Anda di halaman 1dari 3

Syafa'at

Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab

-------------------------------------------------------------------------------Syafaat berasal dari kata syafa' yang berarti genap. Menurut bahasanya safaat berarti menjadikan sesuatu yang ganjil menjadi genap seperti menggenapkan satu menjadi dua, tiga menjadi empat dan seterusnya. Adapun menurut istilah, syafaat adalah menjadikan seseorang sebagai perantara untuk memperoleh sebuah mashlahat atau untuk menolak suatu mafsadat. Dan syafaat itu sendiri terdiri dari dua jenis: Pertama, syafaat yang telah ditetapkan dan shahih (benar). Ini adalah jenis syafaat yang telah ditetapkan oleh Allah Ta'ala di dalam Al Qur-an atau ditetapkan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam di dalam As Sunnah. Syafaat itu tidak akan diberikan kecuali kepada orang-orang yang bertauhid dan ikhlash. Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu berkata, Wahai Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, siapakah orang yang paling bahagia dengan syafaatmu? Beliau shallallahu 'alaihi wasallam menjawab, "Siapa saja yang mengucapkan Laa ilaaha illallah dengan ikhlash dari dalam hatinya." Syafaat jenis ini memiliki tiga syarat: Ridha Allah terhadap orang yang memberi syafaat Ridha Allah terhadap orang yang akan diberi syafaat Izin Allah kepada orang yang memberi syafaat untuk memberikan syafaatnya. Ketiga syarat tersebut terdapat dalam firman Allah: "Dan berapa banyaknya malaikat di langit, syafaat mereka sedikitpun tidak berguna kecuali sesudah Allah mengizinkan bagi orang yang dikehendaki dan diridhai (-Nya)." (An Najm : 26). Dan termuat secara terperinci dalam firman-Nya: "Tiada yang dapat memberi syafaat di sisi Allah tanpa izin-Nya." (Al Baqarah : 255). "Pada hari itu tidak berguna syafaat kecuali (syafaat) orang yang Allah Maha Pemurah telah memberi izin kepadanya, dan Dia telah meridhai perkataannya." (Thaha : 109). "Dan mereka tiada memberi syafaat melainkan kepada orang yang diridhai Allah." (Al Anbiya : 28). Dengan demikian berdasarkan ayat-ayat tersebut, ketiga syarat di atas harus dipenuhi untuk terwujudnya sebuah syafaat. Para ulama kemudian membagi syafaat yang shahih ini menjadi dua bagian: 1. Syafaat yang bersifat umum Yang dimaksud dengan bersifat umum adalah bahwa Allah Ta'ala memberi izin kepada siapa saja yang dikehendaki di antara hamba-hamba-Nya yang shalih untuk memberi syafaat kepada orangorang yang diizinkan oleh-Nya untuk mendapatkan syafaat. Syafaat ini dimiliki oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dan para nabi yang lain, juga (dimiliki oleh) para ash shiddiqun, para syuhada, dan orang-orang yang shalih. Dan derajat syafaat ini adalah untuk pemberian syafaat kepada orang-orang beriman yang berbuat maksiat untuk dibebaska dari siksa neraka. 2. Syafaat yang bersifat khusus

Yaitu syafaat yang hanya khusus diperuntukkan bagi Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. Dan syafaat beliau yang terbesar adalah syafaat pada Hari Kiamat, dimana seluruh manusia diliputi dengan kesedihan dan beban berat yang tidak sanggup mereka pikul, sehingga (menyebabkan mereka) mencari orang yang dapat memberikan syafaat untuk mereka kepada Allah agar mereka segera dibebaskan dari keadaan yang sangat sulit ini. Maka mereka menemui Nabi Adam kemudian Nabi Nuh, kemudian Nabi Ibrahim, kemudian Nabi Musa lalu menemui Nabi Isa, namun mereka semua tidak dapat memberikan syafaat mereka. Hingga akhirnya mereka menemui Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam lalu beliau berdiri dan memberikan syafaat ini di hadapan Allah Ta'ala agar Ia berkenan membebaskan hamba-hamba-Nya dari situasi dan keadaan yang maha dasyat tersebut. Maka Allah Ta'ala kemudian mengabulkan doa beliau dan menerima syafaat beliau. Dan inilah tempat terpuji yang dijanjikan Allah Ta'ala untuk Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, Allah berfirman: "Dan pada sebagian malam hari bersembayang tahajudlah kamu sekalian sebagai suatu hadiah tambahan bagi kalian, mudah-mudahan Tuhan kalian mengangkat kamu sekalian ke tempat yang terpuji." (Al Isra' : 79). Kedua, Syafaat batil yang sama sekali tidak berguna bagi pemiliknya. Yaitu apa yang dikatakan oleh orang-orang musyrik bahwa tuhan-tuhan mereka akan memberikan syafaat untuk mereka di hadapan Allah Ta'ala. Sesungguhnya syafaat ini sama sekali tidak bermanfaat untuk mereka, sebagaimana firman Allah: "Maka tidak berguna lagi bagi mereka syafaat dari orang-orang yang memberikan syafaat." (Al Muddatstsir : 48). Hal ini karena Allah Ta'ala tidak pernah meridhai perbuatan syirik yang dilakukan oleh orang-orang musyrik itu. Dan tidak mungkin Allah akan memberikan izin untuk memberikan syafaat bagi mereka, karena tidak ada syafaat kecuali bagi orang-orang yang diridhai Allah. Wallahu a'lamu bish shawwab.

