Anda di halaman 1dari 32

TUGAS ASKEB IV

Tentang :

HIV / AIDS, HEPATITIS DAN TYPHUS ABDOMINALIS

Disusun Oleh : Kelompok VI TINGKAT II A


ANGGIA MURNI (094114087) ELVI MULIAWATI (094114091) LISA ANDRYANI (094114103) RESTIA ANNISA (094114121) SEPTIANI EKA PUTRI (094114127)

POLTEKKES KEMENKES RI PRODI DIII KEBIDANAN PADANG TAHUN AJARAN 2010 / 2011

HIV/AIDS
A. DEFENISI

AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) adalah kumpulan gejala penyakit akibat menurunnya system kekebalan tubuh oleh virus yang disebut HIV. Dalam bahasa Indonesia dapat dialih katakanya sebagai Syndrome Cacat Kekebalan Tubuh Dapatan.

Acquired Immune Deficiency Syndrome

: Didapat , bukan penyakit keturunan :system kekebalan tubuh :kekurangan :kumpulan gejala-gejala penyakit.

Penyakit ini mengakibatkan hilangnya kekebalan tubuh untuk mencegah terjadinya infeksi penyakit. Bahaya AIDS Orang yang telah mengidap virus AIDS akan menjadi pembawa dan penular AIDS selama hidupnya, walaupun tidak merasa sakit dan tampak sehat. AIDS juga dikatakan penyakit yang berbahaya karena sampai saat ini belum ada obat atau vaksin yang bisa mencegah virus AIDS. Selain itu orang terinfeksi virus AIDS akan merasakan tekanan mental dan penderitaan batin karena sebagian besar orang di sekitarnya akan mengucilkan atau menjauhinya. Dan penderitaan itu akan bertambah lagi akibat tingginya biaya pengobatan. Bahaya AIDS yang lain adalah menurunnya sistim kekebalan tubuh. Sehingga serangan penyakit yang biasanya tidak berbahaya pun akan menyebabkan sakit atau bahkan meninggal.

B. ETIOLOGI AIDS merupakan bentuk terparah atas akibat infeksi HIV .HIV pertama kali ditemukan oleh Dr.Luc Montagnier dan kawan-kawan dari institute Pasteur Prancis pada januari 1983.Virus itu diisolasi dari kelenjar getah bening yang membengkak paa tubuh ODHA(Orang Dengan HIV/AIDS),sehingga virus ini pertama-tama dinamakan Lymphadenopathy Associated Virus(LAV).

Ilmuwan lain J.Levy juga menemukan virus penyebab AIDS yang ia namakan AIDS Related Virus(ARV).Akhir Mei 1986,Komisi Taksonomi Internasional sepakat untuk menyebut nama virus penyebab Aids ini Human Immunodeficiancy Virus (HIV). HIV adalah retrovirus yang biasanya menyerang organ-organ vital sistem kekebalan manusia, seperti sel T CD4+ (sejenis sel T), makrofaga, dan sel dendritik. HIV merusak sel T CD4+ secara langsung dan tidak langsung, padahal sel T CD4+ dibutuhkan agar sistem kekebalan tubuh dapat berfungsi baik. Bila HIV telah membunuh sel T CD4+ hingga jumlahnya menyusut hingga kurang dari 200 per mikroliter (L) darah, maka kekebalan di tingkat sel akan hilang, dan akibatnya ialah kondisi yang disebut AIDS. Infeksi akut HIV akan berlanjut menjadi infeksi laten klinis, kemudian timbul gejala

infeksi HIV awal, dan akhirnya AIDS; yang diidentifikasi dengan memeriksa jumlah sel T CD4+ di dalam darah serta adanya infeksi tertentu. Tanpa terapi antiretrovirus, rata-rata lamanya perkembangan infeksi HIV menjadi AIDS ialah sembilan sampai sepuluh tahun, dan rata-rata waktu hidup setelah mengalami AIDS hanya sekitar 9,2 bulan. Namun demikian, laju perkembangan penyakit ini pada setiap orang sangat bervariasi, yaitu dari dua minggu sampai 20 tahun. Banyak faktor yang mempengaruhinya, diantaranya ialah : a. Kekuatan tubuh untuk bertahan melawan HIV (seperti fungsi kekebalan tubuh) dari orang yang terinfeksi. Orang tua umumnya memiliki kekebalan yang lebih lemah daripada orang yang lebih muda, sehingga lebih berisiko mengalami perkembangan penyakit yang pesat. Akses yang kurang terhadap perawatan kesehatan dan adanya infeksi lainnya seperti tuberkulosis, juga dapat mempercepat perkembangan penyakit ini. b. Warisan genetik orang yang terinfeksi juga memainkan peran penting. Sejumlah orang kebal secara alami terhadap beberapa varian HIV.Memiliki beberapa variasi genetik dan berbagai bentuk yang berbeda, yang akan menyebabkan laju perkembangan penyakit klinis yang berbeda-beda pula. Terapi antiretrovirus yang sangat aktif akan dapat memperpanjang rata-rata waktu berkembangannya AIDS, serta rata-rata waktu kemampuan penderita bertahan hidup. C. MANIFESTASI KLINIS

Menurut Pundiknakes (1997 : 44) gejala klinis pada stadium AIDS adalah : 1. Gejala utama a.Demam berkepanjangan lebih dari tiga bulan b.Diare kronis lebih dari satu bulan berulang maupun terus menerus c.Penurunan berat badan lebih dari 10% dalam tiga bulan .

