Anda di halaman 1dari 77

LAPORAN

PENELITIAN TENTANG KETERKAITAN PENDIDIKAN DAN PENYEDIAAN LAPANGAN KERJA DI JAWA TENGAH

BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PROVINSI JAWA TENGAH 2008

ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk menyediakan informasi tentang: (1) Penyelenggaraan pendidikan di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Rekayasa PELMO; (2) Implementasi kebijakan link and match yang telah dilaksanakan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Rekayasa pada bidang studi PELMO; (3) Jumlah dan kemampuan lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Rekayasa pada bidang studi PELMO; (4) Kondisi kebutuhan dan penyerapan tenaga kerja di industri yang berhubungan dengan lulusan SMK Rekayasa pada bidang studi PELMO; serta (5) Pelaksanaan sertifikasi yang dilakukan SMK, industri dan Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP). Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) Prakerin yang dilaksanakan oleh SMK di Jawa Tengah rata-rata menggunakan sistem blok. Hanya saja sistem yang digunakan tidak sepenuhnya model blok atau dapat dikatakan sebagai sistem blok modifikasi. (2) Jumlah lulusan SMK Negeri dan swasta di Jawa Tengah antara 95% sampai dengan 100%, dari rentang kelulusan tersebut yang terserap ke lapangan kerja yang cocok dengan program keahliannya adalah 30% sampai dengan 50%,; masa tunggu mendapatkan pekerjaan pertama rata-rata adalah 1-6 bulan; sisanya melanjutkan ke Perguruan Tinggi, serta sebagian tidak diketahui kegiatannya; (3) Lulusan SMK PELMO yang dibutuhkan oleh industri adalah operator mesin perkakas manual, operator mesin CNC, las listrik, las argon, pengecoran logam serta telematika atau ICT, di samping itu di butuhkan soft skill berupa ketekunan, komitmen, disiplin, serta kemampuan bekerjasama (team work); (4) Sertifikat keahlian siswa SMK Negeri dan swasta di Jawa Tengah diperoleh melalui tiga cara, yaitu Prakerin/PSG, Proyek Tugas Akhir (PTA), serta uji kompetensi yang diselenggarakan oleh Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP). Sertifikat yang diperoleh dari pelaksanaan Prakerin/PSG dan sertifikat yang diperoleh dari PTA digunakan sebagai pelengkap Ujian Nasional. Sementara itu sertifikat yang diperoleh dari LSP merupakan bekal tambahan siswa dalam rangka melamar pekerjaan. Rekomendasi yang dapat diberikan : (1) Penyelarasan kurikulum (2) Tugas Akhir (TA) disusun di tempat prakerin dengan mengamati salah satu permasalahan di industri dan diuji dengan melibatkan pihak industri (3) Komunikasi antara BKK, Disnakertrans dan Dinas Pendidikan perlu ditingkatkan kembali. Rekomendasi untuk sekolah : (1) bahwa penyelenggaraan pembelajaran teori kejuruan dan praktik kejuruan dilaksnakan secara fleksibel, tidak perlu mengikuti kelaziman, untuk mengoptimalkan pemanfaatan bengkel (2) Model magang untuk SMK Negeri dapat menggunakan block release modifikasi (3) Meningkatkan kemitraan dengan berbagai pihak, terutama dengan industri dan asosiasi yang kompeten; (4) Memberdayakan semua komponen sekolah kearah pencapaian visi dan misi sekolah. Rekomendasi untuk pemerintah (1) Memberikan fasilitasi aksesibilitas kemitraan antara sekolah dan industri (2) Memberikan fasilitasi guru untuk melakukan in service training dalam bidang keterampilan produktif. Kata kunci : Sekolah Menengah Kejuruan (SMK); PELMO; Penyerapan Tenaga Kerja

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penyelenggaraan pendidikan kejuruan, termasuk Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) saat ini memasuki fase penting, yaitu fase lulusan pendidikan kejuruan akan dipertaruhkan kesiapannya dalam percaturan tenaga kerja di wilayah regional Asia, baik dalam konteks Asean Free Trade Association (AFTA) maupun Asean Free Labor Association (AFLA). Untuk ini upaya yang harus dilakukan adalah melakukan penataan dan pembenahan semaksimal mungkin dalam sektor pendidikan kejuruan, baik penataan dalam pola rekrutmen, pengembangan program pendidikan dan pelatihan atau kurikulum, inovasi proses pendidikan dan pelatihan, pengembangan evaluasi serta sertifikasi (Suryadi,1999 ) Isu penting yang harus selalu dikedepankan dalam konteks ini adalah seberapa besar penyelenggaraan pendidikan kejuruan (SMK) sejalan dan relevan dengan kebutuhan masyarakat, terutama kebutuhan tenaga kerja, dunia usaha maupun industri. Dalam bahasa yang populer, seberapa besar dan kuat link and match antara keduanya. Jika pertanyaan mendasar ini terjawab, maka pada dasarnya bentuk pendidikan kejuruan apapun akan sangat matching dan mendukung kebutuhan dunia usaha atau industri, khususnya dalam penyediaan lulusan yang terampil. Fakta di lapangan saat ini mengindikasikan bahwa penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan kejuruan berjalan dengan programnya sendiri, di sisi lain dunia kerja/industri dan asosiasi profesi sering mengeluh bahwa kualitas tenaga (lulusan) belum memenuhi tuntutan keahlian (kompetensi) yang diharapkan. Gejala mismatch antara lembaga pendidikan dan pelatihan kejuruan dengan dunia usaha/industri, pada akhirnya melahirkan lulusan underqualified. Keadaan seperti ini sudah cukup lama terjadi, bahkan sampai saat ini (Samsudi, 2004). Gejala mismatch antara program keahlian SMK di Jawa Tengah dengan dunia usaha/industri saat ini masih juga dirasakan, termasuk program keahlian Perkayuan, Elektronika dan Listrik, Mesin, serta Otomotif (Samsudi, 2004).,

Program keahlian PELMO SMK di Jawa Tengah merupakan unggulan, hal ini dibuktikan dengan ditetapkannya program keahlian ini sebagai Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) oleh Depdiknas. Gejala di atas memperlihatkan adanya paradoks antara penetapan program keahlian unggulan dengan fakta adanya mismatch, sehingga muncul pertanyaan bagaimanakah sesungguhnya kualitas penyelenggaraan pendidikan program keahlian PELMO SMK di Jawa Tengah?. Data program keahlian yang menjadi unggulan SMK di Jawa Tengah seperti tersaji dalam Tabel I.1 di bawah ini. Tabel I.1 Data program keahlian unggulan SMK RSBI Tahun 2007
No 1. 2. 3. 4. 5. Propinsi Jawa Tengah Jawa Tengah Jawa Tengah Jawa Tengah Jawa Tengah Kab. / Kota Kota Salatiga Kabupaten Tegal Kota Surakarta Kabupaten Kudus Kabupaten Sukoharjo SMK SMKN 2 Salatiga SMKN 1 Adiwerna Tegal SMKN 5 Surakarta SMK Muh. Kudus SMK Muh. I Sukoharjo Program Unggulan a. Mekanik Otomotif b. Elektronika Industri c. Perkayuan Mekanik otomotif Mesin Perkakas a. Otomotif b. TKJ Otomotif

Sumber: Depdiknas 2007

Keterkaitan antara pendidikan dengan kebutuhan dan ketersediaan lapangan kerja di industri merupakan kombinasi pengaruh antara variabel-variabel pengatur, peserta pendidikan, penyelenggara pendidikan serta dunia kerja. Keterkaitan antar variabel-variabel itu bersifat timbal balik, dan masing-masing berpengaruh terhadap variabel yang lain. Ketimpangan partisipasi atau keterlibatan secara aktif di salah satu variabel, misalnya variabel penyelenggara pendidikan dapat menyebabkan sistem tidak bekerja optimal yang akan mengakibatkan hubungan antara pendidikan dan dunia kerja tidak harmonis, artinya secara fisik akan terjadi pengangguran secara berkelanjutan. Hubungan timbal balik diantara keempat variabel-variabel itu disajikan dalam Gambar 1 di bawah ini.

Gambar 1. Hubungan timbal balik antar empat variabel relevansi pendidikan kejuruan (SMK) dan dunia kerja

Sumber : Balitbang Provinsi Jawa Timur, 2006

Merujuk uraian di atas, maka penelitian tentang Keterkaitan pendidikan dan Penyediaan lapangan Kerja di Jawa Tengah penting untuk dilaksanakan. B. Masalah Penelitian Berdasarkan uraian latar belakang di atas dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut: 1. Bagaimanakah penyelenggaraan pendidikan di Sekolah Menegah Kejuruan (SMK) Rekayasa pada bidang studi Perkayuan, Elektronika, Listrik, Mesin dan Otomotif (PELMO) dilakukan untuk mempersiapkan lulusan yang terampil? 2. Bagaimanakah implementasi kebijakan link and match yang telah dilakukan oleh Dinas Pendidikan terhadap Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Rekayasa pada bidang studi Perkayuan, Elektronika, Listrik, Mesin dan otomotif (PELMO)? 3. Bagaimanakah jumlah lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Rekayasa pada bidang studi Perkayuan, Elektronika, Listrik, Mesin dan otomotif (PELMO)? 4. Bagaimanakah kemampuan lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Rekayasa pada bidang studi Perkayuan, Elektronika, Listrik, Mesin dan otomotif (PELMO)?

5. 6.

Bagaimanakah sertifikasi yang dilakukan sehingga diperoleh tenaga terlatih yang standar? Bagaimanakah kondisi kebutuhan tenaga kerja di industri yang berhubungan dengan lulusan SMK Rekayasa pada bidang studi Perkayuan, Elektronika, Listrik, Mesin dan otomotif (PELMO)?

7.

Bagaimanakah kondisi penyerapan tenaga kerja di industri yang berhubungan dengan lulusan SMK Rekayasa pada bidang studi Perkayuan, Elektronika, Listrik, Mesin dan otomotif (PELMO)?

C. Tujuan Berdasarkan masalah penelitian di atas, maka tujuan penelitian adalah menyediakan informasi tentang: 1. Penyelenggaraan pendidikan di Sekolah Menegah Kejuruan (SMK) Rekayasa pada bidang studi Perkayuan, Elektronika, Listrik, Mesin dan Otomotif (PELMO); 2. Implementasi kebijakan link and match yang telah dilaksanakan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Rekayasa pada bidang studi Perkayuan, Elektronika, Listrik, Mesin dan otomotif (PELMO); 3. 4. 5. 6. Jumlah lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Rekayasa pada bidang studi Perkayuan, Elektronika, Listrik, Mesin dan otomotif (PELMO); Kemampuan lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Rekayasa pada bidang studi Perkayuan, Elektronika, Listrik, Mesin dan otomotif (PELMO); Pelaksanaan sertifikasi yang dilakukan SMK, industri dan Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP); Kondisi kebutuhan tenaga kerja di industri yang berhubungan dengan lulusan SMK Rekayasa pada bidang studi Perkayuan, Elektronika, Listrik, Mesin dan Otomotif (PELMO); 7. Kondisi penyerapan tenaga kerja di industri yang berhubungan dengan lulusan SMK Rekayasa pada bidang studi Perkayuan, Elektronika, Listrik, Mesin dan Otomotif (PELMO)?

D. Manfaat Manfaat hasil penelitian adalah sebagai masukan untuk Dinas Pendidikan Propinsi Jawa Tengah mengenai kondisi (1) penyelenggaraan pendidikan di SMK Rekayasa pada bidang studi PELMO; (2) implementasi kebijakan link and match yang telah dilaksanakan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Rekayasa pada bidang studi PELMO; (3) Jumlah dan kemampuan lulusan SMK Rekayasa pada bidang studi PELMO; (4) pelaksanaan sertifikasi yang dilakukan SMK, industri dan Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP); (5) Kondisi kebutuhan dan penyerapan tenaga kerja di industri yang berhubungan dengan lulusan SMK Rekayasa pada bidang studi PELMO; dengan demikian dapat segera mengambil kebijakan operasional dalam rangka mengurangi kelima persoalan tersebut. E. Hasil yang Diharapkan Adanya data dan kajian hasil penelitian yang dapat digunakan sebagai rekomendasi mengenai upaya menjembatani antara dunia pendidikan (SMK) dengan lapangan kerja di industri, terutama pada bidang Perkayuan, Elektronika, Listrik, Mesin dan Otomotif (PELMO) termasuk kesesuaian kompetensi kebutuhan oleh industri, peluang kerja dan pengajaran di sekolah dan industri. F. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian meliputi sepuluh wilayah yang memiliki SMK yang telah mampu menerapkan program Link and Match diantaranya : 1. Kota Magelang 2. Kota Surakarta 3. Kota Salatiga 4. Kabupaten Klaten 5. Kabupaten Kudus 6. Kabupaten Pati 7. Kabupaten Tegal 8. Kabupaten Banyumas 9. Kabupaten Cilacap 10. Kabupaten Kendal

G. Definisi Operasional Pendidikan dalam penelitian ini adalah Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) khususnya untuk kategori atau kelompok teknologi, yang berada di Jawa Tengah. Dalam Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 pasal 15 diuraikan bahwa SMK sebagai bentuk satuan pendidikan menengah yang mempersiapkan peserta didik terutama untuk bekerja dalam bidang tertentu. Dalam PP 29/1990, pendidikan kejuruan dijelaskan pada tiga tempat. Pasal 1 Ayat 3 menyatakan "pendidikan menengah kejuruan adalah pendidikan pada jenjang pendidikan menengah yang mengutamakan pengembangan kemampuan siswa untuk melaksanakan jenis pekerjaan tertentu". Sementara itu, pada Pasal 3 Ayat 2 disebutkan bahwa pendidikan menengah kejuruan mengutamakan penyiapan siswa untuk memasuki lapangan kerja serta mengembangkan sikap profesional. Kemudian, pada Pasal 7 diatur syarat-syarat pendirian sekolah menengah kejuruan. Di samping itu definisi SMK merujuk kepada Keputusan Mendikbud No. 323/U/1997. Keputusan ini isinya lebih lengkap dibanding PP 29/90 yang meliputi komponen-komponen dalam penyelenggaraan pendidikan sistem ganda, yang terdiri dari ketentuan umum, tujuan, penyelenggaraan, program, kerjasama, peserta, instruktur, Majelis Pertimbangan Kejuruan, penilaian dan sertifikasi, pengelolaan, pengawasan, insentif, serta pengembangan dan peningkatan mutu. Lapangan kerja yang dimaksud dalam penelitian ini adalah industri atau perusahaan yang berpasangan dengan SMK PELMO di Jawa Tengah maupun di luar Jawa Tengah sekaligus merekrut lulusannya. Hal ini dikarenakan tidak semua lulusan SMK PELMO di Jawa Tengah dapat diserap oleh industri di provinsi ini, sehingga lapangan kerja mencakup industri di tingkat nasional yang berada di Jakarta, misalnya PT. KOMATSU, PT. Hanken, PT. United Tracktor, serta PT. Karya Hidup Sentoso yang berada di Yogyakarta.

H. Kerangka Pikir Kerangka pikir dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut : Gambar 2. Kerangka Pikir Penelitian
Guru dan Tenaga Kependidikan

Diklat Industri

Siswa SMK

Proses Pembelajaran

Kualitas Lulusan

Disnaker

Sarana dan prasarana

- Industri - Wirausaha

Dinas Pendidikan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Fase Penting Pendidikan Kejuruan Pada awal millenium ketiga ini dunia pendidikan Indonesia khususnya pendidkan kejuruan, dihadapkan pada tiga tantangan utama, yaitu tantangan global, internal, dan praksis pendidikan kejuruan itu sendiri. Dengan berlakunya pasar bebas pada tingkat regional Asia melalui AFTA yang dimulai pada tahun 2003 dan tingkat dunia pada tahun 2020, berimplikasi pada terjadinya interaksi antar negara dalam investasi, bisnis barang dan jasa, sehingga memperketat dan mempertajam persaingan (Suryadi, 1999). Di samping itu pendidikan kejuruan di Indonesia juga berhadapan dengan tantangan internal seperti terjadinya pergeseran struktur ekonomi sebagai akibat dari krisis ekonomi yang berkepanjangan. Kalau pada dekade 1970 hingga menjelang akhir tahun 1990-an struktur ekonomi bergeser dari sektor pertanian menuju pada sektor industri manufakturing dan jasa, kini tengah mengalami distorsi dan mulai ada kecenderungan untuk dikembangkan kearah resourse based, dan itu akan mengalami set back (Sidi, 2002). Sementara itu dari praksis pendidikan kejuruan yang berkembang selama ini belum mampu memenuhi harapan masyarakat dan para pengguna lulusan. Hal ini dapat dibaca dari setidaknya tiga hal, yaitu; (1) tamatan SMK masih sering dikritik kurang mampu mengikuti perubahan, karena kurang memperoleh bekal keterampilan dasar untuk belajar basic learning tools (Indra Djati Sidi,2002); (2) system pendidikan di sekolah kejuruan sering kurang sesuai dengan tuntutan dunia usaha/industri, masih ada mismatch antara keluaran sistem pendidikan dan kebutuhan dunia kerja (Sukamto, 1998), dan (3) masih banyak kebiasaan salah yang dilakukan oleh guru SMK yang tidak disadari, misalnya; tidak mengajarkan pelajaran praktek dasar sesuai dengan prinsip dasar yang benar, membiarkan siswa menghasilkan karya asal jadi, bekerja tanpa bimbingan dan pengawasan, serta tanpa memperhatikan keselamatan kerja (Sidi,2002). Sementara itu dipertajam pendapat dalam banyak hal misalnya, aspek pendidikan seperti pengelolaan dan pelayanan pendidikan. Menurut Tilaar yang

dikutip oleh Suryadi (1991) proses menuju masyarakat industri modern bergerak dalam suatu jalinan beberapa poros transformasi seperti globalisasi, perubahan struktur ekonomi, pemantapan kehidupan politik dan ideologi bangsa, kebudayaan nasional, termasuk pendidikan nasional. Pendidikan nasional dalam hal ini berfungsi untuk mempersiapkan manusia dan masyarakat Indonesia untuk kehidupan masa kini dan masa mendatang, dimana hal tersebut merupakan suatu proses yang kontinum. Lebih lanjut, Tilaar yang dikutip oleh Suryadi (1991) menyatakan bahwa pendidikan nasional kini mengalami beberapa krisis yang bersumber pada (1) kualitas pendidikan yang masih rendah, (2) pendidikan yang belum relevan dengan kebutuhan pembangunan akan tenaga terampil, (3) pendidikan yang masih bersifat elitisme serta (4) manajemen pendidikan yang belum ditata secara efisien. Berdasar sumber krisis tersebut, ada beberapa indikator yang dapat dipergunakan sebagai rambu-rambu untuk mengukur kualitas pendidikan dan pelatihan, misalnya mutu pengajar yang masih rendah serta alat bantu mengajar (buku teks, peralatan laboratorium dan bengkel kerja yang belum memadai). Dalam hal relevansi diklat atau efisiensi eksternal suatu sistem diklat dapat diukur dengan sampai sejauh mana sistem diklat dapat memasok kebutuhan tenaga-tenaga terampil dalam jumlah yang memadai yang diperlukan oleh berbagai sektor-sektor pembangunan? Khusus dalam hal masalah tidak relevansinya diklat kejuruan, bukan saja disebabkan oleh adanya kesenjangan antara supply dan demand semata, namun bisa jadi disebabkan oleh isi kurikulum kurang mengacu pada kompetensi keterampilan serta kurang sesuai dengan tuntutan dunia kerja, perkembangan Iptek dan perkembangan ekonomi. Secara umum keberhasilan dalam melaksanakan program latihan kejuruan tidak hanya tergantung pada kurikulum, namun faktor lain yang terkait seperti kualitas dan jumlah tenaga pengajar/instruktur, sarana dan prasarana praktek yang memadai serta efektivitas penggunaan jam mengajar di kelas/laboratorium/bengkel yang dapat mempengaruhi.

