Anda di halaman 1dari 18

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Untuk mencapai kemampuan hidup sehat bagi setiap penduduk diperlukan
suatu Pembangunan kesehatan yang pada hakekatnya merupakan penyelenggaraan
upaya kesehatanoleh bangsa Indonesia agar dapat mewujudkan derajat kesehatan
masyarakat yang optimal. Kegiatan pembangunan kesehatan yang semula dititik
beratkan pada upaya penyembuhan penderita secara berangsur-angsur
berkembang ke arah pelayanan kesehatan paripurna yang meliputi upaya-upaya
peningkatan kesehatan (promotiI), pencegahan (preventiI), penyembuhan (kuratiI)
serta pemulihan (rehabilitatiI) yang bersiIat menyeluruh, terpadu dan
berkesinambungan. Upaya kesehatan termaksud dipengaruhi oleh Iaktor
lingkungan sosial budaya termasuk ekonomi, lingkungan Iisik dan biologis yang
bersiIat dinamis dan kompleks. Dewasa ini sebagai akibat sampingan dari
globalisasi disegala bidang keadaan sosial budaya di masyarakat Indonesia telah
dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan dan kebudayaan barat,
khususnya di daerah pariwisata dan daerah perkotaan.
Indonesia merupakan salah satu negara yang banyak dikunjungi oleh
wisatawan mancanegara. Meningkatnya kunjungan wisatawan mancanegara akan
ikut meningkatkan industri pariwisata yang telah dianggap sebagai suatu lahan
yang diharapkan akan berperan dalam mendapatkan devisa untuk pembangunan.
Bersama dengan ini berbagai usaha yang ada kaitannya dengan bidang pariwisata
ini mendapat peluang untuk berkembang, seperti : jasa, angkutan, hotel, tempat
penginapan, restoran, industri, kerajinan, hiburan dan kesenian serta termasuk
hiburan seksual walaupun dikelola secara gelap-gelapan namun nyata bila diamati
secara seksama. Berkembangnya kegiatan prostitusi merupakan konsekuensi logis
dari berkembangnya industri pariwisata. Hal ini disebabkan karena adanya
pandangan keliru yang menganggap bahwa kegiatan seksual pada umumnya tidak
hanya ditujukan untuk mendapat keturunan semata-mata, tetapi juga dianggap
sebagai prokreasi (memperoleh kenikmatan dan kesenangan) serta hiburan bagi


pemenuhan kebutuhan biologis manusia. Meningkatnya kegiatan prostitusi secara
luas mengakibatkan meningkatnya berbagai kasus penyakit yang ditularkan akibat
hubungan seksual (PMS). Salah satu PMS yang paling berbahaya dan sangat
ditakuti adalah apa yang disebut dengan Acquired Immuno DeIiciency Syndroma
(AIDS). Aids adalah kumpulan gejala penyakit yang disebabkan oleh virus HIV
(Human ImmunodeIiciency Virus) yang mengakibatkan rusaknya atau
menurunnya sistem kekebalan tubuh terhadap berbagai penyakit. Virus HIV
berkembang sangat cepat, sehingga dalam kurun waktu yang singkat telah
menjadi pandemi. Berkembangnya tempat-tempat hiburan seksual, praktek
prostitusi yang semakin meluas merupakan salah satu Iaktor penyebaran virus
HIV. Begitu juga prilaku seksual yang berganti-ganti pasangan merupakan cara
penularan AIDS yang potensial. Kelompok masyarakat yang diduga mempunyai
prilaku yang cenderung berisiko tinggi AIDS, yaitu kelompok WTS, waria,
pramuria, panti pijat, pramuria bar/diskotik, homoseks, orang terpenjara, penerima
transIusi darah serta keluarga dari penderita HIV positiI. Di Indonesia penyebaran
AIDS sebagian besar 'Imported Cases yaitu dibawa oleh penderita yang datang
dari luar negeri, melalui hubungan seksual. AIDS belum ada obatnya, juga belum
ada vaksin yang mencegah serangan virus HIV. Orang yang terinIeksi virus HIV
akan berpotensi sebagai pembawa dan penular virus HIV selamahidupnya
walaupun orang tersebut tidak merasa sakit dan tampak sehat. 2001 digitali:ed
by USU digital libary
Mengingat besarnya masalah yang dapat ditimbulkan oleh penyebaran
virus HIV/AIDS ini, maka pemerintah dalam hal ini Depkes RI telah melakukan
berbagai upaya untuk menekan penularan HIV/AIDS. Upaya tersebut diantaranya
melalui kegiatan pemeriksaan sampel darah secara rutin kepada mereka yang
berisiko tinggi mengidap HIV/AIDS, melaksanakan kegiatan penyuluhan serta
menyebarluaskan inIormasi tentang AIDS, penularan dan pencegahannya seperti
pemakaian kondom bagi mereka yang terlibat dengan prilaku hubungan seksual
bebas.



