Anda di halaman 1dari 37

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penelitian
Di antara media informasi yang ada, televisi tampaknya adalah pihak
yang paling banyak mendapat sorotan dan protes. Banyak alasan mengapa televisi
menjadi bulan-bulanan agenda publik, khususnya yang menyangkut isi siaran.
Sebab, pada bangsa-bangsa yang tengah berkembang, televisi dan radio
merupakan sumber informasi dan hiburan yang utama (Merrill, 1991:30). Ia
merupakan agen sosialisasi yang dianggap sudah menjadi pengganti orang tua
bagi jutaan pemirsa atau khalayaknya.
Dari pernyataan tersebut, paling tidak terdapat dua keluhan dan
kekhawatiran masyarakat kita atas penayangan siaran hiburan di televisi swasta.
Pertama, membanjirnya film asing di layar kaca diduga bakal menimbulkan polusi
atas budaya kita. Umumnya dunia ke tiga memiliki keprihatinan serupa atas
makin dominannya budaya Amerika dalam berbagai tayangan televisi.
Selanjutnya masalah lain yang sering mendapat sorotan tajam adalah impresi
kekerasan di layar televisi. Masalah kekerasan pada tayangan televisi secara
dramatis tampil kembali sebagai isu yang menjadi perhatian umum. Keprihatinan
mengenai kekerasan berkembang ke tingkat yang baru. Bersamaan dengan
kehidupan keluarga, resesi ekonomi, dan memburuknya keadaan di pusat kota,
televisi yang penuh dengan kekerasan yang tetap merupakan sajian utama pada
stasiun-stasiun televisi komersial di Indonesia, seperti RCTI, SCTV, ANTV,
INDOSIAR, bahkan TPI yang mengandung misi pendidikan pun tidak
ketinggalan menayangkan siaran kekerasan dalam bentuk film, kini dipandang
oleh khalayak umum sebagai bagian terbesar dari masalah.
Namun, para eksekutif industri media tetap enggan mengubah posisi dasar
mereka. Mereka berargumen bahwa kendati keluhan-keluhan lantang dari
sebagian masyarakat, publik tetap mengkonsumsi citra-citra kekerasan pada
tingkat yang sangat mengherankan. Sudah jelas bahwa kekerasan adalah profit.
Keterpersonaan orang-orang terhadap kekerasan yang dimediakan tidak terbatas
1
pada pertunjukan film laga. Mereka membentengi diri dari isu itu atau
menyangkalnya. Mereka biasanya menyalahkan orang tua karena tidak cukup
mengawasi aktivitas menonton televisi terhadap anak-anak mereka.
Sejauh mana tayangan siaran kekerasan televisi dapat mempengaruhi tindak
kekerasan khalayaknya. Mengenai hal ini ada dua pandangan yang saling
berhadapan (vis a vis) perihal dampak media dalam masyarakat. Pertama,
pandangan optimistik (the enthusiastic position) dalam melihat pengaruh media di
masyarakat. Media massa dianggap kekuatan informasi yang dapat
mempengaruhi kognisi, efeksi, bahkan perilaku sosial pemirsanya. Pandangan ini
menurut Akhmad Zaini Akbar (1977:121) yang melahirkan berbagai asumsi
tentang pengaruh positif (fungsional) dan negatif (disfungsional) media massa
dalam masyarakat. Misalnya, ada yang mengatakan bahwa media massa berperan
dalam mempercepat ekselerasi pembangunan atau operubahan sosial.
Media massa dianggap dapat mempercepat transformasi budaya masyarakat
dari tradisional menjadi modern. Media massa juga dianggap perusak sikap dan
moral serta menumbuhkan perilaku sosial destruktif dalam masyarakat.
Kedua, pandangan pesimstik (the null position). Pandangan ini melihat
informasi yang diproses media massa tidak berpengaruh terhadap khalayaknya.
Sebab khalayak dianggap punya daya tahan atau resistensi terhadap berbagai
pengaruh tayangan media.Lebih dari itu, khalayak dianggap punya kemampuan
rasional memilih dan membedakan mana informasi yang berguna dan mana yang
tidak.
Berdasarkan kedua pandangan tersebut di atas,saat ini TV swasta sedang
banyak disorot. Mereka dituding sebagai biang kesulitan dalam keluarga. Orang
tua risau karena anak-anaknya menjadi agresif, membantah, mengucapkan kata-
kata kurang pantasd, dan malas belajar.
Penelitian Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia (YKAI)
mengungkapkan, lebih dari separuh film ditayangkan TV swasta mengandung
adegan antisosial yang bisa merangsang remaja untuk meniru apa yang dilihatnya.
Belum termasuk tayangan film untuk orang dewasa, yang juga banyak
mengandung adegan antisosial dan kekerasan yang ditonton para remaja. Yang
2
sulit adalah bagaimanakah mendefinisikan adegan kekerasan, khususnya para
remaja yang secara sosial psikologis dianggap measih rawan dan
perkembangannya belum matang.
Meskipun telaah itu tidak mengaitkan adegan anti sosial di layar televisi
dengan perilaku seruapa pada remaja, secara langsung tampaknya itulah sasaran
dari telaah tersebut. YKAI ingin menunjukkan betapa besar peluang untuk
terjadinya proses peniruan (imitasi) pada para remaja yang memang mempunyai
naluri untuk meniru, sesuai dengan tingkat perkembangannya.
Hasil penelitian YKAI tersebut bukan tanpa alasan karena film yang
ditayangkan televisi sering disajikan adegan pembunuhan, pemerkosaan,
perusakan, dan sebagainya, yang merusak atau mencelakakan orang lain. Adegan
kekerasan ini biasanya dianggap sebagai bagian yang ramai dari penyajian film.
Pemirsanya menyukainya, dan produser tentu saja menyukainya pula. Bersama
dengan adegan seks, adegam kekerasan adalah pemancing penonton yang paling
manjur. Akibatnya persentase film-film darah dan dada (blood and breast)
makin meningkat.
Namun kontrversi berlanjut, apa benar televisi menjadi penyebabnya ?
sejak tahun 1970-an dampak siaran televisi terhadap perilaku pemirsa telah
banyak diteliti, pada saat kita belum mempunyai televisi swasta. Pada tahun 1972,
di Amerika Serikat keluar laporan setebal 2 jilid berjudul Television and growing
Up;the impact of Televised Violence. Laporan yang membuat senang kalangan
televisi itu menemukan korelasi rendah antara kekerasan televisi dengan perilaku
agresif anak-anak muda. Tiga tahun kemudian, Grant Noble melaporkan, siaran
televisi hanya memberi saham 10 % terhadap timbulnya kekerasan pada anak-
anak muda, sedangkan 90% lain tak dapat terdeteksi.
Kalau begitu, apa penentunya ? Situasi keluarga, tulis Robert Coles, ahli
Psikiatri dalam artikelnya What Makes Some Kids More Vulnerable to the
Worstof TV? (1989). Coles mengemukakan, anak-anak dari keluarga yang mutu
kehidupannya rendah sangat rawan terhadap pengaruh siaran buruk televis.
Orangtuanyalah yang bisa mencegah apa yang ia namakan the corruption of
television screen.
3
Pendapat lain bahwa film-film keras dapat berdampak negatif, terhadap
pemirsa, tidak tanpa alasan. Manusia adalah makhluk peniru, imitatif, dan banyak
perilaku manusia terbentuk melalui proses peniruan. Ada perilaku yang ditiru ada
adanya, ada yang diubah secara kreatif menurut keinginan, selera, atau kerangka
acuan seseorang. Perilaku imitatif sangat menonjol pada remaja. Film, sebagai
media pandang dengar (audio-visual), banyak sekali menawarkan model untuk
diimitasi atau dijadikan objek identifikasi oleh para remaja.
Dalam kaitan dengan pernyataan tersebut, Deddy Supriadi (dalam
Mulyana, 1997:127) mengemukakan pendapatnya bahwa :
perilaku disini dipahami sebagai manifestasi dari proses psikologis yang
merentang dari persepsi sampai sikap. Suatu rangsangan dalam bentuk
film atau sinetron dipersepsi kemudian diberi makna berdasarkan struktur
kognitif yang telah dimiliki seseorang. Jika cocok, rangsangan itu
dihayati, dan terbentuklah sikap. Sikap itulah yang secara kuat
memberikan bobot dan warna kepada perilaku. Oleh sebab itu, sikap
diartikan sebagai kecenderungan untuk melakukan suatu tindakan.
Memang film memberikan peluang untuk terjadinya peniruan, apakan
itu positif (fungsional) atau negatif (disfungsional). Yang menjadi pertanyaan
sejauhmanakah hubungan antara tayangan film-film keras atau sinetron dapat
mengundang para remaja untuk melakukan tindakan kekerasan ? dengan
demikian, perlu adanya penelitian untuk mengkaji atau menganalisis faktor-faktor
apa yang menyebabkan remaja berperilaku sosial di luar batas-batas etika, atau
nilai-nilai sosial yang berlaku di masyarakat, apakah memang karena tayangan
kekerasan siaran televisi sehingga para remaja mempunyai kecenderungan untuk
berperilaku menyimpang, atau mungkinka karena faktor sosial-ekonomi atau
siatuasi keluarga ? sebagaimana yang dikemukakan oleh Coles ?
Oleh karena itu, kami merasa tertarik untuk melakukan penelitian tentang
hubungan antara dampak tayangan siaran kekerasan di televisi dengan perilaku
sosial remaja SMU?
1.2 Identifikasi Masalah
Sesuai dengan latar belakang dan permasalahan yang telah
dikemukakan, maka masalah pokok penelitian ini adalah: "Sejauh mana
4
hubungan antara dampak tayangan kekerasan siaran televisi dengan perilaku
sosial remaja ? Dari masalah pokok penelitian ini, diturunkan pertanyaan
penelitian sebagai berikut :
1. Apakah ada hubungan antara tayangan siaran kekerasan televisi dengan
perilaku prososial remaja ?
2. Apakah ada hubungan antara sub variabel tayangan siaran kekerasan televisi
dalam hal ini daya tarik pesan dengan perilaku prososial remaja ?
3. Apakah ada hubungan antara sub variabel tayangan siaran kekerasan televisi
dalam hal ini Imbauan pesan dengan perilaku prososial remaja ?
4. Apakah ada hubungan antara sub variabel tayangan siaran kekerasan televisi
dalam hal ini teknik komunikasi dengan perilaku prososial remaja ?
1.3 Tujuan Dan Keguanaan Penelitian
1.3.1 Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan di atas ada beberapa tujuan yang hendak
dicapai dalam penelitian ini, yaitu:
1. Untuk mengetahui sejauh mana hubungan antara tayangan siaran kekerasan
televisi dengan perilaku prososial remaja di lapangan.
2. Untuk mengetahui sejauh mana hubungan antara sub variabel tayangan
siaran kekerasan televisi dalam hal ini daya tarik pesan dengan perilaku
prososial remaja di lapangan.
3. Untuk mengetahui sejauh mana hubungan antara sub variabel tayangan
siaran kekerasan televisi dalam hal ini Imbauan pesan dengan perilaku
prososial remaja di lapangan.
4. Untuk mengetahui sejauh mana hubungan antara sub variabel tayangan
siaran kekerasan televisi dalam hal ini teknik komunikasi dengan perilaku
prososial remaja di lapangan.
1.3.2 Kegunanaan Penelitian
Kegunaan penelitian ini antara lain :
5
1. Secara teoritis, sebagai studi ilmiah dalam bidang komunikasi, khususnya
dapat mengaplikasikan teori-teori komunikasi masa dengan permasalahan
yang akan diteliti
2. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan
dalam merancang program siaran televisi di Indonesia sesuai dengan nilai-
nilai sosial dan budaya bangsa
1.4 Kerangka Pemikiran
Yang menjadi kerangka pemikiran dalam peneltian ini adalah keinginan
untuk mengtahui dan mengaplikasikan berbagai teori yang kami pelajari dengan
permasalahan hubungan dampak tayangan siaran kekerasan di televisi dengan
perilaku prososial remaja SMU yang akan kami teliti. Di samping itu , masalah
ini tidak ada habisnya menjadi pembicaraan dikalangan para pakar psikologi,
komunikasi maupun dikalangan pendidik (akademisi).
Sebagaimana telah diungkapkan dalam latar belakang masalah, bahwa
tayangan film kekerasan di televisi mempunyai efek yang sangat besar terhap pola
perilaku pemirsa, dalam hal ini adalah para remaja. Donald K.Robert (dl
Schramm dan Roberts, 1977:159) beranggapan bahwa efek hanyalah perubahan
perilaku manusia setelah diterpa pesan media massa. Karena fokusnya pesan,
maka efek haruslah berkaitan dengan pesan yang disampaikan oleh media massa.
Tetapi Steven M.Chafee (dl Rakhmat, 1998 : 218-219) cenderung melihat efek
media massa, baik yang berkaitan dengan pesan maupun dengan media itu sendiri.
Menurut Steven ada tiga pendekatan untuk melihat efek media massa yaitu,
pertama, dalam melihat efek media massa. Pendekatan ke dua, melihat
jenis perubahan yang terjadi pada diri khalayak komunikasi massa
penerimaan informasi, perubahan atas sikap, dan perubahan perilaku; atau
dugaan istilah lain, perubahan kognitif, afektif, dan perubahan behavioral.
Pendekatan ke tiga, meninjau satuan observasi yang dikenai efek
komunikasi massa individu, kelompok, atau masyarakat.
Pernyataan tersebut mengandung makna bahwa efek kognitif terjadi bila ada
perubahan pada apa yang diketahui, dipahami, atau dipersepsi khalayak. Efek ini
berkaitan dengan transmisi pengetahuan, keterampilan, kepercayaan, atau
6
informasi. Efek afektif timbul bila ada perubahan pada apa yang dirasakan,
disenangi, atau dibenci khalayak. Efek behavioral merujuk pada perilaku nyata
yang dapat diamati; yang meliputi pola-pola tindakan, kegiatan, atau kebiasaan
berperilaku. Misalnya, para remaja menonton tayangan film kekerasan di televisi,
mungkin mereka mengetahui dan memahami jalan cerita (isi pesan) yang
