Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDIDIKAN ANAK TUNANETRA



A. Pengertian Tunanetra
Pengertian tunanetra menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah tidak
dapat melihat (KBBI, 1989:p.971) dan menurut literatur berbahasa Inggris
visually handicapped atau visual impaired. Pada umumnya orang mengira bahwa
tunanetra identik dengan buta, padahal tidaklah demikian karena tunanetra dapat
diklasiIikasikan ke dalam beberapa kategori.
Dengan demikian, pengertian anak tunanetra adalah individu yang indera
penglihatannya (kedua-duanya) tidak berIungsi sebagai saluran penerima
inIormasi dalam kegiatan sehari-hari seperti orang awas.

B. Klasifikasi Anak Tunanetra
KlasiIikasi yang dialami oleh anak tunanetra, antara lain :
1. Menurut LowenIeld, (1955: p.219), klasiIikasi anak tunanetra yang didasarkan
pada waktu terjadinya ketunanetraan, yaitu :
O %unanetra sebelum dan sejak lahir,
O %unanetra setelah lahir
O %unanetra akibat bawaan (partial sight bawaan)
2. KlasiIikasi anak tunanetra berdasarkan kemampuan daya penglihatan, yaitu :
O %unanetra ringan (deIective vision/low vision),
O %unanetra setengah berat (partially sighted),
O %unanetra berat (totally blind).
3. Kirk (1962: p.214) mengutip klasiIikasi ketunanetraan, yaitu :
O nak yang buta total atau masih memiliki persepsi cahaya sampai dengan
2/2000, ia tidak dapat melihat gerak tangan pada jarak 3 kaki di depan
wajahnya.
O nak yang buta dengan ketajaman penglihatan sampai dengan 5/200, ia tidak
dapat menghitung jari pada jarak 3 kaki di depan wajahnya.
O nak yang masih dapat diharapkan untuk berjalan sendiri, yaitu yang
memiliki ketajaman penglihatan sampai dengan 10/200, ia tidak dapat
membaca huruI-huruI besar seperti judul berita pada koran.
O nak yang memiliki penglihatan pada batas ketajaman penglihatan 20/200
atau lebih, akan tetapi tidak dapat membaca huruI 10 point.
4. Menurut Howard dan Orlansky, klasiIikasi didasarkan pada kelainan-kelainan
yang terjadi pada mata, yaitu :
O Myopia; hanya bisa jelas melihat jarak dekat (dapat dibantu lensa negatiI).
O Hyperopia; hanya bisa jelas melihat jarak jauh (dapat dibantu lensa positiI).
O stigmatisme; adalah penyimpangan atau penglihatan kabur (dapat dibantu
lensa silindris).

C. Karakteristik Anak Tunanetra
1. Fisik (Physical)
Gejala tunanetra yang dapat diamati dari segi Iisik diantaranya :
O Mata juling
O $ering berkedip
O Menyipitkan mata
O (kelopak) mata merah
O Mata inIeksi
O Gerakan mata tak beraturan dan cepat
O Mata selalu berair (mengeluarkan air mata)
O Pembengkakan pada kulit tempat tumbuh bulu mata.
2. Perilaku (Behavior)
da beberapa gejala tingkah laku yang tampak pada anak yang mengalami
gangguan penglihatan :
O Menggosok mata secara berlebihan.
O Membawa bukunya ke dekat mata.
O %idak dapat melihat benda-benda yang agak jauh.