1.2 Permasalahan
Permasalahan pada penulisan makalah ini adalah mengetahui secara paasti
mengenai HIV/ AIDS dan dapat digunakan untuk mengatasi permasalahan
HIV/AIDS dalam suatu kehidupan sehari-hari.

1.3 Pembatasan Masalah
Dalam hal ini permasalahan yang akan dibahas terbatas pada deIinisi,
sejarah, epidemiologi, etiologi, patogenesis, prognosis dan upaya pencegahan
penularan HIV/AIDS.

1.4 Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan ini adalah memahami dengan benar mengenai HIV/
AIDS dan dapat melakukan pencegahan dari HIV tersebut.

1.5 Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan tugas akhir ini adalah : Bab I merupakan pendahuluan yang
berisi tentang latar belakang, permasalahan, pembatasan masalah, tujuan
penulisan dan sistematika penulisan. Bab II merupakan konsep dasar berisi
tentang ,deIinisi, sejarah, epidemiologi, etiologi, patogenesis, prognosis, dan
upaya pencegahan, Bab III merupakan kesimpulan yang dapat diambil
berdasarkan pembahasan bab sebelumnya.











BAB II
ISI

2.1. DEFINISI AIDS
AIDS adalah kumpulan gejala penyakit yang disebabkan oleh virus HIV
(Human ImmunodeIiciency Virus) yang mengakibatkan rusaknya/menurunnya
sistem kekebalan tubuh terhadap berbagai penyakit. Apabila HIV ini masuk ke
dalam peredaran darah seseorang, maka HIV tersebut menyerap sel-sel darah
putih. Sel-sel darah putih ini adalah bagian dari sistem kekebalan tubuh yang
berIungsi melindungi tubuh dari serangan penyakit. HIV secara berangsur-angsur
merusak sel darah putih hingga tidak bisa berIungsi dengan baik (Muninjaya,
)
HIV/AIDS dapat juga dapat berupa sindrom akibat deIisiensi imunitas
seluler tanpa penyebab lain yang diketahui, ditandai dengan inIeksi oportunistik
dan keganasan berakibat Iatal. Munculnya sindrom ini erat hubungannya dengan
berkurangnya zat kekebalan tubuh di mana proses ini tidak terjadi seketika
melainkan sekitar 5-1 tahun (Muninjaya, ).
2.2 SE1ARAH AIDS
Penyakit ini pertama kali timbul di AIrika, Haiti, dan Amerika Serikat
pada tahun 19. Pada tahun 199 pertama kali dilaporkan adanya kasus-kasus
Sarkoma Kaposi dan penyakitpenyakit inIeksi yang jarang terjadi di Eropa,
penyakit ini menyerang orang-orang AIrika yang bermukim di Eropa. Sampai saat
ini belum disadari oleh para ilmuwan bahwa kasus-kasus tersebut adalah AIDS.
Sindrom yang kini telah menyebar ke seluruh dunia ini pertama kali dilaporkan
oleh Gotlieb dan kawan-kawan di Los Angeles pada tahun 191. Orang yang
terinIeksi virus HIV akan berpotensi sebagai pembawa dan penular virus selama
hidupnya walaupun orang tersebut tidak merasa sakit dan tampak sehat. Dalam
tahun yang sama yaitu pada tahun 191 Amerika Serikat melaporkan adanya
kasus Sarkoma Kapusi dan penyakit inIeksi yang jarang terjadi di kalangan
5