2. Gejala minor a.Batuk kronis selama lebih dari satu bulan b.Infeksi pada mulut dan tenggorokan disebabkan oleh jamur Candida Albikan. c.Pembengkaan kelenjar getah bening yang menetap diseluruh tubuh d.Munculnya herpes zoster berulang e.Bercak-bercak gatal diseluruh tubuh

Sebagian besar dari seseorang yang terinfeksi HIV tetap tidak menunjukkan geljala apapun (asimptomatik) yang berarti bahwa mereka tidak mengalami gejala tertentu atau menjadi sakit akibat infeksi tidak mengalami gejala tertentu atau menjadi sakit akibat infeksi tersebut. Sebagian kecil mengalami AIDS, sebagian lain mengalami gejala ringan, tidak selalu menderita sakit fatal yang dinamakan ARC atau Aids Related Complex (Waluya, 1999 : 9).

Salah satu penelitian WHO menunjukkan beberapa faktor yang mempengaruhi cepatnya perkembangan AIDS yaitu : 1.Semakin tua seseorang mengidap HIV, semakin cepat dia akan sampai ke tahap HIV 2.Bayi akan terinfeksi HIV akan sampai ketahap AIDS

3.Orang yang telah mempunyai gejala minor pada waktu mulai tertular HIV (serokonversi), akan menunjukkan gejala AIDS lebih cepat dari pada yang tanpa gejala. D. PENULARAN AIDS HIV menular melalui cairan tubuh seperti darah, semen atau air mani, cairan vagina, air susu ibu dan cairan lainnya yang mengandung darah. Virus tersebut menular melalui: Melakukan penetrasi seks yang tidak aman dengan seseorang yang telah terinfeksi. Kondom adalah satusatunya cara dimana penularan HIV dapat dicegah. Melalui darah yang terinfeksi yang diterima selama transfusi darah dimana darah tersebut belum dideteksi virusnya atau pengunaan jarum suntik yang tidak steril. Dengan mengunakan bersama jarum untuk menyuntik obat bius dengan seseorang yang telah terinfeksi. Wanita hamil dapat juga menularkan virus ke bayi mereka selama masa kehamilan atau persalinan dan juga melalui menyusui. Sebelumnya virus AIDS tidak mudah menular seperti virus influensa. Kita tidak usak terlalu mengucilkan atau menjauhi penderita AIDS, karena AIDS tidak akan menular dengan cara cara seperti di bawah ini :

Hidup serumah dengan penderita AIDS ( asal tidak mengadakan hubungan seksual ). Bersenggolan atau berjabat tangan dengan penderita. Bersentuhan dengan pakaian dan lain-lain barang bekas penderita AIDS. Makan dan minum. Gigitan nyamuk dan serangga lain. Sama-sama berenang di kolam renang gigitan nyamuk berciuman orang berpelukan

Kelompok Yang Mempunyai Resiko Tinggi Tertular Aids

Mereka yang sering melakukan hubungan seksual diluar nikah, seperti wanita dan pria tuna susila dan pelanggannya. Mereka yang mempunyai bayak pasangan seksual misalnya : Homo seks ( melakukan hubungan dengan sesama laki-laki ), Biseks ( melakukan hubungan seksual dengan sesama wanita ), Waria dan mucikari.

Penerima transfusi darah Bayi yang dilahirkan dari Ibu yang mengidap virus AIDS. Pecandu narkotika suntikan. Pasangan dari pengidap AIDS

PATOGENESIS

Masa inkubasi atau masa laten, sangat tergantung pada daya tahan tubuh masing-masing orang rata-rata 5-10 tahun, selama masa ini orang tidak memperlihatkan gejala-gejala walaupun jumlah HIV semakin bertambah dan sel-sel T-4 semakin menurun. Semakin rendah jumlah sel T-4, semakin rusak fungsi sistem kekebalan tubuh. Pada waktu sistem kekebalan sudah dalam keadaan parah ODHA akan mulai menampakkan gejala-gejala AIDS.

Secara singkat, perjalanan HIV/AIDS dapat dibagi 4 stadium, yaitu : 1.Stadium pertama : HIV Infeksi dimulai dengan masuknya HIV dan diikuti terjadinya perubahan serologik ketika antibodi terhadap virus tersebut dari negatif berubah menjadi positif. Rentang waktu sejak HIV masuk ke dalam tubuh sampai tes antibody terhadap HIV menjadi positif disebut window periode. Lama window periode ini antara 1-3 bulan, bahkan ada yang berlangsung sampai 6 bulan.Umumnya pada penyakit-penyakit yang disebabkan oleh virus,bila tes anti bodi menjadi positif berarti didalam tubuh terdapat cukup zat anti yang dapat

melawan virus tersebut.Kesimpulan itu berbeda pada infeksi HIV karena adanya zat anti di dalam tubuh bukan berarti tubuh dapat melawan infeksi HIV tetapi sebaliknya. 2.Stadium kedua : Asimptomatik (tanpa gejala) Asimptomatik berarti bahwa di dalam organ tubuh terdpat HIV tetapi tubuh tidak menunjukkan gejala-gejala. Keadaan ini dapat berlangsung rata-rata 5-10 tahun. Cairan tubuh ODHA yang tampak sehat ini sudah dapat menularkan HIV kepada orang lain. 3.Stadium ketiga : pembesaran kelenjar Limfe Fase ini ditandai dengan pembesaran kelenjar limfe secara menetap dan merata (persistent generalized lymphadenopathy), tidak hanya muncul pada satu tempat dan berlangsung lebih dari satu bulan. 4.Stadium keempat : AIDS Keadaan ini disertai barmacam macam penyakit, antara lain penyakit konstitusional, penyakit saraf dan penyakit infeksi sekunder (Pusdiknakes, 1997 : 42).

F. DIAGNOSA

Dalam penuntun WHO tentang cara mendiagnosa AIDS, dikatakan bahwa seseorang didiagnosa belum mempunyai minimal dua gejala utama dan satu gejala minor serta jika pada orang tersebut tidak ada alasan lain yang menyebabkan sistem kekebalan tubuh menurun. Tetapi diagnosa HIV positif harus dipastikan lebih dulu dengan melakukan tes anti bodi HIV dilaboratorium. Hasil HIV positif menunjukkan bahwa seseorang telah terinfeksi HIV. Hasil HIV negatif menunjukkan bahwa seseorang tidak atau belum terinfeksi HIV.