3. Psikis
$ecara psikis anak tunanetra dapat dijelaskan sebagai berikut :
a. Mental/intelektual
Intelektual atau kecerdasan anak tunanetra umumnya tidak berbeda jauh
dengan anak normal/awas.
b. $osial
kibat dari keterbatasan rangsangan visual untuk menerima perlakuan orang
lain terhadap dirinya, maka timbul beberapa masalah antara lain:
O uriga terhadap orang lain
O Perasaan mudah tersinggung
O Ketergantungan yang berlebihan

D. Strategi Pembelajaran Bagi Anak Tunanetra
Permasalahan strategi pembelajaran dalam pendidikan anak tunanetra didasarkan
pada dua pemikiran, yaitu :
1. Upaya memodiIikasi lingkungan agar sesuai dengan kondisi anak.
2. Upaya pemanIaatan secara optimal indera-indera yang masih berIungsi.
Dalam pembelajaran anak tunanetra, terdapat prinsip-prinsip yang harus
diperhatikan, antara lain :
a. Prinsip Individual
Prinsip individual adalah prinsip umum dalam pembelajaran manapun
(PLB maupun pendidikan umum) guru dituntut untuk memperhatikan adanya
perbedaan-perbedaan individu (Individual Education Program IEP).
-. Prinsip kekonkritan/pengalaman Penginderaan
$trategi pembelajaran yang digunakan harus memungkinkan adanya akses
langsung terhadap objek, atau situasi.


.. Prinsip Totalitas
$trategi pembelajaran yang dilakukan guru haruslah memungkinkan siswa
untuk memperoleh pengalaman objek maupun situasi secara utuh dan
melibatkan semua pengalaman penginderaannya secara terpadu dalam
memahami sebuah konsep.
d. Prinsip Aktivitas Mandiri (Selfa.tivity)
nak belajar mencari dan menemukan, sementara guru adalah Iasilitator
yang membantu memudahkan siswa untuk belajar dan motivator yang
membangkitkan keinginannya untuk belajar.

BAB II
TUNARUNGU WICARA

A. Pengertian Anak Tunarungu Wicara
%unarungu merupakan istilah yang digunakan untuk menunjukkan keadaan
kehilangan pendengaran yang dialami oleh seseorang. $ecara umum, tunarungu
dikategorikan kurang dengar dan tuli, sebagaimana yang diungkap Hallahan dan
KauIIman (1991:26) bahwa tunarungu adalah suatu istilah umum yang
menunjukkan kesulitan mendengar yang meliputi keseluruhan kesulitan
mendengar dari yang ringan sampai yang berat, digolongkan ke dalam tuli dan
kurang dengar.

B. Klasifikasi Anak Tunarungu Wicara
1. Berdasarkan tingkat kerusakan/kehilangan kemampuan mendengar percakapan
digolongkan dalam 4 kelompok yaitu :
a. $angat ringan, 27 40 dB, kesulitan mendengar bunyi-bunyi yang jauh.
b. Ringan, 41 55 dB, yaitu mengerti bahasa percakapan.
c. $edang, 56 70 dB, yaitu hanya bisa mendengar suara dari jarak dekat.
d. Berat, 71 90 dB, yaitu hanya bisa mendengar bunyi yang sangat dekat.
e. Ekstrim, 91 dB ke atas tuli, tidak bisa mendengar sama sekali
2. Berdasarkan saat terjadinya, ketunarunguan dapat diklasiIikasikan sebagai
berikut:
a. Ketunarunguan prabahasa (prelingual deafness), yaitu kehilangan
pendengaran yang terjadi sebelum kemampuan bicara dan bahasa
berkembang.
b.Ketunarunguan pasca bahasa (post lingual defness), yaitu kehilangan
pendengaran yang terjadi beberapa tahun setelah kemampuan bicara dan
bahasa berkembang.
3. Berdasarkan letak pendengaran secara anatomis, ketunarunguan dapat
diklasiIikasikan sebagai berikut:
a. %unarungu tipe konduktiI, kerusakan pada telingan bagian luar dan
b. %unarungu tipe sensorineural, kerusakan pada telinga bagian dalam serta
syaraI pendengaran (nervus .o.learis)
c. %unarungu campuran yang merupakan gabungan tipe konduktiI dan
sensorineural
4. Berdasarkan etimologi atau asal usulnya, ketunarunguan dapat
diklasiIikasikan sebagai berikut:
a. %unarungu endogen, yaitu tunarungu yang disebabkan oleh Iaktor genetik
(keturunan).
b. %uanarungu eksogen, yeitu tunarungu yang disebabkan oleh Iaktor non
genetik (bukan keturunan).