disampaikan dalam film tersebut (efek pro sosial kognitif), atau mungkin mereka
benci sekaligus senang melihat keberhasil aktor pemeran dalam menumpas
kejahatan (efek pro sosial afektif), atau mungkin mereka segera melakukan
tindakan persis seperti yang ditayangkan dalam film tersebut bila melihat kejadian
demonstrasi (efek pro behavioral)
Salah satu perilaku prososial remaja yang dimaksud disini adalah memiliki
ketrampilan yang bermanfaat bagi dirinya dan bagi orang lain (Rakhmat,
1998:240). Keterampilan seperti ini, biasanya diperoleh dari saluran saluran
interpersonal: orang tua, atasan, pelatih, atau guru. Pada dunia modern, sebagian
dari tugas mendidik telah juga dilakukan media massa. Yang sering diragukan
orang adalah pengaruh perilaku prososial media elektronik seperti, radio, televisi,
dan film yang mempunyai efek yang berbeda dibandingkan dengan media cetak,
seperti buku, surat kabar, majalah.
Remaja kata itu mengandung aneka kesan. Ada orang berkata bahwa
remaja merupakan kelompok yang biasa saja, tiada beda dengan kelompok
manusia yang lain. Sementara pihak lain menganggap bahwa remaja adalah
kelompok orang-orang yang sering menyusahkan orang orang tua. Pada pihak
lainnya lagi, menganggap, bahwa remaja sebagai potensi manusia yang perlu
dimanfaatkan.
Pertumbuhan dan perkembangan remaja ditentukan oleh usia. Elizabeth B.
Harlock (dl Mappiare, 1982:25-26) menulis bahwa jika dibagi berdasarkan
bentuk-bentuk perkembangan dan pola-pola perilaku yang nampak khas bagi usia-
usia tertentu. Maka pembagian rentangan usia remaja antara 13 21 tahun; yang
dibagi dalam masa remaja awal usia 14 s/d 16 tahun, dan remaja akhir usia 17 s/d
21 tahun. Dalam penelitian ini, penulis membatasi usia 17 s/d 21 tahun yang
termasuk kelompok remaja akhir
7
Teori psikologi yang dapat menjelaskan efek perilaku prososial media massa
adalah teori belajar sosial (social learning theory) dari Albert Bandura. Menurut
Bandura kita belajar, bukan saja dari pengalaman langsung, tetapi dari peniruan
atau peneladanan (modelling). Teori belajar sosial merupakan pengembangan dari
teori peniruan (modelling theory) yang menekan orientasi eksternal dalam
gratifikasi. Disini individu dipandang secara otomatis cenderung berempati
dengan perasaan orang-orang yang diamatinya dan meniru perilakunya.
Komunikasi massa menampilkan berbagai model untuk ditiru oleh
khalayaknya. Media cetak mungkin menyajikan pikiran dan gagasan yang lebih
jelas dan lebih mudah dimengerti daripada yang dikemukakan oleh orang-orang
biasa dalam kehidupan sehari-hari. Media elektronik seperti televisi secara
dramatis mempertontonkan perilaku fisik yang mudah dicontoh. Melalui televisi
orang meniru perilaku idola mereka.
Perilaku merupakan hasil faktor-faktor kognitif dan lingkungan. Artinya kita
mampu memiliki keterampilan tertentu, bila terdapat jalinan positif antara sitmuli
yang kita amati dan karakteristik diri kita. Lebih lanjut dikemukakan oleh
Bandura, bahwa proses belajar sosial melalui empat tahapan proses: proses
perhatian, proses pengingatan (retention), proses reproduksi motoris, dan proses
motivasional.
Selanjutnya, model komunikasi yang dapat mendukung penelitian ini adalah
Uses and Gratification (Kegunaan dan Kepuasan) dari Ellihu Katz, Jay
G.Blumer, dan Michael Gurevitch (dalam James Lull, 1995 : 107) . Menurut
teori ini, khalayak ramai bukanlah dianggap sebagai penerima atau korban pasif
media massa. Lebih lanjut dikemukan bahwa orang secara aktif menggunakan
media massa untuk memuaskan kebutuhan tertentu yang dapat dispesifikasikan.
Jadi model komunikasi tersebut menjadi suatu imbangan yang penting dan
realistis dengan menekankan bagaimana khalayak mempengaruhi secara positif
pengalaman media mereka sendiri. Bukannya menanyakan apa yang media
lakukan terhadap orang-orang, para peneliti kegunaan dan kepuasan justru
membalikkan pertanyaan itu menjadi apa yang orang lakukan dengan media.
8
Model uses and gratification tersebut erat kaitannya dengan masalah yang
akan diteliti sebab para remaja memilih tayangan film kekerasan bukan tanpa
alasan, tujuannya adalah memuaskan kebutuhan yang merupakan proses kognitif
dan perilaku mereka. Dalam hal ini, McQuail mengatakan bahwa ada empat
alasan mengapa orang menonton televisi, yaitu :
1. self rating (menilai pengetahuan sendiri dengan menerka bersama yang lain)
2. basis untuk interaksi sosial (komunikasi keluarga, bersaing dengan teman-
teman, mengembangkan percakapan)
3. kegairahan (menghindari hal-hal rutin dan kecemasan pribadi)
4. daya tarik pendidikan (memproyeksikan dan memperkuat nilai-nilai
pendidikan)
Kemudian McQuail mengemukakan sebuah sistem kategori untuk
mengikhtisarkan secara lebih umum kepuasan dasar yang didapatkan para pemirsa
televisi dari segala jenis isi program. Tipologi ini dibagi dalam empat bagian yaitu
:
1. pengalihan perhatian (penggunaan televisi dan media lainnya untuk lari dari
hal-hal rutin dan masalah-masalah serta untuk pelepasan emosi)
2. hubungan pribadi (interaksi sosial dan persahabatan)
3. identitas pribadi (referensi pribadi, eksplorasi terhadap realitas, penguatan
nilai) dan
4. pengamatan (memperoleh informasi dan mengembangkan opini mengenai isu-
isu publik, berita)
Berdasarkan pada uraian tersebtu di atas, maka alur pemikiran dalam penelitian
ini dapat digambarkan sebagai berikut :
Teori Belajar Sosial
(Albert Bandura)
Perilaku Pro Sosial
Model Uses and Gratification
(Elihu Katz, Jay.G Blummer
dan Michael Guravitch)
9
1.5 Hipotesis
Untuk menjawab permasalahan penelitian ini, dirumuskan hipotesis
umum sebagai berikut : Terdapat hubungan antara tayangan kekerasan siaran
televisi dengan perilaku sosial remaja SMU
Hipotesis umum di atas dapat dijabarkan ke dalam hipotesis khusus,
yakni :
1. Terdapat hubungan antara tayangan siaran kekerasan televisi dengan
perilaku prososial remaja di lapangan.
1. Terdapat hubungan antara daya tarik pesan dengan tayangan siaran
kekerasan televisi dalam hal ini daya tarik pesan dengan perilaku prososial
remaja di lapangan.
2. Terdapat hubungan antara imbauan pesan tayangan siaran kekerasan
dengan perilaku prososial remaja di lapangan.
3. Terdapat hubungan antara teknik komunikasi yang digunakan dengan
perilaku pro sosial remaja
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Teori Belajar Sosial (Social Learning Theory)
Sebagaimana telah dikemukakan dalam kerangka pemikiran, bahwa teori
yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori belajar sosial (Social Learning
Theory) dari Albert Bandura (dalam Efendy, 1993:282) yang menyatakan bahwa
social leraning theory menganggap media massa sebagai agen sosialisasi yang
utama disamping keluarga, guru di sekolah, dan sahabat karib.
Titik permulaan dari proses belajar adalah peristiwa yang biasa diamati,
baik langsung maupun tidak langsung oleh seseorang. Peristiwa tersebut
mungkin saja terjadi pada kegiatan si orang itu sehari-hari, dapat pula
disajikan secara langsung oleh televisi, buku, film dan media massa lainya.
Peristiwa itu bisa berupa penunjukkan suatu perilaku (seperti perilaku
agresif) atau ilustrasi pola pikir (abstract modelling). Perilaku nyata dapat
dipelajari dari observasi perilaku tersebut, sedangkan sikap, nilai,
pertimbangan moral, dan persepsi terhadap kenyataan sosial dipelajari
melalui abstract modelling.
Lebih lanjut, Bandura menyatakan bahwa dalam belajar terdapat empat
tahapan proses yaitu :
1. Attentional process (proses atensi atau perhatian),
Permulaan proses belajar ialah munculnya peristiwa yang dapat diamati secara
langsung atau tidak langsung oleh seseorang. Peristiwa ini dapat berupa
tindakan tertentu atau gambaran pola pemikiran yang. Yang disebut dengan
abstract modelling (misalnya sikap nilai, atau persepsi). Kita mengamati
peristiwa tersebut dari orang tua kita, kawan kita, guru kita, atau
sajian media massa. Bila peristiwa ini sudah diamati terjadilah tahap pertama
belajar sosial : perhatian. Menurut Bandura, peristiwa yang menarik perhatian
ialah yang nampak menonjol dan sederhana, terjadi berulang-ulang, atau
menimbulkan perasaan positif pada pengamatnya (artinya memuaskan
kebutuhan psikologisnya)
1
2. Retention process (proses retensi),
Menurut Bandura, perhatian saja tidak cukup menghasilkan efek prososial.
Khalayak harus sanggup menyimpan hasil pengamatannya dalam benaknya
dan memanggilnya kembali tatkala mereka akan bertindak sesuai dengan
teladan yang diberikan. Peneladanan tertangguh (delayed modelling) hanya
terjadi bila mereka sanggup mengingat peristiwa yang diamatinya.
Untuk mengingat peristiwa yang dapat diamati harus direkam dalam bentuk
imaginal dan verbal. Yang pertama disebut visual imagery, berarti membuat
gambaran mental tentang peristiwa yang kita amati dan menyimpan gambaran
itu pada memori kita. Yang ke dua, menunjukkan representasi peristiwa dalam
bentuk bahasa. Menurut Bandura, agar peristiws itu dapat diteladani, kita
bukan saja harus merekamnya dalam memori, tetapi juga harus mampu
membayangkan secara mental bagaimana kita dapat menjalankan tindakan
yang kita teladani.
1. Motor reproduction process (proses reproduksi motor),
Artinya menghasilkan kembali perilaku atau tindakan yang kita amati. Tetapi
apakah kita betul-betul melaksnakan perilaku teladan itu bergantung pada
motivasi ?
2. Motivational process (roses motivasional).
Motivasi bergantung pada peneguhan. Ada tiga macam peneguhan yang
mendorong kita bertindak : peneguhan eksternal, peneguhan gantian (vicarius
reinforcement), dan peneguhan diri (self reinforcement).
Tindakan teladan akan kita lakukan bila diri kita sendiri mendorong tindakan
itu. Dorongan dari diri sendiri itu mungkin timbul dari perasaan puas, senang,
atau dipenuhinya citra diri yang ideal.
Berkaitan dengan teori belajar sosial dari Bandura, orang cenderung meniru
perilaku yang diamatinya; stimuli menjadi teladan untuk perilakunya. Selanjutnya
kita dapat menduga bahwa penyajian cerita atau adegan kekerasan dalam media
massa akan menyebabkan orang melakukan kekerasan pula, dengan kata lain
mendorong orang untuk bertindak agresif. Mengenai Agresif, Baron dan Byrne
(1979:405) mengemukakan bahwa agresi adalah setiap bentuk perilaku yang
1
diarahkan untuk merusak atau melukai orang lain yang menghindari perlakuan
itu
Selain itu, untuk mengetahui dampak dari tayangan kekerasan siaran
televisi, maka penulis menggunakan pendekatan model uses and gratification
(model kegunaan dan kepuasan). Model ini menunjukkan bahwa yang menjadi
permasalahan utama bukanlah bagaimana media mengubah sikap dan perilaku
khalayak, tetapi bagaimana media memenuhi kebutuhan pribadi dan sosial
khalayak. Jadi, bobotnya ialah pada khalayak yang aktif, yang sengaja
menggunakan media untuk mencapai tujuan khusus.
Yang meneliti asal mula kebutuhan secara psikologis dan sosial, yang
menimbulkan harapan tertentu dari media massa dan sumber-sumber lain, yang
membawa pada pola terpaan media yang berlainan (atau keterlibatan pada
kegiatan lain), dan menimbulkan pemenuhan kebutuhan dan akibat-akibat lain,
barang kali termasuk juga yang tidak kita inginkan. Selain itu, model ini
memandang individu sebagai makhluk suprarasional dan sangat selektif. Karl Erik
Rosengren (dalam Blumer and Katz, 1974:269) menyajikan paradigm uses and
gratifications, model yang disertai penjelasan.
Society Including Media Structure
4
Perceived
7
Media
Probems Behavior
1
Basic
6
Motives
9
Gratification
Need
8
Others or non
5
Perceived Behavior Gratiffication
Solusion
2
10 Individual Caracteristics
1
Including
Psychological Set up Position and Life History
Gambar 1 Paradigma Uses and Gratification Model
Butir pertama pardigma tersebut melambangkan infrastruktur biologis
dan psikologis yang membentuk landasan semua perilaku sosial manusia.
Kebutuhan psikologis inilah yang membuat seseorang bertindak atau bereaksi.
Butir 1,2,3 pada gambar tersebut menunjukkan interaksi antara faktor
internal dan eksternal, atau dengan istilah yang konkret antara seseorang dengan
masyarakat sekitar. Dengan meninggalkan kebutuhan dasar (basic needs) untuk
sementara, butir 2 dan 3, ciri individual (individual characterstics) dan ciri
masyarakat (societal charactersitics). Minat para peneliti, terkonsentrasi pada
butir 2, ciri individual, khususnya ciri ekstra individual, misalnya posisi sosial.
Sementara itu, proses intra-individual erat kaitannya dengan butir 1,4,5,6, dan 9
pada paradigma tersebut.
Untuk mengkaji kejelasan mengenai model uses and gratifications ini
dapat dilihat dalam gambar berikut ini yang diketengahkan oleh Katz, Gurevitch
dan Haas.
1

