Anda di halaman 1dari 7

Jurnal Natur Indonesia III (2): 178 184 (2001) STUDI MUTU DAN PENERIMAAN KONSUMEN TERHADAP ABON

IKAN Tjipto Leksono*) dan Syahrul *) Corressponding Author Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Riau Diterima tanggal : 28 2 2001 Disetujui tanggal : 9 3 - 2001 ABSTRACT
Study on the quality and consumer acceptance of fish abon was carried out in purpose to compare the preference of consumers to some kinds of fish abon. Each fish abon was produced from different species of fish, namely: Euthynus aletrates; Oreochromis nilotica; Ophiocephalus striatus; and Clarias gariepinus. Their compositions and consumer preferences were determined and then being compared each other by using Completely Randomized Design. The prefering fish abon was being stored in plastic bag for 40 days at room temperature whilst the quality was being determined at a period of 20 days. The results showed that some species of freshwater fish, especially Oreochromis nilotica and Ophiocephalus striatus, could be used as raw material of fish abon, as well as those of seawater fish, such as Euthynus aletrates. The quality of prefering fish abon, Oreochromis nilotica, was accepted by consumers after being stored for 40 days. Key-words : fish abon, acceptance, preference, consumer

PENDAHULUAN Abon merupakan salah satu produk olahan yang sudah dikenal oleh orang banyak dan umumnya abon diolah dari daging sapi, oleh sebab itu abon sapi lebih dikenal oleh masyarakat luas. Pembuatan abon merupakan salah satu alternatif pengolahan ikan, untuk mengantisipasi kelimpahan produksi ataupun untuk penganekaragaman produk perikanan. Pengolahan abon ini hanya merupakan pengeringan bahan baku yang telah ditambahkan bum-

bu-bumbu untuk meningkatkan cita rasa dan memperpanjang masa simpan. Jenis ikan yang dibuat sebagai bahan baku abon belum selektif, bahkan hampir semua jenis ikan dapat dijadikan abon. Namun demikian, akan lebih baik apabila dipilih jenis ikan yang mempunyai serat yang kasar dan tidak mengandung banyak duri. Ikan yang biasa dibuat abon adalah ikan air laut antara lain ikan tongkol atau ikan tenggiri. Belum ada penelitian untuk menge-

179 tahui kemungkinan pemanfaatan ikan air tawar untuk pembuatan abon, sekaligus mutunya dibandingkan abon yang diolah dari ikan laut. Berdasarkan hal tersebut di atas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang pembuatan abon yang diolah dari beberapa jenis ikan yang dilanjutkan dengan penyimpanan abon ikan pada suhu kamar. METODE PENELITIAN Bahan dan Alat Bahan baku yang digunakan pada penelitian ini adalah ikan tongkol (Euthynus aletrates), ikan nila merah (Oreochromis nilotica), ikan gabus (Ophiocephalus striatus) dan ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) segar yang diperoleh dari pasar di Pekanbaru, ketumbar, garam, gula pasir, santan kelapa, bawang merah dan bawang putih, laos, dan daun salam. Bahan kemasan yang digunakan Kantong Plastik Poliethilen. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah pisau, blender, kukusan, baskom plastik, timbangan, telenan, kuali, kompor. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode percobaan, yang menggunakan Rancangan Acak Lengkap, dengan satu faktor perlakuan yaitu jenis ikan yang berbeda, yang terdiri dari: Ikan Tongkol (A1), Ikan Nila Merah (A2), Ikan Gabus (A3), dan Ikan Lele Dumbo (A4). Pengamatan dilakukan, pada hari pertama sebelum abon ikan dikemas atau disimpan dengan tujuan untuk mengetahui komposisi dan tingkat preferensi konsumen terhadap abon ikan. Setelah diperoleh hasil terbaik, maka dilanjutkan dengan pengamatan mutu abon ikan selama penyimpanan pada suhu kamar selama 40 hari, dengan menggunakan pengemas kantong plastik polypropylen. Parameter mutu yang diukur adalah komposisi proksimat, yang meliputi analisis kadar protein; kadar air; kadar lemak (Apriyantono, et al. 1989); dan bilangan peroksida (Sudarmadji, et al. 1994), serta nilai organoleptik (Kartika, et al. 1987) yang merupakan rata-rata dari nilai kenampakan; tekstur; bau; dan rasa abon ikan. Penilaian organoleptik menggunakan score sheet hedonik 9 yang diberikan kepada 25 orang panelis. Prosedur penelitian Persiapan bumbu : Bahan-bahan bumbu yang harus dipersiapkan untuk setiap 1 kg

