Anda di halaman 1dari 5

Apa bencana itu sebenarnya?.

Suatu pertanyaan yang jarang terlontarkan, karena hampir semua orang telah mengetahui ataupun telah merasakan atau setidaknya mendengar. Yang jelas, bencana adalah suatu kondisi atau keadaan yang tidak diinginkan oleh siapapun, karena disamping merusak juga dapat menghancurkan. Mengenai kerusakan, sudah barang tentu bukan saja kerugian harta benda tapi terkadang menelan korban manusia. Namun yang lebih penting lagi untuk dipertanyakan adalah: kapan timbulnya bencana tersebut dan bagaimana proses terjadinya ?. Atau, sejauh mana aktifitas kegiatan bencana tersebut, serta bagaimana mengatasinya ?. Kita paham untuk menjawabnya adalah tidak sederhana, karena kadang-kadang bencana dapat timbul disamping karena tingkah laku alam (bencana alam murni) juga dari perilaku manusia. Kalau kita sejenak merenung dan menelaah arti bencana secara umum, maka seyogyanya bencana itu dapat dibedakan menjadi 3 (tiga) kelompok, yaitu: kelompok bencana politik, kelompok bencana ekonomi/budaya, dan kelompok bencana alam. Ironisnya, ketiga bencana ini dalam penanggulangannya kadang-kadang mempunyai kaitan satu sama lainnya. Sebagai contoh, untuk mengatasi bencana alam diperlukan ekonomi/ budaya yang memadai dengan kondisi politik yang stabil tentunya. Mungkinkah suatu negara yang sedang terlanda bencana politik akan memiliki ekonomi/ kebudayaan yang baik ?, dan sebaliknya dengan kemampuan ekonomi/kebudayaan yang minim, tentunya sulit bagi kita untuk melakukan tindakan penagulangi secara sempurna dalam mengatasi bencana alam. Masalah ini akan terjawab secara rinci dan seksama, seandainya berbagai pakar dari berbagai disiplin ilmu terkait turut mengkajinya. Komplikasi bencana yang disebutkan ini dapat saja terjadi pada negara yang sedang berkecamuk perang, dengan kondisi kawasan yang rawan bencana alam. Sebagai contoh, dapat dibayangkan seandainya negara Jepang apabila tidak didukung oleh kondisi politik dan ekonomi/ budayanya yang memadai dengan keadaan wilayah yang rawan akan bencana alam itu, bagaimana jadinya negara tersebut. Guna menanggulangi bencana alam ini, Jepang telah menyedot anggaran terbesar untuk kepentingan sektor ini, yang digunakan untuk dana penelitian, peramalan hingga pembenahannya. Oleh karena itu, Jepang adalah salah satu negara yang berhasil dalam menjinakkan dan menanggulangi bencana alam. Ini terbukti dengan keberhasilan meraka yang secara optimal dapat menekan kerugian harta benda dan jatuhnya korban manusia apabila negara ini terlanda bencana alam. Dengan demikian, Jepang dengan kondisi daerahnya yang rawan bencana alam, tapi sukses didalam menanggulanginya karena ditunjang oleh kondisi politik yang stabil dan didukung oleh ekonomi/budaya yang memadai. Lalu bagaimana dengan Indonesia ?. Mudah-mudahan kondisi politik dan ekonomi/ budaya dikemudian hari akan semakin membaik, sehingga Indoensia yang rawan bencana alam akan tertanggulangi secara baik pula.