Nonmedia Sources
Of need satisfaction
1.family, friends
Sosial Environement Individual Needs 2. Interpersonal
1. Demographic 1. Cognitive need communication
Characterisric 2. Affective need 3.Hobbies
2. Group affiliation 3. Personal integ 4. Sleep
3. Personality ratif need 5. Drugs etc
Chracteristic 4. Social intergratif
4. Personality 5. Tenson-release
Or escape
Mass Media Use Media Gratifications
1. Media type (Function)
newspaper,TV 1.Surveilalance
radio,movies 2.Diversion/
2. Media contens entertainment
3. Exposure t 3. Personal
media pers 4. Social context
5. Relationship
Gambar 2 : Uses and Gratiffication Model
Model ini memulai dengan lingkungan sosial (social environment) yang
menentukan kebutuhan kita. Lingkungan sosial tersebut meliputi ciri-ciri afiliasi
kelompok dan ciri-ciri kepribadian. Kebutuhan individual (individual needs)
dikategorikan sebagai cognotive needs, effective needs, personal integrative
needs, social integrative needs, dan escapist needs.
1
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Metode Yang Digunakan
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah survai eksplanotori,
yaitu suatu penelitian penjelasan terhadap peristiwa atau keadaan dewasa ini
(explanation), penjelasan ini erat kaitannya dengan pertanyaan apa penyebab
terjadinya suatu peristiwa atau keadaan akibat yang ditimbulkannya. Oleh
karenanya, metode penelitian survai eksplanatori disebut juga sebagai penelitian
sebab akibat (Rusidi, 1966:35).
Dengan survai eksplanatori diharapkan hasil penelitian ini dapat
mengungkapkan sejauh mana hubungan antara dampak tayangan kekerasan siaran
televisi dengan perilaku soaial remaja SMU Negeri di Jakarta. Untuk keperluan
pengumpulan datanya, digunakan metode survai dengan menggunakan kuesioner,
sedangkan populasi dalam penelitiannya adalah pelajar SMU Negeri si wilayah
Jakarta.
3.2 Populasi dan Sampling
Populasi dalam penelitian ini adalah pelajar SMU Negeri yang berada di
wilayah Jakarta. Metode pengambilan sample yang digunakan adalah non
probabilitas.
Dalam penelitian ini berdasarkan teknik penarikan sampel digunakan two
step cluster sample. Penelitian tahap satu : pelajar SMU Negeri wilayah DKI
Jakarta. Setelah diundi terpilih wilayah Jakarta Selatan.
Setelah pemilihan tahap kedua diundi kembali dan akhirnya terpilih
Kecamatan Kebayoran Baru dan sebagai responden penelitian ini sebanyak 5760
siswa.
Untuk menentukan ukuran sampel berpedoman dengan presisi 10 % dari
jumlah populasi dengan menggunakan rumus Yamane.
1
N 5760
N = = = 98,3 = 100
Nd
2
+ 1 5760 (0,1)
2
+ 1
Jadi responden dalam penelitian ini sebanyak 100 orang.
Maka jumlah keseluruhn responden terbagi atas 4 SMU Negeri dengan
menggunakan sistem disproporsional maka masing-masing SMU diambil 25
orang secara random.
SMU Negri 6 = 25 orang
SMU Negeri 46 = 25 0rang
SMU Negeri 70 = 25 orang
SMU Negeri 82 = 25 orang
Jumlah