10

B. Arah Pengembangan Pendidikan Kejuruan dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Pendidikan kejuruan memiliki karakteristik yang berbeda dengan pendidikan umum, baik ditinjau dari kriteria pendidikan, substansi pelajaran, maupun lulusannya. Kriteria yang melekat pada sistem pendidikan kejuruan menurut Finch dan Crunkilton (1984: 12-13) antara lain (1) orientasi pendidikan dan pelatihan; (2) justifikasi untuk eksistensi dan legitimasi; (3) fokus pada isi kurikulum; (4) kriteria keberhasilan pembelajaran; (5) kepekaan terhadap perkembangan masyarakat; dan 6) hubungan kerjasama dengan masyarakat. Nolker (1983), menyatakan bahwa dalam memilih substansi pelajaran, pendidikan kejuruan harus selalu mengikuti perkembangan IPTEK, kebutuhan masyarakat, kebutuhan individu, dan lapangan kerja. Karakteristik di atas menegaskan bahwa pendidikan kejuruan harus dirancang dan dikelola sesuai dengan visi dan orientasi yang jelas, terutama berkaitan dengan kebutuhan individu, masyarakat dan perkembangan IPTEK. Arah baru pengembangan pendidikan kejuruan merujuk kepada rumusan Kompetensi Menjelang 2020 seperti yang tergambarkan oleh Tabel II.1 di bawah ini. Tabel II.1 Kompetensi menjelang 2020 No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Keterampilan menjelang 2020 Masa lalu Masa Depan Supply driven Demand driven Berbasis sekolah Berbasis kompetensi Alur dan proses kaku Alur lentur dan prinsip multy entry dan multy exit Tidak mengakui keterampilan Mengakui kemampuan sebelumnya sebelumnya Orientasi program studi Diklat mengacu kepada profesi dan keterampilan kejuruan Pendidikan dan pelatihan Diklat berfokus pada sektor formal berfokus pada sektor formal dan informal Pemisahan antara pendidikan dan Mengintegerasikan pendidikan dan pelatihan pelatihan Sistem pengelolaan terpusat Pengelolaan terdesentralisasi

Sumber: Depdiknas 1999, Keterampilan Menjelang 2020

Untuk menghadapi persaingan keahlian tenaga kerja pada era persaingan bebas, pendidikan kejuruan melalui SMK dituntut meningkatkan kualitas pendidikan serta mengembangkan konsep pembelajaran yang memberikan hasil signifikan terhadap

11

peningkatan keahlian atau kompetensi. SMK, sebagai salah satu satuan pelaksana pendidikan, perlu melakukan pembenahan dalam proses pembelajaran atau diklat. Salah satu aspek pokok yang perlu dilakukan pembenahan secara dinamik adalah kurikulum dan pembelajaran. Beberapa pembenahan sampai saat ini memang telah dilakukan, namun baru dapat dijangkau oleh sebagian kecil sekolah. Hal ini akibat kendala struktural dan kultural, sebagian besar SMK belum dapat mengimplementasikan perbaikan dalam kurikulum maupun pembelajaran. C. Kurikulum SMK dan Diklat berbasis Kompetensi Kompetensi, secara substansial mengandung beberapa ciri dan cakupan yang bersifat spesifik. Seperti dijelaskan Syaodih (1997:6), bahwa kompetensi setidaknya ditunjukkan oleh tiga ciri sebagai berikut: (1) menunjukkan kebiasaan, kemampuan nyata, tindakan aktivitas dan performansi dalam bidang atau keahlian tertentu; (2) dinyatakan dalam tujuan pembelajaran (TPU) yang harus dikuasai atau ditampilkan peserta didik setelah selesai proses pembelajaran; (3) dirumuskan dalam kalimat yang terdiri atas kata kerja/verb dan obyek seperti, melakukan pemetaan wilayah, menganalisis masalah lingkungan, serta menyusun rencana kerja. Lingkup dan cakupan kompetensi (profesional) dijelaskan oleh Burke (1995:13) sebagai berikut: (1) kompetensi didasarkan pada analisis peran profesional dan formulasi teoritis tanggungjawab profesional; (2) kompetensi menjelaskan hasil belajar yang ditunjukkan oleh kinerja (performansi) yang ditunjukkan secara profesional; (3) aspek kompetensi menjelaskan kriteria penilaian; (4) kompetensi diciptakan sebagai prediktor tentatif tentang keefektifan profesional dan mengarah kepada prosedur validasi. Pendidikan dan pelatihan berbasis kompetensi secara substansial berimplikasi terhadap pengembangan kurikulum dan pembelajaran. Implikasi ini secara tegas menyebut bahwa perlu dikembangkan kurikulum yang mendukung proses pendidikan dan pelatihan serta memberikan kontribusi terhadap hasil pembelajaran siswa. Pengembangan kurikulum dan pembelajaran dalam rangka competency based education and training (CBET), setidaknya akan menyentuh prinsip relevansi dan fleksibilitas. Prinsip relevansi menjadi demikian penting dalam kurikulum pendidikan kejuruan berbasis kompetensi, karena menyangkut kesesuaian isi

12

kurikulum dengan kebutuhan dunia usaha atau industri, serta kesesuaian mutu lulusan dengan standar pengguna. Prinsip ini sejalan dengan arah pembaharuan pendidikan kejuruan yang bersifat demand driven dan market driven. Fleksibilitas atau kelenturan kurikulum pendidikan kejuruan sangat perlu diwujudkan, terutama dalam kaitan melayani keragaman kebutuhan pengguna (dunia usaha/industri), serta kelenturan dalam melayani perbedaan kemampuan dan pengalaman peserta didik. Prinsip fleksibilitas akan memberikan arahan untuk melahirkan beberapa program pembelajaran yang sesuai, misalnya pola multyentry-multyexit, program eklektif, serta pembelajaran bervariasi. Kaitannya dengan penyelenggaraan pendidikan kejuruan, kompetensi lebih spesifik mengarah kepada ukuran-ukuran kinerja dan performansi lulusan dalam menghadapi tugas profesionalnya. National training board Australia (1995) mendeskripsikan bahwa Competency based Educational and Training (CBET) adalah pendidikan dan pelatihan yang menitikberatkan pada penguasaan suatu pengetahuan dan keterampilan khusus serta penerapannya di lapangan kerja. Pengetahuan dan keterampilan ini harus dapat didemonstrasikan dengan standar industri yang ada, bukan standar relatif yang ditentukan oleh keberhasilan seseorang di dalam suatu kelompok. Pengukuran keberhasilannya menggunakan criterion referenced bukan norm referenced. D. Kompetensi Produktif dalam Pengembangan Kurikulum SMK Penerapan prinsip pendidikan dan pelatihan berbasis kompetensi, memiliki konsekuensi adanya pengembangan kurikulum SMK dengan menggunakan beberapa pendekatan. Dua diantaranya yang pokok adalah pendekatan kompetensi dan pendekatan produktif. Dalam pelaksanaannya, kedua pendekatan ini pada dasarnya terintegerasi menjadi satu dalam bentuk paket keahlian produktif, terutama diberikan pada kelas 3 SMK. Bentuk pembelajaran dalam pendekatan ini adalah pelatihan keahlian yang mengarah pada pencapaian kompetensi lulusan, dengan memberikan pengalaman produksi (pada lini produksi) bagi siswa, baik dalam praktik kerja industri, maupun pengembangan unit produksi sekolah. Integrasi pendekatan di atas, memerlukan kemampuan dan sikap proaktif sekolah (SMK) terutama dalam

13

menggalang kerjasama dengan stakeholders untuk bersama-sama menyelaraskan kurikulum yang akan diimplementasikan di sekolah. Kompetensi produktif dengan demikian adalah pendekatan pendidikan dan pelatihan yang merujuk kepada kriteria keahlian dunia usaha/industri yang pencapaiannya melalui pelatihan pada proses produksi atau menggunakan proses produksi sebagai wahana pembelajaran, Pelatihan ini dapat berlangsung di industri, melalui keterlibatan langsung siswa dalam proses produksi, atau di sekolah melalui keterlibatan siswa dalam proses produksi di unit produksi. Untuk mencapai sasaran pendekatan di atas, diperlukan rancangan program (kurikulum) yang sinkron dan relevan, sebagai panduan dan pedoman pembelajaran. Upaya-upaya sinkronisasi kurikulum memerlukan model yang teruji, baik secara konsepsional maupun operasional, sehingga dapat menjadi acuan bagi sebagian besar SMK, yang ternyata sampai dengan saat ini belum memiliki pola yang efektif dan efisien. Salah satu kelemahan pelaksanaan pendidikan menengah kejuruan sampai saat ini masih berkisar pada relevansi dan fleksibilitas isi program kurikulum. Studi Samsudi (1999) menemukan bahwa sering program atau kurikulum pendidikan dan pelatihan masih disusun sepihak oleh penyelenggara, belum melibatkan dunia usaha atau industri. Penelitian Sudana (1998) menyimpulkan bahwa (1) dalam hal implementasi kurikulum, SMK masih bersifat sentralistik, artinya masih bertumpu pada kurikulum nasional, belum banyak terjadi pengembangan kurikulum di lapangan yang melibatkan DU/DI; (2) SMK masih memiliki penafsiran yang bervariasi tentang pola sinkronisasi kurikulum pembelajaran; (3) SMK belum memiliki pola yang efektif dan efisien dalam pengembangan kurikulum, khususnya dalam bersinergi dengan dunia usaha/industri Dua studi di atas setidaknya menggambarkan betapa sinkronisasi kurikulum yang melibatkan stakeholders (DU/DI) belum banyak dilakukan oleh kalangan SMK. Walaupun dalam penelitian Sudana disebutkan ada satu dua SMK yang melakukan sinkronisasi, namun belum secara intens melibatkan DU/Di. Dikemukakan bahwa kendala yang menyolok adalah pemahaman pihak sekolah yang masih mengambang, di samping rasa kurang percaya diri, terutama karena terbatasnya peralatan SMK jika harus menyelaraskan program pembelajarannya dengan DU/DI.

14

E. Model Sinkronisasi Kurikulum SMK dengan Industri Secara eksplisit perancangan kurikulum SMK edisi 1999 dan kurikulum SMK 2004 memberikan arahan perlunya dilakukan penyelarasan terhadap kurikulum sebagai program pembelajaran atau mata diklat. Arahan itu memberikan pengertian bahwa kurikulum, sebagai suatu program pembelajaran/diklat, untuk dapat diimplementasikan di lapangan, perlu dilakukan penyelarasan dengan kondisi dan kebutuhan lingkungan khususnya dunia kerja. Dengan demikian penyelarasan kurikulum pada dasarnya merupakan bagian dari proses pengembangan kurikulum SMK sehingga menjadi kurikulum yang siap dilaksanakan. Dalam hubungan ini dapat dikatakan bahwa penyelarasan kurikulum memiliki kaitan yang erat dengan konsepsi model pengembangan kurikulum , seperti yang dikenal dalam berbagai literatur. Dalam beberapa literatur (Syaodih, 1997:161-170), dapat dijelaskan bahwa model pengembangan kurikulum pada dasarnya dapat digolongkan menjadi dua kelompok besar, yaitu pertama, model pengembangan yang berkaitan dengan sistem pendidikan/pengelolaan kurikulum yang diterapkan. Dalam hubungan ini dikenal tiga model, yaitu (a) the administrative/line staff model; (b) the demonstrative model. Line staff atau administrative model pada umumnya diterapkan pada sistem pendidikan yang bersifat sentralistik. Dalam model ini inisiatif dan gagasan pengembangan datang dari para administratur pendidikan dan menggunakan prosedur administrasi. Dengan wewenang adminsitrasinya, administratur pendidikan membentuk suatu komisi atau tim pengarah pengembangan kurikulum. Tugas tim ini adalah merumuskan konsep-konsep dasar, landasan-landasan, kebijakan dan strategi utama dalam pengembangan kurikulum. Sebaliknya, grass-root dan The demonstration model pada umumnya diterapkan pada sistem pendidikan yang bersifat desentralistik. Dalam model ini seorang guru, sekelompok guru atau keseluruhan guru di suatu sekolah mengadakan upaya-upaya pengembangan kurikulum. Penyempurnaan dan pengembangan kurikulum, satu atau beberapa bidang studi ataupun seluruh bidang studi dan seluruh komponen kurikulum. Kedua, model pengembangan kurikulum yang berkaitan dengan fokus isi atau substansi kurikulum. Dalam hubungan ini dikenal beberapa model yaitu: (a) Subject academic curriculum, yang terfokus pada bahan pelajaran

15

yang berasal dari disiplin ilmu; (b) humanistic curriculum, yang menekankan kebutuhan pribadi, serta kurikulum didasarkan atas minat dan kebutuhan siswa; (3) technological/competence based curriculum, menekankan penguasaan kompetensi, dan dalam proses pembelajaran/diklat dibantu dengan alat-alat teknologi; dan (4) social reconstruction curriculum, yang berfokus pada masalah sosial dan dalam pembelajarannya menekankan belajar kelompok. Mendasarkan penjelasan di atas, maka penyelarasan kurikulum SMK berbasis kompetensi produktif, dipandang dari sistem pendidikan/pengelolaan kurikulum, pada dasarnya merupakan Grass-root model, serta dipandang dari sisi fokus isi/substansi merupakan competence-based curriculum. Ciri grass root model, karena dalam penyelarasan kurikulum SMK diterapkan semangat kolaborasi dengan lapangan, komite sekolah dan dunia industri, khususnya dalam menyepakati rumusan-rumusan kurikulum yang siap dilaksanakan di depan kelas. Demikian juga ciri competence-based, ditunjukkan oleh kesesuaiannya dengan karakteristik kurikulum SMK yang berbasis kompetensi. F. Penyerapan Dunia Industri terhadap Lulusan SMK Sedikitnya terdapat tiga alasan untuk memprioritaskan pendidikan sebagai investasi jangka panjang. Pertama, pendidikan adalah alat untuk perkembangan ekonomi dan bukan sekedar pertumbuhan ekonomi. Pada praksis manajemen pendidikan modern, salah satu dari lima fungsi pendidikan adalah fungsi teknisekonomis baik pada tataran individual hingga tataran global. Fungsi teknis-ekonomis merujuk pada kontribusi pendidikan untuk perkembangan ekonomi. Misalnya pendidikan kompetitif. Secara umum terbukti bahwa semakin berpendidikan seseorang maka tingkat pendapatannya semakin baik. Hal ini dimungkinkan karena orang yang berpendidikan lebih produktif bila dibandingkan dengan yang tidak berpendidikan. Produktivitas seseorang tersebut dikarenakan dimilikinya keterampilan teknis yang diperoleh dari pendidikan. Oleh karena itu salah satu tujuan yang harus dicapai oleh pendidikan adalah mengembangkan keterampilan hidup. Inilah sebenarnya arah dapat membantu siswa untuk mendapatkan pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk hidup dan berkompetisi dalam ekonomi yang

16

kurikulum berbasis kompetensi, pendidikan life skill dan broad based education yang dikembangkan di Indonesia akhir-akhir ini. Di Amerika Serikat (1992) seseorang yang berpendidikan doktor penghasilan rata-rata per tahun sebesar 55 juta dollar, master 40 juta dollar, dan sarjana 33 juta dollar. Sementara itu lulusan pendidikan lanjutan hanya berpanghasilan rata-rata 19 juta dollar per tahun. Pada tahun yang sama struktur ini juga terjadi di Indonesia. Misalnya rata-rata, antara pedesaan dan perkotaan, pendapatan per tahun lulusan universitas 3,5 juta rupiah, akademi 3 juta rupiah, SLTA 1,9 juta rupiah, dan SD hanya 1,1 juta rupiah. Kedua, investasi pendidikan memberikan nilai balik (rate of return) yang lebih tinggi dari pada investasi fisik di bidang lain. Nilai balik pendidikan adalah perbandingan antara total biaya yang dikeluarkan untuk membiayai pendidikan dengan total pendapatan yang akan diperoleh setelah seseorang lulus dan memasuki dunia kerja. Di negara-negara sedang berkembang umumnya menunjukkan nilai balik terhadap investasi pendidikan relatif lebih tinggi dari pada investasi modal fisik yaitu 20 % dibanding 15 %. Sementara itu di negara-negara maju nilai balik investasi pendidikan lebih rendah dibanding investasi modal fisik yaitu 9 % dibanding 13 %. Keadaan ini dapat dijelaskan bahwa dengan jumlah tenaga kerja terdidik yang terampil dan ahli di negara berkembang relatif lebih terbatas jumlahnya dibandingkan dengan kebutuhan sehingga tingkat upah lebih tinggi dan akan menyebabkan nilai balik terhadap pendidikan juga tinggi. Ketiga, investasi dalam bidang pendidikan memiliki banyak fungsi selain fungsi teknis-ekonomis yaitu fungsi sosial-kemanusiaan, fungsi politis, fungsi budaya, dan fungsi kependidikan. Fungsi sosial-kemanusiaan merujuk pada kontribusi pendidikan terhadap perkembangan manusia dan hubungan sosial pada berbagai tingkat sosial yang berbeda. Misalnya pada tingkat individual pendidikan membantu siswa untuk mengembangkan dirinya secara psikologis, sosial, fisik dan membantu siswa mengembangkan potensinya semaksimal mungkin. Kontribusi pendidikan dalam pertumbuhan ekonomi terjadi melalui kemampuan untuk meningkatkan produktivitas tenaga kerja yang ada. Pertumbuhan ekonomi tidak hanya ditentukan oleh investasi modal, tetapi juga tenaga kerja yang memiliki fleksibilitas dalam menguasai keterampilan baru untuk melaksanakan pekerjaan baru, sejalan dengan perubahan struktur ekonomi dan lapangan kerja (The

17

World Bank, 1991). Sementara itu, Hicks (1991), dengan menggunakan data dari Bank Dunia, menyimpulkan bahwa, negara-negara dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi, memiliki tingkat income yang lebih tinggi pula. Hicks (1991) menjelaskan bagaimana memahami kontribusi pendidikan dalam pertumbuhan ekonomi, dengan cara mengetahui sebab-sebab pertumbuhan serta proses pertumbuhan itu sendiri. Menurut Hicks, para ahli ekomomi mengidentifikasikan tiga faktor produksi, yaitu lahan, tenaga kerja, dan modal. Dalam proses pertumbuhan ekonomi, lahan diasumsikan tidak mengalami perubahan. Sehingga, dua faktor kunci dalam pertumbuhan ekonomi adalah tenaga kerja dan modal. Pemerintah terus mendorong minat lulusan SLTP untuk melanjutkan studi di sekolah menengah kejuruan (SMK) namun sejauh ini daya serap lapangan kerja terhadap lulusan SMK masih relatif rendah. Dosen Fakultas Teknik Universitas Negeri Semarang (Unnes) Dr. Samsudi dalam pidato Dies Natalis ke-43 Unnes, mengatakan, idealnya secara nasional lulusan SMK yang bisa langsung memasuki dunia kerja sekitar 80-85%, sedangkan selama ini yang terserap baru 61%. Ia menyebutkan, pada tahun 2006 lulusan SMK di Indonesia mencapai 628.285 orang, sedangkan proyeksi penyerapan atau kebutuhan tenaga kerja lulusan SMK tahun 2007 hanya 385.986 orang atau sekitar 61,43%. "Jumlah ini belum ideal, harus diupayakan peningkatan daya serap untuk memasuki lapangan kerja maupun menciptakan peluang kerja," kata Samsudi. Menurutnya, daya serap ideal lulusan SMK seharusnya mencapai 80-85%, sedangkan sekitar 15-20% lulusan SMK lainnya dimungkinkan melanjutkan studi ke perguruan tinggi. Ia menjelaskan, kecenderungan daya serap lapangan kerja menurut program keahlian sejak tahun 2000 hingga 2007 berubah-ubah, menyesuaikan dengan kondisi lapangan kerja pada waktu tertentu. Pada tahun 2000, misalnya, lulusan Jurusan Teknik Elektronika daya serapnya 87% namun melorot menjadi 50,5% pada 2006 sebelum akhirnya sedikit naik menjadi 62%. Daya serap lulusan Jurusan Teknik Mesin juga mengalami nasib sama, dari 84,86% pada tahun 2000 melorot daya serapnya pada tahun 2007 tinggal 76,52%. Daya serap tinggi ditunjukkan lulusan Jurusan Teknik Perkapalan, yang mencapai 94,69%. Ia memperkirakan, daya serap lulusan Jurusan Teknologi Informasi dan Komunikasi masih cukup tinggi. Kebutuhan SDM di bidang teknologi

18

komunikasi dan informasi (ICT) di berbagai jenjang, mulai dari menengah, ahli, hingga profesional, menurut dia, terus membengkak di masa mendatang. Mengutip data Aizirman Djusan, kebutuhan tenaga ICT pada tahun 2008 diperkirakan mencapai 32,6 juta orang, sedangkan tenaga ICT yang tersedia hanya 19,8 juta atau baru terisi 61%.