Selain terhadap darah, tes HIV dapat dilakukan terhadap air liur atau urine (bukan terhadap orangnya). Jadi tes HIV dapat dan harus terhadap darah, alat tubuh atau jaringan tubuh, sel telur atau sperma yang akan dan laboratorium sudah miliki perlatan khusus tes HIV. Beberapa LSM juga mempunyai pelayanan tes yang disertai konseling. Bagaimana mengetahui apakah seseorang sudah tertular HIV atau mengidap AIDS? Sampai tiga atau enam bulan setelah masuknya virus HIV,belum tentu virus itu bisa ditemukan dalam tubuh karena ia tersembunyi. Walaupun belum bisa terlihat,orang yang sudah tertular HIV bisa menularkannya kepada orang lain.Setelah enam bulan biasanya virus mulai dapat ditemukan/dilihat kalau orang itu menjalani tes darah.Belum ada cara lain untuk menemukan virus selain melalui tes darah.Kalau sudah ditemukan,maka pengidapnya disebut HIV positif. Pada masa ini,ia masih bisa hidup normal dan melakukan semua kegiatan seperti biasa.Masa HIV positif ini bisa sampai 10 tahun kalau daya tahan tubuhnya kuat. Tetapi bila daya tahan tubuhnya lemah maka orang tersebut bisa cepat terserang berbagai penyakit lain.Tanda yang menyolok pada penderita AIDS adalah diare yang terus menerus, pembengkakan kelenjar getah bening,kanker kulit,sariawan,dan berat badan yang turun secara menyolok. Pada keadaan ini orang tersebut dikatakan sudah sampai pada tahap AIDS dan disebut ODHA (ORANG DENGAN HIV/AIDS).Pada tahap AIDS ini biasanya daya tahan sudah sangat lemah sehingga kemungkinan orang itu akan meninggal. Sampai saat ini belum ada obat ampuh untuk membunuh virus HIV atau menyembuhkan orang dengan AIDS.

G. PENGOBATAN AIDS

Sampai saat ini tidak ada penyembuhan atau pengobatan yang sempurna untuk AIDS. Tujuan dari pengobatan ini adalah untuk memperpanjang hidup seseorang ODHA selama kurang lebih 1-2 tahun. Telah ditemukan obat anti-retrovial seperti Azidotinidin (AZT) yang pertama kali diijinkan pemakaiannya sebagai pengobatan di indonesia pada tahun 1997. Obat anti-retrovial lain dikenal dengan nama didanosin (ddI) dan diodicitosin (ddC).

Telah dikembangkan kombinasi obat-obatan mulai dari campuran dua jenis obat, hingga racikan beberapa jenis. Beberapa jenis obat ramuan tersebut adalah Saquinavir, Indinavir, Viracept, Ritanavir. Dikembangkan juga terapi penunjang, yaitu terapi tanpa obat-obatan kimia, yang tujuannya untuk meningkatkan kualitas hidup dan menjaga diri agar tetap sehat. Terapi ini dapat digunakan untuk melengkapi penggunaan obat antiretroviral. Yang termasuk terapi penunjang tersebut antara lain : penggunaan ramuan tradisional, tumbuh-tumbuhan, pengaturan gizi pada makanan, penggunaan vitamin, makanan suplemen, serta yoga, akupuntur, pijat, olahraga dan terapi musik. Tetapi teryata pengobatan ini juga kurang efektif, sehingga pengobatan HIV/AIDS yang tepat saat ini belum ditemukan. H. CARA PENCEGAHAN AIDS

Hindarkan hubungan seksual diluar nikah. Usahakan hanya berhubungan dengan satu orang pasangan seksual, tidak berhubungan dengan orang lain. Pergunakan kondom bagi resiko tinggi apabila melakukan hubungan seksual. Ibu yang darahnya telah diperiksa dan ternyata mengandung virus, hendaknya jangan hamil. Karena akan memindahkan virus AIDS pada janinnya. Kelompok resiko tinggi di anjurkan untuk menjadi donor darah. Penggunaan jarum suntik dan alat lainnya ( akupuntur, tato, tindik ) harus dijamin sterilisasinya. Adapun usaha-usaha yang dapat dilakukan pemerintah dalam usaha untuk mencegah

penularan AIDS yaitu, misalnya : memberikan penyuluhan-penyuluhan atau informasi kepada seluruh masyarakat tentang segala sesuatau yang berkaitan dengan AIDS, yaitu melalui seminar-seminar terbuka, melalui penyebaran brosur atau poster-poster yang berhubungan dengan AIDS, ataupun melalui iklan diberbagai media massa baik media cetak maupun media elektronik.penyuluhan atau informasi tersebut dilakukan secara terus menerus dan berkesinambungan, kepada semua lapisan masyarakat, agar seluarh masyarakat dapat mengetahui bahaya AIDS, sehingga berusaha menghindarkan diri dari segala sesuatu yang bisa menimbulkan virus AIDS. Secara ringkas, pencegahan dapat dilakukan dengan formula A-B-C. A adalah abstinensia, artinya tidak melakukan hubungan seks sebelum menikah.