100 orang
1
3.3 Operasionalisasi Variabel
VARIABEL SUB VARIABEL INDIKATOR
Variabel X
Tayangan Siaran Kekerasan
televis
Variabel Y
Perilaku Prososial Remaja
- Daya Tarik Pesan
- Imbauan Pesan
- Teknik Komunikasi
- Kognitf
- Afektif
- Behavioral
Kesamaan
- Kesukaan
- Familiaritas
- imbauan
motivasional
- imbauan rasa takut
- imbauan ganjaran
- persuasif
- informatif
- edukatif
- mengetahui jenis
tayangan film
kekersan
- mengetahui hari,
waktu tayangan
- mengetahui aktor
pemeran film
- suka tidak suka
terhadap film
kekerasan
- baik-buruk penilaian
remaja
- ingin menjadi aktor
pemeran dalam film
yang sering ditonton
3.4 Teknik Pengumpulan Data
1
Data dikumpulan dengan menggunakan cara atau teknik sebagai berikut :
a. Kuesioner,yang akan diberikan kepada para pelajar SMU Negeri yang terpilih
Dalam menentukan jawaban responden dilakukan sebagai berikut :
SS S R TS STS
Keterangan Bobot Nilai (+) Bobot Nilai (-)
SS = Sangat Setuju 5 1
S = Setuju 4 2
R = Ragu-ragu 3 3
TS = Tidak Setuju 2 4
STS = Sangat Tidak Setuju 1 5
b. Studi Dokumentasi, dengan melihat kepustakaan yang berkaitan dengan media
massa dan kenakalan remaja.
c. Wawancara Mendalam dilakukan dengan pejabat Humas SCTV, RCTI dan
pihak pimpinan sekolah.
1
1.4 Analisis data
Analisis yang dilakukan untuk mengetahui hubungan antara dua variabel
maka digunakan Spearmen Order Correlation. Data dari kedua variabel
diukur berdasarkan skala ordinal sehingga dapat dibuat rangking order
dalam dua rangkaian berurut.
Rumus yang digunakan (Gujarati, 1991:54) sebagai berikut :
n n+1
2
R (X
1
) R (Y
1
) n
i=1 n
r
s
=
n n+1
2
n n+1
2
R (X
1
)
2
n R (Y
1
)
2
- n
i=1 n i=1 n
Keterangan :
r
s
= Koefisien korelasi spearmen
R(X
1
) = Rank (peringkat) dari X
1
R(Y
1
) = Rank (peringkat) dari Y
1
( ) ( )
( ) ( )
1
1
]
1

