkan untuk diberikan pada wanita hamil, wanita yang mengharap kehamilan, atau wanita menyusui karena efek teratogen yang dimilikinya. Kontraindikasi relative untuk retinoid adalah leucopenia, alkoholisme, hiperlipidemia, hiperkolesterolemia, hipotiroidisme, dan penyakit ginjal dan hati yang signifikan.2

Muhammad Aris Furqon, 1006684781

Page 2

LTM P3 Modul Kulit dan Jaringan Penunjang 2011


Histamin adalah salah satu mediator inflamasi yang poten untuk dilatasi pembuluh darah, konstriksi otot halus bronkus, dan menstimulasi nosiseptor. Histamine tersimpan pada sel mast, basofil, dan platelet. Ada empat reseptor histamine H1, H2, H3, dan H4, tetapi H3 tidak ditemukan pada kulit manusia.4 H1 dan H2 adalah reseptor yang berperan dalam terbentuknya erithema, sedangkan H1 berperan dalam pruritus. Pemberian H1 blocker tidak dapat sepenuhnya menghilangkan pruritus, tetapi dengan pemberian H1 blocker dan H2 blocker akan memberikan hasil yang lebih baik. Sebenarnya banyak agen kimia yang bisa berperan sebagai pruritogen pada serabut saraf C seperti neuropeptida, prostaglandin, serotonin, acetylcholine, dan bradykinin. Selain pruritogen, reseptorreseptor tertentu seperti vaniloid, opioid, dan cannabinoid yang terdapat pada sel saraf sensoris di kulit diduga djuga dapat memodulasi pruritus.2 Antihistamin, terutama antagonis reseptor H1, memiliki manfaat untuk mengurangi pruritus. Antihistamin reseptor H1 generasi pertama memiliki efek anticholinergik dan efek sedative. Antagonis reseptor H1 memiliki efek sedative termasuk hydroxizine, diphenydramine, promethazine, dan cyprohetadine. Doxepin, yang memiliki efek sedative dan anti-depresan selain antihistamin, adalah pilihan yang baik untuk menanggulangi pruritus yang parah. Pemberian doxepin secara topical tidak berbeda jauh dengan pemberian secara oral. Selain itu doxepin juga telah dilaporkan bisa menyebabkan dermatitis kontak.2

Gambar 02. Agen terapi pruritus.2 Pada generasi kedua, kerja anticholinergik telah berkurang dan efek sedative berkurang karena kemampuannya dalam menembus sawar darah otak telah jauh berkurang. Yang termasuk dalam golongan ini adalah cetrizine, levocetrizine dichloride, loratadine, desloratadine, dan fexofenadine Muhammad Aris Furqon, 1006684781 Page 3

LTM P3 Modul Kulit dan Jaringan Penunjang 2011


hydrochloride. Generasi kedua Antagonis reseptor H1 sama efektifnya dengan generasi pertama dan dimetabolisasi oleh CYP3A4 dan sedikit CYP2D6 dan tidak boleh diberikan bersamaan dengan obat yang menghambat kerja enzim ini.2 Meskipun reseptor H2 ditemukan di kulit, tetapi terapi dengan pemberian H2 blocker lebih diindikasikan untuk sakit lambung. H2 adalah reseptor yang banyak ditemukan di lambung dan berguna untuk merangsang pelepasan asam hidroklorida. Dengan memblok reseptor H2 maka pelepasan asam hidroklorida dapat ditekan.4 Reseptor H4 ditemukan pada sel-sel turunan sumsum tulang terutama yang berperan dalam sistem imun. Reseptor ini bila diaktifkan akan memberikan efek kemotaksis, perubahan bentuk sel, sekresi sitokin, dan menaikan molekul adesi. Beberapa percobaan pada hewan telah memperlihatkan bahwa reseptor H4 berperan dalam pruritus dan rasa sakit. Antagonis reseptor H4 yang pertama adalah JNJ7777120. Pemberian JNJ7777120 lewat rute oral dengan dosis besar memberikan efek anti-inflamasi. Akantetapi, sediaan ini belum memasuki tahap uji klinis sehingga belum dipakai untuk pengobatan.4 Anti-bakteri sering dipakai dalam terapi dermatologis untuk mengobati infeksi yang dalam. Contoh paling sering adalah acne vulgaris. Banyak riset yang menunjukkan bahwa ada hubungan antara berkurangnya acne vulgaris dengan pemakaian anti-bakteri. Anti-bakteri digunakan untuk membunuh P. acne yang mengubah sebum menjadi asam lemak radikal pada kelenjar sebum yang tersumbat yang kemudian merusak kelenjar sebase dan menimbulkan inflamasi.2 Anti-bakteri oral atau sistemik diberikan pada acne yang telah parah dan resisten terhadap antibakteri topikal. Agen yang biasa diberikan adalah tetracycline, minocycline, erythromycin, clindamycine, dan trimethroprim-sulfamethoxazole. Dosis biasanya diberikan dua kali sehari dan dikurangi sedikit demi sedikit setelah jerawat berkurang. Di antra agen anti-mikroba oral yang telah disebutkan sebelumnya, tetracycline adalah yang paling sering diberikan karena harganya yang murah, aman, dan efektif. Meskipun demikian efek tetracycline juga ditentukan oleh kerja agen antiinflamasi.2 Anti-bakteri oral juga dapat diberikan untuk penyakit kulit non-infeksi seperti acne rosacea, perioral dermatitis, hidradentitis suppurativa, autoimmune blistering diseases, sarcoidosis, dan pyoderma gangrenosum.2 Infeksi bakteri pada kulit yang dalam seperti folliculitis, erysipelas, cellulitis, dan necrotizing fasciitis. Penyebab utama dari infeksi kulit yang dalam adalah Streptococcus sp dan Staphylococcus sp oleh karena itu penicillin dan chepalosporin adalah agen anti-bakteri yang paling sering dipergunakan dalam pengobatannya. 2 Obat antifungal yang dapat diberikan secara oral adalah imidazoles, triazoles, dan allylamines. Pemberian antifungal melalu rute oral penting dalam pengobatan tinea capitis. Tinea capitis bisa diobati dengan griseofulvin, tetapi bisa digantikan dengan terbinafin.2 Virus yang umumnya menyerang manusia adalah Human Papiloma Virus (HPV) yang menyebabkan verrucae dan condyloma acuminatum, Herpes Simplex Virus (HSV) yang menyebabkan herpes simplex, poxvirus yang meyebabkan molluscum cantagiosum, dan varicella-zoster virus (VZV) yang Muhammad Aris Furqon, 1006684781 Page 4

