Anda di halaman 1dari 3

uapus dapus

hLLp//baLavlasecold/node/229937
Industri kelapa, potensi besar yang
terabaikan
31 May 2010
O lsnls lndonesla
O lndusLrl
Program revitalisasi butuh dana US$1 miliar
OLEH YUSUF WALUYO JATI
Bisnis Indonesia
DI tengah melimpahnya bahan baku, industri pengolahan kelapa Indonesia justru nyaris tak
bergerak. Selama 100 tahun terakhir, Industri ini praktis hanya mengandalkan kopra. DI tengah
pesatnya teknologi pemrosesan, keadaan itu tentu sangat menyedihkan.
Selama seabad itu, industri ini praktis luput dari perhatian. Tak heran pula jika tingkat
produktivitas tanaman kelapa masih di bawah potensi produksinya, atau hanya berkisar 2 ton-2,5
ton per ha. Padahal, kelapa adalah aset bangsa dengan lahan terluas di dunia, yakni sekitar 3,8
juta ha.Jika diteliti lebih jauh, dari total luas lahan 3,8 juta hektare itu, sekitar 11,56 di
antaranya berupa tanaman kelapa yang sudah tua dan tidak produktiI lagi. Kondisi ini dapat
dipahami karena dari total luasan itu, sebanyak 97,83 berstatus perkebunan rakyat dengan
pemeliharaan seadanya.
Tidak berkembangnya produk turunan kelapa menyebabkan nilai tambah industri ini sangat
rendah, baik di tingkat petani maupun prosesor. Akibatnya, struktur industri perkelapaan saat ini
belum terpadu dan hampir seluruhnya bersiIat parsial. Nilai tambah yang tak seberapa membuat
pendapatan petani lagi-lagi kurang menggembirakan sehingga menjadi kurang bergairah dalam
pengelolaannya.Sekadar gambaran, dari total luas lahan kelapa 3,8 juta ha, Indonesia hanya
mampu menghasilkan 16 miliar butir buah kelapa dengan ekspor se-nilai US$944,2 juta.
Bandingkan dengan Filipina yang memiliki luas lahan total hanya 3,1 juta ha dan produksi 12
miliar butir, tetapi mampu mendulang devisa ekspor hingga US$1,49 miliar.
Artinya, ekspor kelapa Indonesia dan produk turunannya hanya 63,24 dari total ekspor kelapa
Filipina dan produk turunannya pada 2008. Padahal, Indonesia dan Filipina memiliki kesamaan
karakteristik pola pengembangan dan perkebunan yang sebagian besar dilakukan sendiri oleh
petani.Industri pengolahan kelapa di Filipina sudah mampu menghasilakan produk-produk
oleokimia berbasis kelapa (coconut) seperti Iatty alcohol, Iat-ty add, methyl ester, alkanola-mide
sedangkan struktur industri pengolahan kelapa di Indonesia masih banyak yang berlubang loop
hole).
Jika dilihat dari rentang seabad perkembangan industri kelapa yang tak menggembirakan ini, tak
heran jika masyarakat di Negeri Nyiur Melambai ini memandang sebelah mata industri
ini.Investor kakap pun masih enggan menanamkan modal banyak-banyak di sektor tersebut.
Mereka lebih menyukai membuka lahan untuk perputaran roda bisnis kelapa sawit yang
harganya sangat tinggi.
Skenario baru
Wakil Menteri Perindustrian Alex S.W. Retraubun mengatakan Indonesia membutuhkan strategi
dan skenario baru dalam mendorong industri peng-olahan kelapa tumbuh berdaya saing
tinggi."Ini mensyaratkan cara pandang baru yang lebih visioner dalam segala aspek. Untuk itu,
kita perlu mengawalinya dengan mengubah paradigma berpikir lama dengan cara pandang yang
lebih baru," papar Alex.
Menurut proIesor jebolan Newcastle University, Inggris, ini kelapa tidak boleh dilihat semata-
mata sebagai bahan baku minyak, tetapi juga sebagai bagian tidak terpisahkan dari industri
makanan nonminyak, industri kosmetik, dan aneka industri lain yang memiliki keterkaitan
dengan produk primer yang memanIaatkan semua komponen buah kelapa.Dukungan teknologi
pengolahan makanan sudah demikian maju sehingga nilai tambah kelapa sebagai bahan baku
industri makanan nonminyak sa-ngat tinggi. Buah kelapa bahkan telah mampu mensubstitusi