C. Karakteristik Tunarungu Wicara
1. Karakteristik anak tunarungu dalam aspek akademis
Berkaitan dengan aspek akademis anak tunarungu wicara, Lanny
Bunawan (1982:24) menyatakan bahwa 'ketunarunguan tidak mengakibatkan
kekurangan dalam potensi kecerdasan mereka, akan tetepi siswa tunarungu
wicara sering menampakan prestasi akademik yang lebih rendah dibandingkan
denga anak mendengar seusianya.
2. Karakteristik anak tunarungu dalam aspek Iisik
Pada sebagian tunarungu ada yang mengalami gangguan keseimbangan
sehingga cara berjalannya kaku dan agak membungkuk. Gangguan tersebut
timbul jika terjadi kerusakan pada organ keseimbangan (vestibule) yang ada di
telinga bagian dalam. Gerakan mata dan tangan anak tunarungu lebih
cepat/lincah, hal ini menunjukkan bahwa ia ingin menangkap atau mengetahui
keadaan lingkungan sekitarnya.

D. Layanan Pendidikan bagi Anak Tunarungu Wicara
1. Jenis Layanan
a. Layanan Umum, merupakan layanan pendidikan yang biasa diberikan
kepada anak mendengar/normal yang meliputi layanan akademik, latihan
dan bimbingan.
b. Layanan Khusus
O Layanan Bina Bicara/Latihan rtikulasi
O Layanan Bina Persepsi Bunyi dan Irama
2. %empat/$istem Layanan
a. %empat Khusus/$istem $egregasi
$istem pendidikan segregasi adalah sistem pendidikan yang terpisah dari
sistem pendidikan anak normal.
b. Di $ekolah Umum/$istem Integrasi
$istem pendidikan integrasi merupakan sistem pendidikan yang
memberikan kesempatan kepada anak tunarungu untuk belajar bersama-
sama dengan anak mendengar/ normal di sekolah umum/ sekolah biasa.
3. Metode Komunikasi
a. Metode Oral
b. Metode Membaca Ujaran
c. Metode Manual (Isyarat %angan)
d. Komunikasi %otal

BAB III
TUNAGRAHITA

A. Pengetian Tunagrahita
%una Grahita adalah seorang yang mempunyai kelainan mental, atau tingkah
laku akibat kecerdasan tergangu. Penyandang tunagrahita mempunyai kekurangan
atau keterbatasan dari segi mental intelektualnya dibawah rata-rata normal,
sehingga mengalami kesulitan dalam tugas-tugas akademik, komunikasi, sosial,
dan untuk itu memerlukan layanan pendidikan khusus.
B. Klasifikasi Anak Tunagrahitaan
Pengelompok penyandang tuagrahita didasarkan berat ringannya ketunaan,
atas dasar itu anak tungrahita dapat dikelompokkan. Diantaranya:
1. %unagrahita ringan.
O %unagrahita ringan disebut juga maron atau de-il.
O Memiliki IQ antara 68-52 atau 69-55.
O Mampu belajar membaca, menulis, dan berhitung sederhana serta mampu
dididik menjadi semi-skilled dan Iisiknya tampak seperti orang normal.
2. %unagrahita sedang.
O %unagrahita sedang disebut juga im-esil.
O Memiliki IQ antara atau 54-40.
O Mampu mengurus diri sendiri, melindungi diri sendiri dari bahaya.
3. %unagrahita berat.
O %unagrahita berat sering disebut idiot.
O Memiliki IQ antara 33-22 atau 39-25.
O Memerlukan perawatan secara total dalam kehidupan sehari-hari.