19

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. Metode Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif, induktif, lebih menonjolkan proses dan makna, serta laporan dirancang dalam bentuk narasi, dan mendalam. Namun demikian penelitian ini juga menggunakan data-data yang sifatnya kuantitatif, misalnya dalam bentuk nilai-nilai statistik serta tabel-tabel silang. Dengan demikian penelitian ini menggunakan metode kualitatif. B. Sumber dan Informan Penelitian Sumber data penelitian ini dapat berupa orang, dokumen, atau laboratorium. Dokumen dapat berupa teks, gambar, film, cetakan, ataupun sketsa. Laboratorium dapat berupa ruang praktek, praktikum berserta kelengkapan yang ada di dalamnya. Laboratorium dapat berada di sekolah, industri, atapun bengkel-bengkel yang digunakan praktik magang oleh siswa dan guru praktik. Informan adalah sumber data yang berupa orang, yaitu orang yang diharapkan dapat memberikan keterangan yang diperlukan untuk melengkapi atau memperjelas jawaban subyek penelitian. Pada penelitian ini informan kadangkadang juga bertindak sebagai subyek penelitian. Keabsahan informasi tidak cukup jika hanya berasal dari satu informan saja, oleh karena itu, informasi digali dari beberapa informan yang memahami secara luas dan dalam subyek penelitian. Subyek penelitian ini adalah keterkaitan antara pendidikan dengan ketenagakerjaan. Oleh karena itu, subyek penelitian ini adalah sekolah dan industri beserta pengelola yang ada di dalamnya. Jika subyek penelitian ini adalah kurikulum maka informan yang berkaitan dengan hal ini adalah Kepala Sekolah, Wakil Kepala Sekolah Bidang Kurikulum, pengelola Bursa Kerja Khusus (BKK) serta guru-guru yang ada di sekolah itu. Jika subyek penelitian adalah laboratorium, maka informan yang kompeten adalah Kepala Bengkel, guru praktik, foreman, serta siswa.

20

C. Langkah-langkah Penelitian Gambar 3. Langkah-langkah penelitian

Pengumpulan Data

Dinas Pendidikan

Sekolah

- Disnaker - Industri/Wirausaha

Diklat dan Produksi

Seminar

Penyusunan Laporan

D. Metode dan Alat Pengumpulan Data Fakta dan data yang akan digali dalam penelitian ini bermacam-macam, oleh karena itu dibutuhkan metode dan alat pengumpul data (instrument) yang bervariasi juga, misalnya adalah teknik dan lembar wawancara, teknik dan lembar observasi, check list, serta dokumentasi dan dokumen. Uraian detil masing-masing metode dan alat pengumpulan data yang digunakan seperti tersaji di bawah ini.

21

a. Wawancara Wawancara adalah percakapan yang mempunyai maksud tertentu, percakapan ini dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan yang diwawancarai yang memberi jawaban atas pertanyaan. Wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara yang tidak terstruktur atau wawancara bebas terpimpin. b. Obeservasi Penelitian ini menerapkan metode observasi langsung, yaitu di sekolah, industri, Dinas Pendidikan, serta Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Pengamatan dilakukan sendiri menggunakan lembar pengamatan secara langsung ditempat subyek penelitian dengan menggunakan daftar pertanyaan. c. Dokumentasi Metode dokumentasi adalah cara memperoleh informasi mengenai hal-hal yang berwujud catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, paper, lagger, serta agenda. Metode ini digunakan karena beberapa alasan (1) dokumen merupakan sumber yang stabil dan kaya, (2) berguna sebagai bukti untuk suatu pengujian, (3) sesuai dengan metode penelitian kualitatif, sebab mempunyai sifat alamiah, dan (4) hasil pengkajian isi akan membuka kesempatan untuk lebih memperluas pengetahuan terhadap subyek yang diteliti. Dalam penelitian ini dokumen yang dibutuhkan adalah semua yang berkaitan dengan kebijakan Dinas Pendidikan terhadap SMK, proses pembelajaran di SMK, proses magang di industri, serta kemampuan lulusan SMK dalam bekerja di industri. E. Pengecekan Keabsahan Data Keabsahan data sangat mendukung dalam menentukan hasil akhir penelitian, oleh sebab itu, teknik untuk memeriksa keabsahan data adalah memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data untuk keperluan atau perbandingan atas data yang telah dikoleksi. Keabsahan data dalam penelitian ini diperiksa dengan menggunakan teknik trianggulasi sumber. Trianggulasi ini berarti membandingkan dan memeriksa balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berlainan. Hal ini dapat dicapai dengan

22

langkah (1) membandingkan data hasil pengamatan dengan hasil wawancara, (2) membandingkan apa yang dikatakan orang di depan umum dengan apa yang dikatakan secara pribadi, (3) membandingkan apa yang dikatakan orang-orang tentang situasi penelitian dengan apa yang dikatakannya sepanjang waktu, (4) membandingkan perspektif seseorang dengan berbagai pandangan orang sebagai rakyat biasa, orang-orang yang berpendidikan, orang kaya, pemerintah, serta (5) membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang berkaitan. Pada proses pengumpulan data, keikutsertaan peneliti menjadi suatu hal yang sangat penting dan menentukan dalam pengumpulan data. Keikutsertaan peneliti membutuhkan waktu yang relatif lama dengan tujuan agar data yang digali menjadi jenuh. Perpanjangan keikutsertaan berarti peneliti tinggal di lapangan penelitian sampai kejenuhan pengumpulan data tercapai. Jika hal ini dilakukan maka akan membatasi (1) gangguan peneliti terhadap konteks, (2) bias, (3) dari kejadian-kejadian yang tidak lazim atau sesat. F. Analisis Data Pengolahan data dalam penelitian ini dilakukan melalui empat tahap, yaitu (1) pengumpulan data, (2) reduksi data, (3) sajian data, dan (4) penarikan kesimpulan atau verifikasi data. Keempat tahapan itu digambarkan dalam bagan di bawah ini. Gambar 4. Alur teknik analisis data Pengumpulan Data

Reduksi Data

Sajian Data Emik dan Etik

Verifikasi Data dan Penarikan Kesimpulan

23

F. RUANG LINGKUP PEKERJAAN 1. Fokus (substansi) Penelitian ini difokuskan kepada relevansi atau keterkaitan pendidikan dengan kebutuhan dan ketersediaan lapangan kerja di industri, yang lebih khusus pada bidang Perkayuan, Elektronika, Listrik, Mesin dan Otomotif (PELMO). Kesesuaian kompetensi kebutuhan oleh industri, peluang kerja dan pengajaran di sekolah dan industri. 2. Lokasi Penelitian ini dilakukan di sekolah, industri, serta lembaga pemerintah yang berkaitan langsung dengan ketenagakerjaan. Sekolah yang dijadikan populasi adalah SMK bidang rekayasa, terutama untuk program studi Perkayuan, Elektronika, Listrik, Mesin dan Otomotif. Penentuan lokasi mendasarkan pada asumsi bahwa memiliki SMK yang maju serta didukung oleh adanya industriindustri yang selaras dengan program studi PELMO, meliputi 10 lokasi di Jawa Tengah. Industri yang dijadikan populasi penelitian bisa berada di Jawa Tengah maupun di luar Jateng. Lembaga pemerintah dalam penelitian ini adalah Disnakertrans dan Dinas Pendidikan baik propinsi maupun kabupaten/kota serta Kota tertentu pusat industri penampung lulusan SMK.

24

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. HASIL PENELITIAN 1. PENYELENGGARAAN PEMBELAJARAN SMK DI JAWA TENGAH Program normatif adalah kelompok mata diklat yang berfungsi membentuk peserta didik menjadi pribadi yang utuh, yang memiliki norma-norma kehidupan sebagai mahkluk individu maupun mahkluk sosial baik sebagai warga negara Indonesia maupun sebagai warga dunia. Program ini berisi mata diklat yang lebih menitikberatkan pada norma sikap dan perilaku yang harus diajarkan, ditanamkan dan dilatihkan pada peserta didik, di samping kandungan pengetahuan dan keterampilan di dalamnya. Mata diklat pada kelompok normatif berlaku sama untuk semua program keahlian. Pada penelitian ini disajikan contoh untuk pelajaran Bahasa Indonesia. Pelajaran Bahasa Indonesia mempunyai tujuan untuk mendidik siswa agar dapat bersikap positif, bertutur bahasa yang halus serta menghargai orang lain. Bersikap positif adalah bersikap yang mempunyai manfaat untuk kepentingan orang lain dan terbuka untuk menerima masukan atau kritik yang membangun. Bertutur bahasa yang halus adalah bertutur kata yang tidak menyinggung perasaan orang lain yang sedang kita ajak bicara. Media yang digunakan untuk menunjang kelancaran pembelajaran bahasa Indonesia adalah buku cetak, CD pembelajaran, papan tulis, kapur dan penghapus. Buku cetak adalah buku yang yang berisi materi pelajaran Bahasa Indonesia guna menunjang proses transfer pengetahuan dari guru kepada siswa. CD pembelajaran untuk Bahasa Indonesia berisi materi pembelajaran yang ditampilkan dalam bentuk materi-materi inti, yang penjelasannya akan disampaikan oleh guru. Contoh materi yang disampaikan adalah cara pembuatan surat permohonan atau surat ijin melaksanakan Prakerin di industri. Di samping media pembelajaran di atas, dalam proses pembelajaran bahasa Indonesia juga disiapkan ruang perpustakaan. Di dalam perpustakaan selain menyediakan fasilitas peminjaman buku teks dan buku paket juga disediakan satu

25

ruangan yang dilengkapi dengan televisi untuk menanyangkan CD pembelajaran yang akan disampaikan guru. Metode yang digunakan untuk menunjang kelancaran pembelajaran mata diklat Bahasa Indonesia adalah ceramah, diskusi, serta penugasan. Sifat penugasan adalah mandiri, kelompok serta tugas yang harus diselesaikan di rumah. Metode ceramah digunakan oleh guru dalam menjelaskan suatu materi, sifatnya searah, yaitu siswa mendengarkan terlebih dahulu materi yang disampaikan. Metode diskusi digunakan pada saat setelah materi disampaikan oleh guru, yang selanjutnya dibuka tanya jawab, atau guru memberikan pertanyaan kepada dan siswa memberikan tanggapan. Guru akan meluruskan jawaban yang diberikan siswa jika jawaban siswa masih belum lengkap atau menyimpang. Pemberian tugas dilakukan agar siswa secara berkelompok atau sendiri memperdalam pemahaman materi yang disajikan pada hari itu. Tugas rumah diberikan agar siswa mempunyai pemahaman yang lebih dalam terhadap permasalahan-permasalahan yang kompleks. Evaluasi pembelajaran Bahasa Indonesia dilakukan pada akhir pertemuan pada setiap pokok bahasan, hal ini tergantung dari sempit dan luasnya materi yang ada. Di samping itu evaluasi dilakukan pada akhir semester yang berbentuk tes tertulis dalam bentuk pilihan ganda serta tes uraian. Kadang-kadang tes dilakukan secara lesan, yaitu dalam bentuk tes tanya jawab secara langsung antara guru dan siswa secara individual. Nilai minimal yang harus diperoleh siswa adalah 7,00, jika kurang maka guru memberikan tugas tambahan kepada siswa yang belum dapat mencapainya. Siswa yang belum mencapai nilai minimal dianggap belum tuntas dalam mengikuti mata diklat Bahasa Indonesia. Tugas tambahan lazim disebut sebagai remedial. Program adaftif adalah kelompok mata diklat yang berfungsi membentuk peserta didik sebagai individu agar mempunyai dasar pengetahuan yang luas serta kuat dalam menyesuaikan diri atau mempunyai kemampuan untuk menyesuaikan diri serta beradaftasi dengan perubahan yang terjadi di lingkungannya, di samping itu mampu mengembangkan diri sesuai dengan perkembangan IPTEKS. Program adaftif berisi mata diklat yang lebih menitikberatkan pada pemberian kesempatan

26

kepada peserta didik untuk memahami dan menguasai konsep/prinsip dasar ilmu serta teknologi yang dapat diterapkan dalam kehidupan. Program adaftif diberikan agar siswa tidak hanya memahami dan menguasai apa dan bagaimana suatu pekerjaan itu dilakukan, tetapi juga memberikan pemahaman dan penguasaan tentang mengapa. Program adaftif terdiri dari kelompok mata diklat yang berlaku sama bagi semua program keahlian dan mata diklat yang hanya berlaku bagi program keahlian tertentu sesuai dengan kebutuhan masing-masing program keahlian. Dalam penelitian ini diberikan contoh mata diklat Keterampilan Komputer dan Pengolahan Informasi (KKPI). Mata diklat ini mempunyai tujuan untuk membekali siswa agar dapat menggunakan teknologi komputer dalam kehidupan sehari-hari dan memiliki kemampuan aplikasi komputer sesuai Standar Kompetensi Kerja Nasional (SKKNI) pada bidang permesinan. Media yang dipakai dalam pembelajaran ini berupa buku cetak, kapur, papan tulis, modul, serta seperangkat komputer. Modul diberikan oleh guru sebagai panduan saat pelaksanaan pembelajaran, yang mana berisi cara pengoperasian komputer. Buku penunjang mata diklat ini tersedia di perpustakaan, sedangkan komputer tersedia di laboratorium. Pembelajaran langsung dilakukan di dalam laboratorium yang sudah dilengkapi dengan audio visual, sehingga pembelajaran dapat dilakukan secara optimal. Metode pembelajaran yang diterapkan dalam mata diklat KKPI ini adalah ceramah, diskusi, serta tugas mandiri. Metode ceramah digunakan pada saat guru menjelaskan langkah-langkah pengoperasian komputer, metode ini dilengkapi dengan media audio visual yang telah tersedia. Metode diskusi dilakukan lazimnya pada saat siswa menemukan hambatan dalam mengoperasikan kompuetr atau perangkat lunak yang diajarkan, di samping itu jika pada saat ceramah oleh guru ada beberapa materi yang dirasakan belum jelas. Tugas mandiri diterapkan setelah pokok bahasa tertentu selesai, hal ini mempunyai tujuan agar siswa memahami materi dan terampil dalam mengoperasikan perangkat lunak yang diajarkan oleh guru. Mata diklat ini bersifat keterampilan, sehingga evaluasi yang dilakukan adalah berupa praktik mengoperasikan piranti lunak yang diajarkan. Evaluasi

27

dilakukan dengan cara melihat tugas yang telah dikerjakan, untuk kemudian diberikan penilaian. Di samping itu pada akhir semester dilakukan ujian yang berupa penugasan, yaitu guru memberikan soal yang selanjutnya diselesaikan oleh siswa. Siswa yang mempunyai nilai minimal 7,00 dianggap telah mencapai tugas ketuntasan mata diklat KKPI, bagi siswa yang belum mencapai nilai minimal akan diberikan tugas tambahan oleh guru untuk dikerjakan di rumah. 2. IMPLEMENTASI KEBIJAKAN LINK AND MATCH SMK DI JAWA TENGAH a. Prosedur Penyelarasan Kurikulum SMK Negeri dan Swasta di Jawa Tengah Program produktif adalah kelompok mata diklat yang berfungsi membekali peserta didik agar memiliki kompetensi kerja sesuai Standar Kompetensi Nasional Indonesia (SKKNI). Program produktif bersifat melayani permintaan pasar kerja, karena itu lebih banyak ditentukan oleh dunia industri atau asosiasi profesi. Program produktif diajharkan secara spesifik sesuai dengan kebutuhan tiap program keahlian. Evaluasi dalam pembelajaran produktif ini dilakukan pada setiap satu pokok bahasan atau setiap jenis pekerjaan yang diberikan selesai dikerjakan dengan tujuan untuk mengukur atau mengetahui sejauh mana siswa telah menguasai bidang keahlian yang diajarkan sesuai dengan target kelulusan.Lazimnya nilai yang menjadi patokan adalah 7,00, jika kurang dari nilai ini maka siswa yang bersangkutan diwajibkan untuk melakukan remidial. Waktu remidial lazimnya dilakukan pada saat liburan semester, sehingga nilainya menjadi 70. Kurikulum yang digunakan untuk mata diklat produktif ini disusun bersama antara sekolah dan industri. Kegiatan ini lazimnya diwadahi dalam bentuk kegiatan berupa In House Training (IHT), yaitu suatu wadah untuk mensinkronkan antara kurikulum sekolah dengan keterampilan yang sama di industri, sehingga ditemukan suatu kurikulum terstandar. Kurikulum inilah yang biasanya digunakan untuk pembelajaran produktif.