Dari uraian di atas, terlihat bahwasanya didalam membahas bencana bukanlah suatu hal yang mudah. Pembicaraan selanjutnya lebih ditekankan pada pemahaman terhadap bencana alam, yang berkaitan dengan disiplin ilmu kebumian (geologi) tepatnya suatu aktifitas fenomena alam geologi Kuarter, meskipun dalam menanggulangi peristiwa tersebut melibatkan berbagai disiplin ilmu lainnya, seperti: geofisika, seismologi, teknik sipil, geografi, dan sebagainya. Apakah bencana alam itu dapat dicegah? Suatu kenyataan untuk mencegahnya sampai saat ini sulit dilakukan, karena berkaitan dengan suatu perjalanan dari mekanisme dan proses bumi yang mau tidak mau harus diterima. Lalu bagaimana?, satu-satunya jalan adalah dengan cara menanggulanginya. Untuk penanggulangan ini diperlukan suatu tindakan pencegahannya. Tindakan pencegahan dalam arti kata untuk mengatasi bencana tersebut. Kebutuhan akan tindakan ini tentunya memerlukan suatu koordinasi yang baik dan terpadu dari berbagai pihak dengan melibatkan berbagai disiplin ilmu yang disebutkan di atas. Namun, langkah awal yang baik dalam membahas penanggulangan bencana alam ini, yaitu melakukan peramalan terhadap bencana yang akan terjadi. Untuk itu, perlu adanya suatu penelitian, bukan yang dimaksud dengan suatu penelitian yang dilakukan apabila bencana telah terjadi. Sesuatu yang tidak dapat terpungkiri, apabila terjadi periistiwa bencana alam di negeri ini, maka berbondong-bondonglah para pakar ilmu kebumian menelaah dan mendatangi daerah tersebut. Berbagai kupasan dan tanggapan di media masa, seminar, simposium, dan sebagainya terus mengalir dengan mengeluarkan biaya yang tidak sedikit. Semua itu bukan tidak bermanfaat, namun kondisi dan situasi seperti itu sebetulnya lebih mengarah pada faktor pembenahan fisik saja, dimana lebih relevan apabila ditangani oleh Departeman Sosial, Departemen Pekerjaan Umum, Pemerintah Daerah, dam instansi terkait lainnya. Lalu apa yang harus diperbuat sedini mungkin oleh berbagai pakar tersebut ? Lakukanlah penelitian yang benar dan bermanfaat. Cobalah ramalkan kemungkinan akan timbulnya bencana alam tersebut, sehingga apabila bencana itu terjadi tidak menimbulkan banyak korban manusia dan kerugian harta benda yang tinggi. Sebagian besar pakar kebumian berpendapat bahwasanya peristiwa bencana alam itu tidak dapat diramalkan kapan terjadinya. Tapi lebih tepat dikatakan bahwa kita masih belum mampu untuk meramalkannya. Kenapa ?, karena peristiwa bencana alam itu adalah merupakan suatu rangkaian kejadian yang sifatnya teratur dan terjadi secara periodik. Adanya suatu evolusi dinamika bumi secara periodik dan teratur, salah satunya dapat mengakibatkan terjadinya suatu proses. Proses ini dapat memberikan suatu dampak dari perubahan muka laut, iklim, dan tektonik. Yang terakhir, lebih dikenal sebagai suatu aktifitas dari pergerakan lempeng (plate) yaitu suatu blok kaku (rigid block) daripada kerak bumi dan lapisan atas (upper mantle). Dalam ilmu kebumian konsep pergerakan lempeng (plate tectonics) ini telah diterima dan