seluruh produk yang dihasilkan kelapa sawit (palm kernel).
Namun, tidak demikian halnya dengan kelapa sawit. Buah sawit tak bisa dijadikan susu kelapa,
desiccated coconut, oriental Iood, spry dried powder, dan minyak rambut. Dengan melihat data
perbandingan kandungan minyak kelapa dan kelapa sawit, semua industri turunan berbasis
kelapa ternyata juga dapat menghasilkan produk turunan kelapa sawit seperti oleokimia,
biodiesel, dan Iatty alcohol.
Jika industri pengolahan kelapa hanya menghasilkan minyak kelapa |crude oil), nilai tambahnya
hanya US$1,194 per ton. Padahal, jika mampu diolah menjadi susu kelapa,nilai tambahnya
meningkat jadi US$1,210 per ton.Jika industri pengolahan mampu menghasilkan coconut cream,
nilai tambahnya bahkan bisa mencapai US$1,830 per ton. Kalau industri makanan mampu
menghasilkan iso-tonik dari air kelapa, nilai tambahnya akan meningkat jadi US$2,071 per
ton."Saya akan berjuang habis-habisan agar industri kelapa bisa berkembang," katanya.
Program prioritas
Mengingat demikian strategisnya industri ini, lanjut Alex, Kemenperin telah memasukkan
industri kelapa sebagai salah satu program prioritas dalam rangka reindustrialisasi di cabang
industri makanan minuman dan tembakau pada 2010-2014.
Sebagai tahap awal reindustrialisasi kelapa, lanjutnya, industri minyak kelapa diharapkan secara
bertahap dapat mengonversi maupun berekspansi di industri nonminyak seperti susu kelapa
(coconut milk) sebagai alternatiI pengganti susu sapi.Adapun potensi ekspor produk tersebut
masih sangat besar. Menurut Alex, jenis susu santan ini paling populer di negara-negara tropis
dan Asia sebagai bahan dasar untuk membuat masakan dan minuman sehari-hari.
Industri pengolahan susu kelapa hanyalah salah satu industri yang prioritas dikembangkan. Agar
bisa berkembang, industri pengolahan kelapa di dalam negeri membutuhkan diversiIikasi produk
kelapa hingga 200 macam dibandingkan dengan kondisi saat ini yang baru sekitar 30
macam."Produk hilir kelapa di Filipina sudah mencapai 100 macam sedangkan kita masih sekitar
30 macam. Ekspor kita otomatis masih kalah jauh. Mengingat besarnya potensipasar yang belum
tergarap, kami harap investor kelapa sawit ada yang tergerak menanamkan modalnya di industri
ini untuk memperkuat struktur industrinya," paparnya.
Forum Kelapa Indonesia (Fokpi) memperkirakan industri kelapa membutuhkan suntikan modal
baru sekitar US$400 juta-US$l miliar dalam 5 tahun ke depan untuk mendongkrak pertumbuhan
dan daya saing industri kelapa melalui diversiIikasi produk guna meningkatkan ekspor.Ketua
Dewan Pertimbangan Fokpi Bambang W. Koesoema menerangkan agar investasi itu terealisasi,
Indonesia membutuhkan perluasan lahan kelapa hingga 10.000 hektare. Investasi lahan ini,
jelasnya, membutuhkan investasi US$110 juta.
Dalam RAPBN 2011, lanjut Alex, Kemenperin akan mengusulkan anggaran Rp300 miliar untuk
merevitalisasi industri kelapa nasional. Dana tersebut untuk menyediakan bantuan peralatan dan
teknologi, sosialisasi dan edukasi ke petani.Industri kelapa semestinya bisa berperan sejajar
dengan industri kelapa sawit dalam memperkuat keunggulan komparatiI industri manuIaktur
nasional, bukannya malah terabaikan. Karena itu, dibutuhkan konsep dan terobosan baru.
(yusuI.waluyobtsnls.co.td)
Ir. Sukamto I.T.N. upaya meningkatkan produksi kelapa. Pt penebar swadaya. Jakarta. 2001.
!eremajaan Kelapa Tebang Bertahap ,
http://balitka.litbang.deptan.go.id/index.php?optioncom_content&viewarticle&id124
3Aperemajaan-kelapa-tebang-bertahap&catid453Apaket-teknologi-
budidaya&Itemid79&langen

Anda mungkin juga menyukai