28

Gambar 5. Prosedur Penyelarasan Kurikulum Program Adaftif dan Produktif SMK Negeri di Jawa Tengah
KELOMPOK GURU PRODUKTIF PROGRAM KEAHLIAN MESIN PERKAKAS

KTSP MAPEL ADAFTIF DAN PRODUKTIF

KONDISI DAN KEBUTUHAN INDUSTRI

IN HOUSE TRAINING (IHT)

KEPALA SEKOLAH

KURIKULUM ALTERNATIF

INDUSTRI PASANGAN

WAKA SEKOLAH

KURIKULUM TERSTANDAR YANG DILAKSANAKAN

29

Gambar 6. Prosedur Penyelarasan Kurikulum Program Adaftif dan Produktif di SMK Mikail Surakarta

KELOMPOK GURU PRODUKTIF PROGRAM KEAHLIAN MESIN PERKAKAS

KTSP MAPEL ADAFTIF DAN PRODUKTIF

ATMI SURAKARTA

INDUSTRI MILIK YAYASAN MIKAIL

KUNJUNGAN KE INDUSTRI PERMESINAN

KURIKULUM ALTERNATIF

KEPALA SEKOLAH

WAKA SEKOLAH

KURIKULUM TERSTANDAR YANG DILAKSANAKAN

30

b. Pelaksanaan Praktik Kerja Industri (Prakerin) di Beberapa SMK Negeri di Jawa Tengah 1) Kasus SMK Mikail Surakarta Di SMK Mikael, pengembangan kurikulum tidak dilakukan dengan industri di luar kampus. Artinya sinkronisasi kurikulum dilakukan secara internal bersama-sama dengan ATMI. Di kampus ini, sekolah mempunyai perusahaan atau industri, lazim disebut juga sebagai unit produksi. Unit produksi yang sifatnya sudah pabrikasi ini mengerjakan order dari luar. Pekerjaaanya berkisar pada produk-produk mesin industri beserta komponen-komposekolah secara otomatis dapat langsung terserap, sehingga SMK Mikael tidak harus membutuhkan masukan dari industri di luar unit produksinya. Namun demikian, pada akhir-akhir ini, SMK Mikael melakukan sinkronisasi secara tidak langsung yaitu pada saat mereka berkunjung di Pabrik Rokok Gudang Garam, yaitu bahwa siswa-siswa mereka seharusnya belajar juga mengenai kelistrikan industri. Masukan ini diakomodasikan di dalam kurikulum, yang saat ini sudah diajarkan di SMK Mikael. SMK Mikael Solo memiliki unit produksi yang terintegrasi dengan pembelajaran mata pelajaran produktif di sekolah. Sejak 2002 sekolah memperoleh sertifikat Sistem Manajemen Mutu Standar Internasional ISO 9001-2000. Sekolah juga dipercaya menjadi Sister dari Indonesian German Institute (IGI) untuk pengembangan kualitas sumber daya manusia di Indonesia melalui Program Pendidikan SMK dan Social Grassroot Training Center (SGTC). Di samping itu sekolah memiliki tim penjamin mutu, yaitu Akademi Teknik Mesin Industri (ATMI). SMK yang mempunyai kerjasama dengan dunia usaha dan industri, unit produksi, sistem manajemen mutu standar internasional ISO Siswa SMK Mikael tidak ada pemagangan layaknya SMK negeri atau swasta yang lain. Saat ini pemagangan disebut sebagai kegiatan Prakerin (Praktik Kerja Industri). Siswa SMK Mikael melaksanakan Prakerin di unit produksi sekolah yang mekanismenya adalah 5 siswa dikirim ke unit produksi selama tiga minggu, setelah itu ganti kelompok berikutnya sebesar

31

5 siswa juga selama tiga minggu. Pelaksanaan Prakerin seperti ini disebut sebagai sistem blok, yaitu 3 minggu di unit produksi dan selanjutnya di kelas teori. 2) Kasus SMK Cilacap, Pati, Tegal, Magelang dan Kudus Pelaksanaan Prakerin pada keahlian mesin Perkakas SMKN 2 Cilacap, SMKN 2 Pati, SMKN 2 Slawi , keahlian otomotif di SMKN 1 Magelang dan SMKN 2 Kudus di lakukan pada semester pertama di kelas tiga selama tiga bulan penuh di industri. Pelaksanaan Prakerin dilakukan dalam dua tahap yaitu tahap pertama pada bulan Juli sampai dengan September; dan tahap kedua bulan November sampai dengan Januari. Pengaturan hari dan jam kerja disesuaikan dengan kesepakatan antara sekolah dengan industri. Sebelum pelaksanaan Prakerin di industri, siswa memperoleh pembekalan dari sekolah dan industri. Biasanya kegiatan ini dilakukan di sekolah. Industri didatangkan ke sekolah untuk memberikan pemahaman kepada siswa tentang profil industri mereka, serta gambaran kegiatan siswa pada saat ada di industri. Di samping itu, disampaikan juga norma, keselamatan kerja dan aturan selama pelaksanaan Prakerin. Pembekalan dilaksanakan selama dua hari. Setelah memperoleh pembekalan di sekolah siswa diberangkatkan ke industri atau perusahaan. Pada tahun 2006, 2007, dan 2008 ini tempat prakerin siswa dilkat mesin perkakas adalah PT. PERMIKO Cilacap, PT. Karya Hidup Sentosa (KHS) Yogyakarta, PT. Saka Nusantara Cilacap, CV. Sederhana Cilacap, bengkel bubut Prima Teknik Cilacap, PT. Safari Jaya Cilacap, CV. Bubut Batas Jaya Cilacap, PT. Katshiro Indonesia jakarta, PT. Sinar Pratama CilacapBengkel bubut Men Jaya Purbalingga, PT. Daihatsu Motor Pati, PT. NIKOO MAS Cikarang, PT. Komatsu Cikarang, PT. Polytron Kudus, Pabrik Kacang Garuda Pati, pabrik pengecoran logam di Adiwerna Kabupaten Tegal, dan Karoseri New Armada Magelang Di bawah ini disajikan Gambar IV.4 tentang pola pelaksanaan Prakerin yang diterapkan di SMKN 2 Cilacap, SMKN 2 Pati dan SMKN 2 Slawi, SMKN 1 Magelang dan SMKN 2 Kudus.

32

Gambar 7. Pola pelaksanaan Prakerin yang diterapkan di SMK N 2 Cilacap, SMK N 2 Pati, SMK N 2 Slawi, SMKN 1 Magelang dan SMKN 2 Kudus tahun ajaran 2006/2007 dan 2007/2008 I II III (1) (2) (3a) (3b) (1) (2) (3a) (3b) (1) (2) (3c)

Pada tahun ajaran 2008/2009, khusus untuk SMKN 2 Cilacap pola pelaksanaan prakerin diubah menjadi empat gelombang, yaitu gelombang pertama pada tanggal 30 Juni 2008 sampai dengan 27 September 2008, gelombang kedua 29 September 2008 sampai dengan 27 Desember 2008, gelombang ketiga 29 Desember 2008 sampai dengan Maret 2009, serta gelombang keempat 30 Maret 2009 sampai dengan 27 Juni 2009. Pola penyelenggaraannya seperti tersaji dalam Gambar 8. di bawah ini. Gambar 8. Pola pelaksanaan Prakerin yang diterapkan di SMK 2 Cilacap tahun ajaran 2008/2009 I II III (1) (2) (3a) (3b) (3c) (3c) (1) (2) (1) (2) (3a) (3b)

Prakerin dilaksanakan sejak kelas dua, yaitu pada bulan Desember sampai dengan bulan Juni bergantian, artinya diadakan dua gelombang yaitu Desember sampai dengan Maret dan Maret sampai dengan Juni. Prakerin dibimbing oleh tiga sampai dengan empat guru pembimbing, yaitu satu koordinator dan dua atau tiga gur pembimbing yang berasal dari kelompok Kerja PSG (Pendidikan Sistem Ganda). Guru pembimbing melaksanakan monitoring lazimnya dilakukan dua kali, untuk tempat prakerin yang jauh, misalnya Jakarta dan Yogyakarta dilakukan sekali. Monitoring dilakukan untuk mengamati permasalahan siswa di industri, hal in lebih ke permasalahan mental dan psikologis siswa.

33

Evaluasi kemampuan siswa di industri diserahkan langsung kepada pembimbing lapangan. Dalam hal ini industri atau perusahaan sudah mempunyai format penilaian masing-masing yang tidak jauh dari tuntutan sekolah. Bagi industri yang belum memiliki format penilaian, biasanya menggunakan format yang dimiliki oleh sekolah yang merujuk kepada buku panduan penyelenggraan prakerin dari Direktorat pendidikan Menengah Kejuruan. 3) Kasus SMKN 2 Salatiga dan SMKN 2 Kendal Pelaksanaan Prakerin pada keahlian teknik perkayuan SMKN 2 Salatiga dan SMKN 2 Kendal di lakukan pada semester pertama di kelas tiga selama tiga bulan penuh di industri. Pelaksanaan Prakerin dilakukan dalam dua tahap yaitu tahap pertama pada bulan Juli sampai dengan September; dan tahap kedua bulan November sampai dengan Januari. Pengaturan hari dan jam kerja disesuaikan dengan kesepakatan antara sekolah dengan industri. Sebelum pelaksanaan Prakerin di industri, siswa memperoleh pembekalan dari sekolah dan industri. Biasanya kegiatan ini dilakukan di sekolah. Industri didatangkan ke sekolah untuk memberikan pemahaman kepada siswa tentang profil industri mereka, serta gambaran kegiatan siswa pada saat ada di industri. Di samping itu, disampaikan juga norma, keselamatan kerja dan aturan selama pelaksanaan Prakerin. Pembekalan dilaksanakan selama dua hari. Pelaksanaan prakerin di SMK 2 Salatiga dan SMKN 2 Kendal untuk program keahlian teknik perkayuan menggunakan sistem blok. Artinya siswa selama tiga bulan berada di industri perkayuan, tidak ada kegiatan pembalajaran di kelas, siswa tinggal di sekitar industri, lazimnya adalah kost. Sistem ini digunakan agar keterampilan yang diperoleh di industri tidak terganggu oleh mata diklat yang ada di sekolah, sehingga diharapkan keterampilan yang diperoleh adalah bulat. Setelah masa tiga bulan terpenuhi siswa dikembalikan ke sekolah. Di bawah ini disajikan model

34

penyelenggaraan prakerin yang dilakukan oleh program keahlian teknik perkayuan SMK 2 Salatiga dan SMKN 2 Kendal. Kegiatan monitoring yang dilakukan sekolah hanya dilakukan sekali selama tiga bulan, hal ini dilakukan agar sekolah tidak mengganggu proses pembelajaran di industri. Di samping itu pembimbing dari sekolah biasanya menanyakan mengenai hambatan yang dialami siswa di industri, ada permasalahan tidak dalam beradaptasi. Demikian juga sekolah menanyak hal itu kepada industri, apakah siswa dari sekolahnya mengalami permasalahan, etika, moral atau semangat kerja misalnya. Guru pembimbing tidak mempunyai wewenang membarikan penilaian keterampilan siswa. Kegiatan penilaian dilakukan sepenuhnya oleh industri. Gambar 9. Pola pelaksanaan Prakerin yang diterapkan di SMK 2 Salatiga dan SMKN 2 Kendal program keahlian Teknik Perkayuan I (1) (2) (3a) (3b) II (1) (2) (3a) (3b) III (3c) (1) (2) (3a) dan (3b) Bentuk penilaian yang dilakukan oleh industri adalah berkaitan dengan kinerja siswa dalam menyelesaikan bahan menjadi produk jadi. Penilaian dilakukan sesuai dengan kompetensi yang ditempuh siswa di industri. Misalnya untuk industri yang bergerak di bidang permebelan, kompetensi yang dinilai antara lain adalah hasil kerja siswa menggunakan kerja bangku dan mesin. Di samping itu diberikan juga penilaian mengenai menegenai sikap, etika, semangat kerja, yang mana penilaian ini dimasukkan dalam jurnal harian, yang nantinya dari industri diberikan kepada sekolah. Setelah penarikan, siswa biasanya diminta sekolah untuk membuat laporan pelaksanaan prakerin di industri. Setelah laporan jadi, selanjutnya siswa diuji oleh pembimbing yang berasal dari sekolah. Siswa memperoleh hasil nilai prakerin dari sekolah, yang mana nilai dari siswa merupakan

35

rerata dari kedua nilai itu, yaitu nilai ujian prakerin dan nilai dari pembimbing lapangan. 4) Kasus di SMK TELKOM Sandhy Putra Purwokerto Berdasarkan naskah perjanjian kerjasama yang tertuang dalam perjanjian kerjasama antara PT. TELKOM dengan Yayasan Sandhykara Putra Telkom (YSPT) No. Tel.518/PD000/SDM-23/1999 dan nomor: 01/PDD/DPP-YSPT, tanggal 2 November 1999, tentang Pelaksanaan Pendidikan Sistem Ganda (PSG), yang mana PT. TELKOM sebagai salah satu institusi pasangan dan telah sepakat mengikat diri untuk membantu penyelenggaraan/pengelolaan Industri dapat terwujud. Tujuan Umum PSG di SMK Telkom Sandhy Putra Purwokerto adalah: (1) menghasilkan lulusan yang memiliki keahlian profesional yaitu lulusan yang memiliki pengetahuan, keterampilan dan etos kerjasama dengan tuntutan lapangan kerja yang makin kompetitif; (2) keterkaitan dan kesepadanan (Link and Match) antara sekolah dengan dunia usaha atau industri dapat tercapai; (3) meningkatkan efisiensi dan efektifitas proses pendidikan dan pelatihan tenaga kerja yang berkualitas dan profesional; dan (4) memberikan pengakuan dan penghargaan terhadap pengalaman kerja sebagai bagian dari proses pendidikan. Tujuan khusus adalah (1) mempersiapkan siswa untuk belajar, bekerja mandiri, bekerjasama dalam bentuk tim dan mengembangkan potensi dan kreativitas sesuai dengan minat dan bakatnya masing-masing; (2) meningkatkan status dan kepribadian siswa sehingga mampu berorientasi, berkomunikasi dan meiliki rasa tanggungjawab serta disiplin yang tinggi; dan (3) memberi kesempatan bagi siswa yang berpotensi untuk menjadi tenaga terampil dan produktif berdasarkan pengakuan standar profesi. Kerjasama antara SMK dengan dunia industri dan usaha dilaksanakan dalam prinsip saling membantu, saling mengisi dan saling melengkapi untuk keuntungan bersama. Berdasarkan prinsip ini, pelaksanaan PSG akan pendidikan SMK TELKOM, sehingga pelaksanaan Pendidikan Sistem Ganda (PSG) dengan cara Praktik kerja

36

memberikan nilai tambah bagi pihak-pihak yang bekerjasama, seperti dijelaskan beberapa paragraf di bawah ini. Nilai tambah bagi industri atau perusahaan adalah (1) industri dapat mengenal kualitas peserta PSG yang belajar dan bekerja di perusahaannya; (2) pada umumnya peserta PSG telah mengikuti proses produksi secara aktif, sehingga pada penegertian tertentu peserta PSG adalah tenaga kerja yang memberikan keuntungan; (3) selama proses pendidikan melalui kerja di industri, peserta PSG lebih mudah diatur dalam al disiplin berupa kepatuhan terhadap aturan industri, karena itu sokap peserta PSG dapat dibentuk sesuai ciri khas tertentu dari perusahaan yang mana peserta melaksanakan PSG; (4) industri dapat memberi tugas kepada peserta PSG untuk mencari pengetahuan dan teknologi (sekolah) untuk kepentingan perusahaan; dan (5) memberikan kepuasan bagi industri atau perusahaan karena diakui ikut serta menentukan hari depan bangsa, melalui PSG. Nilai tambah bagi sekolah adalah (1) tujuan pendidikan untuk memberi keahlian profesional bagi peserta didik lebih terjamin pencapaiannya; (2) terdapat kesesuaian yang lebih tinggi antara program pendidikan dengan kebutuhan lapangan kerja, hal ini sesuai dengan prinsip link and match; (3) memberi kepuasan bagi penyelenggara pendidikan atau sekolah karena tamatannya lebih terjamin memperoleh bekal yang bermakna, baik untuk kepentingan tamatan, industri, serta bangsa. Nilai tambah bagi peserta praktik PSG adalah (1) hasil belajar peserta di industri akan lebih bermakna, karena setelah tamat akan betul-betul memiliki keahlian profesional sebagai bekal untuk meningkatkan taraf hidup dan sebagai bekal untuk mengembangkan dirinya secara berkelanjutan; dan (2) keahlian profesional yang diperoleh dapat mengangkat harga diri dan rasa percaya diri tamatan yang selanjutnya akan mendorong siswa untuk meningkatkan keahlian profesionalnya pada tingkat yang lebih tinggi. Pelaksanaan Prakerin pada keahlian teknik informatika dan teknik jaringan di lakukan pada semester pertama di kelas dua selama dua bulan penuh di industri (Bulan Januari sampai dengan Februari). Prakerin lanjutan

37

dilaksanakan pada kelas tiga selama tiga bulan penuh (Juli, Agustus, dan September). Pengaturan hari dan jam kerja disesuaikan dengan kesepakatan antara sekolah dengan industri. Sebelum pelaksanaan Prakerin di industri, siswa memperoleh pembekalan dari sekolah dan industri (PT. TELKOM). Biasanya kegiatan ini dilakukan di sekolah. Industri (PT. TELKOM) didatangkan ke sekolah untuk memberikan pemahaman kepada siswa tentang profil industri mereka, serta gambaran kegiatan siswa pada saat ada di industri. Di samping itu, disampaikan juga norma, keselamatan kerja dan aturan selama pelaksanaan Prakerin. Pembekalan dilaksanakan selama tiga hari. Di bawah ini disajikan Tabel IV. 1. tentang materi pembekalan dalam rangka PSG di PT. TELKOM Tabel IV.1 Materi pembekalan dalam rangka PSG di PT. TELKOM No. 1. Hari kePertama Materi 1. Teknik pelaksanaan PSG 2. Pengantar umum tentang Teknik Jaringan dan Akses Pelanggan; 3. Pengantar umum tentang Teknik Komputer Jaringan. 1. Penyampaian project work untuk proyek tugas akhir; 2. Etika pergaulan dan penyesuaian diri di lingkungan kerja; 3. Penyampaian format penilaian PSG dan pembagian surat pengantar PSG 1. Pengarahan pelaksanaan PSG; 2. Pengenalan PT. TELKOM; 3. Pembagian dan pengambilan surat pengantar PSG. Petugas Sekolah PT. TELKOM PT. TELKOM Sekolah Psikolog Sekolah Kepala Sekolah PT. TELKOM Sekolah

2.

Kedua

3.

Ketiga

Sumber: Program PSG SMK Telkom Sandhy Putra Purwokerto

Pelaksanaan prakerin SMK Telkom Sandhy Putra Purwokerto untuk program keahlian teknik jaringan menggunakan sistem semi blok. Penyelenggaraan prakerin dibagi menjadi dua tahapan, yaitu yang pertama dilaksanakan pada kelas dua, di samping itu diadakan juga pada kelas tiga. Kelas dua dilaksanakan selama dua bulan, sedangkan kelas tiga dilaksanakan selama tiga bulan. Semi blok disini merupakan bentuk dari

38

pelaksanaan PSG tipe blok yang dimodifikasi, jika sistem blok pelaksanaan PSG dilakukan pada kelas tiga selama tiga bulan penuh, maka semi blok merupakan modifikasinya. Dalam hal ini pada tahap pertama yang dilakukan di kelas dua siswa selama dua bulan berada di PT. TELKOM, tidak ada kegiatan pembelajaran di kelas, siswa tinggal di sekitar industri, lazimnya adalah kost. Sistem ini digunakan agar keterampilan yang diperoleh di industri tidak terganggu oleh mata diklat yang ada di sekolah, sehingga diharapkan keterampilan yang diperoleh adalah bulat. Setelah masa dua bulan terpenuhi siswa dikembalikan ke sekolah. Kegiatan ini diulangi lagi pada saat siswa kelas tiga, bahkan waktunya lebih lama lagi yaitu selama tiga bulan penuh di PT. TELKOM. Di bawah ini disajikan model penyelenggaraan prakerin yang dilakukan oleh program keahlian teknik jaringan di SMK Telkom Sandhy Putra Purwokerto. Gambar 10. Pola pelaksanaan Prakerin yang diterapkan di SMK Telkom Sandy Putra Purwokerto Klas I (1) (2) (3a) (3b) Klas II (3c) (3c) (1) (2) (3a) (3b) Klas III (1) (2) (3c) (3c) (3c) (3a) dan (3b)

Tata tertib siswa yang melaksanakan PSG di lingkungan Divre IV Jawa Tegah dan Daerah Istimewa Yogyakarta adalah (1) hari dan jam kerja praktik siswa disesuaikan dengan jam kerja pegawai yaitu untuk hari Senin sampai dengan Kamis mulai pukul 07.30 sampai dengan 17.00 WIB, sedangkan hari Jumat mulai pukul 08.00 sampai dengan 16.00, hari Sabtu libur; (2) siswa diharuskan memakai pakaian seragam OSIS atau pakaian kerja lapangan dan tidak diperkenankan memakai pakaian lain di luar pakain tersebut; (3) siswa diwajibkan menyerahkan laporan PSG dalam bentuk makalah, dibuat rangkap tiga; (4) siswa dilarang menyebarkan hasil

39

laporan atau penelitiannya kepada pihak lain; (5) siswa di lokasi PSG harus menandatangani surat pernyataan di atas materai Rp. 6000,-; (6) menyerahkan dua lembar pas foto hitam putih ukuran 3x4; (7) melaksanakan dan mengisi daftar hadir setiap hari serta diparaf oleh Kepala Unit kerja atau pembimbing lapangan; (8) menjaga nama abaik sekolah, selalu bersikap santun dan ramah terhadap sesama; dan (9) dilarang menggunakan fasilitas atau sarana PT. TELKOM tanpa ijin, seperti telepon, foto copy, komputer untuk kepentingan pribadi. Kegiatan monitoring yang dilakukan sekolah hanya dilakukan sekali selama tiga bulan, hal ini dilakukan agar sekolah tidak mengganggu proses pembelajaran di PT. TELKOM. Di samping itu pembimbing dari sekolah biasanya menanyakan mengenai hambatan yang dialami siswa di industri, ada permasalahan tidak dalam beradaptasi. Demikian juga sekolah menanyakan hal itu kepada industri, apakah siswa dari sekolahnya mengalami permasalahan, etika, moral atau semangat kerja misalnya. Guru pembimbing tidak mempunyai wewenang memberikan penilaian keterampilan siswa. Kegiatan penilaian dilakukan sepenuhnya oleh industri. Bentuk penilaian yang dilakukan oleh industri adalah berkaitan dengan kinerja siswa dalam menyelesaikan bahan menjadi produk jadi. Penilaian dilakukan sesuai dengan kompetensi yang ditempuh siswa di industri. Misalnya untuk PT. TELKOM yang bergerak di bidang jaringan, kompetensi yang dinilai antara lain adalah hasil kerja siswa dalam bidang sistem penyambungan kabel. Di samping itu diberikan juga penilaian mengenai menegenai sikap, etika, semangat kerja, yang mana penilaian ini dimasukkan dalam jurnal harian, yang nantinya dari industri diberikan kepada sekolah. Aspek yang dinilai dalam laporan kemajuan siswa peserta PSG di PT. TELKOM seperti tersaji dalam Tabel IV. 2 di bawah ini.