C. Karakteristik Anak Tunagrahita
Karakteristik atau ciri-ciri anak tunagrahita dapat dilihat dari segi :
1. Fisik (Penampilan)
O Hampir sama dengan anak normal
O Kematangan motorik lambat
O Koordinasi gerak kurang
O nak tunagrahita berat dapat kelihatan
2. Intelektual
O $ulit mempelajari hal-hal akademik.
O nak tunagrahita ringan, kemampuan belajarnya paling tinggi setaraI anak
normal usia 12 tahun dengan IQ antara 50 70.
O nak tunagrahita sedang kemampuan belajarnya paling tinggi setaraI anak
normal usia 7, 8 tahun IQ antara 30 50
O nak tunagrahita berat kemampuan belajarnya setaraI anak normal usia 3
4 tahun, dengan IQ 30 ke bawah.
3. $osial dan Emosi
O Bergaul dengan anak yang lebih muda.
O $uka menyendiri
O Mudah dipengaruhi
O Kurang dinamis
O Kurang pertimbangan/kontrol diri
O Kurang konsentrasi
O Mudah dipengaruhi


D. Pendidikan Anak Tunagrahita
$ekolah sekolah untuk melayani pendidikan anak luar biasa (tuna grahita)
yaitu $ekolah Luar Biasa ($LB) atau sekolah berkebutuan khusus. $ekolah Luar
Biasa untuk anak tuna grahita dibedakan menjadi:
O $LB - untuk tuna grahita ringan.
O $LB 1 untuk tuna grahita sedang
O %una Grahita berat biasanya berbentuk panti dan di asrama.
nak tuna grahita memiliki IQ jauh di bawah rata-rata normal. %ratment
yang diberikan kepada anak gahita lebih di Iokuskan kepada liIe skill dan
kemampuan merawat diri. 70 muatan pendidikan bagi anak tuna grahita
diIokuskan pada kedua hal tersebut selebihnya muatan akademik tetap diberikan
untuk melengkapi kebutuhan hidupnya.
KlasiIikasi yang digunakan di Indonesia saat ini sesuai dengan PP 72 %ahun
1991 adalah sebagai berikut :
O %una grahita ringan IQ-nya 50-70
O %una grahita sedang IQ-nya 30-50
O %una grahita berat dan sedang IQ-nya kurang dari 30

$elain klasiIikasi diatas ada pula pengelompokan berdasarkan kelainan
jasmani yang disebut tipe klinis. %ipe- tipe klinis yang dimaksud adalah sebagai
berikut :
1.Down $yindrome (mongoloid )
Disebut anak tuna grahita jenis ini memiliki mata sipit dan miring, lidah
tebal suka menjulur keluar, telinga kecil, kulit kasar, susunan gigi kurang
baik.
2.Kretin (cebol)
nak ini memperlihatkan ciri-ciri, seperti bdan gemuk dan pendek, kaki
dan tangan pendek dan bengkok.
3.Hydrocephal
Memiliki ciri-ciri kepala besar, raut muka kecil, pandangan dan
pendengaran tidak sempurna, mata kadang-kadang juling.
4.Microcephal
Memiliki ukuran kepala yang kecil.
5.Macrocephal
Memiliki ukuran kepala yang besar dari ukuran normal.
BAB IV
PENDIDIKAN ANAK TUNA DAKSA

A. PENGERTIAN ANAK TUNA DAKSA
%una daksa merupakan suatu keadaan rusak atau terganggu sebagai akibat
gangguan berbentuk atau hambatan pada tulang, otot dan sendi dalam Iungsinya
yang normal. Kondisi ini dapat disebabkan oleh penyakit, kecelakaan atau dapat
juga disebabkan oleh pembawaan sejak lahir (ite ouse .onferen.e, 1931).
%una daksa sering juga diartikan sebagai suatu kondisi yang menghambat
kegiatan individu sebagai akibat kerusakan atau gangguan pada tulang dan otot
sehingga mengurangi kapasitas normal individu untuk mengikuti pendidikan dan
untuk berdiri sendiri.