-B adalah befaithful, artinya jika sudah menikah hanya berhubungan seks dengan pasangannya saja. -C adalah condom, artinya jika memang cara A dan B tidak bisa dipatuhi maka harus digunakan alat pencegahan dengan menggunakan kondom. I. HUBUNGAN DENGAN KESEHATAN REPRODUKSI Transmisi HIV dari ibu ke anak dapat terjadi melalui rahim (in utero) selama masa perinatal, yaitu minggu-minggu terakhir kehamilan dan saat persalinan. Bila tidak ditangani, tingkat penularan dari ibu ke anak selama kehamilan dan persalinan adalah sebesar 25%. Namun demikian, jika sang ibu memiliki akses terhadap terapi antiretrovirus dan melahirkan dengan cara bedah caesar, tingkat penularannya hanya sebesar 1%.[44] Sejumlah faktor dapat memengaruhi risiko infeksi, terutama beban virus pada ibu saat persalinan (semakin tinggi beban virus, semakin tinggi risikonya). Menyusui meningkatkan risiko penularan sebesar 4%. 1. HIV Dalam Kehamilan Kehamilan berencana maupun tidak berencana dapat terjadi pada wanita dengan HIV positif. Keinginan ODHA untuk hamil perlu diperhatikan. Setelah memperoleh informasi yang benar tentang pengaruh HIV pada kehamilan, serta resiko penularan terhadap bayi, maka kita perlu menghargai keputusan yang diambil ODHA Efek infeksi HIV pada kehamilan berkaitan dengan abortus, prematuritas, IUGR (Intra Uterin Growth Restriction), IUFD (Intra Uterin Fetal Death), penularan pada janin, dan meningkatnya angka kematian ibu. Sebaliknya, kehamilan hampir tidak berpengaruh pada infeksi HIV, adanya penurunan CD4 terjadi karena bertambahnya volume cairan tubuh selama kehamilan, di samping itu kadar HIV stabil dan tidak mempengaruhi resiko kematian atau perkembangan menjadi AIDS Pemantauan kehamilan pada CD4 < 500sel/mm3 dianjurkan setiap 3 minggu sampai usia kehamilan 28 minggu dan setiap 2 minggu sampai usia kehamilan 36 minggu, kemudian seminggu sekali sampai persalinan.

Pemeriksaan tambahan berupa pemeriksaan laboratorium darah lengkap, serta hitung CD4, dan USG bila fasilitas memungkinkan pada usia kehamilan 16, 28, dan 36 minggu pada wanita hamil yang menggunakan pengobatan antiretroviral atau CD4 < 200sel/mm3. Penularan perinatal merupakan penularan dari ibu ODHA kepada janin pada masa perinatal. Angka penularan pada masa kehamilan berkisar sekitar 5 10%, saat persalinan sekitar 10 20%, dan saat menyusui sekitar 10 20% bila disusui sampai 2 tahun. Penularan pada masa menyusui terutama terjadi pada minggu minggu pertama menyusui, terutama bila ibu baru terinfeksi saat menyusui. Bila ibu ODHA tidak menyusui bayinya, maka kemungkinan bayinya terinfeksi HIV sekitar 15 30%, bila menyusui sampai 6 bulan kemungkinan terinfeksi 25 35%, dan bila masa menyusui diperpanjang sampai 18 24 bulan maka resiko terinfeksi meningkat menjadi 30 45 %. Pada kebanyakan wanita yang terinfeksi HIV, penularan tidak dapat melalui plasenta. Umumnya darah ibu tidak bercampur dengan darah bayi, sehingga tidak semua bayi yang dikandung ibu dengan HIV positif tertular HIV saat dalam kandungan. Plasenta bahkan melindungi janin dari HIV, namun perlindungan ini dapat rusak bila ada infeksi virus, bakteri, ataupun parasit pada plasenta, atau pada keadaan dimana daya tahan ibu sangat rendah. 2. HIV Dalam Persalinan Pada saat persalinan, dilakukan pemberian ZDV intravena. Pilihan persalinan bagi wanita hamil dengan HIV positif, tergantung pada keadaan kesehatan serta pengobatannya. Persalinan dapat dilakukan pervaginam maupun secara operatif dengan seksio sesarea. Pemilihan cara persalinan harus dibicarakan terlebih dahulu selama kehamilan, seawal mungkin. Seksio sesarea direkomendasikan bagi wanita hamil dengan HIV positif dengan: Jumlah virus tidak diketahui atau > 1000/mL pada usia kehamilan 36 minggu

Belum pernah mendapat pengobatan anti HIV atau hanya mendapat zidovudine selama kehamilan Belum pernah mendapat perawatan prenatal sampai usia kehamilan 36 minggu atau lebih

Untuk lebih efektif dalam mencegah penularan, seksio sesarea sudah harus dijadwalkan pada kehamilan 38 minggu, dan harus dilakukan sebelum ketuban pecah. Persalinan pervaginam merupakan pilihan persalinan bagi wanita hamil dengan HIV positif dengan: Sudah memperoleh perawatan prenatal selama kehamilan Viral load < 1000/mL pada usia kehamilan 36 minggu Mendapat pengobatan ZDV dengan atau tanpa obat anti HIV lainnya.

Persalinan pervaginam juga dapat dilakukan pada wanita hamil dengan HIV positif bila ketuban sudah pecah, dan persalinan berlangsung secara cepat. Semua cara persalinan mempunyai resiko, namun resiko penularan HIV dari wanita hamil dengan HIV positif kepada bayinya lebih tinggi pada persalinan pervaginam dibanding seksio sesarea yang terencana. Bagi ibu, seksio sesarea meningkatkan resiko infeksi, masalah yang berhubungan dengan anestesia, serta resiko lain yang berhubungan dengan tindakan operatif. Bagi bayi, seksio sesarea meningkatkan resiko infant respiratory disetress. Pemberian ZDV intravena (i.v) dimulai 3 jam sebelum tindakan seksio sesarea, dan dilanjutkan setalah bayi dilahirkan. ZDV i.v harus diberikan selama persalinan dan setelah bayi lahir pada persalinan pervaginam. Hal yang juga penting dilakukan adalah meminimalkan kontak bayi terhadap darah ibu. Hal ini dapat dilakukan dengan dengan menghindari pemeriksaan invasif, serta persalinan dengan vakum maupun forsep. Semua bayi yang dilahirkan dari wanita dengan HIV positif harus mendapat pengobatan anti HIV untuk mencegah penularan HIV. Pengobatan minimal dengan