Maraji': Fatawa Al Mar-atul Muslimah, oleh Abu Muhammad Asyraf bin Abdil Maqshud.

Syafa'at telah dijadikan dalil oleh kaum musyrikin dalam memohon kepada malaikat, nabi dan wali. Kata mereka: "Kami tidak memohon kepada mereka kecuali untuk mendekatkan diri kepada Allah dan memberikan syafa'at kepada kami di sisi-Nya." Maka dalam bab ini diuraikan bahwa syafa'at yang mereka harapkan ini adalah percuma, bahkan syirik; dan syafa'at hanyalah hak Allah semata, tiada yang dapat memberi syafa'at kecuali dengan seizin-Nya bagi siapa yang mendapat ridha-Nya. Firman Allah 'Azza wa Jalla (artinya): "Dan berilah peringatan dengan apa yang diwahyukan itu kepada orang-orang yang takut akan dihimpunkan kepada Tuhan mereka (pada hari Kiamat), sedang mereka tidaklah mempunyai seorang pelindung dan pemberi syafa'at pun selain Allah; agar mereka bertakwa." (Al-An'am: 51) "Katakanlah: Hanya hak Allah-lah syafa'at itu semuanya." (Az-Zumar: 44) "Tiada seorangpun yang dapat memberi syafa'at di sisi Allah tanpa seizin-Nya." (Al-Baqarah: 255) "Dan berapa banyaknya malaikat di langit, syafa'at mereka sedikitpun tidak berguna, kecuali sesudah Allah mengizinkan (untuk diberi syafa'at) bagi siapa yang dikehendaki dan diridhai-Nya." (An-Najm: 26) "Katakanlah: "Serulah mereka yang kamu anggap (sebagai tuhan) selain Allah, mereka tidak memiliki kekuasaan seberat dzarrah pun di langit maupun di bumi, dan mereka tidak mempunyai suatu andil apapun dalam (penciptaan) langit dan bumi, dan sama sekali tidak ada di antara mereka yang menjadi pembantu bagi-Nya. Dan tiadalah berguna syafa'at di sisi Allah, kecuali bagi orang yang telah diizinkan-Nya memperoleh syafa'at itu..." (Sabba': 22-23) Abul 'Abbas (Taqiyyudin Abul 'Abbas Ibnu Taimiyah: Ahmad bin Abdul Halim bin Abdus-Salam bin Abdullah An Numairi Al Harrani Ad-Dimasyqi. Syaikh Al-Islam dan tokoh yang gigih sekali dalam gerakan dakwah Islamiyah. Dilahirkan di Harran th. 661 H (1263M) dan meninggal di Damaskus th. 728 H/1328M) mengatakan: "Allah telah menyangkal segala hal yang menjadi tumpuan kaum musyrikin, selain Diri-nya sendiri, dengan menyatakan bahwa tak seorang pun selain Allah mempunyai kekuasaan, atau sebagiannya, atau menjadi pembantu Allah. Adapun tentang syafa'at, maka telah ditegaskan Allah bahwa syafa'at ini tidak berguna kecuali bagi orang yang telah diizinkan Allah untuk memperolehnya, sebagaimana firman-Nya (artinya): "Dan tidaklah mereka dapat memberi syafa'at, kecuali bagi orang yang telah diridhai Allah." (Al-