40

Tabel IV.2. Aspek penilaian PSG siswa SMK Telkom Sandhy Putra Purwokerto No. 1. Aspek yang Dinilai Disiplin Kriteria Penilaian a. Ketentuan jam kerja b. Penggunaan pakaian seragam dan atribut; c. Sikap sopan santun Sub Total a. Kemampuan bekerjasama; b. Penyesuaian pendapat; c. Pertimbangan dan penerimaan usul orang lain Sub Total a. Mencari tata kerja baru; b. Pemberian saran yang baik; c. Mampu mengemukakan pendapat Sub Total a. Mempelajari setiap hal baru; b. Membentu pelaksanaan tugas kelompok; c. Membantu pelaksanaan tugas pembimbing Sub Total a. Memelihara barang milik perusahaan; b. Penyelesaian tugas sampai tuntas; c. Tidak melempar tanggungjawab Sub Total a. Keiklasan dalam melaksanakan tugas; b. Penghargaan terhadap bidang tugas orang lain; c. Jujur dan bertanggungjawab Sub Total a. Kesungguhan; b. Kecakapan; c. Hasil kerja Sub Total Bobot 40 30 30 100 40 30 30 100 25 25 50 100 40 30 30 100 40 30 30 100 30 30 40 100 30 30 40 100

2.

Kerjasama

3.

Inisiatif

4.

Kerajinan

5.

Tanggungjawab

6.

Sikap

7.

Prestasi

Sumber: Program PSG SMK Telkom Shandy Putra Purwokerto

Setelah penarikan, siswa biasanya diminta sekolah untuk membuat laporan pelaksanaan prakerin di PT. TELKOM Setelah laporan jadi, selanjutnya siswa diuji oleh pembimbing yang berasal dari sekolah. Siswa memperoleh hasil nilai prakerin dari sekolah, yang mana nilai dari siswa merupakan rerata dari kedua nilai itu, yaitu nilai ujian prakerin dan nilai dari pembimbing lapangan.

41

5).Kasus SMKN 2 Klaten Pelaksanaan Prakerin pada keahlian mesin Perkakas SMKN 2 Klaten di lakukan pada semester kedua di kelas tiga selama tiga bulan penuh di industri. Pelaksanaan Prakerin dilakukan dalam dua tahap yaitu tahap pertama pada bulan Juli sampai dengan September; dan tahap kedua bulan November sampai dengan Januari. Pengaturan hari dan jam kerja disesuaikan dengan kesepakatan antara sekolah dengan industri. Program Keahlian Mesin Perkakas di SMKN 2 Klaten dirancang dalam empat tahun. Klas satu sampai dengan klas tiga muatan kurikulumnya sama dengan Program Keahlian Mesin Perkakas di SMK tiga tahun. Pada kelas empat siswa melaksanakan prakerin di industri selama satu tahun, di samping Prakerin yang diadakan di kelas tiga. Pada siswa yang tidak memperoleh tempat Prakerin, atau mengikuti Prakerin tetapi sebelum masa satu tahun sudah selesai, maka SMK membekali mereka dengan praktik produktif hingga mencapai satu tahun. Pada akhir semester delapan siswa yang memiliki keterampilan kategori sangat baik, didaftarkan mengikuti ujian kompetensi di ATMI Surakarta. Biasanya jumlah peserta yang diikutsertakan ujian kompetensi sekiutar 10 siswa. Hal ini dilakukan, karena biaya untuk ujian kompetensi sangat besar untuk ukuran sekolah, yaitu per peserta adalah 1,5 juta rupiah. Jika pihak panitia ujian kompetensi dalam hal ini ATMI Surakarta meminta sekolah menyediakan mesin ujinya, maka jumlah pesertanya menjadi berkurang, karena jumlah mesin yang memenuhi syarat untuk ujian kompetensi hanya tiga unit. Pada tahun 2007 jumlah siswa yang lulus ujian kompetensi adalah tiga orang. Siswa yang mengikuti Prakerin selama di kelas empat di PT. KHS, biasanya memperoleh sertifikat yang setara dengan hasil ujian kompetensi. Namun demikian menurut guru SMKN 2 Klaten Program Keahlian Mesin Perkakas, kualitas sertifikat dari PT. KHS masih di bawah sertifikat yang diperoleh dari ATMI Surakarta. Selanjutnya dikatakan bahwa, nilai rata-rata hasil uji kompetensi dari ATMI sebesar 5,5 lebih dihargai dibanding nilai delapan atau sembilan yang diperoleh dari PT. KHS. Hal ini disebabkan

42

industri tempat Prakerin merasa hutang budi kepada siswa karena sudah dibantu, sehingga ketika memberikan nilai dalam sertifikat cenderung tinggi yaitu antara delapan sampai dengan sembilan. Siswa yang melaksanakan Prakerin di sekolah juga memperoleh sertifikat yang dikeluarkan oleh sekolah. Hal ini sangat dimungkinkan, karena salah satu guru Program Keahlian Mesin Perkakas di SMKN2 Klaten telah memiliki sertifikat asesor sebagai penguji ujian kompetensi. Meskipun kualitas sertifikat yang dikeluarkan oleh sekolah masih kurang dihargai, namun dirasakan sangat berarti bagi siswa. Sebelum pelaksanaan Prakerin di industri, siswa memperoleh pembekalan dari sekolah dan industri. Biasanya kegiatan ini dilakukan di sekolah. Industri didatangkan ke sekolah untuk memberikan pemahaman kepada siswa tentang profil industri mereka, serta gambaran kegiatan siswa pada saat ada di industri. Di samping itu, disampaikan juga norma, keselamatan kerja dan aturan selama pelaksanaan Prakerin. Pembekalan dilaksanakan selama dua hari. Setelah memperoleh pembekalan di sekolah siswa diberangkatkan ke industri atau perusahaan. Pada tahun 2006, 2007, dan 2008 ini tempat prakerin siswa dilkat mesin perkakas adalah PT. Karya Hidup Sentosa (KHS) Yogyakarta, PT. Katshiro Indonesia jakarta. Pada tahun 2006, 2007 siswa diberangkatkan dalam dua gelombang secara bersama-sama, namun pada tahun 2008 ini jumlah gelombang lebih banyak lagi, semua itu tergantung kepada industri pasangan. Di bawah ini disajikan gambar tentang pola pelaksanaan Prakerin yang diterapkan di SMKN2 Klaten. Gambar 11. Prakerin Model 1 yaitu pada siswa yang mengikuti Prakerin di PT. KHS Gelombang pertama I II III IV (1) (1) (1) (3c) (2) (2) (2) (3a) (3a) (3c) (3b) (3b) (3b)

43

Gambar 12. Prakerin Model 2 yaitu pada siswa yang mengikuti Prakerin di PT. KHS Gelombang kedua I II III IV (1) (1) (1) (3c) (2) (2) (2) (3a) (3a) (3b) (3b) (3b) (3c) Gambar 13. Prakerin Model 3 yaitu pada siswa yang mengikuti Prakerin di sekolah dan mengikuti ujian kompetensi di ATMI Surakarta atau di sekolah I II III IV (1) (1) (1) (3c) (2) (2) (2) (3a) (3a) (3c) (3b) (3b) (3b)

Gambar 14. Prakerin Model 4 yaitu pada siswa yang mengikuti Prakerin di sekolah dan mengikuti ujian kompetensi di ATMI Surakarta atau di sekolah I II III IV (1) (1) (1) (3c) (2) (2) (2) (3a) (3a) (3b) (3b) (3b) (3c)

Keterangan: : : : Prakerin di industri Ujian kompetensi dengan ATMI atau dengan SMK 3 Prakerin di industri atau di sekolah Pada saat kelas tiga, semua siswa mengikuti Ujian Nasional (UN). Jadi UN tidak dilaksanakan pada klas empat. Pada kelas tiga itulah siswa memperoleh ijasah atau STTB, namun demikian mereka belum dianggap tamat, sebab masih ada waktu satu tahun untuk menyelesaikan studi di Program Keahlian Mesin perkakas. Pada tahun keempat itulah mereka melaksanakan Prakerin yang kedua, sedapat mungkin sampai memperoleh

44

sertifikat kompetensi dari industri ataupun dari lembaga tempat uji kompetensi, misalnya ATMI Surakarta. 3. JUMLAH DAN KEMAMPUAN LULUSAN SMK DI JAWA TENGAH a. Kasus SMK St. Mikail Surakarta Di SMK Mikael Solo tingkat angka mengulang kelas sebesar 0,8% dan terjadi pada tahun pelajaran 2005/2006, sedangkan pada tahun pelajaran 2004/2005 dan 2006/2007 angka mengulang kelas nol persen. Nilai rerata UN Bahasa Inggris tiga tahun terakhir (2004/2005, 2005/2006, dan 2006/2007) berturut-turut 6,82; 8,04; dan 8,29. Nilai rerata UN untuk mata pelajaran Matematika tiga tahun terakhir (2004/2005, 2005/2006, dan 2006/2007) berturut-turut 7,75; 7,68; dan 8,23. Persentase lulusan empat tahun terakhir (2004, 2005, 2006, dan 2007) berturut-turut 95%; 97,5%; 100%; dan 100%. Dengan demikian angka pengulang kelas, jumlah DO, nilai UN, dan jumlah lulusan yang demikian di kedua sekolah tersebut menjadi salah satu good practice dan ciri keberhasilan pengelolaan SMK bertaraf internasional. Di SMK Mikael Solo jumlah lulusan empat tahun terakhir (2004, 2005, 2006, dan 2007) yang mengisi kesempatan kerja sesuai dengan program studinya berturut-turut sebanyak 43 orang, 57 orang, 59 orang, 60 orang. Sisanya lebih kurang 50% lulusan dari tahun 2004, 2005, 2006, dan 2007 melanjutkan ke perguruan tinggi. Mayoritas ke Akademik Teknik Mesin dan Industri (ATMI) Solo, Universitas Sanata Dharma, Atmajaya Yogyakarta, dan sejumlah perguruan tinggi negeri. Masa tunggu untuk mendapatkan pekerjaan pertama maksimal 1-3 bulan. Di samping itu permintaan tenaga kerja oleh industri selama empat tahun terakhir (2004, 2005, 2006, dan 2007) berturutturut 42 orang, 50 orang, 43 orang, dan 50 orang. Dari permintaan tersebut hanya dapat dipenuhi sebanyak 10 orang, 16 orang, 13 orang, dan 15 orang, sehingga terdapat surplus permintaan sebesar 32 orang, 34 orang, 30 orang, dan 35 orang tenaga kerja. Dengan demikian banyaknya lulusan yang terserap oleh dunia kerja, surplus permintaan tenaga kerja, dan masa tunggu yang relatif pendek untuk mendapatkan pekerjaan pertama merupakan good practice pengelolaan SMK bertaraf internasional.

45

b. Kasus SMKN 2 Cilacap Gambaran kemampuan lulusan SMKN Negeri 2 Cilacap dapat diprediksi dari data lulusan, serta status kelulusannya. Di bawah ini disajikan Tabel IV. Tentang data lulusan SMKN Negeri 2 Cilacap tahun ajaran 2004/2005; 2005/2006; dan 2006/2007. Tabel IV.3. Data lulusan SMKN Negeri 2 Cilacap tahun ajaran 2004/2005; 2005/2006; dan 2006/2007 No. Tahun Jumlah Jumlah Status Pekerjaan Pelajaran Peserta Lulusan Dikontrak Bekerja Tidak tahu Ujian sebelum Setelah lulus Lulus 1. 2004/2005 395 393 (99,5) 116 (29,5) 132 (33,6) 145 2. 3. 2005/2006 2006/2007 400 397 396 (99) 394 (99,25)
Sumber: Data lulusan SMK Negeri 2 Cilacap Tahun 2007

67 (16,9) 97 (24,6)

101 (25,5) 2 (0,5)

228 295

Berdasarkan tabel di atas nampak bahwa jumlah lulusan berturut-turut mulai tahun 2004 sampai dengan 2007 adalah 99,5%; 99% dan 99,25%, ini berarti bahwa terdapat fluktuasi prosentase jumlah lulusan, meskipun fluktuasinya sangat kecil. Meskipun demikian prosentase jumlah siswa yang lulus dibandingkan angka kelulusan Propinsi Jawa Tengah adalah lebih besar, sebab tahun 2005/2006 (99%>87,46%), serta tahun pelajaran 2006/2007 (99,25%>91,88%). Hal ini menunjukkan bahwa proses belajar mengajar di SMK Negeri 2 Cilacap relatif baik. Berdasarkan tabel di atas nampak juga bahwa prosentase siswa yang dikontrak bekerja di industri terjadi fluktuasi yaitu naik turun antara tahun 2004 sampai dengan 2007. Secara agregatif nampak bahwa pada tahun 2004/2005 lulusan yang dikontrak bekerja di industri sebesar 29,5%, sementara lulusan tahun pelajaran 2005/2006 menurun menjadi 16,9% serta pada tahun pelajaran 2006/2007 naik lagi menjadi 24,6%. Hal ini selaras dengan kondisi industri di bidang rekayasa yang berfluktuatif antara tahun 2004 sampai dengan 2007. Hal ini menunjukkan bahwa usaha yang dilakukan sekolah dalam berkomunikasi dengan industri terjadi cukup baik, sehingga belum lulus pun siswa sudah banyak yang dikontrak oleh industri.

46

Secara kasus per kasus, di alinea di bawah ini akan disajikan dinamika perekrutan tenaga kerja yang dilakukan oleh BKK SMK Negeri 2 Cilacap. Sebanyak 310 siswa kelas III Bidang Keahlian Teknik Mesin dan Listrik dari SMK negeri dan SMK swasta di Kabupaten Cilacap mengikuti seleksi calon karyawan yang diselenggarakan perusahaan shock absorber PT Showa Indonesia MFG Industri.Seleksi yang berlangsung di aula SMK Negeri 2 Jl Budi Utomo 8, Cilacap itu dilaksanakan secara ketat. Setiap siswa harus mengikuti ujin tertulis sesuai dengan bidang keahliannya, tes fisik, sikap mental, dan penampilan. Selain itu, setiap peserta juga harus memenuhi persyaratan bebas narkoba, tidak bertato, dan tidak ada lubang tindik di telinganya. Seleksi berlangsung selama dua hari dan baru berakhir Rabu petang 31 Maret 2008. Selain diikuti 310 siswa kelas III, proses seleksi calon karyawan PT Showa Indonesia MG Industri juga diikuti 28 alumni SMK Negeri 2 Cilacap. Peserta sebanyak itu yang dinyatakan lolos seleksi 106 anak. ''Mereka sekarang hanya tinggal mengikuti medical test. Dalam usianya yang masih muda, saya kira mereka akan lolos medical test semua,'' kata Koordinator Bursa Kerja Khusus (BKK) SMK Negeri 2 Cilacap, Sudirman SPd. Sampai tahun 2008 sudah ada lima perusahaan yang mengadakan seleksi calon karyawan bekerja sama dengan BKK SMK Negeri 2. Yaitu, PT Paraso, PT Astra Motor, PT Berjaya Bintang Samudera, PT Kinoria Gayu Mukti, dan PT Showa Indonesia MFG Industri. Jumlah siswa yang telah berhasil direkrut sebagai karyawan di perusahaan tersebut sebanyak 414 anak yang terdiri atas 243 siswa kelas III yang belum lulus dan 171 alumni. ''Lima orang yang lulus seleksi yang diadakan oleh PT Berjaya Bintang Samudera akan dipekerjakan di Jepang. Mereka seluruhnya berasa dari Program Keahlian Nautika Perikanan Laut,'' katanya. BKK SMK Negeri 2 Cilacap, mulai melakukan kerja sama dengan pihak ketiga dalam hal penyaluran lulusan SMK sejak 2001. Sampai saat ini jumlah lulusan SMK, baik negeri maupun swasta, yang telah berhasil ditempatkan di sejumlah industri di Jakarta 1.913 orang. Dari jumlah itu, 782 di antaranya dari SMK Negeri 2 Cilacap. Kepala SMK Negeri 2 Drs H Kisyamto MM

47

mengatakan, kerja sama dengan pihak ketiga itu dilakukan sebagai wujud kontribusi sekolah terhadap Cilacap, khususnya dalam hal menyalurkan tenaga kerja. Dia juga mengatakan, para pelaku industri sengaja melakukan perekrutan sejak siswa masih duduk di kelas III. Tujuannya agar setelah lulus mereka tidak bekerja di tempat lain. Alumni yang sudah bekerja lebih dulu ternyata mampu menunjukkan etos kerja yang tinggi dan mau bekerja lembur. Berhubung mereka mau bekerja lembur maka setiap bulan gaji yang diterima pun dapat mencapai Rp 1,8 juta. c. Kasus SMKN 2 Salatiga Gambaran kemampuan lulusan SMK Negeri 2 Salatiga dapat diprediksi dari data lulusan, serta status kelulusannya. Di bawah ini disajikan Tabel IV. Tentang data lulusan SMK Negeri 2 Salatiga tahun ajaran 2004/2005; 2005/2006; 2006/2007, dan 2007/2008. Pada UN tahun 2008 ini SMK Negeri 2 Salatiga berhasil meluluskan 100% siswa tingkat 3-nya dengan nilai yang memuaskan. 200 siswa, pada mata pelajaran yang di UAN-kan, pelajaran matematika : nilai rata-ratanya 8,87 dengan nilai tertinggi yang berhasil dicapai oleh 11 orang, adalah 10,00. Pelajaran Bahasa Indonesia, nilai tertinggi yang diraih 9,40, dengan rata-rata keseluruhan 8,02, sedangkan untuk pelajaran bahasa Inggris, nilai rata-rata 8,08, dan nilai tertinggi adalah 9,40. Kabar ini sungguh membanggakan dan menggembirakan bagi seluruh civitas akademika SMK Negeri 2 Salatiga. Dengan demikian pada tahun 2008 ini SMK 2 Salatiga rerata jumlah siswa yang lulus di atas rerata jumlah siswa SMK yang lulus di Jawa Tengah. Hal ini menunjukkan bahwa proses pembelajaran di SMK 2 Salatiga dalam kategori baik. Ditunjukkan juga bahwa dalam setiap tahun prosentase jumlah siswa yang tersalur ke tempat pekerjaan selalu meningkat yaitu mulai dari 47%, 55% dan data terakhir adalah 66%. Hal ini memperkuat dugaan bahwa pembelajaran yang berlangsung cenderung mengarah ke kemampuan yang dituntut oleh kurikulum.