pemberian ZDV selama 6 minggu, terkadang juga dengan pemberian obat tambahan lainnya. 3. HIV Dalam Masa Nifas Pengobatan bagi wanita postpartum dengan HIV, sedapat mungkin harus sudah dibicarakan salama kehamilan atau segera setelah melahirkan. Perinatal HIV Guidlines Working Group tahun 2005 menyebutkan, bayi yang lahir dari wanita dengan HIV positif, mendapat pemeriksaan HIV yang berbeda dari orang dewasa. Pada orang dewasa dilakukan pemeriksaan untuk mencari antibodi HIV dalam darah. Bayi menyimpan antibodi ibu dalam darahnya, termasuk antibodi HIV, selama beberapa bulan setelah dilahirkan. Maka, tes antibodi yang diberikan sebelum bayi berusia 1 tahun akan memperoleh hasil positif walaupun bayi tersebut tidak menderita HIV. Untuk tahun pertama, bayi diperiksa untuk HIV secara langsung, bukan untuk mencari antibodi HIV. Bayi berusia > 1 tahun, tidak lagi memiliki antibodi dari ibunya, sehingga dapat diperiksa antibodi HIV. Pemeriksaan preliminary HIV untuk bayi biasanya dilakukan pada: Antara 48 jam setelah lahir Antara 1 2 bulan Antara 3 6 bulan

Bayi dicurigai terinfeksi HIV bila hasil pemeriksaan positif pada dua dari pemeriksaan di atas. Pada usia 12 bulan, bayi yang memiliki hasil pemeriksaan preliminary positif, harus dilakukan pemeriksaan antibodi HIV untuk memastikan infeksi. Bayi dengan hasil pemeriksaan antibodi HIV negatif, pada saat ini tidak terinfeksi HIV. Bayi dengan hasil pemeriksaan antibodi HIV positif, harus diperiksa ulang pada usia 15 18 bulan. Bayi yang yang lahir dari wanita dengan HIV positif harus dilakukan pemeriksaan Complete Blood Count (CBC) setelah dilahirkan. Bayi harus diawasi juga dari tanda anemia, yang merupakan efek samping negatif yang ditimbulkan

pengobatan ZDV selama 6 minggu yang diberikan kepada bayi. Bayi tersebut juga harus dilakukan pemeriksaan darah rutin, serta imunisasi lainnya. Semua bayi yang dilahirkan dari wanita dengan HIV positif direkomendasikan untuk mendapat pengobatan ZDV oral selama 6 minggu untuk mencegah penularan HIV dari ibunya. Regimen ZDV oral ini harus mulai diberikan 6 12 jam setelah bayi lahir. Pemberian ZDV dapat juga dikombinasikan dengan ARV lainnya. Sebagai tambahan dalam pengobatan ARV, bayi juga harus memperoleh pengobatan untuk mencegah P. carinii/jiroveci pneumonia (PCP). Pengobatan yang direkomendasikan adalah dengan kombinasi sulfamethoxazole dan trimethoprim. Pengobatan ini harus dimulai saat bayi berusia 4 6 minggu dan dilanjutkan sampai bayi diyakinkan HIV negatif. Bila hasil pemeriksaan bayi HIV positif, maka pengobatan terus dilanjutkan. Berikan penjelasan kepada pasien untuk dapat memperoleh perawatan kesehatan yang sesuai serta pelayanan pendukung lainnya bagi ibu dan bayi : Perawatan kesehatan rutin Perawatan khusus HIV Keluarga berencana Pelayanan kesehatan jiwa Substance abuse treatment Case management

Wanita dengan HIV positif diharapkan tidak menyusui bayinya untuk mencegah penularan HIV melalui ASI. Selama masa postpartum dapat terjadi perubahan fisik dan emosional, bersamaan dengan tekanan dan tanggungjawab untuk merawat bayi, dapat mempersulit dalam melanjutkan pengobatan regimen ARV. Perlu juga dibicarakan kepada pasien mengenai: Hal yang tidak dimengerti yang mengenai regimen obat dan pengobatan yang baik

Rasa depresi (banyak wanita yang mengalaminya setelah melahirkan) Rencana jangka panjang untuk melanjutkan perawatan kesehatan dan pengobatan ARV bagi ibu dan bayi

HEPATITIS
A. PENGERTIAN Hepatitis viral akut merupakan infeksi sistemik yang dominan menyerang hati.

Hepatitis diakibatkan oleh infeksi virus hepatitis A, B atau non-A non-B (Hepatitis A semula dikenal sebagai hepatitis infeksiosa, sedangkan hepatitis B sebagai hepatitis serum). B. ETIOLOGI Virus hepatitis yg menyerang manusia merupakan hepatitis RNA kecuali HBV yg merupakan virus DNA . Virus hepatitis A ( HAV) Virus hepatitis B (HBV) Virus hepatitis C (HCV) Virus hepatitis D(HDV) Virus hepatitis E (HEV)

C. GAMBARAN KLINIK Sangat bervariasi mulai dari asimtomatik tanpa kuning s/d yang sangat berat yaitu hepatitis fulminan yang dapat menimbulkan kematian hanya dalam beberapa hari. Gejala hepatitis akut terbagi dalam 4 tahap: 1. Fase inkubasi Saat mulai masuknya virus dan saat timbulnya gejala atau ikterus .Fase ini berbeda beda lamanya utk tiap virus. Panjang fase ini bervariasi tergantung pd besarnya virus yg masuk. Makin besar dosis virus yg masuk makin pendek fase inkubasi.

2. Fase pra ikterik (4-7 hari)

Yaitu fase timbulnya keluhan pertama dan gejala ikterik. Keluhan berupa malaise umum, mialgia,atralgia mudah lelah, gejala saluran nafas, anoreksia ,mual muntah. Urine menjadi lebih coklat.Nyeri abdomen biasanya ringan dan menetap pd kanan atas.
3. Fase ikterik.