homoseksual. Hal ini menimbulkan dugaan yang kuat bahwa transmisi penyakit
ini terjadi melalui hubungan seksual (Admosuharto, ).
Pada tahun 19 CDC-USA (Centers Ior Disease Control) Amerika
Serikat untuk pertamakali membuat deIenisi kasus AIDS. Sejak tahun 19
dilakukan surveilans terhadap kasus-kasus AIDS. Pada tahun 19 19 mulai
diketahui adanya transmisi diluar jalur hubungan seksual, yaitu melalui transIusi
darah, penggunaan jarum suntik secara bersama oleh para penyalahgunaan
narkotik dan obat-obat terlarang. Pada tahun ini juga Luc Montagnier dari Pasteur
Institute, Paris Institute menemukan bahwa penyebab kelainan ini adalah LAV
(Lymphadenopathy Associated Virus) (Admosuharto, ).
Pada tahun 19 diketahui adanya transmisi heteroseksual di AIrika dan
pada tahun yang sama diketahui bahwa HIV menyerang sel limIosit T penolong.
Pada tahun itu juga Gallo dkk dari National Institute oI Health, Bethesda,
Amerika Serikat menemukan HTLV III (Human T Cell Lymphotropic Virus Type
III) sebagai penyebabkan kelainan ini. Pada tahun 195 ditemukan antigen untuk
melakukan tes Elisa, pada tahun itu juga diketahui bahwa HIV juga menyerang sel
otak. Pada tahun 19 International Committee on Taxonomy oI Virus
memutuskan nama penyebab penyakit AIDS adalah HIV sebagai pengganti LAV
dan HLTV (Admosuharto, ).
AIDS (Acquired Immune DeIiciency Syndrome) atau SIDA (Syndrom
Imuno DeIiciency Akuisita) adalah sebuah penyakit yang dengan cepat menyebar
keseluruhan dunia (pandemi). Di Indonesia pertama kali mengetahui adanya kasus
AIDS pada bulan April tahun 19, pada seorang warganegara Belanda yang
meninggal di RSUP Sanglah Bali akibat inIeksi sekunder pada paru-paru, sampai
pada tahun 199 penyakit ini masih belum mengkhawatirkan, namun sejak awal
tahun 1991telah mulai adanya peningkatan kasus HIV/AIDS menjadi dua kali
lipat (doubling time) kurang dari setahun, bahkan mengalami peningkatan kasus
secara ekponensial. 2001 digitali:ed by USU digital libary (Djamin, ).





2.3. EPIDEMIOLOGI HIV/AIDS
Saat ini diperkirakan ada 5 1 juta orang pengidap HIV (Human
Immuno DeIiceincy Virus) yang belum menunjukkan gejala apapun tetapi
potensial sebagai sumber penularan. Di samping itu telah dilaporkan adanya lebih
kurang 1. orang penderita AIDS dan . 5. orang penderita
ARC (AIDS Related Complex) sampai 1 Maret 199 telah dilaporkan 11.
kasus AIDS ke WHO oleh 15 negara. AIDS adalah suatu penyakit yang sangat
berbahaya karena mempunyai Case Fatality Rate 1 dalam 5 tahun, artinya
dalam waktu 5 tahun setelah diagnosis AIDS ditegakkan, semua penderita akan
meninggal. Pada populasi normal Adult Mortality Rate adalah 5/1. bila
seroprevalensi inIeksi HIV adalah 1 maka dalam 5 tahun mendatang Adult
Mortality Rate ini akan meningkat dua kali menjadi 1/1..(Rasmaliah.
1)
Berdasarkan data yang dikumpulkan sampai Maret 199, inIeksi
HIV/AIDS telah menyebar di propinsi yaitu Daerah Istimewa Aceh 1
penderita, Sumatera Utara 5 penderita, Sumatera Barat 1 penderita, Riau
penderita, Sumatera Selatan penderita, DKI Jakarta 11 penderita, Jawa Barat
19 penderita, Jawa Tengah 1 penderita, DI Yogyakarta 5 penderita, Jawa Timur
penderita, Kalimantan Barat penderita, Kalimantan Tengah penderita,
Kalimantan Selatan penderita, Kalimantan Timur penderita, Sulawesi Utara
penderita, Sulawesi Selatan pnederita, Bali penderita, NTB penderita, NTT
1 penderita, Maluku 1 penderita, Irian Jaya 1 penderita, Timor-Timor 1
penderita. Distribusi umur penderita AIDS di AS, Eropa dan AIrika tidak berbeda
jauh, kelompok terbesar berada pada umur 9 tahun, dan menurun pada
kelompok umur yang lebih besar dan lebih kecil. Hal ini membuktikan bahwa
transmisi seksual baik homo maupun heteroseksual merupakan pola transmisi
utama. Mengingat masa inkubasi AIDS yang berkisar dari 5 tahun ke atas, maka
inIeksi terbesar terjadi pada kelompok umur muda/seksual paling aktiI yaitu
tahun (Rasmaliah. 1).
Rasio jenis kelamin pria, wanita di negara pola I adalah 1 15 : 1 karena
sebagian besar penderita adalah kaum homoseksual, sedangkan di negara-negara