48

Tabel IV.4 Data lulusan SMK Negeri 2 Salatiga tahun ajaran 2004/2005; 2005/2006; 2006/2007 dan 2007/2008 No. 1. 2. 3. 4. Tahun Pelajaran 2004/2005 2005/2006 2006/2007 2007/2008 199 198 200 260 Jumlah yang Lulus Jumlah yang Tersalur 95 (47%) 110 (55%) 132 (66%) Belum diketahui

Sumber: Data lulusan SMK Negeri 2 Salatiga Tahun 2008

Ujian kompetensi keahlian tahun 2007 ini akan menjadi bagian dari Ujian Nasional (UN) bagi para siswa Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Pada tahun sebelumnya UN untuk SMK hanya meliputi tiga mata pelajaran, yakni matematika, Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris. Sedangkan ujian kompetensi keahlian masuk dalam ujian sekolah. Jadi nilai UN untuk SMK berasal dari nilai matematika ditambah dengan nilai Bahasa Indonesia, nilai Bahasa Inggris dan nilai ujian kompetensi keahlian dibagi empat. UN kompetensi keahlian diselenggarakan paling lambat seminggu sebelum dilaksanakannya UN teori. Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) 2 Salatiga Jurusan Teknik Perkayuan mendapat kepercayaan dari Pusat Pengembangan Penataran Guru (PPPG) Teknologi Bandung sebagai tempat pelaksanaan Uji Kompetensi Siswa (UKS). Sebanyak 18 siswa membuktikan kepiawaian membuat mebel berstandar industri. hasil karya mereka langsung dinilai oleh beberapa staf manajemen perusahaan mebel. "Kami mampu menghasilkan tenaga perkayuan yang siap diserap oleh industri. Di Indonesia hanya ada lima SMK yang dipilih sebagai pelaksanaan uji kompetensi, salah satunya sekolah kami ini," kata Kepala SMK 2 Salatiga, Drs Reza Pahlevi. Kemampuan siswa dan lulusan program keahlian teknik perkayuan ditunjukkan dengan perolehan berbagai kejuaraan tingkat propinsi, nasional maupun internasional. Di bawah ini disajikan mengenai catatan prestasi kejuaraan yang telah dicapai sekolah itu.

49

Tabel IV.5 Prestasi yang dicapai siswa pragram teknik perkayuan SMK 2 Salatiga No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Tahun 2002 2003 2004 2004 2005 2006 2007 Jenis Lomba Teknik Perkayuan Teknik Perkayuan Teknik Perkayuan Teknik Perkayuan Teknik Perkayuan Cabinet Making Cabinet Making Skala Kejuaraan Provinsi Provinsi Provinsi Provinsi Provinsi Asia Tenggara Provinsi 2 2 2 2 1 1 2 Ranking

Sumber:Profil SMK 2 Salatiga

Siswa yang mampu mengukir sejarah sebagai juara lomba Cabinet Making adalah Asbai, yang akan maju pada ajang world skill compwtition pada 15 sampai 22 November 2007 di Jepang, yang pada akhirnya menjadi juara dunia. Saat ini asbai melanjutkan kuliah di program Studi Teknik Sipil Universitas Negeri Yogyakarta.

50

4. PENYELENGGARAAN SERTIFIKASI SMK DI JAWA TENGAH Gambar 15. Proses dan variasi sertifikasi SMK Negeri dan Swasta di Jawa Tengah Siswa SMK

PSG di Institusi Pasangan Proyek Tugas Akhir


Tidak Lulus

LSP (Lembaga Sertifikasi Profesi)


Tidak Lulus

Hasil Penilaian di Tempat Prakerin Diuji

Uji Kompetensi Lulus Lulus

Penyusunan Laporan PSG Diuji Sertifikat

Sertifikat

Sertifikat

51

Gambar 16. Proses dan variasi sertifikasi di SMK Mikail Surakarta Siswa SMK Mikail Surakarta

PSG di Bidang Mesin Perkakas/Industri Milik Yayasan ATMI

Proyek Tugas Akhir

Hasil Penilaian/uji kompetensi

Diuji

Penyusunan Laporan PSG Diuji Sertifikat Sertifikat

Lulus

a. Kasus di SMK Telkom Sandhy Putra Purwokerto Berdasarkan Gambar di atas, sertifikat keahlian yang diperoleh oleh siswa SMK Telkom Sandhy Putra Purwokerto melalui tiga cara, yaitu melalui PSG, melalui proyek Tugas Akhir, serta melalui uji kompetensi yang diselenggarakan oleh LSP BNSP. Sertifikat yang diperoleh dari pelaksanaan PSG dan sertifikat yang diperoleh dari PTA digunakan sebagai pelengkap Ujian Nasional. Artinya kedua sertifikat masuk dalam hasil UN. Sementara itu sertifikat yang diperoleh dari LSP merupakan bekal tambahan siswa dalam rangka melamar pekerjaan. Sertifikat yang diperoleh dari PSG melalui tahapan-tahapan sebagai berikut: (1) siswa melaksanakan PSG di PT. TELKOM; (2) siswa memperoleh nilai dari PT. TELKOM; (3) siswa menyusun laporan PSG; (4) siswa diuji oleh sekolah berkaitan dengan laporan PSG; (5) siswa dinyatakan lulus ujian laporan

PSG; (6) nilai yang diperoleh dari PT. TELKOM dan ujian laporan PSG dirataratakan; (7) siswa memperoleh sertifikat. Surat keterangan ini ditandatangani atau disyahkan oleh Kepala Kandatel serta Kepala Sekolah. Proyek Tugas Akhir (PTA) merupakan pendekatan ujian nasional produktif pada akhir masa pendidikan SMK, yang merupakan integerasi dan aktualisasi terhadap penguasaan kompetensi atau subkompetensi yang telah dikuasai. Strategi ini dirancang untuk meningkatkan efisiensi dan relevansi. Uji kompetensi jenis ini masuk ke dalam kategori internal. Melalui PTA ini diharapkan siswa mampu menciptakan suasana pembelajaran yang kondusif untuk menghasilkan produk sesuai dengan kebutuhan pasar, persyaratan standar mutu, serta standar operasional prosedur (SOP). Produk PTA disesuaikan dengan karakteristik paket atau program keahlian, yang dapat berupa: (1) produk barang, misalnya Program Sistem Informasi Akademik berbasis Web, program PSB on-line, Bidang Pertanian, Bidang Kesenian, dan lain-lain; (2) produk jasa misalnya pemasangan server, Mail server, Gateway, pemasangan jaringan lokal untuk warung internet, bidang teknik survei dan pemetaan, otomotif, serta lain-lain. Pelaksanaan kegiatan PTA melalui beberapa tahapan masing-masing adalah (1) penyusunan proposal; (2) proses pelaksanaan; (3) kegiatan kulminasi; (4) proses verifikasi; dan (5) pemberian sertifikat. Pada tahap penyusunan proposal, guru pembimbing dan penguji bersamasama menentukan judul proyek tugas akhir, selanjutnya ditindaklanjuti dengan penyusunan rancangan kerja tugas akhir/proposal. Proses pelaksanaan adalah proses kegiatan yang dilakukan sesuai dengan rambu-rambu yang telah ditetapkan dalam proposal, dengan bimbingan dan pengawasan. Proses ini menekankan pada pencapaian kompetensi yang dibuktikan dengan bukti belajar (learning evidence) dan diorganisir dalam portofolio sebagai bahan verifikasi. Kegiatan kulminasi PTA oleh penguji dapat dilakukan dengan cara presentasi, penyajian, pengujian, serta display. Proses verifikasi internal dan eksternal terhadap penguasaan kompetensi penguji dilaksanakan pada akhir proses pelaksanaan proyek tugas akhir dengan cara verifikasi portofolio, presentasi proposal, wawancara, demonstrasi serta unjuk kerja. Tahapan yang terakhir

adalah pemberian sertifikat yaitu kegiatan setelah dilakukan verifikasi eksternal. Sertifikat PTA disyahkan oleh verifikator eksternal yang biasanya adalah PT. TELKOM serta Kepala Sekolah. Sertifikat yang diperoleh dari LSP, dicapai dengan tahapan yang lebih rumit. Sertifikasi ini tidak diikuti oleh seluruh siswa SMK, hanya kepada siswa yang berminat atau menurut pilihan sekolah. Sertifikasi ini dikenakan biaya adminstrasi, bagi siswa yang tidak dipilih oleh sekolah biasanya membayar sendiri. Besaran biaya yang sesungguhnya adalah Rp. 250.000,- namun demikian hal ini tergantung pada kekompleksan keterampilan yang diujikan. Besaran yang dipatok oleh LSP lazimnya mencapai nilai Rp. 1.500.000,-, Tahapan pertama dari uji kompetensi yang dilaksanakan oleh LSP adalah (1) sekolah menentukan siswa yang akan mengikuti uji kompetensi ini; (2) sekolah menyiapkan alat-alat yang akan digunakan dalam rangka uji kompetensi; (3) sekolah juga menyiapkan ruangan yang akan digunakan; (4) sekolah menentukan LSP yang akan melaksanakan uji kompetensi, tahapan ini biasanya sekolah berhubungan dengan BKSP yang ada di Provinsi Jawa Tengah; (5) BKSP menunjuk kepada LSP yang telah diberikan wewenang; (6) LSP yang relevan dan telah ditunjuk melaksanakan uji kompetensi; (7) LSP yang ditunjuk memutuskan siswa yang berhak lulus atau yang gagal; dan (8) siswa yang lulus diberikan sertifikat keahlian tertentu. Sertifikat dari LSP tidak wajib bagi lulusan SMK. Biasanya industri tidak mensyaratkan sertifikat ini. Industri lazimnya melaksanakan rekrutmen dengan cara melaksanakan seleksi sendiri. Lulusan yang lolos seleksilah yang kemudian direkrut oleh industri, meskipun yang bersangkutan tidak memiliki sertifikat keahlian yang diperoleh dari LSP. Namun demikian sebagian industri ada yang mensyaratkan sertifikat yang berasal dari LSP ini, hanya saja jumlahnya sedikit. Kendala yang dialami siswa berkaitan dengan sertifikat yang berasal dari LSP ini adalah besarnya biaya yang harus dibayar oleh siswa, yaitu Rp. 1,5 juta. Sementara Depdiknas hanya membantu lima puluh ribu rupiah per siswa, sisanya harus dibayar sendiri. Oleh karena itu, jumlah pesertanya menjadi sedikit. Padahal peralatan dan tempat penyelenggaraan disediakan oleh sekolah. Hal inilah yang menyebabkan minat siswa rendah. Di samping itu, sekolah juga

menakar kemampuan keterampilan siswanya, sekolah mempunyai target semua yang ikut uji kompetensi harus lulus, hal ini demi prestise sekolah. Oleh karena itu, siswa yang mempunyai kemampuan produktif yang tinggi saja yang dipilih dan dibiayai oleh sekolah. Hal ini menjadi tidak adil. b. Kasus SMK St. Mikail Berdasarkan Gambar 16. di atas, sertifikat keahlian yang diperoleh oleh siswa SMK St. Mikail Surakarta melalui dua cara, yaitu melalui prakerin dan melalui proyek Tugas Akhir. Sertifikat yang diperoleh dari pelaksanaan PSG dan sertifikat yang diperoleh dari PTA digunakan sebagai pelengkap Ujian Nasional. Artinya kedua sertifikat masuk dalam hasil UN. Sertifikat yang diperoleh dari prakerin melalui tahapan-tahapan sebagai berikut: (1) siswa melaksanakan prakerin di industri milik yayasan; (2) siswa memperoleh nilai dari hasil prakerin; (3) siswa menyusun laporan prakerin; (4) siswa diuji oleh sekolah berkaitan dengan laporan prakerin; (5) siswa dinyatakan lulus ujian laporan prakerin; (6) siswa memperoleh sertifikat. Proyek Tugas Akhir (PTA) merupakan pendekatan ujian nasional produktif pada akhir masa pendidikan SMK, yang merupakan integerasi dan aktualisasi terhadap penguasaan kompetensi atau subkompetensi yang telah dikuasai. Strategi ini dirancang untuk meningkatkan efisiensi dan relevansi. Uji kompetensi jenis ini masuk ke dalam kategori internal. Melalui PTA ini diharapkan siswa mampu menciptakan suasana pembelajaran yang kondusif untuk menghasilkan produk sesuai dengan kebutuhan pasar, persyaratan standar mutu, serta standar operasional prosedur (SOP). Pelaksanaan kegiatan PTA melalui beberapa tahapan masing-masing adalah (1) penyusunan proposal; (2) proses pelaksanaan; (3) kegiatan kulminasi; (4) proses verifikasi; dan (5) pemberian sertifikat. Pada tahap penyusunan proposal, guru pembimbing dan penguji bersamasama menentukan judul proyek tugas akhir, selanjutnya ditindaklanjuti dengan penyusunan rancangan kerja tugas akhir/proposal. Proses pelaksanaan adalah proses kegiatan yang dilakukan sesuai dengan rambu-rambu yang telah ditetapkan dalam proposal, dengan bimbingan dan pengawasan. Proses ini

menekankan pada pencapaian kompetensi yang dibuktikan dengan bukti belajar (learning evidence) dan diorganisir dalam portofolio sebagai bahan verifikasi. Kegiatan kulminasi PTA oleh penguji dapat dilakukan dengan cara presentasi, penyajian, pengujian, serta display product. Proses verifikasi internal dan eksternal terhadap penguasaan kompetensi penguji dilaksanakan pada akhir proses pelaksanaan proyek tugas akhir dengan cara verifikasi portofolio, presentasi proposal, wawancara, demonstrasi serta unjuk kerja. Tahapan yang terakhir adalah pemberian sertifikat yaitu kegiatan setelah dilakukan verifikasi eksternal. 5. KONDISI KEBUTUHAN TENAGA KERJA LULUSAN PELMO DI INDUSTRI Menurut Kepala Human Resources Development (HRD) PT. KOMATSU Jakarta bahwa pada tahun 2008 dan 2009, PT. KOMATSU sudah menerima pesanan alat berat yang sangat besar. Kebutuhan alat berat yang sangat besar ini diduga bukan merupakan perilaku konsumen yang spekulatif, namun merupakan kebutuhan riil di lapangan, misalnya sebentar lagi akan dicanangkan proyek trans Kalimantan, trans Papua, dan proyek jalan yang sangat besar di Pakanbaru. Staff HRD PT. KOMATSU mengatakan bahwa saat ini terjadi permasalahan Bottle Neck di produksi, sebab tenaga kerja bidang mesin produksi jumlahnya sedikit sehingga pekerjaanya menumpuk, ia harus segera melakukan set up tenaga kerja agar dicapai efektifitas kerja. Penumpukan terjadi karena komponen-komponen yang masih kasar sudah banyak diproduksi, namun tenaga dalam bidang mesin produksi belum mampu mengimbanginya. Di samping itu komponen-komponen penting alat berat tidak dapat dikerjakan oleh tangan manusia, tetapi harus dikerjakan dengan mesin, namun tenaga terampil dalam bidang mesin produksi masih sangat terbatas oleh karena itu terjadi penumpukan. Oleh karena itu dibutuhkan tenaga operator mesin perkakas manual dan operator mesin Computer Numerical Control (CNC) yang sangat besar. Di sisi lain, PT. KOMATSU membutuhkan juga tenaga lulusan yang terampil dalam pengecoran logam.

Menurut Kepala Human Resources Development (HRD) PT. HANKEN Jakarta bahwa pada tahun 2008 dan 2009, mereka memperoleh pesanan komponen alat berat yang sangat besar. Komponen itu untuk mendukung pabrik alat berat yang ada di Jakarta. Pada saat ini, mereka masih kekurangan tukang las listrik. Lulusan SMK yang memiliki keterampilan las listrik masih sangat dibutuhkan. Di samping itu, lulusan SMK yang memiliki keterampilan las tambahan misalnya las argon lebih diutamakan. Kebutuhan tenaga kerja bidang perkayuan agak unik. Banyak lulusan PIKA dalam usia yang masih sangat muda (23 tahun) sudah diberikan tanggungjawab oleh perusahaan untuk menjadi supervisor. Hal ini disebabkan rekam jejak mereka dalam proses produksi mempunyai kualitas yang sangat baik. Prestasi inilah yang justru menjadi permasalahan. Pada saat mereka menimba ilmu di PIKA bekal kemampuan berkomunikasi dengan orang lain, misalnya karyawan, konsumen, dan rekanan tidak diperoleh. Di SMK PIKA, siswa hanya dididik untuk menjadi operator ahli. Dengan demikian kesenjangan ini menjadi penghambat karir mereka. Keadaan ini membuat pengelola SMK PIKA untuk memasukkan mata pelajaran Keterampilan Berkomunikasi ke dalam kurikulumnya. Berdasarkan wawancara dengan Romo Kepala Sekolah SMK Pendidikan Kayu Atas (PIKA) dikatakan bahwa kebutuhan tenaga operator mesin kayu masih sangat tinggi. Tiga perusahaan mebel besar di Indonesia diantaranya Olympic dan LIGNA, masih membutuhkan tenaga ini. Kompetensi tambahan yang diinginkan adalah kompetensi personal seperti disiplin, tanggungjawab, kemampuan bekerjasama, dan rapi. Menurut staff Human Resources Development (HRD) PT. Karya Hidup Santoso (PT. KHS) Yogyakarta, jumlah tenaga kerja operator lulusan SMK sebanyak 800 orang. Mereka tersebar ke dalam berbagai pekerjaan misalnya las, perkakas, pengecoran logam, serta pengecatan atau finishing. Rata-rata kualitas pekerjaan lulusan SMK memenuhi persyaratan produk, artinya tamatan mempunyai keterampilan yang sudah cukup. Semua operator yang masih baru selalu diberikan pelatihan, sebelum mereka bekerja menghasilkan produk, lamanya dua minggu sampai dengan dua bulan. Dikatakan selanjutnya, justru

yang sangat dibutuhkan dalam pekerjaan adalah kualitas personal, artinya orang yang memegang teguh komitmen, disiplin, serta mampu bekerjasama. Berdasarkan hal ini, pengelaman selama ini justru tamatan SMK yang mempunyai kategori biasa-biasa saja mempunyai kualitas yang lebih baik, hal ini diduga mereka berusaha lebih keras untuk meningkatkan kualitas hasil kerjanya. PT. KHS menerima karyawan lulusan SMK terakhir pada bulan November tahun 2008, sampai saat ini belum menerima karyawan baru lagi, sebeb masih dilanda krisis keuangan. Batas waktunya tidak ditentukan. Biasanya PT. KHS menerima karyawan setiap bulan sampai dengan 30 orang dari berbagai keterampilan. Kebutuhan yang sangat besar ada di pengecoran logam. Di samping itu kebutuhan untuk operator mesin atau robot las dan mesin Computer Numerical Control (CNC) juga sangat besar. Pengecoran logam bahkan tidak mensyaratkan lulusan dari program keahlian ini, semua program keahlian diterima, setelah mereka menjadi karyawan barulah dididik dalam keterampilan ini di perusahaan. Menurut staff HRD dikatakan juga bahwa yang terutama dari calon karyawan adalah kualitas atau kualifikasi pribadi. Karakter karyawan yang mempunyai ketekunan, komitmen, disiplin, serta mampu bekerjasama yang lebih dibutuhkan. Keterampilan yang masih agak rendah, oleh perusahaan akan ditingkatkan melalui pelatihan. Dengan demikian sesungguhnya bekal yang berasal dari sekolah sudah cukup untuk bekal bekerja di PT. KHS. Menurut direktur Formulatrix Salatiga, krisis keuangan global tidak memberikan dampak terhadap aktivitas perusahaannya yang bergerak dalam bidang industri telematika. Menurut Kepala Bidang Perindustrian , Perdagangan, dan Usaha Kecil Menengah Kota Salatiga bidang telematika masih menjadi andalan pengembangan industri di Kotanya. Telematika yang dimaksud adalah integerasi antara sistem telekomunikasi dan informatika yang dikenal dengan Information and Communications Technology (ICT). Industri ini berhubungan dengan komputer, telekomunikasi, atau multimedia. Keterampilan yang masih sangat dibutuhkan itu selaras dengan kurikulum pada program keahlian Teknik Komputer dan Jaringan di SMK Telkom Shandy Putra Purwokerto.