Muncul setelah 5-10 hari ,tetapi dapat muncul bersamaan dg munculnya gejala. Setelah timbulnya ikterik terjadi perbaikan klinis yg nyata.
4. Fase konvalesen ( penyembuhan)

Diawali dg menghilangnya ikterik dan keluhan. Hepatomegali dan abnormalitas fungsi hati tetap ada. Perasaan lebih sehat, kembali nafsu makan. Keadaan akut akan membaik dalam waktu 2-3 mg. Pd hepatitis A perbaikan klinis dan laboratorium lengkap terjadi dalam 9 mg, dan 16 mg utk hepatitis B.---< 1% yg menjadi fulminan. Pada hepatitis inapparent tidak ditemukan gejala , hanya diketahui pada waktu pemeriksaan faal hati( Peningkatan serum trans -aminase) Pd hepatitis anikterik , keluhan sangat ringan, dan samar samar, dan umumnya anoreksia dan gangguan pencernaan. Hepatitis fulminan dalam waktu singkat menjadi berat dan dapat menimbulkan kematian. Agen penyebab hepatitis 1. Hepatitis dg transmisi secara enterik Terdiri atas virus hepatitis A(HAV) dan Virus hepatitis E(HEV). Ditemukan di tinja, tidak terjadi viremia dan tidak dihubungkan dg penyakiy hati kronis.
2. Hepatitis dg transmisi melalui darah.

Terdiri atas virus hepatitis B ( HBV) dan virus hepatitis C (HCV). Tidak terdapat dalam tinja, dihubungkan dg penyalit hati kronik. Hepatitis kolangitik yaitu ikterus yg hebat disertai dg pruritus, biasanya berlangsung lebih dari 4 minggu. Kemugkinan perjalanan penyakit hepatitis B yaitu 1. Hepatitis fulminan yg umumnya berakhir dg kematian 2. Hepatitis akut dg penyembuhan 3. Hepatitis akut yg menjadi kronis 4. Bentuk laten yang kronik
D. PENGARUH HEPATITIS VIRUS PADA KEHAMILAN DAN JANIN

Penularan virus hepatitis ini pada janin dapat terjadi dengan beberapa cara, yaitu : - Melewati placenta - Kontaminasi dengan darah dan tinja Ibu pada waktu persalinan - Kontak langsung bayi baru lahir dengan Ibunya - Melewati Air Susu Ibu, pada masa laktasi. Baik virus A maupun virus B dapat menembus placenta, sehingga terjadi hepatitis virus in utero dengan akibat janin lahir mati, atau janin mati pada periode neonatal. Jenis virus yang lebih banyak dilaporkan dapat menembus placenta, ialah virus type B. Beberapa bukti, bahwa virus hepatitis dapat menembus placenta, ialah ditemukannya hepatitis antigen dalam tubuh janin in utero atau pada janin barulahir. Selain itu telah dilakukan pula autopsy pada janin-janin yang mati pada periode neonatal akibat infeksi hepatitisvirus. Hasil autopsy menunjukkan adanya perubahanperubahan pada hepar, mulai dari nekrosis sel-sel hepar sampai suatubentuk cirrhosis. Perubahan-perubahan yang lanjut pada hepar ini, hanya mungkin terjadi bila infeksi sudah mulai terjadi sejak janin dalam rahim. Kelainan yang ditemukan pada hepar janin, lebih banyak terpusat pada lobus kiri. Hal ini membuktikan, bahwa penyebaran

virus hepatitis dari Ibu ke janin dapat terjadi secara hematogen. Angka kejadian penularan virus hepatitis dari Ibu ke janin atau bayinya, tergantung dari tenggang waktu antara timbulnya infeksi pada Ibu dengan saat persalinan. Angka tertinggi didapatkan, bila infeksi hepatitis virus terjadi pada kehamilan trimester III. Meskipun pada Ibu-Ibu yang mengalami hepatitis virus pada waktu hamil, tidak memberi gejalagejala icterus pada bayi-nya yang baru lahir, namun hal ini tidak berarti bahwa bayi yang baru lahir tidak mengandung virus tersebut.Ibu hamil yang menderita hepatitis virus B dengan gejala-gejala klinik yang jelas, akan menimbulkan penularan pada janinnya jauh lebih besar dibandingkan dengan Ibu-Ibu hamil yang hanya merupakan carrier tanpa gejala klinik. E. PENCEGAHAN Terhadap virus hepatitis A

Penyebaran secara fekal- oral , pencegahan masih sulit karena adanya karrier dr virus type A Yg sulit ditetapkan. Virus ini resisten terhadap cara cara sterilisasi biasa. Terhadap virus hepatitis B

- Dapat ditularkan melalui darah dan produk darah.Darah tidak dapat disterilkan dari virus hepatitis.Pasien hepatitis tidak boleh jadi donor darah. Usaha yg paling efektif adalah immunisasi. Hepatitis B dilakukan pada bayi bayi setelah dilakukan penyaringan HbsAg Laboratorium:

SGOT & SGPT meningkat HbsAg positif

F. PENATALAKSANAAN 1. Istirahat. Pada periode akut dan keadaan lemah diahruskan cukup istirahat.

2. Diet. Jika pasien mual, tidak nafsu makan atau muntah muntah sebaiknya diberikan infus. 3. Medikamentosa Tidak ada obat spesifik . Pemberian interferon alfa pd hepatitis C akut dapat menurunkan resiko hepatitis kronik.

TYPHUS ABDOMINALIS

A. DEFINISI Typus Abdominalis (demam tifoid enteric fever) adalah penyakit infeksi akut yang besarnya tedapat pada saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari satu minggu, gangguan pada saluran pencernaan dan gangguan kesadaran. (FKUI, 1985). Tifus abdominalis adalah infeksi yang mengenai usus halus, disebarkan dari kotoran ke mulut melalui makanan dan air minum yang tercemar dan sering timbul dalam wabah. (Markum, 1991).

B.