B. KLASIFIKASI ANAK TUNADAKSA
Pada dasarnya kelainan pada anak tunadaksa dapat dikelompokkan menjadi
dua bagian besar, yaitu :
1. Kelainan pada sistem serebral (cerebral system disorders).
Penggolongan anak tunadaksa kedalam kelainan sistem serebral (cerebral)
didasarkan pada letak penyebab kelahiran yang terletak didalam sistem syaraI
pusat (otak dan sumsum tulang belakang).
2. Penggolongan menurut derajat kecacatan
a. Golongan ringan adalah : mereka yang dapat berjalan tanpa menggunakan
alat, berbicara tegas, dapat menolong dirinya sendiri dalam kehidupan
sehari-hari.
b. Golongan sedang : ialah mereka yang membutuhkan treatment/latihan
khusus untuk bicara, berjalan, dan mengurus dirinya sendiri, golongan ini
memerlukan alat-lat khusus untuk membantu gerakannya.
c. Golongan berat : mereka membutuhkan perawatan dalam ambulasi,
bicara, dan menolong dirinya sendiri, mereka tidak dapat hidup mandiri
ditengah-tengah masyarakat.
3. Penggolongan Menurut %opograIi
Dilihat dari topograIi yaitu banyaknya anggota tubuh yang lumpuh,
erebrol Palsy dapat digolongkan menjadi 6 (enam) golongan yaitu :
a. Monoplegia, hanya satu anggota gerak yang lumpuh
b. Hemiplegia, lumpuh anggota gerak atas dan bawah pada sisi yang sama,
c. Paraplegia, lumpuh pada kedua tungkai kakinya.
d. Diplegia, lumpuh kedua tangan kanan dan kiri
e. %riplegia, tiga anggota gerak mengalami kelumpuhan
I. Quadriplegia, kelumpuhan seluruh anggota geraknya
4. Penggolongan menurut Fisiologi
Kelainan gerak dilihat dari segi letak kelainan di otak dan Iungsi geraknya
(motorik), anak erebral Palsy dibedakan atas:
a. $pastik
%ype $pastik ini ditandai dengan adanya gejala kekejangan atau
kekakuan pada sebagian ataupun seluruh otot.
b. thetoid
Hampir semua gerakan terjadi diluar kontrol. Gerakan dimaksud
adalah dengan tidak adanya kontrol dan koordinasi gerak.
c. taxia
iri khas tipe ini adalah seakan-akan kehilangan keseimbangan.
Gangguan utama pada tipe ini terletak pada sistem koordinasi dan pusat
keseimbangan pada otak.
d. %remor
Gejala yang tampak jelas pada tipe tremor adalah senantiasa dijumpai
adanya gerakan-gerakan kecil dan terus menerus berlangsung sehingga
tampak seperti bentuk getaran-getaran.
e. Rigid
Pada tipe ini didapat kekakuan otot, tetapi tidak seperti pada tipe
spastik, gerakannya tanpak tidak ada keluwesan, gerakan mekanik lebih
tampak.
I. %ipe ampuran
Pada tipe ini seorang anak menunjukan dua jenis ataupun lebih gejala
tuna cerebrol palsy.

5. Kelainan pada $istem Otot dan Rangka (Musculus $celatel $ystem)
a. Poliomylitis
Penderita polio adalah mengalami kelumpuhan otot sehingga otot akan
mengecil dan tenaganya melemah.
b. Muscle Dystrophy
nak mengalami kelumpuhan pada Iungsi otot. Kelumpuhan pada
penderita muscle dystrophy siIatnya progressiI, semakin hari semakin
parah.