,
_

1
1
]
1

,
_

,
_

n
1 i
2
2
i
n
1 i
2
2
i
n
1 i
2
i i
s
2
1 n
n Y R
2
1 n
n X R
2
1 n
n Y R X R
= r

Keterangan :
r
s
= koefisien korelasi Spearman
R(X
i
) = Rank (peringkat) dari X
i

R(Y
i
) = Rank (peringkat) dari Y
I
2
Dua cara dapat dilakukan untuk melihat validitas kuesioner, pertama
dengan membandingkan hasil perhitungan dengan nilai yang diperoleh tabel atau
yang kedua dengan melihat nilai P_valuenya.
Nilai Korelasi yang diperoleh berdasarkan hasil perhitungan dibandingkan
dengan angka korelasi dari Tabel r untuk taraf signifikansi tertentu dan
derajat bebas (N-2). Jika nilai korelasi hasil perhitungan lebih besar dari nilai
korelasi yang diperoleh dari tabel, maka pertanyaan tersebut valid. Sedangkan
sebaliknya, jika nilai korelasi hasil perhitungan lebih kecil dari nilai korelasi
dari tabel, maka pertanyaan tidak valid.
Berdasarkan nilai r hasil perhitungan dicari nilai t hitung, selanjutnya
berdasarkan nilai t hitung tersebut, dicari nilai P_valuenya. Untuk kekeliruan
5%, jika nilai P_value < 0,05 item yang diuji valid sedangkan untuk
kekeliruan 1% item valid jika nilai P_value < 0,01.
Teknik perhitungan reliabilitas yang digunakan dalam penelitian ini untuk
pilihan jawaban lebih dari dua dengan skala pengukuran minimal interval serta
pilihan jawaban lebih dari dua dengan skala pengukuran minimal ordinal adalah
Teknik Belah Dua. Cara yang dilakukan adalah sebagai berikut :
1. Membagi item-item yang valid menjadi dua belahan, Dalam penelitian
cara yang diambil adalah berdasarkan nomor ganjil-genap. Nomor ganjil
sebagai belahan pertama dan nomor genap sebagai belahan kedua.
2. Skor masing-masing item pada tiap belahan dijumlahkan, sehingga
menghasilkan dua skor total untuk masing-masing responden, yaitu skor
total belahan pertama dan skor total belahan kedua
3. Mengkorelasikan skor belahan pertama dengan skor belahan kedua dengan
menggunakan teknik korelasi product moment untuk pilihan jawaban dengan
skala pengukuran minimal interval dan memalui korelasi Rho Spearman
untuk pilihan jawaban yang mempunyai skala pengukuran minimal ordinal.
4. Mencari angka reliabilitas untuk keseluruhan item tanpa dibelah, dengan
cara mengoreksi angka korelasi yang diperoleh dengan memasukannya
kedalam rumus sebagai berikut :
2
r
r
r
tot
tot
tot

+
2
1
( )

dengan :
r.
tot
= Angka Reliabilitas Keseluruhan Item
r
.tt
= Angka Korelasi Belahan Pertama dan belahan Kedua
3.6 Rancangan Uji Hipotesis
Analisis uji hipotesis yang dilakukan untuk mengetahui hubungan atau
korelasi antara dua variabel digunakan Spearman's Rank Order Correlation.
Data dari kedua variabel diukur berdasarkan skala ordinal sehingga dapat dibuat
rangking order dalam dua rangkaian berurut. Rumus yang digunakan (Gujarati,
1991:53-54), sebagai berikut yaitu :
( ) ( )
( ) ( )
1
1
]
1

,
_

1
1
]
1

,
_

,
_

n
1 i
2
2
i
n
1 i
2
2
i
n
1 i
2
i i
s
2
1 n
n Y R
2
1 n
n X R
2
1 n
n Y R X R
= r

Keterangan :
r
s
= koefisien korelasi Spearman
R(X
i
) = Rank (peringkat) dari X
i

R(Y
i
) = Rank (peringkat) dari Y
I
Oleh karena perhitungan korelasi berdasarkan data yang diperoleh dari
sampel, sedangkan yang akan disimpulkan mengenai keadaan populasinya, maka
dilakukan Uji Signifikansi dengan pasangan hipotesis dan alternatif,
0 : H
s 0