180 berat daging ikan adalah: garam 2%, bawang putih 2%, bawang merah 3%, gula pasir 4%, asam jawa 1%, lengkuas 0,5%, daun salam 2 atau 3 lembar, dan santan kelapa 2 gelas dari satu butir. Cara pembuatan bumbu adalah sebagai berikut: bawang merah dan bawang putih dicampur dengan garam dan dihaluskan dengan bumbu yang lain. Pengolahan abon : Ikan dicuci dan disiangi, lalu dikukus selama 20 40 menit (sampai lunak dan matang). 1. Ikan didinginkan, diambil dagingnya tanpa tulang, kemudian daging ini disobek-sobek sehingga terbentuk serat daging yang halus dan homogen. 2. Bumbu yang sudah dihaluskan dimasukkan kedalam santan lalu dididihkan. 3. Daging ikan yang sudah disuwirsuwir dimasukkan ke dalam bumbu tersebut. 4. Dilakukan penggorengan dan selama penggorengan dilakukan peTabel 1. ngadukkan. 5. Penggorengan selesai bila abon benar-benar kering dan kalau dipegang terasa kemersik. HASIL DAN PEMBAHASAN Selain itu, secara sensoris telah dilakukan uji organoleptik yang hasilnya merupakan nilai rata-rata dari seluruh karakteristik mutu sensoris tersebut, yaitu meliputi nilai rupa, bau, tekstur dan rasa. Komposisi Kimia Abon Ikan Untuk mengetahui mutu abon ikan air tawar dari jenis yang berbeda, telah dilakukan pengamatan terhadap analisis komposisi proksimat yang meliputi kadar protein, kadar lemak, kadar air, dan kadar abu. Pada Tabel 1 berikut ini dapat dilihat bahwa kadar protein, kadar lemak, kadar abu dan kadar air masing-masing jenis abon ikan tersebut tampak berbeda. Komposisi gizi ikan tergantung pada lingkungan tempat hidup ikan tersebut.

Persentase Kadar Protein, Lemak, Abu dan Air Abon Ikan Tongkol, Ikan Nila, Ikan Gabus dan Ikan Lele Jenis ikan Komposisi Tongkol Nila Gabus Lele 40.28 42.00 43.76 48,38 Kadar Protein (%) 11.18 1.58 7.01 24,41 Kadar Lemak (%) 5.52 6.64 6.80 6,50 Kadar Abu (%) 3,64 4,73 4,28 9,78 Kadar Air (%)

181 Winarno (1989) mengatakan bahwa komposisi ikan yang sangat bervariasi merupakan refleksi dari perbedaan kandungan lemaknya. Ikan yang mengandung lemak lebih dari 5% biasanya dagingnya lebih banyak mengandung pigmen (zat warna) kuning, merah muda atau abu-abu. Ikan dengan kadar lemak rendah biasanya dagingnya berwarna putih. Tingginya kadar protein sering mencerminkan tingginya kualitas produk pangan tersebut. Sebaliknya, semakin tinggi kadar lemaknya menjadikan produk pangan ter-sebut lebih cepat mengalami ketengikan dan ditolak oleh konsumen. Nilai organoleptik Nilai organoleptik yang diberikan oleh 25 orang panelis terhadap abon ikan yang dibuat dari jenis ikan yang berbeda yaitu ikan tongkol, nila merah, gabus dan lele dumbo. dapat dilihat pada Tabel 2. lainnya. Nilai organoleptik abon ikan gabus merupakan yang tertinggi dengan nilai rata-rata 7,8 namun tidak berbeda nyata dengan abon ikan nila merah yang nilai rata-ratanya 7,7. Nilai organoleptik terendah adalah abon ikan lele yang tidak berbeda nyata dengan abon ikan tongkol yaitu masing-masing nilai rata-ratanya 7,1 dan 7,2. Perbedaan nilai organoleptik abon ikan tersebut disebabkan oleh perbedaan komposisi kimia ikan maupun sifat daging ikan yang digunakan untuk pembuatan abon. Ikan tongkol lebih banyak menyerap dan mengandung lemak yang tinggi, sehingga kurang disukai panelis. Sebaliknya, ikan gabus, sebagaimana halnya dengan ikan nila, yang berkadar lemak rendah, ratanya 7,1 dan 7,2. Mutu Abon Ikan selama Penyimpanan Setelah diperoleh hasil terbaik