pola II, rasio ini adalah 1 : 1. Perbandingan antara penderita dari daerah urban
(perkotaan) dan rural (pedesaan) umumnya lebih tinggi di daerah urban, karena di
kota lebih banyak dilakukan promiskuitas (hubungan seksual dengan banyak
mitra seksual), maka kelompok masyarakat berisiko tinggi adalah kelompok
masyarakat yang melakukan promiskuitas, yaitu kaum homoseksual termasuk
kelompok biseksual, heteroseksual, dan penyalahguna narkotik suntik, serta
penerima transIusi darah termasuk penderita hemoIili dan penyakit-penyakit
darah, anak dan bayi yang lahir dari ibu pengidap HIV (Rasmaliah. 1).
Kelompok homoseksual (termausk biseksual) kelompok ini termasuk
kelompok terbesar pengidap HIV di Amerika Serikat. Prevalensi inIeksi HIV
dikalangan ini terus meningkat dengan pesat. Di San Fransisco pada tahun 19,
hanya kaum homoseksual diperkirakan mengidap HIV, tahun kemudian
angka ini bertambah menjadi , tahun kemudian menjadi dan pada
saat ini telah menjadi 1 . Di London pada tahun 19, hanya , kaum
homoseksual mengidap HIV, tahun kemudian menjadi 1 saat ini telah lebih
dari 5 sehingga diperkirakan pada tahun 199 menjadi 1 . Kelompok
heteroseksual, kelompok ini di AIrika merupakan kelompok utama dimana
homoseksualitas tidak populer (Rasmaliah. 1).
Saat AIDS pertama kali dideteksi pada kaum homoseksual di negara-
negara maju, pola hubungan heteroseksual belum menjadi perhatian. Saat ini
kasus AIDS berasal dari kelompok ini. Jumlah ini terus meningkat sehingga
diramalkan akan terjadi epidemi AIDS kedua pada kaum heteroseksual. Sebagai
perbandingan keadaan di Amerika Serikat dan AIrika, maka dapat
diperbandingkan dari para penderita penyakit menular seksual heteroseksual yang
berobat ke rumah sakit, persentase penderita dengan inIeksi HIV di AS adalah
, , sedangkan di AIrika adalah 1 9 . Demikian pula dengan sero-
prevalensi HIV pada kaum laki-laki dan wanita hamil di Amerika Serikat berkisar
pada angka , sedangkan di AIrika sampai 1 . Dari data-data ini terlihat
bahwa kelompok heteroseksual lebih menonjol di AIrika. Pernah ada anggapan
bahwa AIDS berasal dari pedalaman AIrika dengan pola penyebaran
heteroseksual (Rasmaliah. 1).


Dari penelitian akhir-akhir ini ternyata prevalensi di daerah urban tetap
lebih besar daripada di pedesaan sehingga anggapan tersebut adalah tidak benar.
Prevalensi di kalangan WTS di beberapa tempat di AIrika Barat adalah
sedangkan di Eropa dan Amerika Serikat berkisar antara . Kelompok
heteroseksual risiko tinggi ini di Indonesia adalah para WTS, para pramupijat,
pramuria bar dan club malam dan para pelanggannya. Kelompok penyalah guna
narkotik suntik, mereka ini menggunakan alat suntik bersama dan sering masih
terdapat sisa darah di dalam jarum atau alat suntik. Kelompok ini di Eropa
meliputi 11 dari semua kasus AIDS dan di Amerika Serikat 5 dari seluruh
kasus AIDS. Lingkungan biologis, sosial-ekonomi, budaya, agama sangat
menentukan penyebaran AIDS. Lingkungan biologis, adanya riwayat ulkus
genitalis, herpes simpleks dan STS (Serum Test 2001 digitali:ed by USU digital
libary Ior Syphilis) yang positiI akan meningkatkan prevalensi inIeksi HIV karena
luka-luka ini menjadi tempat masuknya HIV. Sel-sel limIosit T/CD yang
mempunyai reseptor untuk menangkap HIV akan aktiI mencari HIV di luka-luka
tersebut dan selanjutnya memasukkan HIV tersebut ke dalam peredaran darah
(Admosuharto, ).
Faktor biologis lainnya adalah penggunaan obat KB, pada para WTS di
Nairobi terbukti bahwa kelompok yang menggunakan obat KB mempunyai
prevalensi HIV lebih tinggi. Hal ini memerlukan penelitian lebih lanjut. Faktor
sosial, ekonomi, budaya dan agama secara bersama atau sendiri-sendiri sangat
berpengaruh terhadap prilaku seksual masyarakat. Bila semua Iaktor ini
menimbulkan permissiveness di kalangan kelompok seksual aktiI maka mereka
mudah masuk ke dalam keadaan promiskuitas. Walaupun telah diketahui berbagai
cara penularan HIV/AIDS, penularan secara seksual adalah yang terbanyak, yaitu
, dari 1 kasus yang dilaporkan (Admosuharto, ).
Indonesia dianggap rentan terhadap epidemi HIV/AIDS karena banyak
Iaktor yang mendorong antara lain : adanya prilaku seksual yang berisiko (WTS),
kemiskinan, banyaknya pelabuhan yang disinggahi orang asing (Admosuharto,
).