Tidak terdapat hubungan antara variabel X dengan
Variabel Y
0 : H
s 1
>

Terdapat hubungan positif antara variabel X dengan
variabel
Apabila ukuran sampel penelitian lebih besar dari 30, statistik uji yang
digunakan untuk menguji pasangan hipotesis dan alternatif di atas adalah statistik
uji t , dengan rumus statistik uji t (Gujarati, 191:188), yaitu :
2
t
N
=
r - 2
1 - r
s
s
2

dimana :
t = nilai t hasil perhitungan yang akan dibandingkan dengan
nilai t yang diperoleh dari tabel t-student berdasarkan taraf
signifikansi ( ) tertentu.
r
s
= koefisien korelasi Spearman
N - 2 = derajat bebas (db)
Aturan keputusan :
Tolak hipotesis (
H
0
) dan terima alternatif (
H
1
) apabila nilai t hasil
perhitungan > dari nilai t yang diperoleh dari tabel t-student berdasarkan
taraf signifikansi tertentu, dalam hal lainnya terima hipotesis.
Hubungan kuat atau tinggi, lemah atau rendah ditentukan oleh besar atau
kecilnya nilai
r
s
seperti yang dijabarkan sebagai berikut :
Interval Koefisien Tingkat Hubungan
0,00 - 0,199 sangat rendah
0,20 - 0,399 rendah
0,40 - 0,599 sedang
0,60 - 0,799 kuat
0,80 - 1,000 sangat kuat
(Sugiyono, 1994:149)
2
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Data Responden
Berdasarkan ukuran sampel yang telah ditetapkan sebesar 100 responden
disebarkan kuesioner sebanyak 35 kuesioner untuk masing-masing SMU,
hal ini dilakukan untuk mengantisipasi kuesioner yang tidak kembali.
Dari hasil penyebaran kuesioner, banyaknya kuesioner yang kembali
sebanyak 109 kuesioner, dengan rincian seperti terlihat pada tabel dan
grafik berikut,
0
5
10
15
20
25
30
35
FREK 26 26 25 32
SMUN 6 SMUN 46 SMUN 70 SMUN 82
Gambar 4.1
Pengembalian Kuesioner untuk Keseluruhan responden
Berdasarkan hasil jawaban dari 109 responden seperti tersaji pada
Lampiran 1, jika dilihat berdasarkan kelas, maka jumlah responden
berdasarkan kelas dapat dilihat pada gambar berikut,
2
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
FREK 40 42 27
Kelas I Kelas II Kelas III
Gambar 4.2
Responden Berdasarkan Kelas
Sedangkan jika responden dilihat berdasarkan jenis kelamin, maka dari ke
109 orang responden terpilih diperoleh hasil sebagaiberikut,
0
10
20
30
40
50
60
70
FREK 64 45
Laki-laki Perempuan
Gambar 4.3
Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
2
Jika dilihat dari hasil jawaban pada Lampiran 1, usia responden berkisar
antara 14 tahun s/d 19 tahun, selengkapnya responden berdasarkan
kelompok usia dapat dilihat pada gambar berikut,
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
Frek 2 27 40 24 15 1
14 Thn 15 Thn 16 Thn 17 Thn 18 Thn 19 Thn
Gambar 4.4
Responden Berdasarkan Usia
Dalam kuesioner ditanyakan pula mengenai suku bangsa dari responden
terpilih. Dari hasil jawaban responden banyak responden kurang paham
terhadap pertanyaan yang diajukan, sehingga dijawan dengan menyebutkan
Indonesia. Untuk keseluruhan responden diperoleh jawaban mengenai suku
bangsa sebagaiberikut,
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
Frek 1 1 1 7 1 1 1 23 1 1 40 2 1 1 1 11 2 1 5 7
Aceh Bali Banjar Batak Betawi Bugis Dayak I na J akarta J at im J awa J kt Lampung Lombok Madura Padang Smt Sulsel Sumsel Sunda
Gambar 4.5
Responden Berdasarkan Suku Bangsa
2
Hal lainnya yang ditanyakan dalam kuesioner mengenai data responden
yaitu, mengenai pekerjaan orang tua, baik pekerjaan ayah maupun
pekerjaan ibu jika ibu bekerja. Dari 109 orang responden terpilih diperoleh
jawaban mengenai pekerjaan seperti terlihat pada lampiran 1, sedangkan
frekuensi untuk masing-masing jenis pekerjaan dapat dilihat pada gambar
berikut,
0
10
20
30
40
50
60
70
80
Frek 1 2 2 4 70 1 12 1 1 15
Apt. Dokter Dosen Guru Ibu RT Konsult PNS PU Retail Swasta
Gambar 4.6
Responden Berdasarkan Pekerjaan Ibu
0
5
10
15
20
25
30
35
Frek 1 5 3 2 4 1 1 2 1 1 28 1 32 1 2 1 23
ABRI Alm BUMN Buruh Dokter Dosen Guru Kar.GIA Karyawan Kontrakt PNS Peg.Ban Peg.Swa Pens.Gu Polri Purn.TNI Wiraswas
Gambar 4.7
Responden Berdasarkan Pekerjaan Ayah
2
Pertanyaan berikutnya di dalam kuesioner berkaitan dengan jumlah saudara
yang tinggal serumah. Dari hasil jawaban responden pada Lampiran 1, dapat
digambarkan jumlah saudara yang tinggal serumah sebagaiberikut,
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
Frek 28 41 25 5 6 1 2 1
1 Orang 2 orang 3 Orang 4 Orang 5 Orang 6 Orang 7 Orang 8 Orang
Gambar 4.8
Responden Berdasarkan Jumlah Saudara Yang Tinggal Serumah
Berkenaan dengan tujuan penelitian yang dialkukan, terhadap responden
terpilih ditanyakan pula mengenai tayangan film yang sering ditonton oleh
responden. Berdasarkan hasil jawaban responden mengenai tayangan film
yang ditonton, dipoeroleh hasil sebagaiberikut,
0
10
20
30
40
50
60
70
Fr ek 18 58 12 4 1 2 1 1 2 1 1 1 3 1 1 1 1
Mandar i n Acti on Hor or Xena P .Ranger L. Emas VI P I ndi a WWF Wi r o S X Fi l es Maf i a Kr i mi nal F.Lepas P er ang Semua Samur ai x
Gambar 4.9
Responden Berdasarkan Tayangan Film Yang Sering Ditonton
2
Sedangkan jika dilihat berdasarkan lamanya waktu menonton dari
keseluruhan responden terpilih dapat digambarkan sebagaiberikut,
0
5
10
15
20
25
30
Fr ek 5 8 23 26 21 10 3 4 4 2 3
1 j am 2 j am 3 j am 4j am 5 j am 6 j am 7 j am 8 j am 9 j am 10 j am 1 1 j am
Gambar 4.10
Responden Berdasarkan Waktu Yang Diluangkan
Untuk Menonton Televisi
Pertanyaan lainnya yang diajukan pada responden yaitu, mengenai
banyaknya televisi yang dimiliki di rumah. Dari keseluruhan responden
ternyata seluruhnya memiliki televisi, untuk keseluruhan responden televisi
yang dimiliki minimum 1 buah maksimum 6 buah, selengkapnya mengenai
jumlah televisi yang dimiliki tersaji pada gambar berikut,
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
Frek 32 39 24 6 6 2
1 buah 2 buah 3 buah 4 buah 5 buah 6 buah
Gambar 4.11
Responden Berdasarkan Jumlah Televisi
Yang Dimiliki Di Rumah
2
Dari sejumlah statsiun televisi yang dapat dilihat, responden sangat
bervariasi dalam memilih statsiun yang biasa dilihat. Untuk keseluruhan
responden diperoleh hasil jawaban mengenai statsiun televisi yang dilihat
sebagaiberikut,
0
10
20
30
40
50
60
70
80
Frek 5 1 5 10 67 1 9 1 2 5 3
AnTeve HBO
Indo &
RCTI
Indosiar RCTI
RCTI &
TPI
SCTV
SCTV &
TPI
SCTV &
RCTI
semua sa TPI
Gambar 4.12
Responden Berdasarkan Statsiun Televisi
Yang Sering Ditonton
4.2 Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner
Pertanyaan berikutnya yang diajukan pada responden yaitu pertanyaan-
pertanyaan yang berkaitan dengan karakteristik responden. Jumlah pertanyaan
seluruhnya yang menyangkut karakteristik responden sebanyak 27 pertanyaan.
Beradasarkan hasil jawaban responden sebanyak 109 responden yang dipilih
secara acak dari populasi penelitian diperoleh hasil jawaban seperti tersaji pada
lampiran 1. Data pengamatan untuk pertanyaan nomor P
1
sampai dengan P
27
merupakan data pengamatan dalam skala pengukuran ordinal.
Sebelum dilakukan analisis sesuai dengan tujuan penelitian ini, terlebih
dahulu dilakukan pengujian terhadap 27 pertanyaan yang diajukan, apakah
3
pertanyaan tersebut valid atau tidak. Selain validitasnya diuji juga dilakukan
perthitungan reliabilitas.
Langkah pertama dalam menguji validitas kuesioner dicari skor total
keseluruhan item, selanjutnya melalui korelasi Spearman dihitung korelasi antara
setiap item dengan skor total. Berdasarkan hasil perhitungan korelasi diuji
korelasi yang diperoleh apakah signifikan atau tidak.
Oleh karena perhitungan dilakukan berulang-ulang, maka untuk
melakukan perhitungan tersebut dilakukan melalui bantuan perangkat Lunak
Mionitab Ver 11.12. Hasil perhitungan selengkapnya (output perhitungan) untuk
koreklasi yang dicari disajikan pada lampiran 2.
Untuk menguji validitas item nomor P
1
pasangan hipotesis dan alternatif
yang akan diuji dinyatakan sebagaiberikut,
H
0
:
x1.total
= 0 ; Pertanyaan nomor P
1
tidak valid
H
1
:
x1.total
0 ; Pertanyaan nomor P
1
valid
Untuk menguji pasangan hipotesis dan alternatif tersebut, berdasarkan lampiran 2
diperoleh besaran yang diperlukan sebagai berikut,
jumlah R(P
1
)
2
= R(X)
2
= 368072
jumlah R(Total)
2
= R(Y)
2
= 437443
jumlah R(P
1
)R(Total) = 430119
banyak sampel = n = 109
sehingga diperoleh nilai korelasi antara P1 dengan Total sebagaiberikut,
( )
( ) [ ] ( ) [ ]
0 . 3 6 8 7 4 9
1 0 9 4 3 7 4 4 3 1 0 9 3 6 8 0 7 2
1 0 9 4 3 0 1 1 9
= r
2
1 0 9
1 1 0 9
2
2
1 1 0 9
2
2
1 1 0 9
s