Tabel 2. Nilai Organoleptik Abon Ikan yang Dibuat dari Beberapa Jenis Ikan Ulangan Rata-rata Notasi Jenis Ikan BNT 0,05 1 2 3 Tongkol (A1) 7,0 7,1 7,5 7,2 a b Nila (A2) 7,8 7,5 7,8 7,7 b Gabus (A3) 8,0 7,5 7,9 7,8 b Lele (A4) 7,0 7,0 7,3 7,1 a
Ket.: Notasi huruf yang berbeda menunjukkan perlakuan berbeda nyata

Dari Tabel 2 tersebut dapat dilihat bahwa nilai organoleptik abon ikan berbeda antara satu dengan

pada penelitian tahap pertama, yaitu abon ikan nila merah, maka diperoleh hasil uji mutunya selama masa

182 simpan sebagaimana tertuang dalam data pada Tabel 3 berikut ini. Penurunan nilai organoleptik selama penyimpanan disebabkan ka-

Tabel 3. Mutu Abon Ikan Nila selama Penyimpanan pada Suhu Kamar Ulangan Parameter Masa Rata-rata Simpan 1 2 3 Nilai Organoleptik 0 hari 7,5 8,0 7,6 7,7 20 hari 7,3 7,5 7,4 7,4 40 hari 6,1 6,4 6,1 6,2 Kadar Air (%) 0 hari 3,8 4,3 4,2 4,1 20 hari 4,6 4,8 4,3 4,5 40 hari 5,8 5,9 6,3 6,0 Bilangan Peroksida (mgr/100 gr sampel) 0 hari 20 hari 40 hari Nilai organoleptik Penilaian organoleptik yang dilakukan terhadap abon ikan nila yang disimpan pada suhu kamar dengan menggunakan kemasan yang berbeda meliputi penilaian terhadap rupa, rasa dan bau yang dilakukan oleh 25 orang panelis agak terlatih. Panelis memberikan nilai organoleptik yang semakin rendah dengan semakin lamanya waktu penyimpanan untuk semua perlakuan. Namun demikian, hingga hari ke-40, nilai organoleptik abon ikan masih menunjukkan mutu abon ikan yang masih dapat diterima konsumen. Batas penerimaan (border line) pada pengujian organoleptik adalah 5 dari skala hedonic 9 (Kartika et al., 1988). 0,8 6,3 9,6 0,8 6,2 9,9 1,1 6,3 9,6 0,9 6,3 9,7

rena terjadinya perubahan-perubahan kimia dan mikrobiologi pada produk abon ikan tersebut. Winarno (1988), yang menyatakan bahwa perubahan atau penguraian lemak dapat mempengaruhi bau dan rasa suatu bahan makanan, sehingga kerusakan lemak dapat menurunkan nilai gizi serta menyebabkan penyimpangan rasa dan bau. Menurut Fardiaz (1992), mikroorganisme memiliki berbagai enzim yang dapat memecah komponen-komponen makanan menjadi senyawa sederhana yang mengakibatkan perubahan-perubahan sifat makanan, seperti warna, bau, rasa dan tekstur.