6. DESKRIPSI PERANAN DISNAKER KABUPATEN/KOTA DALAM PEMBINAAN BKK SMK DI JAWA TENGAH a. Proses Penempatan Lulusan SMK Di Industri yang Diinginkan Disnakertrans Proses penempatan siswa lulusan SMK di industri, dimulai dari keinginan industri untuk merekrut mereka. Industri berkomunikasi dengan Disnakertrans Kabupaten/Kota asal mereka berdomisili, sampai dengan diperoleh surat ijin. Industri selanjutnya berkomunikasi dengan Disnakertrans tempat lokasi asal tenaga kerja dalam hal ini adalah lulusan SMK. Industri juga berkomunikasi dengan SMK. Biasanya antara SMK dengan industri sudah lama berpasangan. Disnakertrans Kabupaten/Kota asal tenaga kerja saling memberitahukan dengan SMK. Gambar 17. Proses Penempatan Lulusan SMK Di Industri yang Diinginkan Disnakertrans
Industri/perusahaan

Surat Disnaker asal industri/perusahaan

Disnakertrans Terlibat

SMK

Seleksi Kontrak perjanjian Hak-hak pekerja Asuransi

Persiapan penempatan

Monitoring

Penempatan

Bekerja di Industri

Laporan Perkembangan Pekerjaan oleh lulusan SMK

SMK melalui Bursa Kerja Khsusus (BKK) mempersikapkan Kartu Kuning untuk setiap siswa. Industri selanjutnya melakukan seleksi dengan melibatkan Disnakertrans, bukan sebagai undangan, tetapi aktif terlibat dalam proses seleksi. Biasanya materi seleksi adalah tes keterampilan dan tes psikologi, jika kedua tes lolos, selanjutnya diadakan tes kesehatan. Tes keterampilan lazimnya lulusan SMK lolos, tes psikologi banyak yang mulai gugur, dan tes yang paling berat adalah tes kesehatan. Setelah beberapa siswa lolos ketiga tes tersebut di atas, sekolah mempersiapkan penempatan. Dalam proses penempatan Disnakertrans mempersiapkan beberapa hal mengenai hak-hak karyawan, pemahaman industri tentang perlindungan tenaga kerja, serta asuransi. Sekolah dan industri mempersiapkan kontrak kerja. Setelah semua syarat pekerjaan dipersiapkan selanjutnya lulusan SMK siap untuk ditempatkan. Penempatan yang pertama lazimnnya sekolah mengantarkan sisnya ke industri, selanjutnya diserahkan kepada pihak industri. Dalam proses bekerja, siswa diharapkan selalu berkomunikasi dengan sekolah, sementara sekolah berkomunikasi dengan Disnakertrans. Lulusan SMK yang sudah bekerja diharapkan selalu memberikan laporan perkembangan kondisi mereka, jika terdapat permasalahan maka sekolah harus mencoba untuk menemukan solusinya. Di samping itu, jika terdapat permasalahan yang agak rumit, Disnakertrans terlibat dalam menyelesaikannya. Pada kondisi yang baik, jika industri nampak membutuhkan tenaga kerja baru, maka lulusan SMK diharapkan selalu memberitahukan sekolah agar adik-adik kelas dapat ikut melamar. Kasus yang sering terjadi adalah adanya ketidaksetujuan masyarakat di sekitar industri dalam menerima karyawan baru di industri yang bersangkutan. Industri biasanya beralasan, keterampilan warga sekitar tidak memenuhi syarat kompetensi, sehingga industri tidak merekrut mereka. Biasanya masyarakat sekitar tidak terima, bahkan kadang-kadang masyarakat sekitar secara langsung mengadakan razia. Kadang-kadang razia juga dilakukan ditempat penginapan, untuk selanjutnya mengusir pekerja. Hal

inilah yang menyebabkan Disnakertrans Kabupaten/Kota mensyaratkan surat ijin dari Disnakertrans asal domisili industri itu. b. Proses Penempatan Lulusan SMK Di Industri yang Dilakukan SMK Pada kenyataannya industri tidak menginginkan kerepotan, lazimnya mereka langsung berkomunikasi dengan sekolah. Hal ini dilakukan dengan alasan takut birokrasi yang berbelit-belit. Mereka menginginkan prosedur yang sederhana, ke sekolah, rekrutmen melalui tes keterampilan, tes psikologi, serta tes kesehatan, maka siswa lolos menjadi karyawan. Selanjutnya, perusahaan menyiapkan kontrak kerja dengan siswa yang diketahui oleh sekolah. Berikutnya siswa menjadi karyawan. Gambar 18. Proses Penempatan Lulusan SMK Di Industri yang Dilakukan SMK Industri/perusahaan

Disnakertrans

SMK

Kartu Kuning Tamu Undangan Seleksi Karyawan

Kontrak

Persiapan Penempatan

Penempatan

10

Industri enggan berkomunikasi dengan Disnakertrans Kabupaten/kota, sebab mereka pasti akan dikenai prosedur Angkatan kerja Antar Propinsi (AKAP) atau Angkatan Kerja Antar Daerah (AKAD), yang mana mengharuskan perusahaan untuk lebih rumit dan terinci menyiapkan administrasi. Nampaknya, sekolah berkeinginan seperti industri, sekolah harus segera menyalurkan lulusannya, sehingga segera mendapatkan pekerjaan. Jika sekolah terlalu rumit mengurusi administrasi, mengakibatkan berlarut-larut dan siswa tidak segera mendapatkan pekerjaan, ini merupakan beban mental tersendiri bagi sekolah. Sesungguhnya, prosedur seperti yang dirancang oleh Disnakertrans sangat baik, terutama berkaitan dengan perlindungan kerja bagi masyarakat di Kabupaten/Kota yang memiliki sekolah. Banyak kasus yang menimpa tenaga kerja yang berasal dari daerahnya, misalnya permasalahan pemutusan hubungan kerja, atau kecelakaan kerja, banyak industri yang akhirnya lepas tangan atau tidak bertanggungjawab, sehingga yang dirugikan adalah lulusan SMK sendiri. Muara akhirnya lazimnya mereka, orang tua, sekolah bahkan lulusan SMK sendiri yang memohon pertimbangan Disnakertrans. Sekolah dalam kasus seperti ini, biasanya hanya mencoba untuk menjembatani antara industri dan lulusan SMK, tetapi sering tidak memuaskan kedua belah pihak.Oleh karena itu, langkah pemerintah dalam hal ini Disnakertrans sangat dimaklumi. Contoh kasus penyimpangan yang dilakukan oleh BKK sekolahj yaitu SMK Bina Tunas Bakti Juwana kontak dengan Daihatsu dalam hal perekrutan calon karyawan, ternyata sekolah itu merekrut SMK luar kota juga, kebetulan adalah SMK di Salatiga.Hal ini barangkali karena tuntutan perusahaan yaitu mengenai jumlah yang direkrut. Sebab, kalau nanti tidak memenuhi target akan membuat tidak simpatik pihak Daihatsu. Kenyataan di atas yaitu mengenai dilema antara mengikuti peraturan pemerintah dan ketatnya kompetisi dalam meraih lapangan kerja perlu diantisipasi oleh sekolah. Pemerintah dalam hal ini Disnakertrans Kabupaten/Kota perlu lebih menyederhanakan prosedur, tanpa mengurangi kerugian yang diderita oleh kedua belah pihak, yaitu industri dan pekerja.

11

Hal-hal yang sifatnya krusial, misalnya perijinan dari Disnakertrans domisili industri wajib untuk dipenuhi. Hal ini untuk menjaga terjadinya kasus razia yang dilakukan oleh penduduk setempat industri terhadap karyawan dari lulusan SMK luar domisili industri. Hal ini untuk menjaga kenyamanan, keamanan dan produktivitas pekerja. Hal-hal yang sifatnya tidak penting misalnya permasalahan keikutsertaan dalam rekrutmen, serta disederhanakannya prosedur AKAP atau AKAD tanpa mengurangi hal-hal prinsip, rasanya dapat dilakukan. c. Pembinaan yang Dilakukan Oleh Disnakertrans kepada BKK SMK Pembinaan yang dilakukan Disnaker wujudnya adalah menginformasikan ke sekolah. Namun demikian industri kadang-kadang ada yang langsung ke sekolah. Hal ini terjadi sebab Eks siswa mereka pernah diterima di suatu industri, selanjutnya mereka langsung datang ke sekolah. Mereka langsung bekerjasama, mereka datang ke SMK sendiri. Kalau salah satu SMK yang di Juwana masih ikut tes ditempat kami. Di Pati terdapat 11 unit BKK, selama ini mereka sudah melibatkan rekan-rekan pengawas dari Disnaker. Bentuk pembinaan yang lain adalah dalam hal bimbingan tes psikologi bagi calon tenaga kerja, kabupaten Pati meminta bantuan propinsi dalam penyelenggaraanya. Hal ini penting dilakukan yaitu untuk mengatasi kesulitan pada saat tes bakat dan minat. Di samping itu, pengumuman atau informasi lowongan pekerjaan lewat radio dan BKK masing-masing sekolah. Hal ini dilakukan agar informasi segera cepat diterima oleh siswa. Siswa SMK yang belum lulus uji kompetensi, biasanya mengulangi, dan ini diwadahi oleh sekolah ke dalam LPKS (Lembaga Pelatihan Keterampilan Sekolah) yang dikoordinatori oleh BKK sekolah itu. Misalnya di SMK Muhamadyah Pati, memiliki LPKS Surya Komputer, lembaga inilah yang melakukan uji kompetensi dan bekerjasama dengan Disnaker. Pihak Disnaker nantinya yang akan memberikan sertifikat keterampilan bagi siswa sekolah itu. Dalam hal ini LATAS (latihan dan produktivitas) dan IPK Disnaker dilibatkan sebagai penguji. Mereka menggunakan peraturan yang ada di Disnaker, misalnya standar kelulusan, serta standar penilaiannya

12

menggunakan tata tertib Disnaker, yang pada kenyataanya berbeda dengan uji kompetensi yang dilakukan oleh SMK regular. Menurut Pak Kusno (Disnaker Kabupaten Pati) , kalau kita bisa mengoperasikan komputer kita dapat menguji siswa SMK untuk memperoleh sertifikat, meskipun kami belum bersertifikat sebagai penguji. B. PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN Materi pendidikan yang dipelajari di sekolah meliputi (1) komponen pendidikan umum (normatif), dimaksudkan untuk membentuk siswa menjadi warga negara yang baik, yang memiliki watak dan kepribadian sebagai warga negara bangsa Indonesia; (2) komponen pendidikan dasar (Adaftif), untuk memberi bekal penunjang bagi penguasaan keahlian dan bekal kemampuan pengembangan diri untuk mengikuti perkembangan ilmu dan teknologi; (3) komponen pendidikan dan pelatihan kejuruan, berisi materi yang berkaitan dengan pembentukan kemampuan keahlian sesuai program keahlian untuk bekal memasuki lapangan kerja, yang mempunyai subkomponen teori kejuruan dan praktik dasar kejuruan. Teori kejuruan untuk membekali pengetahuan tentang teori kejuruan bidang keahlian, sementara itu praktik dasar kejuruan berupa latihan dasar untuk menguasai dasar-dasar teknik bekerja secara baik dan benar sesuai dengan persyaratan keahlian. Mata diklat komponen pendidikan normatif terdiri dari Pendidikan Agama, Pendidikan Kewarganegaraan, Bahasa Indonesia, Pendidikan Jasmani Olah Raga dan Kesehatan, serta Seni dan Budaya yang memiliki total jam pelajaran sebesar 896 jam waktu. Mata diklat komponen adaftif terdiri dari Matematika, Bahasa Inggris, Ilmu Pengetahuan Alam, Fisika, Kimia, Ilmu Pengetahuan Sosial, KKPI, dan Kewirausahaan yang memiliki total jam pelajaran sebesar 2138 jam waktu. Mata diklat komponen produktif yang terdiri dari Dasar Kompetensi kejuruan sebesar 140 jam waktu serta Kompetensi Kejuruan sebesar 1320 jam waktu. Komponen muatan local sebanyak 192 jam waktu, serta kompoinen pengembangan diri sebesar 192 jam waktu. Jumlah jam keseluruhan sebesar 4686 jam waktu. Komponen pendidikan normatif, adaftif, serta komponen dasar kompetensi kejuruan tidak dikembangkan sendiri oleh sekolah. Namun, kurikulum yang berisi komponen-komponen di atas dikembangkan secara bersama dengan industri.

13

Kegiatan ini diwadahi dalam In House Training (IHT). Kegiatan ini dilakukan setiap lima tahun sekali, yang idealnya dilakukan dalam setiap tahun. Namun, berhubung ketersediaan waktu serta kepadatan industri serta sekolah, maka tidak dapat dilakukan per tahun. Ganti dari kegiatan itu adalah guru berkunjung ke industri dengan membawa instrument atau perangkat lunak silabus, untuk selanjutnya meminta industri mengkritisinya. Hasil kritikan industri untuk kemudian digunakan sebagai bahan untuk memperbaiki kurikulum dalam komponen di atas. Dalam pelaksanaan pembelajaran mata diklat produktif di sekolah ditemukan beberapa pendekatan yaitu (1) pembelajaran berbasis kompetensi; (2) pembelajaran berbasis produksi, serta (3) pembelajaran berbasis di dunia kerja. Ketiga pendekatan pembelajaran telah dilaksanakan, yang penerapannya dilakukan di sekolah dan industri. Pembelajaran berbasis produksi dan dunia kerja sebagian besar dilaksanakan di industri dalam situasi nyata. Pembelajaran berbasis kompetensi dilakukan di sekolah dalam wujud simulasi dan industri dalam kondisi nyata. Siswa yang tidak mempunyai kompetensi dalam keterampilan membubut, tidak mungkin diberikan tanggungjawab mengoperasikan mesin bubut. Pembelajaran yang menerapkan tiga pendekatan sekaligus tidak dirancang oleh sekolah tanpa melibatkan industri. Sekolah tidak mungkin mampu merancang kurikulum sendirian, sebab sekolah tidak berhadapan dengan kebutuhan nyata di lapangan pekerjaan. Industri memiliki pengalaman, berhadapan dengan kebutuhan masyarakat dalam produksi barang. Oleh karena itu, dibutuhkan kegiatan penyelarasan kurikulum atau sinkronisasi kurikulum, yang mana kegiatan ini sudah dilakukan oleh SMK di Jawa Tengah. Penyelarasan kurikulum pada program produktif pada dasarnya tidak sekedar permasalahan administratif, melainkan yang lebih esensial adalah permasalahan komitmen guru, Ka prodi, Wakil Kepala Sekolah Bidang Kurikulum dan Kepala Sekolah. Di samping itu, penyelarasan kurikulum merupakan permasalahan industri sebagai institusi pasangan sekolah. Dalam kenyataannya, penyelarasan kurikulum ini dilakukan dalam waktu yang lama, rata-rata dalam waktu lima tahun; padahal perubahan keterampilan dan kebutuhan masyarakat atas suatu produk berubah dalam satu tahun. Dengan demikian, kurikulum sekolah selalu saja ketinggalan dibandingkan dengan industri, yang tentu saja ketinggalan juga dalam sarana

14

praktiknya. Hal ini berkaitan dengan pola lama penyelenggaran pendidikan kejuruan yang menerapkan prinsip supply driven dan school-based program. Prinsip lama tersebut beranggapan bahwa menghasilkan lulusan sebanyak-banyaknya adalah suatu prestasi bagi sekolah, tanpa perlu merujuk kesesuaiannya dengan kebutuhan industri. Saat ini, sekolah sebagian sudah menerapkan paradigma baru pengembangan pendidikan kejuruan, terjadi perubahan mendasar terutama dalam orientasi pendidikan, yaitu yang semula supply driven menjadi demand driven, serta semula menerapkan kurikulum berbasis sekolah menjadi berbasis kompetensi. Orientasi ini menyebabkan kegiatan penyelarasan kurikulum menjadi langkah yang penting dan telah dilakukan oleh sekolah, namun demikian kegiatan ini tidak saja dalam rangka menuju ke prinsip demand driven tetapi juga menjadi dasar dalam pelaksanaan pembelajaran yang berbasis kompetensi, produksi, serta dunia kerja. Langkah-langkah penyelarasan kurikulum sudah dilakukan secara sistematik, yang telah mempertimbangkan keberadaan guru program produktif, KTSP, Standar Kompetensi Lulusan (SKL), serta kondisi industri dan kebutuhannya. Di samping itu, telah mempertimbangkan juga asosiasi profesi, Kepala Sekolah, serta Komite Sekolah. Tahapan itu dimulai dari kelompok guru produktif dan Ketua Program Diklatnya, yang mana mereka menjadi inisiator penyelarasan kurikulum program produktif. Hal ini dikarenakan merekalah yang setiap kali bersingungan dengan kurikulum. Pada kegiatan penyelarasan, guru dan ka prodi, mempertimbangkan keberadaan KTSP, SKL, serta kondisi kebutuhan institusi pasangan. Peran Kepala Sekolah dan Wakil Kepala Sekolah bidang Kurikulum yaitu dalam hal mengkoordinasi dan menjembatani pengembangan kurikulum di tingkat program keahlian. Peran Kepala Sekolah tidak saja dalam melegalisasi hasil penyelarasan kurikulum, tetapi fungsi yang sesungguhnya adalah motor dan manajer secara keseluruhan di sekolah yang mencakup beberapa program diklat. Tahapan pelaksanaan praktik industri (prakerin) terdiri dari lima kegiatan yaitu perencanaan, persiapan, pelaksanaan, evaluasi dan monitoring, serta penarikan siswa dan pemberian sertifikat oleh industri. Di bawah ini diuraikan masing-masing tahapan kegiatan prakerin. Pada tahapan perencanaan sekolah melaksanakan kegiatan (1) mengumpulkan data-data industri yang dapat digunakan sebagai tempat prakerin; (2) sekolah