9

2.4. Etiologi HIV/AIDS
Penyebab AIDS adalah sejenis virus yang disebut :2an
I22:nodeficiency Jir:8 (HIV). Virus ini pertama kali diisolasi oleh Montagnier
dan kawan-kawan di Prancis pada tahun 19 dengan nama Ly25adeno5aty
A88ociated Jir:8 (LAV), sedangkan Gallo di Amerika Serikat pada tahun 19
mengisolasi (HIV) III. Kemudian atas kesepakatan internasional pada tahun 19
nama virus dirubah menjadi HIV. HIV terdiri dari tipe yaitu virus HIV-1 dan
HIV-. Keduanya merupakan virus RNA (#ibon:cleic Acid) yang termasuk
retrovir:8 dan lentivir:8 (Rasmaliah. 1).
Karakteristik HIV
O Tidak dapat hidup di luar tubuh manusia
O Merupakan virus yang merusak sistem kekebalan tubuh manusia
O Kerusakan sistem kekebalan tubuh menimbulkan kerentanan terhadap
inIeksi penyakit
O Semua orang dapat terinIeksi HIV
O Orang dengan HIV terlihat sehat dan merasa sehat
O Orang dengan HIV tidak tahu bahwa dirinya sudah terinIeksi HIV
O Seorang pengidap HIV yang belum menunjukkan gejala dapat menularkan
kepada orang lain. Satu-satunya cara untuk mendapatkan kepastian inIeksi
HIV yaitu dengan tes darah.
Virus HIV termasuk virus RNA positiI yang berkapsul. Diameternya
sekitar 1 nm dan mengandung dua salinan genom RNA yang dilapisi oleh
protein nukleokapsid. Pada permukaan kapsul virus terdapat glikoprotein
transmembran gp1 dan glikoprotein permukaan gp1. Di antara nukleokapsid
dan kapsul virus terdapat matriks protein. Selain itu juga terdapat tiga protein
spesiIik untuk virus HIV, yaitu enzim rever8e tran8ri5ta8e (RT), 5rotea8e (PR),
dan integra8e (IN). Retrovirus juga memiliki sejumlah gen spesiIik sesuai dengan
spesies virusnya, antara lain gag (Iungsi struktural virus), 5ol (Iungsi struktural
dan sintesis DNA), serta env (untuk Iusi kapsul virus dengan membran plasma sel
pejamu) (Rasmaliah. 1).
1

2.5. Patogenesis HIV/AIDS
Perkembangan penyakit AIDS tergantung dari kemampuan virus HIV untuk
menghancurkan sistem imun pejamu dan ketidakmampuan sistem imun untuk
menghancurkan HIV. Penyakit HIV/AIDS dimulai dengan inIeksi akut yang tidak
dapat diatasi sempurna oleh respons imun adaptiI dan berlanjut menjadi inIeksi
jaringan limIoid periIer yang kronik dan progresiI. Perjalanan penyakit HIV dapat
diikuti dengan memeriksa jumlah virus di plasma dan jumlah sel CD dalam
darah (Abednego, ).
Setelah terjadi inIeksi primer, sel dendrit di epitel akan menangkap virus
kemudian bermigrasi ke kelenjar getah bening. Sel dendrit mengekspresikan
protein yaitu CCR5 yang berperan dalam pengikatan HIV, sehingga sel dendrit
berperan besar dalam penyebaran HIV ke jaringan limIoid. Di jaringan limIoid,
sel dendrit dapat menularkan HIV ke sel CD melalui kontak langsung antar sel.
Dari jaringan limIoid, HIV masuk ke dalam aliran darah dan kemudian
menginIeksi organ-organ tubuh. Beberapa hari setelah paparan pertama dengan
HIV, replikasi virus dalam jumlah banyak dapat dideteksi di kelenjar getah
bening. Replikasi ini menyebabkan viremia disertai dengan sindrom HIV akut
(gejala dan tanda nonspesiIik seperti inIeksi virus lainnya). Setelah terjadi
penyebaran inIeksi HIV, terbentuk respons imun adaptiI baik humoral maupun
selular terhadap antigen virus. Respons imun ini dapat mengontrol sebagian dari
inIeksi dan produksi virus yang menyebabkan berkurangnya viremia dalam 1
minggu setelah paparan pertama (Abednego, ).
Setelah terjadi inIeksi akut dilanjutkan dengan Iase kedua dimana kelenjar
getah bening dan limpa menjadi tempat replikasi HIV dan destruksi sel. Pada
tahap ini, sistem imun masih kompeten mengatasi inIeksi mikroba oportunistik
dan belum muncul maniIestasi klinis inIeksi HIV, sehingga Iase ini disebut juga
masa laten klinis (clinical latency 5eriod). Pada Iase ini jumlah virus rendah dan
sebagian besar sel tidak mengandung HIV. Kendati demikian, penghancuran sel
CD dalam jaringan limIoid terus berlangsung dan jumlah sel CD yang
11