183 Kadar air Tabel 3 tersebut menunjukkan bahwa semakin lama penyimpanan, kadar air abon ikan semakin meningkat. Kenaikan kadar air abon ikan diduga berkaitan erat dengan bahan kemasan dan kondisi udara di lingkungan tempat penyimpanan produk. Dalam penelitian ini digunakan bahan kemasan dari plastik jenis propilene. Erliza (dalam Leksono, 1989) menyatakan bahwa polipropilene adalah plastik yang sangat ringan, kuat terhadap kikisan dan lebih kaku, lebih tahan terhadap asam dan basa, kuat dan juga mempunyai ketahanan fisik yang lebih besar terhadap uap air. Bilangan peroksida Hasil perhitungan bilangan peroksida abon ikan nila yang disimpan pada suhu kamar menunjukkan angka yang besarnya semakin meningkat dengan semakin lamanya penyimpanan pada suhu kamar. Peningkatan tersebut disebabkan oleh hasil hidrolisa lemak yang mengandung asam lemak jenuh berantai pendek. Asam lemak tersebut mudah menguap dan berbau tidak enak (tengik). Semakin lama penyimpanan menyebabkan lemak yang ada pada produk akan teroksidasi menjadi asam-asam lemak bebas, sehingga akan meningkatkan bilangan peroksida abon ikan nila tersebut. Ketaren (1986) menyatakan bahwa oksidasi biasanya dimulai dengan pembentukan peroksida dari hidroperoksida dan tingkat selanjutnya terurainya asam-asam lemak dengan berubahnya hidroperoksida menjadi aldehid dan keton serta asam-asam lemak bebas. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Hasil penelitian menunjukkan bahwa beberapa jenis ikan air tawar dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan abon ikan. Bahkan, abon yang diolah dari ikan air tawar (Ikan Nila dan Ikan Gabus) menunjukkan mutu yang tidak berbeda nyata dibandingkan dengan abon yang diolah dari ikan laut (Ikan Tongkol) yang biasa digunakan. Abon ikan yang dikemas dalam kantong plastik menunjukkan penurunan mutu selama penyimpanan pada suhu kamar. Namun demikian, hingga masa simpan 40 hari, mutu abon ikan tersebut masih dapat diterima konsumen. Pada akhir penyimpanan tersebut nilai organoleptik abon ikan 6,2 , kadar air 6%, dan bilangan peroksida sebesar 9,7 mgr/100 gr sampel.

184 Secara keseluruhan, dapat disimpulkan bahwa sebagaimana Ikan Tongkol, ikan laut yang biasanya digunakan sebagai bahan baku pembuatan abon ikan, beberapa jenis ikan air tawar, khususnya Ikan Nila Merah dan Ikan Gabus, juga dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan abon ikan. Mutu abon ikan yang dikemas dalam kantong plastik tersebut masih dapat diterima konsumen hingga masa simpan 40 hari pada suhu kamar. Saran Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya tentang pengaruh perbedaan jenis kemasan, dengan mengamati kemunduran mutu abon ikan setelah disimpan lebih lama lagi, yaitu lebih dari 40 hari. DAFTAR PUSTAKA Apriyantono, A., D. fardiaz, N.L. Puspitasari, Sedarwati dan S. Budiyantono, 1989. Analisis Pangan (Petunjuk Laboratorium). Depdikbud, Ditjen Dikti, PAU Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor. Ilmu Pangan, Diterjemahkan oleh H. Purnomo dan Adiono. UI. Press. Jakarta. 365 hal. Fardiaz, S., 1992. Mikrobiologi Pangan I. Gramedia. Pustaka Utama. Jakarta. 295 hal. Kartika, B., P. Hastuti dan W. Supartono, 1988. Pedoman Uji Indrawi Bahan dan Pangan. Proyek Peningkatan Pengembangan Perguruan Tinggi, Universitas Gajah Mada, Yogyakarta. 169 hal. Ketaren, 1986. Minyak dan Lemak Pangan. Universitas Indonesia. UI-Press, Jakarta. 315 hal. Leksono, 1989. Studi tentang Pengaruh Perbedaan Konsentrasi Larutan Garam dan Variasi Pembungkusan terhadap Kualitas Ikan Layang (Decapterus russelli) Asin Kering selama Masa Simpan 30 Hari (Skripsi). Universitas Brawijaya, Malang (Tidak diterbitkan). 104 hal. Sudarmadji, S., Bambang dan Suhardi, 1994. Prosedur Analisa Untuk Bahan Makanan dan Pertanian. Liberti, Yogyakarta. 113 hal. Winarno, F. G., 1989. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia, Jakarta. 113 hal.

Anda mungkin juga menyukai