15

menyiapkan lembar ketersediaan industri untuk bekerjasama; (3) kesiapan industri menerima siswa prakerin ditandai dengan surat kesediaan; (4) sekolah menyiapkan surat undangan untuk industri sebagai salah satu tutor dalam pembekalan prakerin. Pada tahapan persiapan sekolah mengadakan pembekalan prakerin, adapun tujuannya adalah untuk memberikan pengetahuan mengenai kondisi di industri. Pada tahap pembekalan ini perwakilan dari industri menyampaikan materi tentang manajemen kerja serta keselamatan kerja di industri. Pada tahap ini juga wali kelas sebagai wakil sekolah menyampaikan materi tentang etika dan tata tertib mengikuti prakerin serta menyampaikan menegenai cara pengisian jurnal dan cara menyusun laporan prakerin. Pada tahapan ini sekolah telah menyiapkan surat tugas dan perjalanan dinas dalam proses monitoring guru ke industri. Sekolah juga menyiapkan format sertifikat setelah siswa menyelesaikan prakerin, hal ini dilakukan jika industri belum menyediakannya. Pada faktanya, banyak industri yang telah memiliki sendiri format sertifikat. Di samping itu, sekolah telah menyiapkan juga rancangan uji kompetensi yang melibatkan industri yang sudah ditunjuk oleh BNSP atau BKSP. Setelah tahap perencanaan dan persiapan dilaksanakan maka siswa peserta prakerin diberangkatkan ke industri. Pemberangkatan prakerin ini didampingi oleh pembimbing dari sekolah. Berdasarkan hasil penelitian, kegiatan ini dilaksanakan pada awal semester satu kelas tiga selama waktu kerja tiga bulan penuh di industri. Model yang digunakan dengan demikian disebut sebagai sistem blok modifikasi. Prakerin yang dilaksanakan oleh SMK di Jawa Tengah rata-rata menggunakan sistem blok. Hanya saja sistem yang digunakan tidak sepenuhnya model blok atau dapat dikatakan sebagai sistem blok modifikasi. Pada sistem blok murni, pelaksanaan prakerin selama delapan bulan, namun pada praktiknya banyak yang melaksanakan selama tiga bulan saja. Pelaksanaan prakerin selama tiga bulan ini adalah persyaratan minimal, jika dilaksnakan lebih dari tiga bulan malahan dianjurkan oleh kurikulum. Beberapa sekolah melaksanakan prakerin sampai dengan enam bulan bahkan ada yang sampai dengan satu tahun. Pada sekolah empat tahun misalnya SMK Negeri 3 Klaten, prakerin dilaksanakan selama satu tahun, bahkan sampai dilaksanakan uji kompetensi yang dilakukan sekolah dan industri tempat prakerin. Pada prakerin yang dilaksanakan selama tiga bulan, industri lazimnya belum mampu melaksanakan uji kompetensi. Industri hanya mampu memberikan sertifikat sebagai tanda terselesainya

16

kegiatan prakerin, meskipun demikian di dalamnya telah dilengkapi nilai-nilai keterampilan siswa. Setelah tahap pelaksanaan, pada pertengahan kegiatan prakerin, sekolah mengadakan monitoring. Guru pembimbing tidak berhak memberikan nilai prakerin. Pemberian nilai mutlak diberikan oleh industri. Guru pembimbing hanya melaksanakan monitoring, kegiatannya adalah menanyakan mengenai kesulitan dan kendala yang dihadapi siswa di industri. Di samping itu, guru pembimbing meminta informasi kepada industri tentang etika dan moral siswa mereka di industri, jika terdapat permasalahan maka pada saat itu juga dicarikan solusinya. Pada tahap itu juga guru pembimbing memeriksa jurnal masing-masing siswa dari sekolahnya, selanjutnya memberikan saran-saran jika terdapat perbedaan antara prakerin dan tata tertib yang telah diatur oleh sekolah. Pada tahap terakhir adalah pemberian nilai atau sertifikat tanda siswa telah melaksanakan prakerin. Sertifikat ini diberikan oleh industri. Format sertifikat dapat berasal dari sekolah atau industri tempat prakerin telah memiliki sendiri format sertifikat. Format yang berasal dari industri yang justru dianjurkan, sebab lebih mempunyai kredibilitas, terutama pada saat digunakan untuk melamar pekerjaan setelah siswa lulus. Pada industri yang telah ditunjuk oleh BNSP sebagai tempat uji kompetensi, biasanya kegiatan prakerin dilanjutkan uji kompetensi. Sertifikat yang dikeluarkan berbeda, artinya setiap siswa bias memperoleh dua sertifikat sekaligus yaitu sertifikat prakerin dan sertifikat kompetensi. Pada industri yang tidak ditunjuk oleh BNSP sebagai tempat uji kompetensi, maka siswa hanya memperoleh sertifikat telah melaksanakan prakerin. Lulusan SMK Mikael Surakarta, kurang lebih 50% terserap di dunia kerja sesuai dengan program keahliannya dan sisanya melanjutkan ke perguruan tinggi dan masa tunggu untuk mendapatkan pekerjaan pertama maksimal 1-3 bulan. Di samping itu permintaan tenaga kerja oleh industri belum dapat terpenuhi atau terdapat surplus permintaan tenaga kerja. Artinya, outcome di SMK St. Mikail Surakarta merupakan kriteria keberhasilan sekolah kejuruan (out-of-school success). Banyaknya lulusan di SMK St. Mikail Surakarta yang terserap oleh dunia kerja, surplus permintaan tenaga kerja, dan masa tunggu yang relatif pendek untuk mendapatkan pekerjaan pertama

17

merupakan good practice, sehingga wajar jika termasuk dalam kategori SMK bertaraf internasional. Sementara itu, lulusan SMK 2 Salatiga yang terserap ke lapangan kerja sesuai dengan program keahliannya adalah 34%, sedangkan lulusan SMK 2 Cilacap adalah 30%, sisanya melanjutkan ke Perguruan Tinggi, serta sebagian tidak diketahui, karena sampai saat ini informasi dengan mereka belum kembali tersambung. Masa tunggu mendapatkan pekerjaan pertama untuk kedua SMK rata-rata adalah 1-6 bulan. Jika dibandingkan dengan SMK Mikail Surakarta, nampak kemampuan kedua SMK masih jauh, oleh karena itu ke depan sekolah harus berusaha secara keras agar kemampuan mereka makin meningkat, sehingga keterserapan lulusan menjadi makin tinggi. Bursa Kerja Khusus (BKK) SMK di Jawa Tengah berdasarkan penelitian telah melaksanakan fungsinya yaitu memberikan informasi pasar kerja kepada siswa, mendaftar siswa pencari kerja, memberikan penyuluhan dan bimbingan jabatan kepada siswa serta menyalurkan dan menempatkan siswa di industri. Permasalahan yang dihadapi BKK sekolah dan Dinas Tenaga Kerja Kota atau Kabupaten adalah tidak tertibnya sekolah dalam memberikan laporan. Laporan dalam 1 tahun harus disampaikan oleh sekolah sebanyak empat kali, atau laporan secara triwulanan. Pada praktiknya sekolah hanya memberikan laporan satu kali dalam satu tahun. Di samping itu terdapat pelanggaran yang dilakukan oleh sekolah berkaitan dengan Pasal 5 tentang Petunjuk Teknis BKK bahwa BKK disuatu sekolah dilarang menyalurkan pencari kerja yang bukan berasal dari satuan pendidikan dan lembaga pelatihan kerjanya. Pada praktiknya banyak SMK dalam proses seleksi calon karyawan di suatu industri misalnya di PT. Daihatsu Motor, mengundang SMK bahkan dari luar kabupaten atau kota. Proses rekrutmen seperti dijelaskan di atas sampai sekarang tetap dilaksanakan oleh sekolah, namun demikian disisi yang lain Disnaker kabupaten dan kota tetap membiarkan pelanggaran itu. Dengan demikian pelanggaran ini dianggap legal. Struktur organisasi BKK SMK di Jawa Tengah rata-rata tidak lengkap. Biasanya BKK tidak dilengkapi dengan tata usaha. TU BKK biasanya melekat pada tata usaha sekolah. Kondisi ini merupakan pelanggaran terhadap Pasal 2 ayat 5 tentang Petunjuk Teknis BKK, bahwa struktur organisasi BKK terdiri dari pimpinan,

18

urusan pendaftaran dan lowongan, urusan informasi pasar kerja dan kunjungan perusahaan, urusan penyuluhan bimbingan jabatan, serta urusan analisis jabatan serta tata usaha BKK. Beberapa sekolah bahkan tidak memiliki struktur organisasi, BKK hanya dikelola oleh satu guru saja.

19

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. SIMPULAN 1. Materi pendidikan yang dipelajari di sekolah meliputi (1) komponen pendidikan umum (normatif), dimaksudkan untuk membentuk siswa menjadi warga negara yang baik, yang memiliki watak dan kepribadian sebagai warga negara bangsa Indonesia; (2) komponen pendidikan dasar (Adaftif), untuk memberi bekal penunjang bagi penguasaan keahlian dan bekal kemampuan pengembangan diri untuk mengikuti perkembangan ilmu dan teknologi; (3) komponen pendidikan dan pelatihan kejuruan, berisi materi yang berkaitan dengan pembentukan kemampuan keahlian sesuai program keahlian untuk bekal memasuki lapangan kerja, yang mempunyai subkomponen teori kejuruan dan praktik dasar kejuruan. Teori kejuruan untuk membekali pengetahuan tentang teori kejuruan bidang keahlian, sementara itu praktik dasar kejuruan berupa latihan dasar untuk menguasai dasar-dasar teknik bekerja secara baik dan benar sesuai dengan persyaratan keahlian. Pola penyelenggaraan mata pelajaran normatif dan adaftif dilaksanakan menggunakan berbagai metode antara lain tugas kelompok dan mandiri; digunakan media pembelajaran berupa CD, buku teks, dan buku ajar; di samping itu, menerapkan evaluasi pembelajaran yang berupa tes essay, atau pilihan berganda; 2. Langkah-langkah penyelarasan kurikulum sudah dilakukan secara sistematik, yang telah mempertimbangkan keberadaan guru program produktif, KTSP, Standar Kompetensi Lulusan (SKL), serta kondisi industri dan kebutuhannya. Di samping itu, telah mempertimbangkan juga asosiasi profesi, Kepala Sekolah, serta Komite Sekolah. Tahapan itu dimulai dari kelompok guru produktif dan Ketua Program Diklatnya, yang mana mereka menjadi inisiator penyelarasan kurikulum program produktif. Hal ini dikarenakan merekalah yang setiap kali bersingungan dengan kurikulum. Pada kegiatan penyelarasan, guru dan ka prodi, mempertimbangkan keberadaan KTSP, SKL, serta kondisi kebutuhan institusi pasangan. Peran Kepala Sekolah dan Wakil Kepala Sekolah bidang Kurikulum

20

yaitu dalam hal mengkoordinasi dan menjembatani pengembangan kurikulum di tingkat program keahlian. Peran Kepala Sekolah tidak saja dalam melegalisasi hasil penyelarasan kurikulum, tetapi fungsi yang sesungguhnya adalah motor dan manajer secara keseluruhan di sekolah yang mencakup beberapa program diklat; 3. Prakerin yang dilaksanakan oleh SMK di Jawa Tengah rata-rata menggunakan sistem blok. Hanya saja sistem yang digunakan tidak sepenuhnya model blok atau dapat dikatakan sebagai sistem blok modifikasi. Pada sistem blok murni, pelaksanaan prakerin selama delapan bulan, namun pada praktiknya banyak yang melaksanakan selama tiga bulan saja. Pelaksanaan prakerin selama tiga bulan ini adalah persyaratan minimal, jika dilaksnakan lebih dari tiga bulan malahan dianjurkan oleh kurikulum. Beberapa sekolah melaksanakan prakerin sampai dengan enam bulan bahkan ada yang sampai dengan satu tahun. Pada sekolah empat tahun misalnya SMK Negeri 3 Klaten, prakerin dilaksanakan selama satu tahun, bahkan sampai dilaksanakan uji kompetensi yang dilakukan sekolah dan industri tempat prakerin. Pada prakerin yang dilaksanakan selama tiga bulan, industri lazimnya belum mampu melaksanakan uji kompetensi. Industri hanya mampu memberikan sertifikat sebagai tanda terselesainya kegiatan prakerin, meskipun demikian di dalamnya telah dilengkapi nilai-nilai keterampilan siswa; 4. Jumlah lulusan SMK Negeri dan swasta di Jawa Tengah antara 95% sampai dengan 100%, dari rentang kelulusan tersebut yang terserap ke lapangan kerja yang cocok dengan program keahliannya adalah 30% sampai dengan 50%,; masa tunggu mendapatkan pekerjaan pertama rata-rata adalah 1-6 bulan; sisanya melanjutkan ke Perguruan Tinggi, serta sebagian tidak diketahui kegiatannya; 5. Lulusan SMK PELMO yang dibutuhkan oleh industri adalah operator mesin perkakas manual, operator mesin CNC, las listrik, las argon, pengecoran logam serta telematika atau ICT, di samping itu di butuhkan soft skill berupa ketekunan, komitmen, disiplin, serta kemampuan bekerjasama (team work); 6. Sertifikat keahlian siswa SMK Negeri dan swasta di Jawa Tengah diperoleh melalui tiga cara, yaitu Prakerin/PSG, Proyek Tugas Akhir (PTA), serta uji kompetensi yang diselenggarakan oleh Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) Badan

21

Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP). Sertifikat yang diperoleh dari pelaksanaan Prakerin/PSG dan sertifikat yang diperoleh dari PTA digunakan sebagai pelengkap Ujian Nasional. Artinya kedua sertifikat masuk dalam hasil UN. Sementara itu sertifikat yang diperoleh dari LSP merupakan bekal tambahan siswa dalam rangka melamar pekerjaan. B. REKOMENDASI 1. Penyelarasan kurikulum dalam komponen normatif, adaftif, dan dasar kejuruan sebaiknya dilaksanakan dalam waktu dua tahun sekali agar terjadi pembaharuan materi pembelajaran sehingga tidak ketinggalan dibandingkan kondisi di industri. Wadah kegiatan ini sebaiknya adalah IHT, industri diundang ke sekolah untuk bersama-sama menyusun kurikulum; 2. Penyelarasan kurikulum dalam komponen produktif, sebaiknya dilaksanakan dalam setiap tahun, sebab perkembangan keterampilan di industri sangat cepat, metode yang digunakan adalah guru produktif berkunjung ke industri dengan membawa draft kurikulum yang selama ini telah dilaksanakan, industri diminta memberikan masukan, yang kemudian digunakan sebagai rujukan untuk perubahan kurikulum; 3. Tugas Akhir (TA) yang disusun oleh siswa sebaiknya berasal dari industri tempat prakerin, siswa diminta untuk mengamati salah satu permasalahan di industri untuk diselesaikan dalam TA, selanjutnya penguji TA salah satunya berasal dari industri tempat siswa prakerin; tidak seperti yang selama ini dilakukan yaitu TA tidak berhubungan dengan prakerin; 4. Komunikasi antara BKK dengan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi sebaiknya ditingkatkan kembali, dengan cara BKK secara tertib memberikan laporan yaitu tiga bulan sekali, di sisi yang lain Disnakertrans secara rutin melakukan monitoring ke sekolah untuk mengumpulkan informasi tentang dinamika BKK. 5. Rekomendasi untuk Sekolah a. Penyelenggaraan pembelajaran teori kejuruan dan praktik kejuruan dasar dapat dilaksanakan di awal semester, tidak perlu mengikuti kelaziman, hal ini berkaitan dengan jadwal pemanfaatan bengkel, yaitu agar optimal, sebab

22

kadang-kadang sebagaian alat dan mesin ada yang rusak di permulaan semester; b. Model Prakerin untuk SMK Negeri dapat digunakan block release modifikasi, yaitu diadakan mulai klas satu pada akhir semester genap, selama satu bulan dalam tiga tahun, khususnya untuk keterampilan yang tidak menuntut sekuens materi yang sistematik, jumlah waktu magang tetap selama tiga bulan; c. Meningkatkan kemitraan dengan berbagai pihak, terutama dengan industri dan asosiasi yang kompeten; d. Memberdayakan semua komponen sekolah kearah pencapaian visi dan misi sekolah 6. Rekomendasi untuk Pemerintah a. Memberikan fasilitasi aksesibilitas kemitraan antara sekolah dan industri, terutama dalam proses magang dan penempatan lulusan; b. Memberikan fasilitasi guru untuk melakukan in service training dalam bidang keterampilan produktif. 7. Komunikasi antara BKK dengan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi sebaiknya ditingkatkan kembali, dengan cara BKK secara tertib memberikan laporan yaitu tiga bulan sekali, di sisi yang lain Disnakertrans secara rutin melakukan monitoring ke sekolah untuk mengumpulkan informasi tentang dinamika BKK.

23

DAFTAR PUSTAKA Bailey, Kenneth B, 1989, Methods of Social Research, The Free Press, Collier Macmillan, London Balitbang Provinsi Jawa Timur, 2004, Peluang dan Tantangan Mengatasi Pencaker di Jatim Jurnal Cakrawala, Edisi I, Bulan ke-6. Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi, PP No 31 2006 tentang Sistem Pelatihan Kerja nasional. Depdiknas, 2001, Reposisi Pendidikan Kejuruan Menjelang 2020, Jakarta, Ditjen, Dikdasmen, Dit Dikmenjur. Dunn, William, 2004, Public Policy Analyisis : An Introduction, Prentice Hall, Simin & Shuster Company Engelwood Clifts, New York. Finch, Curtis R. and Crunkilton, John R., 1984, Curriculum Development in Vocational and Technical Education: Planning, Content, and Implementation. Boston: Allyn and Bacon, Inc. Gatot PH 2000 Pendidikan Kejuruan Makalah pada Konvensi Pendidikan Nasional di UNJ. Gusrizal 2002, Pelaksanaan Uji Kompetensi SMK dan Implikasinya pada Instrumen Mata Uji dalam Buletin Pembelajaran No. 02 Tahun 25 Juni 2002. Nolker, H., 1983, Pendidikan Teknologi Kejuruan : Pengajaran, kurikulum, dan perencanaan, Jakarta, PT. Gramedia. PP No. 23 Th. 2004 tentang Badan Nasional Sertifikat Profesi, Lembaran Negara R.I. Tahun 2004 No 78, Tambahan Lembaran Negara R.I. No. 4408. Purwadi, A. 1998, Beberapa Gagasan tentang Reformasi Pendidikan Menengah Kejuruan Kajian Pendidikan dan Kebudayaan No. 014/V/September 1998 Jakarta, Balitbang, Depdikdbud. Samsudi, 2004, Pengembangan Model Sinkronisasi Kurikulum Berbasis Kompetensi Produktif SMK Bidang Rekayasa, Laporan Penelitian Hibah Bersaing XII, Lembaga Penelitian UNNES, Semarang. Sidi, I., 2002 Menuju Masyarakat Pembelajar, Menggagas Paradigma Baru Pendidikan, Jakarta, Paramadina bekerjasama dengan Logos Wacana Ilmu. Syaodih, N., 1997, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktik, Bandung, PT. Remaja Rosda Karya.

24

Sudana, I Made, 1998, Pola Sinkronisasi Kurikulum SMK di Jawa Tengah, Laporan Penelitian BBI, Jakarta, DP2M. Sukamto, 1988, Perencanaan dan Pengembangan Kurikulum Pendidikan Teknologi Kejuruan, Jakarta, Proyek P2LPTK. Suryadi, A., 1999, Pendidikan, Investasi SDM dan Pembangunan, Jakarta, Balai Pustaka. Walter W. McMahon dan Terry G. Geske, Financing Education: Overcoming Inefficiency and Inequity, USA, University of Illionis, 1982, h.121. Yin Cheong Cheng, 1996, School Effectiveness and School-Based Management: A Mechanism for Development, Washington D.C, The Palmer Press.

25

Anda mungkin juga menyukai