ETIOLOGI

Tyfus abdominalis disebabkan oleh salmonella typhosa, basil gram negatif, bergerak dengan bulu getar, tidak berspora, Salmonella Paratyphi A, dan Salmonella

Paratyphi B. Mempunyai sekurang-kurngnya 3 macam antigen yaitu antigen O (somatic terdiri dari zat komplek lipopolisakarida), antigen H (flagella) dan antigen Vi. Dalam serum penderita terdapat zat anti (glutanin) terhadap ketiga macam antigen tersebut.

C.

FAKTOR PREDISPOSISI

Faktor predisposisinya adalah minum air mentah, makan makanan yang tidak bersih dan pedas, tidak mencuci tangan sebelum dan sesudah makan, dari wc dan menyiapkan makanan.

D.

PATOFISIOLOGI

Salmonella tyhpi masuk ke dalam saluran pencernaan melalui makanan dan atau minuman yang tercemar. Sebagian kuman akan mati akibat barier asam lambung, tapi sebagian lagi akan lolos ke dalam usus. Sesampainya di usus, bakteri akan menembus masuk ke dinding usus halus melalui kelenjar yang disebut plak Peyer dan menimbulkan peradangan di sana. Bakteri ini kemudian berkembang biak dalam makrofag plak peyer tersebut. Lama-kelamaan plak Peyer yang membesar akan menekan dinding usus sehingga terjadi nekrosis dan akhirnya pecah. Akibatnya kuman akan tersebar melalui darah (septikemi) ke seluruh organ tubuh.

Bagan Perjalanan Kuman infeksi : kuman-kuman

usus

kelenjar getah bening mesentarium [berproliferasi]

ductus thoracicus

peredaran darah

kuman-kuman musnah - endotoksinnya keluar

menyebabkan gejala-gejala penyakit.

E.

TANDA DAN GEJALA

Gejala- Gejala :

Gejala biasanya diawali dengan rasa tidak enak badan, nyeri yang tidak jelas, sakit kepala dan bisa juga mimisan, konstipasi, denyut jantung lemah, badan lemah

Dalam beberapa hari sampai minggu, terjadi kenaikan suhu badan yang bisa mencapai lebih dari 40C. Pada saat ini, sebuah tanda khas demam

tifoid yang disebut rose spots bintik merah muda bisa terlihat, khususnya pada bagian perut (abdomen). Tanda yang juga dapat dijumpai pada daerah dada dan punggung ini akan telihat memudar bila ditekan. Pada akhir minggu pertama, terjadi gejala-gejala hematopoetik sebagai pembesaran limpa (splenomegali), lekopeni dan berkurangnya atau menghilangnya dari darah sel-sek lekosit polinukleus dan eosinofil. Pada minggu kedua, suhu badan akan mengalami remisi harian. Panas terutama meningkat pada malam hari dengan perbedaan temperatur lebih kurang sampai 2C dibanding pagi hari. Bila demam sangat tinggi dapat terjadi penurunan kesadaran dan penderita mengigau. Retensi urin cukup sering terjadi.

Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan : Bradikardi relatif (frekuensi denyut jantung relatif lambat bila dibanding dengan tingkat kenaikan suhu tubuh). Lidah tifoid (Awalnya merah di tengah dengan tepi hiperemis dan bergetar, bila penyakit berat lidah menjadi kering dan pecah-pecah serta berwarna kecoklatan). Perkusi abdomen: timpani Palpasi abdomen: Nyeri tekan khususnya di fosa iliaka Stupor Bergumam Delirium

Pada masa penyembuhan dapat terjadi : Anemia Kerontokan rambut

Pemeriksaan Laboratorium Pembiakan kuman dari darah penderita. Pembiakan akan positif selama minggu pertama penyakit, yaitu pada saat-saat terjadinya bekteremi. Tes serologi Widal ialah percobaan terhadap antibodi, berupa aglutinasi antigen-antibodi. Perhitungan lekosit merupakan cara penting bagi diagnosis penyakit typhus, yaitu akan ditemukan lekopeni yang terutama disebabkan menurunnya jumlah sel polinukleus dan sering menghilangnya sel eosinofil. Pada minggu ke-3, kemih dapat mengandung kuman typhus.

F.

KOMPLIKASI Komplikasi biasanya timbul pada minggu ke-3 atau ke-4 dan terjadi pada 25% kasus yang tidak mendapatkan pengobatan. Kematian sering mengikuti komplikasi ini. Komplikasi tersebut antara lain :

1. Pada usus halus:

a. Perdarahan usus. Hanya sedikit ditemukan jika dilakukan pemeriksaan tinja dengan benzidin. Jika perdarahan banyak, terjadi melena, dapat disertai nyeri perut. b. Perforasi usus. Timbul biasanya pada minggu ketiga atau setelahnya dan terjadi pada bagian distal ileum.

c. Peritonitis. Biasanya menyertai perforasi. Ditemukan gejala abdomen akut hebat, dinding abdomen tegang dan nyeri tekan.

2. Di luar usus

Terjadi karena lokalisasi peradangan akibat sepsis (bakterinya) yaitu meningitis, kolesistisis, enselovati, dll

G.

EFEK PADA KEHAMILAN, PERSALINAN DAN NIFAS

1. Pada Kehamilan Penyakit ini lebih mungkin di jumpai selama Epidemi atau pada mereka yang terinfeksi oleh virus Imunodefisiensi manusia (HIV). Pada tahun 1990 di laporkan bahwa demam tifoid antepartum dahulu menyebabkan abortus hampir 80% / kasus, dengan angka kematian janin 60%, dan angka kematian ibu 25%. Penyakit Typhus Abdominalis ini masuknya ke bagian infeksi dari bakteri salmonella dan shigella. Berpengaruh terhadap kehamilan karna bisa menyebabkan kematian janin.

2. Pada Persalinan Penyakit ini dapat terjadi melalui makanan dan minuman yang terinfeksi oleh bakteri Salmonella typhosa. Kuman ini masuk melalui mulut terus ke lambung lalu ke usus halus. Di usus halus, bakteri ini memperbanyak

diri lalu dilepaskan kedalam darah, akibatnya terjadi panas tinggi. Sehingga dapat berpengaruh pada janin kemungkinan bisa gawat janin.