dikembangkan. Sebagian besar pusat gempa bumi terjadi di sepanjang ini, dan 80% dari seluruh gempa bumi yang timbul berasal dari jalur laut Pasifik. Indonesia merupakan tempat pertemuan dari tiga lempeng utama (megaplates), yaitu lempeng Eurasian di utara, lempeng Pasifik di timur, dan lempeng Indo-Australian di selatan. Tumbukan dari ketiga lempeng inilah yang memberikan dampak terhadap timbulnya bencana gempa bumi, letusan gunung api, dan tsunami, yang menyebabkan negara kita sangat rentan terhadap bencana alam ini. Lalu bagaimana?. Jelas disini mau tidak mau kita harus melakukan suatu penelitian dengan sasaran untuk menjelaskan proses tersebut di masa lalu hingga sekarang, yang selanjutnya kita ramalkan untuk masa mendatang. Mungkinkah itu?. Untuk menjawabnya, para pakar ilmu kebumian harus lebih memfokuskan dirinya pada data geologi yang terjadi selama zaman Kuarter yang menyangkut kurun waktu 2 juta tahun terakhir, khususnya kala Holosen (masa 10.000 tahun terakhir). Untuk keperluan penelitian ini, tentunya dibutuhkan faktor-faktor kontrol dalam merekonstruksi proses tersebut. Faktor kontrol yang dimaksud adalah meliputi tektonik, iklim, perubahan muka laut; yang mana akhir-akhir ini telah menjadi bahan diskusi dan perbincangan oleh berbagai pakar kebumian di seluruh dunia. Apabila kita mampu menelusuri faktor-faktor yang berpengaruh pada proses tersebut, maka kita akan dapat merekonstruksi suatu rangkaian siklus-siklus kejadian dari peristiwa bumi. Dengan mengkalkulasi perkembangan rangkaian siklus itu, selanjutnya diharapkan dapat ditafsirkan kemungkinan proses peristiwa bumi mendatang dan meramalkan kemungkinan timbulnya suatu bencana alam. Sebagai contoh, dari data geologi yang teramati selama zaman Kuarter hingga sekarang di suatu daerah, kita telah memiliki suatu rangkaian dari siklus peristiwa bumi yang telah terjadi sebelumnya. Dengan memperhitungkan dan mengevaluasi proses ini, maka diharapkan dapat meramalkannya untuk masa mendatang. Setidak-tidaknya kita mengetahui kerawanan rawan tidaknya suatu daerah. Lalu bagaimana caranya?. Lakukanlah suatu penelitian evolusi dinamika bumi di daerah-daerah cekungan Kuarter. Adanya suatu peristiwa bumi dari waktu ke waktu, akan meninggalkan jejakjejak pada suatu daerah tertentu. Dimasa lalu kontrol tektonik secara global telah banyak diterapkan oleh berbagai pakar kebumian. Perubahan muka laut yang juga merupakan faktor kontrol peristiwa bumi penerapannya telah banyak dikerjakan, namun penelitian ini masih bersifat global untuk masa periode yang panjang dari suatu rangkaian siklus. Selain itu, pergeseran poros bumi akan menyebabkan terjadinya perubahan iklim. Akhir-akhir ini berbagai pakar kebumian telah menerima dan mulai melakukan penelitian dengan menguji adanya peralihan suatu periodik iklim (Milankovitch cycles) yang kisaran waktunya antara 20.000, 40.000, 100.000 dan 400.000 tahun. Pwendekatan studi ini dapat dilakukan dengan falsafah siklus stratigrafi atau astrostratigrafi. Ini adalah merupakan suatu tantangan dan sekaligus peluang bagi ahli geologi Kuarter.

Dengan perolehan informasi suatu proses peristiwa bumi di masa lalu yang dikaitkan dengan lama waktunya, maka tidak menutup kemungkinan peramalan proses peristiwa bumi di masa akan datang dapat dilakukan. Sebagai contoh, kita telah memperoleh suatu rangkaian siklus tektonik, perubahan muka laut, dan iklim di suatu cekungan Kuarter, maka kelanjutan proses tersebut untuk masa mendatang dapat diramalkan kejadiannya. Kesempatan tersebut, sebaiknya mulai dilakukan dan dimanfaatkan. Sumbangan pemikiran sehubungan dengan pembahasan bencana alam tersebut di atas diharapkan dapat memperoleh tanggapan sekaligus menjadi tantangan bagi pakar kebumian di Indonesia dan juga dari mancanegara. Disamping masih belum adanya publikasi yang membahas secara rinci tentang hal tersebut, juga prinsip dasar para ahli kebumian yang masih dianut hingga sekarang adalah : Masa kini adalah kunci masa lalu ( The present is the key to the past) , namun sudah saatnya kita berfikir dan mencoba: Masa kini dan lalu adalah kunci untuk masa mendatang ( The present and the past are the key to the future). Kita harus memulainya dengan tidak perlu menunggu model atau temuan baru dari pakar-pakar kebumian mancanegara. Sudah barang tentu hal tersebut tidak mudah dilakukan, ilmu mancanegara karena kebumian mempunyai kemampuan kita dituntut akhir-akhir yang lebih untuk: ini. baik. 1. Berfikir secara filsafat, karena banyak hal-hal baru yang belum kita kenal dan ketahui seiring perkembangan pakar dari 2. Kesegaran dan kepercayaan diri dalam menelaahnya, dengan jauh-jauh membuang pikiran bahwa 3. Sarana yang memadai. Mampukah kita?. Dengan keadaan yang kita miliki saat ini, kami berkeyakinan bahwa kita mampu melakukannya. Bukankah kita telah memiliki institusi yang berkaitan dengan kepentingan tersebut, seperti: Badn Geologi, Puslitbang Geoteknologi LIPI, dunia pendidikan tinggi geologi (institut/universitas) dan sebagainya. Pakar-pakar kita harus mempunyai kepercayaan diri yang kuat, namun kesegaran juga harus diperhatikan. Kesegaran dalam arti kata untuk bekerja, yang berkaitan dengan bencana budaya di dalamnya. PENUTUP Masih tergiang dalam ingatan kita peristiwa bencana gempabumi/ tsunami Aceh di penghujung tahun 2004, gempabumi Jogyakarta pada bulan Mei 2006 yang diikuti oleh laporan terjadinya semburan lumpur Sidoarjo pada 29 Mei 2006. Bukan saja ahli kebumian tapi berbagai pihak telah memahami dan menerima bahwa bencana yang terjadi di Aceh dan Jogyakarta tersebut adalah peristiwa bumi oleh tektonik sebagai bencana alam biasa. Lalu, bagaimana dengan lumpur Lapindo ?. Suatu perdebatan yang panjang khususnya oleh berbagai pakar kebumian silih berganti, dan sebagian besar dari mereka telah menyimpulkan bahwa lumpur panas tersebut adalah sebagai