LTM P3 Modul Kulit dan Jaringan Penunjang 2011


menyebabkan cacar air dan herpes zoster. Infeksi VZV dan HSV dapat diobati dengan acyclovir, famciclovir, dan valacyclovir.2

Gambar 03. Tabel antifungal.2 Obat lain yang bisa diberikan secara oral adalah obat untuk mengatasi mengobati androgenic alopecia. Androgenic alopecia adalah kondisi kebotakan pada pria mau pun wanita karena efek hormone androgen. Hormone androgen yang berperan besar dalam hal ini adalah dihidrotestosteron sebagai hormone androgen yang paling poten. Terdapat dua sediaan yaitu minoxidil dan finasteride, tetapi hanya finasteride yang diberikan secara oral. Finasteride adalah inhibitor 5-reduktase tipe II yang mengubah testosterone menjadi dihidrotestosteron.2 5-reduktase tipe II ditemukan dengan kadar tinggi pada folikel rambut pada daerah yang botak sehingga diasosiasikan dengan kebotakan ini. Pemberian finasteride (1mg/hari) pada laki-laki akan menunnjukan efek dalam periode dua tahun pemakaian. Finasteride hanya dianjurkan pada laki-laki dan kontra indikasi pada wanita hamil karena mengganggu pembentukan genital luar fetus laki-laki.2 Dengan demikian pemilihan obat oral untuk terapi dermatologis memiliki indikasi dan kontraindikasi sendiri-sendiri. Pemakaian obat oral juga memiliki kelebihan dan kekurangannya. Sudah jadi tugas dokter untuk memilih jenis pemberian yang digunakan. Referensi:
1

Buxton ILO,Benet LZ. Pharmacokinetics: the dynamics of drug absorption, distribution, metabolism, and elimination. In : Brunton LL, Chabner BA, Knollman BC. Goodman dan Gilmans the pharmacological basis of th therapeutics. 12 ed. New York: McGraw-Hill Companies, Inc; 2011.p. 17-40. 2 Burkhart C, Morrel D, Goldsmith L. Dermatological pharmacology. In: Brunton LL, Chabner BA, Knollman BC. th Goodman dan Gilmans the pharmacological basis of therapeutics. 12 ed. New York: McGraw-Hill Companies, Inc; 2011.p. 1803-1832. 3 Schimmer BP, Funder JW. ACTH, adrenal steroids, and pharmacology of adrenal cortex. In: Brunton LL, th Chabner BA, Knollman BC. Goodman dan Gilmans the pharmacological basis of therapeutics. 12 ed. New York: McGraw-Hill Companies, Inc; 2011.p. 1209-1236. 4 Skidgel RA, Kaplan AP, Erds EG. Histamine, bradykinin, and their antagonists. In: Brunton LL, Chabner BA, th Knollman BC. Goodman dan Gilmans the pharmacological basis of therapeutics. 12 ed. New York: McGrawHill Companies, Inc; 2011.p. 912-935.

Muhammad Aris Furqon, 1006684781

Page 5

Anda mungkin juga menyukai