bersirkulasi semakin berkurang. Pada awal penyakit, tubuh dapat menggantikan
sel CD yang hancur dengan yang baru. Namun setelah beberapa tahun siklus
inIeksi virus, kematian sel dan inIeksi baru berjalan terus sehingga akhirnya
menyebabkan penurunan jumlah sel CD di jaringan limIoid dan sirkulasi
(Abednego, ).
Pada Iase kronik progresiI, pasien rentan terhadap inIeksi lain dan r espons
imun terhadap inIeksi tersebut akan menstimulasi produksi HIV dan destruksi
jaringan limIoid. Penyakit HIV berjalan terus ke Iase akhir dan letal yang disebut
AIDS dimana terjadi destruksi seluruh jaringan limIoid periIer, jumlah sel CD
dalam darah kurang dari sel/mm, dan viremia HIV meningkat drastis. Pasien
AIDS menderita inIeksi oportunistik, neoplasma, kaheksia (IJ wa8ting
8yndro2e), gagal ginjal dan degenerasi susunan saraI pusat (Abednego, ).
Terdapat stadium penyakit AIDS yaitu :
a. Stadium awal inIeksi HIV, menunjukkan gejala-gejala seperti : demam,
kelelahan, nyeri sendi, pembesaran kelenjar getah bening. Gejala-gejala ini
menyerupai inIluenza/monokleosis.
b. Stadium tanpa gejala, yaitu stadium dimana penderita nampak sehat, namun
dapat merupakan sumber penularan inIeksi HIV.
c. Stadium ARC (AIDS Related Complex), memperlihatkan gejala-gejala seperti :
demam lebih dari o C secara berkala/terus-menerus, menurunnya berat badan
lebih dari 1 dalam waktu bulan, pembesaran kelenjar getah bening,
diare/mencret secara berkala/terus-menerus dalam waktu yang lama tanpa sebab
yang jelas, kelemahan tubuh yang menurunkan aktiIitas Iisik, berkeringat pada
waktu malam hari.
d. Stadium AIDS, akan menunjukkan gejala-gejala seperti : gejala klinis utama
yaitu terdapatnya kanker kulit yang disebut sarkoma kaposi, kanker kelenjar getah
bening, inIeksi penyakit penyerta misalnya : pneumonia yang disebabkan oleh
pneumocytis carinii, TBC, peradangan otak/selaput otak.
HIV dapat ditularkan melalui :
1

A. Hubungan seksual (homoseksual ataupun heteroseksual) dengan seorang yang
mengidap HIV.
B. TransIusi darah yang tercemar HIV.
C. Melalui alat suntik, alat tusuk lainnya (akupuntur, tindik, tato) bekas dipakai
orang yang mengidap HIV.
D. Pemindahan HIV dari ibu hamil yang mengidap HIV kepada janin yang
dikandungnya (Abednego, ).