mud vulkano, dan menurut mereka ada tidaknya kegiatan pemboran, bencana alam ini memang akan terjadi. Peristiwa alam ini dapat diterima oleh berbagai pakar ilmu kebumian, tentunya dengan latar belakang masing-masing sebagaimana yang diungkapkan dari temu ilmiah: Semburan lumpur panas Sidoarjo analisa penyebab & alternatif Penaggulangannya pada 7 Desember 2006. Terakhir, gempabumi Sumbar pada 6 maret 2007, gempabumi Jawa Barat selatan pada 2 september 2009, dan gempabumi Sumbar 30 september 2009 telah memporak-porandakan wilayah tersebut. Bukti, Indonesia rawan bencana. Fenomena peristiwa alam gempabumi di atas, membuktikan bahwa kondisi lahan Indoensia rawan tektonik. Sebaliknya, peristiwa keluarnya lumpur panas di Sidoarjo, tentunya tidak terlepas kaitannya terhadap hubungan antara sumber dan pemicu terjadinya proses tersebut. Kita semua dapat menerima bahwa pada perut bumi di Sidoarjo tersebut terkandung material lumpur tersebut. Selanjutnya, bersamaan dengan terjadinya periistiwa tektonik regional dikala itu telah memicu material tersebut keluar kepermukaan. Kenapa demikian ?, hal ini disebabkan karena wilayah Sidoarjo adalah sebagai bagian dari daerah rawan bertektonik aktif. Artinya dengan terjadinya aktifitas tektonik regional itu telah memberi kesempatan kepada sesar/patahan selaku zona lemah dan rekah membuka, hingga menyebabkan material yang belum terkonsolidasi tersebut keluar. Suatu proses yang lumrah dan sederhana yang sering terjadi di alam. Tektonik regional yang dimaksud adalah berkaitan dengan gempa Jogyakarta dan daerah lainnya di Jawa. Dan tidak menutup kemungkinan peristiwa keluarnya lumpur panas yang dimaksud secara periodik telah terjadi sebelumnya, dan juga akan berlangsung dikemudian hari. Yang menjadi misteri adalah, sumber lumpur tersebut berasal dari mana ?, karena tingginya volume yang dikeluarkan. Untuk membuktikan hal tersebut, rekonstruksilah peristiwa yang dimaksud dan salah satunya dengan melakukan studi dinamika peristiwa bumi diantaranya dengan melakukan pendekatan studi siklusstratigrafi/ orbital stratigrafi. Seyogianyalah, bencana alam lumpur Sidoarjo ini dapat ditanggulangi secara baik oleh Pemerintah. Dan Pemerintah tentu mampu melakukannya, karena masa bencana politik yang ditandai oleh turunnya Soekarno dan Soeharto yang diikuti oleh bencana ekonomi/ budaya ketika itu telah kita lalui. Semoga dengan ulasan ringkas ini, kita lebih mengenal pengertian bencana alam untuk ditelaah lebih lanjut di negeri ini, yang notabene merupakan salah satu fenomena geologi Kuarter.

Anda mungkin juga menyukai