+ +
+
berdasarkan nilai r dapat dihitung nilai t sebagaiberikut,
3
5,52547
) 368749 , 0 ( 1
2 109 368749 , 0
r 1
2 n r
t
2 2

untuk derajat bebas (109-2) = 107 dan nilai = 0,05 dari tabel distribusi t
diperoleh nilai t tabel sebesar 1,9824. Diperoleh nilai t hasil perhitungan > dari
nilai t yang diperoleh dari tabel, hipotesis nol ditolak. Dari hasil tersebut oleh
karena hipotesis ditolak, dapat disimpulkan pertanyaan nomor X
1
valid.
Melalui cara yang sama, dilakukan pengujian untuk keseluruhan item
pertanyaan, perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 2, sedangkan
hasil akhir pengujian untuk keselurtuhan item pertanyaan disajikan pada tabel
berikut,
Tabel 4.1
Hasil Pengujian Validitas Kuesioner
No. Korelasi T t hitung t tabel Hipotesis Kesimpulan
1. P1-Total 0.368749 5.52547 1.9824 Tolak Valid
2. P2-Total 0.125941 1.76823 1.9824 Terima Tidak Valid
3. P3-Total 0.367836 5.50963 1.9824 Tolak Valid
4. P4-Total 0.476617 7.55139 1.9824 Tolak Valid
5. P5-Total 0.629543 11.28560 1.9824 Tolak Valid
6. P6-Total 0.226643 3.24112 1.9824 Tolak Valid
7. P7-Total 0.404857 6.16702 1.9824 Tolak Valid
8. P8-Total 0.391066 5.91823 1.9824 Tolak Valid
9. P9-Total 0.272254 3.94093 1.9824 Tolak Valid
10. P10-Total 0.426860 6.57454 1.9824 Tolak Valid
11. P11-Total -0.038637 -0.53855 1.9824 Terima Tidak Valid
12. P12-Total 0.355848 5.30354 1.9824 Tolak Valid
13. P13-Total 0.555784 9.31184 1.9824 Tolak Valid
14. P14-Total 0.298389 4.35445 1.9824 Tolak Valid
15. P15-Total 0.327196 4.82278 1.9824 Tolak Valid
16. P16-Total 0.323856 4.76775 1.9824 Tolak Valid
17. P17-Total 0.286854 4.17069 1.9824 Tolak Valid
18. P18-Total 0.450625 7.03078 1.9824 Tolak Valid
19. P19-Total 0.633603 11.40690 1.9824 Tolak Valid
20. P20-Total 0.469247 7.40132 1.9824 Tolak Valid
21. P21-Total 0.368403 5.51946 1.9824 Tolak Valid
22. P22-Total 0.437360 6.77395 1.9824 Tolak Valid
23. P23-Total 0.456393 7.14427 1.9824 Tolak Valid
24. P24-Total 0.378882 5.70236 1.9824 Tolak Valid
25. P25-Total 0.376793 5.66569 1.9824 Tolak Valid
26. P26-Total 0.099011 1.38588 1.9824 Terima Tidak Valid
27. P27-Total 0.394198 5.97432 1.9824 Tolak Valid
3
Berdasarkan hasil pengujian dari 27 item pertanyaan yang diuji terdapat 3 item
yang tidak valid yaitu, item nomor P2, item nomor P11 dan item nomor P26.
Ketiga item tersebut dibuang untuk analisis selanjutnya.
Selanjutnya berdasarkan pertanyaan yang valid, dicari skor total untuk
pertanyaan bernomor ganjil dan skor total pertanyaan bernomor genap, diperoleh
tabel perhitungan seperti terlihat pada Tabel 3.
Dari lampiran 3 diperoleh besaran-besaran R(X)
2
= 402517 R(Y)
2
=
436977 dan R(X)R(Y) = 437192 sehingga diperoleh nilai korelasi antara ganjil
dan genap sebagaiberikut,
( )
( ) [ ] ( ) [ ]
6 7 8 0 2 2 , 0
1 0 9 4 3 6 9 7 7 1 0 9 4 0 2 5 1 7
1 0 9 4 3 7 1 9 2
= r
2
2
1 1 0 9
2
2
1 1 0 9
2
2
1 1 0 9
s

+ +
+
angka reliabilitas untuk keseluruhan item
0.808121
678022 , 0 1
) 678022 , 0 ( 2
r 1
) r ( 2
r
tot
tot
tot

+

=80,8121%
4.3 Perhitungan Korelasi antar Variabel
Dari hasil pengujian validitas untuk setiap pertanyaan, ada 3 pertanyaan
yang tidak valid. Oleh karena pengujian validitas dilakukan berdasarkan tryout
terpakai, maka pertanyaan yang tidak valid dihilangkan, sehingga diperoleh skor
total untuk variabel penelitian seperti terlihat pada lampiran 4.
Selanjutnya berdasarkan lampiran 4 dihitung korelasi antar variabel bebas
(total X) dengan dengan variabel tak bebas (total Y) serta antar sub variabel bebas
dengan Y maupun antar setiap sub variabel bebas dengan setiap sub variabel Y.
Hasil perhitungan selengkapnya disajikan pada lampiran 5.
Untuk korelasi antar variabel bebas X (total) dengan Y berdasarkan
lampiran 5 diperoleh nilai-nilai yang diperlukan sebagaiberikut,
jumlah R(X)
2
= 386641 jumlah R(Y)
2
= 437150
3
jumlah R(X)R(Y) = 437202 banyak sampel = n = 109
sehingga diperoleh nilai korelasi antara variabel X dan Y sebagaiberikut,
( )
( ) [ ] ( ) [ ]
5 2 9 6 9 2 , 0
1 0 9 4 3 7 1 1 5 0 1 0 9 3 8 6 6 4 1 1
1 0 9 4 3 7 2 0 2
=
2
2
1 1 0 9
2
2
1 1 0 9
2
2
1 1 0 9