Anbiya': 28) Syafa'at yang diperkirakan oleh kaum musyrikin inilah yang tidak ada pada hari Kiamat, sebagaimana dinyatakan demikian oleh Al-Qur'an. Dan diberitakan oleh Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bahwa beliau pada hari Kiamat akan datang bersujud kepada Allah dan menghaturkan segala puji kepadaNya. Beliau tidak langsung dengan memberi syafa'at lebih dahulu. Setelah itu barulah dikatakan kepada beliau: "Angkatlah kepalamu, katakanlah niscaya akan didengar apa yang kamu katakan, mintalah niscaya akan diberi apa yang kamu minta, dan berilah syafa'at niscaya akan diterima syafa'at yang kamu berikan itu." (HR Al-Bukhari dan Muslim) Abu Hurairah telah bertanya kepada beliau: "Siapakah orang paling beruntung dengan syafa'at engkau?" Beliau menjawab: "Ialah orang yang mengucapkan "Laa ilaha illa Allah" dengan ikhlas dari dalam hatinya." (HR Imam Ahmad dan Al-Bukhari) Syafa'at yang ditetapkan ini adalah syafa'at untuk Ahlul Ikhlas wa Tauhid (orang-orang yang mentauhidkan Allah dengan memurnikan ibadah kepada-Nya), dengan seizin Allah; bukan untuk mereka yang berbuat syirik kepada-Nya. Dan pada hakekatnya, bahwa Allah-lah yang melimpahkan karunia-Nya kepada Ahlul Ikhlas wa Tauhid dengan memberikan maghfirah kepada mereka melalui do'a orang yang diizinkan Allah untuk memperoleh syafa'at, untuk memuliakan orang ini dan menerimakan kepadanya AlMaqam Al-Mahmud (kedudukan terpuji). Jadi syafa'at yang dinyatakan tidak ada oleh Al-Qur'an adalah apabila ada sesuatu syirik didalamnya. Untuk itu Al-Qur'an telah menetapkan dalam beberapa ayat bahwa syafa'at adalah dengan izin dari Allah; dan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam sudah menjelaskan bahwa syafa'at hanyalah untuk Ahlul Tauhid wal Ikhlas.

Kandungan tulisan ini:


1. Tafsiran ayat tersebut di atas. Ayat pertama dan kedua menunjukkan bahwa syafa'at seluruhnya adalah hak khusus bagi Allah. Ayat ketiga menunjukkan bahwa syafa'at tidak diberikan kepada seseorang tanpa izin dari Allah. Ayat keempat menunjukkan bahwa syafa'at diberikan oleh orang yang diridhai Allah dengan izin dari-Nya, dengan demikian syafa'at adalah hak mutlak Allah, tidak dapat diminta kecuali dari-Nya; dan menunjukkan pula kebatilan syirik yang dilakukan oleh kaum musyrikin dengan mendekatkan diri kepada malaikat, atau nabi dan orang-orang shaleh, untuk meminta syafa'at mereka. Ayat kelima mengandung bantahan terhadap kaum musyrikin yang mereka itu menyeru selain Allah, seperti malaikat dan makhluk-makhluk lainnya, karena menganggap bahwa makhluk-makhluk itu mendatangkan manfaat atau menolak madharat; dan menunjukkan bahwa syafa'at tidak berguna bagi mereka, karena syirik yang mereka lakukan, tetapi hanya berguna bagi orang yang mengamalkan tauhid dan itu pun dengan seizin Allah. 2. Syafa'at yang dinyatakan tidak ada, adalah syafa'at yang terdapat didalamnya unsur syirik. 3. Syafa'at yang ditetapkan, ialah syafa'at untuk Ahlul Tauhid wal Ikhlas dengan izin dari Allah. 4. Disebutkan tentang syafa'at kubra, yaitu Al Maqam Al-Mahmud. 5. Apa yang dilakukan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam ketika hendak memberi syafa'at, bahwa beliau tidak langsung memberi syafa'at terlebih dahulu, akan tetapi bersujud dan menghaturkan segala pepuji kepada Allah. Maka apabila telah diizinkan Allah, barulah beliau memberi syafa'at. 6. Siapakah orang yang paling beruntung dengan syafa'at beliau? 7. Syafa'at tidak diberikan kepada orang yang berbuat syirik kepada Allah. 8. Keterangan tentang hakekat syafa'at. Dikutip dari buku: "Kitab Tauhid" karangan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab.

Anda mungkin juga menyukai