2.6. Prognosis Infeksi HIV
Prognosis individu yang terinIeksi HIV sangat variabel. Pada kebanyakan
orang dewasa, waktu rata-rata antara masuknya virus ke dalam tubuh dan
perkembangan AIDS adalah 1-11 tahun. Namun, pada individu tertentu (sekitar
), AIDS diwujudkan dalam waktu 5 tahun inIeksi. Lain 1 orang tetap
bebas dari AIDS selama tahun. Banyak tes laboratorium telah dikembangkan
untuk menilai prognosis AIDS, namun sejauh ini indikator yang paling dapat
diandalkan adalah persentase atau jumlah mutlak CD

sel.Parameter lain yang


digunakan untuk ramalan adalah jumlah HIV-1 RNA dalam plasma segera setelah
serokonversi. Tak lama setelah masuknya HIV ke dalam tubuh, ada ledakan
viremia. Hasil tanggapan selanjutnya kekebalan pada tingkat kondisi mapan
partikel virus dalam plasma. Angka yang variabel dalam berbagai individu,
berIungsi sebagai prediktor hasil jangka panjang dari penyakit. Dalam edisi
Mei 199 oI Science, Mellors et al menjelaskan bahwa beban botol yang diukur
dengan alat tes sinyal bercabang ampliIikasi DNA penanda prognostik dapat
diandalkan dalam inIeksi HIV. Risiko AIDS dan kematian akibat penyakit itu
langsung berhubungan dengan viral load pada saat pasien masuk ke ruang
kerja. Dibandingkan dengan jumlah sel T CD
,
dengan viral load plasma
tampaknya merupakan prediktor yang lebih baik dari perkembangan AIDS dan
kematian (Reza. 9).
Tidak ada obat untuk inIeksi HIV. Sebelum kita memiliki pengobatan
apapun untuk virus, penderita AIDS hidup hanya untuk beberapa
1

tahun. Untungnya, obat telah secara substansial meningkatkan tingkat prospek dan
kelangsungan hidup. Upaya pencegahan telah tajam mengurangi inIeksi HIV pada
anak muda dan memiliki potensi untuk membatasi tajam inIeksi baru pada
populasi lainnya (Surya, 9).
O Obat-obatan telah memperpanjang harapan hidup rata-rata, dan banyak orang
dengan HIV dapat berharap untuk hidup selama puluhan tahun dengan
pengobatan yang tepat. Semakin banyak memiliki harapan hidup normal jika
mereka mengikuti hati-hati untuk rejimen pengobatan.
O Obat-obatan membantu sistem kekebalan tubuh pulih dan melawan inIeksi dan
mencegah kanker dari terjadi. Akhirnya, virus bisa menjadi resisten terhadap
obat yang tersedia, dan maniIestasi AIDS bisa terjadi.
O Obat yang digunakan untuk mengobati HIV dan AIDS tidak menghilangkan
inIeksi. Hal ini penting bagi orang untuk mengingat bahwa dia masih menular
bahkan ketika menerima pengobatan yang eIektiI.
O upaya penelitian intensiI sedang berIokus pada pengembangan pengobatan baru
dan lebih baik. Meskipun saat ini tidak ada vaksin menjanjikan, bekerja terus di
bagian depan ini.
1

Gambar

Ini elektron transmisi gambar mikrograIi
menunjukkan bentuk dewasa dari human
immunodeIiciency virus (HIV) pada sampel
jaringan. (Reza. 9).

2.7. Upaya Pencegahan Dan Penanggulangan AIDS
Pencegahan tentu saja harus dikaitkan dengan cara-cara penularan HIV
seperti yang sudah dikemukakan. Ada beberapa cara pencegahan HIV/AIDS,
yaitu :
A. Pencegahan penularan melalui hubungan seksual, inIeksi HIV terutama terjadi
melalui hubungan seksual, sehingga pencegahan AIDS perlu diIokuskan pada
hubungan seksual. Untuk ini perlu dilakukan penyuluhan agar orang berperilaku
seksual yang aman dan bertanggung jawab, yakni : hanya mengadakan hubungan
seksual dengan pasangan sendiri (suami/isteri sendiri), kalau salah seorang
pasangan anda sudah terinIeksi HIV, maka dalam melakukan hubungan seksual
15