+ +
+
X Y
r
oleh karena perhitungan korelasi dihitung berdasarkan sampel, sebelum dilakukan
penarikan kesimpulan tentang korelasi yang diperoleh terlebih dahulu diuji
keberartian koefisien korelasi tersebut melalui pasangan hipotesis dan alternatif
sebagai berikut,
H
0
:
xy
= 0 ; Koefisien korelasi tidak berarti
H
1
:
xy
0 ; Koefisien korelasi berarti
berdasarkan nilai r
xy
dapat dihitung statistik uji sebagaiberikut,
,69822 8
) 368749 , 0 ( 1
2 109 529692 , 0
1
2
2 2

r
n r
t
untuk derajat bebas (109-2) = 107 dan nilai = 0,05 dari tabel distribusi t
diperoleh nilai t tabel sebesar 1,9824. Diperoleh nilai t hasil perhitungan > dari
nilai t yang diperoleh dari tabel, hipotesis nol ditolak. Dari hasil tersebut oleh
karena hipotesis ditolak, dapat disimpulkan koefisien korelasi yang diperoleh
signifikans.
Oleh karena koefisien korelasi antara variabel X dengan variabel Y
signifikan, selannjutnya melalui teknik elaborasi dilihat diantara variabel sub
variabel X, yang mana yang memberikan kontribusi terbesar terhadap Y.
Berdasarkan data pada lampiran 4 dan output perhitungan pada lampiran 5
untuk keseluruhan kemungkinan korelasi yang terjadi antar variabel bebas X
dengan Y, antar sub variabel bebas (X
1
, X
2
, X
3
) dengan Y dan antar subvariabel X
3
dengan sub variabel Y (Y
1
, Y
2
, Y
3
) diperoleh hasil perhitungan dan pengujian
koefisien korelasi seperti terlihat pada tabel 4.2.
Tabel 4.2
Hasil Perhitungan Korelasi dan Pengujian Keberartian
Koefisien Korelasi
Korelasi R(x)
2
R(Y)
2
R(x)R(Y) r t_hitung t_tabel Kesimpulan
XY 386641 437150 437202 0.529692 8.69822 1.9824 Tolak
X1Y 373839 437150 436346 0.412196 6.30145 1.9824 Tolak
X2Y 373783 437150 436573 0.411236 6.28378 1.9824 Tolak
X3Y 365899 437150 434128 0.341579 5.06212 1.9824 Tolak
X1Y1 396742 436327 436346 0.628605 11.25780 1.9824 Tolak
X2Y1 356007 436327 436573 0.246262 3.53903 1.9824 Tolak
X3Y1 376366 436327 434128 0.442111 6.86528 1.9824 Tolak
X1Y2 352646 435985 436346 0.215344 3.07145 1.9824 Tolak
X2Y2 367865 435985 436573 0.357943 5.33933 1.9824 Tolak
X3Y2 353141 435985 434128 0.222314 3.17595 1.9824 Tolak
X1Y3 334774 435077 436346 0.047639 0.66429 1.9824 Terima
X2Y3 367526 435077 436573 0.356284 5.31099 1.9824 Tolak
X3Y3 338549 435077 434128 0.084142 1.17613 1.9824 Terima
Berdasarkan hasil pengujian dan perhitungan pada tabel 4.2 dapat dihitung
besarnya pengaruh untuk variabel yang signifikan seperti terlihat pada tabel 4.3
berikut,
Tabel 4.3
Besarnya Hubungan Antar Variabel Penelitian
Korelasi r r
2 Besar Hubungan
(dalam %)
XY 0.529692 0.280574 28.057361
X1Y 0.412196 0.169906 16.990554
X2Y 0.411236 0.169115 16.911505
X3Y 0.341579 0.116676 11.667621
X1Y1 0.628605 0.395144 39.514425
X2Y1 0.246262 0.060645 6.064497
X3Y1 0.442111 0.195462 19.546214
X1Y2 0.215344 0.046373 4.637304
X2Y2 0.357943 0.128123 12.812319
X3Y2 0.222314 0.049424 4.942351
X2Y3 0.356284 0.126938 12.693829
3
2.1. Analisis hubungan antara tayangan siaran kekerasan televisi dengan
perilaku prososial remaja
Berdasarkan hasil pengujian pada tabel 4.2 dan hasil perhitungan koefisien
korelasi dan koefisien determinasi pada tabel 4.3, dapat disimpulkan terdapat
hubungan antara tayangan siaran kekerasan televisi dengan perilaku prososial
remaja. Korelasi yang terjadi merupakan korelasi positif, dalam hal ini semakin
sering melihat tayangan kekerasan akan memacu prilaku prososial remaja.
Besarnya pengaruh siaran kekerasan televisi terhadap perilaku prososial
remaja 28.057361 %. Jika dikaitkan dengan batasan koefisien yang dikemukakan
oleh Sugiyono pengaruh yang terjadi termasuk katagori rendah.
Oleh karena tayangan siaran televisi dapat dipecah ke dalam tiga sub
variabel, maka untuk analisis selanjutnya dilihat mengaruh masing-masing sub
variabel.
2.2. Analisis hubungan antara daya tarik pesan dengan perilaku prososial
remaja
Berdasarkan hasil pengujian pada tabel 4.2 dan hasil perhitungan koefisien
korelasi dan koefisien determinasi pada tabel 4.3, dapat disimpulkan terdapat
hubungan antara sub variabel tayangan siaran kekerasan televisi dalam hal ini
daya tarik pesan dengan perilaku prososial remaja. Besarnya pengaruh daya tarik
pesan terhadap perilaku prososial remaja 16.990554 %. Jika dikaitkan dengan
batasan koefisien yang dikemukakan oleh Sugiyono pengaruh yang terjadi
termasuk katagori sangat rendah rendah.
2.3. Analisi hubungan antara Imbauan pesan dengan perilaku prososial remaja
Berdasarkan hasil pengujian pada tabel 4.2 dan hasil perhitungan koefisien
korelasi dan koefisien determinasi pada tabel 4.3, dapat disimpulkan terdapat
3
hubungan antara sub variabel tayangan siaran kekerasan televisi dalam hal ini
Imbauan pesan dengan perilaku prososial remaja. Besarnya pengaruh imbauan
pesan terhadap perilaku prososial remaja 16.911505 %. Jika dikaitkan dengan
batasan koefisien yang dikemukakan oleh Sugiyono pengaruh yang terjadi
termasuk katagori sangat rendah rendah.
2.4. Analisi hubungan antara teknik komunikasi dengan perilaku prososial
remaja
Berdasarkan hasil pengujian pada tabel 4.2 dan hasil perhitungan koefisien
korelasi dan koefisien determinasi pada tabel 4.3, dapat disimpulkan terdapat
hubungan antara sub variabel tayangan siaran kekerasan televisi dalam hal ini
teknik komunikasi dengan perilaku prososial remaja. Besarnya pengaruh teknik
komunikasi terhadap perilaku prososial remaja 11.667621 %. Jika dikaitkan
dengan batasan koefisien yang dikemukakan oleh Sugiyono pengaruh yang terjadi
termasuk katagori sangat rendah rendah.
Dari ketiga sub variabel yang mempengaruhi perilaku prososial remaja
ternyata kontribusi terbesar diberikan oleh sub variabel daya tarik pesan.
3

Anda mungkin juga menyukai