3. Pada Nifas Penyakit ini di tularkan melalui makan dan dampaknya bisa ke ibu dan bayi , dari ibunya sendiri bisa tertular lewat makanan yang sudah tercemar dan gejalanya meliputi: diare, nyeri abdomen, mual dan muntah, pada ibu yang mempunyai penyakit ini bisa juga menular pada bayinya lewat ASI ibu dan mengakibatkan demam yang tinggi bila tidak di tindak lanjuti akan mengakibatkan kematian pada ibu dan bayinya. H. DIAGNOSA Amanesis Tanda klinik Laboratorik Leukopenia, anesonofilia Kultur empedu (+) : darah pada minggu I ( pada minggu II mungkin sudah negatif); tinja minggu II, air kemih minggu III Reaksi widal (+) : titer > 1/200. Biasanya baru positif pada minggu II, pada stadium rekonvalescen titer makin meninggi Identifikasi antigen : Elisa, PCR. IgM S typphi dengan Tubex TF cukup akurat dengan Identifikasi antibodi : Elisa, typhi dot dan typhi dot M

DIAGNOSA BANDING : a. Influenza b. Bronchitis c. Broncho Pneumonia

d. Gastroenteritis
e. Tuberculosa : Lymphoma

f. Malaria g. Sepsis
h. Keganasan : Leukemia

I.

PENATALAKSANAAN

1. Perawatan

a. Penderita dirawat dengan tujuan untuk isolasi, observasi, dan pengobatan. Klien harus tetap berbaring sampai minimal 7 hari bebas demam atau 14 hari untuk mencegah terjadinya komplikasi perdarahan usus atau perforasi usus. b. Pada klien dengan kesadaran menurun, diperlukan perubahan - perubahan posisi berbaring untuk menghindari komplikasi pneumonia hipostatik dan dekubitus.

2. Diet

a. Pada mulanya klien diberikan bubur saring kemudian bubur kasar untuk

menghindari komplikasi perdarahan usus dan perforasi usus b. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian makanan padat secara dini yaitu nasi, lauk pauk yang rendah sellulosa (pantang sayuran dengan serat kasar) dapat diberikan dengan aman kepada klien.

3. Farmakoterapi

Antibiotika Antibiotika diberikan berdasarkan tes sensitivitas. Antibiotika yang umumnya dipergunakan antara lain : Kloramfenikol Ampisilin Trimetoprim Sulfametoksasol Quinolon

Antipiretik Umumnya yang dipergunakan adalah parasetamol

I.

PENCEGAHAN Tingkatkan kebersihan diri dan lingkungan Pilih makanan yang telah diolah dan disajikan dengan baik (memenuhi syarat kesehatan) Jamban keluarga harus cukup jauh dari sumur (harus sesuai standar pembuatan jamban yang baik) Pemutusan rantai transmisi juga penting yaitu pengawasan terhadap penjual (keliling) minuman/makanan. Imunisasi Ada dua vaksin untuk mencegah demam tifoid.

Yang pertama adalah vaksin yang diinaktivasi (kuman yang mati) yang diberikan secara injeksi. Vaksin tifoid yang diinaktivasi (per injeksi) tidak boleh diberikan kepada anak-anak kurang dari dua tahun. Yang kedua adalah vaksin yang dilemahkan (attenuated) yang diberikan secara oral. Vaksin tifoid yang dilemahkan (per oral) tidak boleh diberikan kepada anak-anak kurang dari 6 tahun.

Pemberian vaksin tifoid secara rutin tidak direkomendasikan. Vaksin tifoid hanya direkomendasikan untuk pelancong yang berkunjung ketempat-tempat yang demam tifoid sering terjadi, orang yang kontak dengan penderita karier tifoid dan pekerja laboratorium. Ada beberapa orang yang tidak boleh mendapatkan vaksin tifoid atau harus menunggu. Yang tidak boleh mendapatkan vaksin tifoid diinaktivasi (per injeksi) adalah orang yang memiliki reaksi yang berbahaya saat diberi dosis vaksin sebelumnya, maka ia tidak boleh mendapatkan vaksin dengan dosis lainnya Orang yang tidak boleh mendapatkan vaksin tifoid yang dilemahkan (per oral) adalah : orang yang mengalami reaksi berbahaya saat diberi vaksin sebelumnya, orang yang memiliki sistem imunitas yang lemah maka tidak boleh mendapatkan vaksin ini, diantara mereka adalah penderita (HIV/AIDS) atau penyakit lain yang menyerang sistem imunitas, orang yang sedang mengalami pengobatan dengan obat-obatan yang mempengaruhi sistem imunitas tubuh penderita kanker dan orang yang mendapatkan perawatan kanker dengan sinar X atau obat-obatan. Vaksin tifoid oral tidak boleh diberikan dalam waktu 24 jam bersamaan dengan pemberian antibiotik. (Department of Health and human service, 2004)

DAFTAR PUSTAKA

Pusdiknakes.1997.AIDS dan Penanggulangannya.Jakarta:Depertemen Kesehatan Republik Indonesia . Harepan Nurullah Akbar.(2009).HIV/AIDS.http://vanz -harepan.blogspot.com/2009/04/makalah-hivaids.html" rel="canonical">.4 November 2010

Muhammad 2010

Zainal

Abidin.(2010).

Makalah

tentang

HIV/

AIDS

dan

Cara Pencegahannya".http://meetabied.wordpress.com/feed/">.Jakarta.4

November

Ovedoff, David. 2002. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Binarupa Aksara Prasetyo, Afiono Agung. 2005. Penyakit Virus yang Berbahaya pada Kehamilan serta Cara Pencegahannya. Surakarta : Pustaka Cakra

Anda mungkin juga menyukai