perlu dipergunakan kondom secara benar, mempertebal iman agar tidak
terjerumus ke dalam hubungan-hubungan seksual di luar nikah.
B. Pencegahan Penularan Melalui Darah dapat berupa : pencegahan dengan cara
memastikan bahwa darah dan produk-produknya yang dipakai untuk transIusi
tidak tercemar virus HIV, jangan menerima donor darah dari orang yang berisiko
tinggi tertular AIDS, gunakan alat-alat kesehatan seperti jarum suntik, alat cukur,
alat tusuk untuk tindik yang bersih dan suci hama.
C. Pencegahan penularan dari Ibu-Anak (Perinatal).
Ibu-ibu yang ternyata mengidap virus HIV/AIDS disarankan untuk tidak
hamil. Selain dari berbagai cara pencegahan yang telah diuraikan diatas, ada
beberapa cara pencegahan lain yang secara langsung maupun tidak langsung ikut
mencegah penularan atau penyebaran HIV/AIDS. Kegiatan tersebut berupa
kegiatan komunikasi, inIormasi dan edukasi (KIE) yang dalam implementasinya
berupa : konseling AIDS dan upaya mempromosikan kondomisasi, yang ditujukan
kepada keluarga dan seluruh masyarakat yang potensial tertular HIV/AIDS
melalui hubungan seksual yang dilakukannya (Djauzi & Sihombing, ).
Dengan cara ini keluarga dan masyarakat secara terus menerus akan
mendapat inIormasi yang baru (up to date) tentang HIV/AIDS sehingga keluarga
akan lebih waspada dan mampu mengembangkan langkah langkahpraktis untuk
melindungi anggota keluarganya daripenularan HIV serta untuk mwngurangi
tumbuhnya sikap yang menganggap bahwa keluarganya sendiri tidak mungkin
akan terinIeksi oleh virus AIDS ini (Djauzi & Sihombing, ).









1

BAB III
PENUTUP

3.1 Saran
Dengan melihat dampak dari keganasan HIV/ AIDS penularannya yang
begitu cepat dewasa ini, perlu adanya kesadaran masyarakat terhadap pentingnya
kesehatan. Selain masyarakat, perlu dukungan dari berbagai pihak, seperti
pemerintah dan LSM guna mencegah adanya HIV/AIDS.

3.2 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan dari bab-bab sebelumnya dapat disimpulkan
sebagai berikut :
AIDS adalah kumpulan gejala penyakit yang disebabkan oleh virus HIV (Human
ImmunodeIiciency Virus) yang mengakibatkan rusaknya/menurunnya sistem
kekebalan tubuh terhadap berbagai penyakit. Perkembangan penyakit AIDS
tergantung dari kemampuan virus HIV untuk menghancurkan sistem imun pejamu
dan ketidakmampuan sistem imun untuk menghancurkan HIV. Penyakit
HIV/AIDS dimulai dengan inIeksi akut yang tidak dapat diatasi sempurna oleh
respons imun adaptiI dan berlanjut menjadi inIeksi jaringan limIoid periIer yang
kronik dan progresiI. Perjalanan penyakit HIV dapat diikuti dengan memeriksa
jumlah virus di plasma dan jumlah sel CD dalam darah. HIV dapat ditularkan
melalui hubungan seksual (homoseksual ataupun heteroseksual) dengan seorang
yang mengidap HIV, TransIusi darah yang tercemar HIV, melalui alat suntik, alat
tusuk lainnya (akupuntur, tindik, tato) bekas dipakai orang yang mengidap HIV
Pemindahan HIV dari ibu hamil yang mengidap HIV kepada janin yang
dikandungnya. Untuk itu diperlukan tindakan pencegahan guna melawan
HIV/AIDS.




1

DAFTAR PUSTAKA


Abednego, H.M. . Kemitraan Dalam Pelaksanaan Strategi Nasional. Depkes
RI. Jakarta,.

Admosuharto K. . Epidemiologi AIDS dan Strategi Pemberantasan di
Indonesia, Media Litbangkes vol. III no. Jakarta.

Rasmaliah. 1. Epidemiologi HIV/AIDS dan Upaya Penanggulangannya.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/159/1/1/Ikm-rasmaliah.pdI
|diakses tanggal 1 Mei 11|.

Djamin, S. . Perubahan Perilaku dan Ketahanan Keluarga sebagai Pilar
Utama Pencegahan dan Pananggulangan AIDS, Media Litbangkes vol. VI
no. Jakarta.

Djauzi, S & Sihombing G. . Pengumpulan Data dengan Diskusi Kelompok
Terarah dan Wawancara Mendalam pada Kelompok Risiko Tinggi AIDS di
Jakarta, Majalah Kesehatan Masyarakat Indonesia taun X, No. Jakarta.

Muninjaya, G. . AIDS di Indonesia. Masalah dan Kebijakan
Penanggulangannya. EGC. Jakarta.
Reza. 9. Prognosis HIV. http:/www.thebody.com/content/art1199.html.
|diakses tanggal 1 Mei 11|.
Surya. 9.Prognosis AIDS. http: //www.bioscience.org/news/scientis/aids.html.
|diakses tanggal 1 Mei 11|.


1

Anda mungkin juga menyukai