$omantri (2006:123-125) mengklasiIikasikan anak tunadaksa sebagai berikut :
1. Kerusakan yang dibawa sejak lahir
a. lub-Ioot (kaki seperti tongakat)
b. lub-hand (tangan seperti tongkat)
c. Polydactylism (jari yang lebih dari lima pada masing-masing tangan atau
kaki)
d. $yndactylism (jari-jari yang berselaput atau menempel satu dengan yang
lainnya)
e. %orticolis (ganggunan pada leher sehingga kepala terkulai ke muka)
I. $pina-biIida (sebagian dari sumsum tulang belakang tidak tertutup)
g. retinism (kerdil)
h. Mycrocephalus (kepala kecil, tidak normal
i. Hydrocephalus (kepala yang besar karena berisi cairan)
j. leIpalats (langit-langit mulut yang berlubang)
k. Herelip (gangguan pada bibir atau mulu)
l. ongenital hip dislocation (kelumpuhan pada bagian paha)
m. ongenital amputation (basi yang dilahirkan tanpa angota tubuh tertentu)
n. Fredresich ataxia (angguan pada sumsum tulang belakang)
o. oxa valga (gangguan pada sendi paha, terlalu besar)
p. $yphilis (kerusakan tulang dan sendi akibat penyakit syphilis)
2.Kerusakan pada waktu kelahiran
a. Erb`s palsy (kerusakan pada syaraI lenggan akibat tertekan atau tertarik
waktu melahirkan)
b. Fragilitas osium (tulang yang rapuh dan mudah patah)
3. InIeksi
a. %uberculosis tulang (menyerang sendi paha sehingga menjadi kaku)
b. Osteomyelitis (radang di dalam dan di sekeliling sumsum tulang karena
bakteri)
c. Poliomyelitis (inIeksi virus yang mungkin menyebabkan kelumpuhan)
d. Pott`s disease (radang pada tulang yang menyebabkan kerusakan
permanen pada tulang)
e. %uberculosis pada lutut atau sendi
4. Kondisi traumatic
a. mputasi (anggota tubuh dibuang akibat kecelakaan)
b. Kecelakan akibat luka bakar
c. Patah tulang
d. %umor
e. Oxostosis (tumor tulang)
I. Osteosis Iibrosa cystic (kista atau kantang yang berisi cairan di dalam
tulang)
5. Kondisi-kondisi lainnya
a. FlatIeet (telapak kaki yang rata, tidak bertekuk)
b. Kyphosis (bagian belakang sumsum tulang belakang yang cekung)
c. Lordosis (bagian muka sumsum tulang belakang yang cekung)
d. Perthe`s disease (sendi paha yang rusak atau mengalami kelainan)
e. Rickets ( tulang yang lunak karena nutrisi, menyebabkan kerusakan tulang
dan sendi)
I. $cilosis (tulang belakang yang berputar, bahu dan paha yang miring)

C. PENDIDIKAN ANAK TUNADAKSA
%ujuan pendidikan anak tunadaksa bersiIat ganda (dual purpose), yaitu:
1. Berhubungan dengan aspek rehabilitasi dan pengembangan Iungsi Iisik,
tujuannya adalah untuk mengatasi permasalahan yang timbul sebagai akibat
langsung atau tidak langsung dari kecacatannya.
2. Berkaitan dengan pendidikan, tujuannya adalah untuk membantu
menyiapkan peserta didik agar mampu mengembangkan sikap, pengetahuan
dan keterampilan sebagai pribadi maupun anggota masyarakat dalam
mengadakan hubungan timbale balik dengan lingkungan social, budaya dan
alam sekitar serta dapat mengembangkan kemampuannya dalam dunia kerja
atau mengikuti pendidikan lanjutan (UU No.2 %ahun 1989 %entang U$PN
dan PP No.72 %entang PLB).

onnor (1975) mengemukakan sekurang-kurangnya tujuh aspek yang perlu
dikembangkan pada diri masing-masing anak tunadaksa melalui pendidikan,
yaitu:
a. Pengembangan intelektual dan akademik
b. Membantu perkembangan Iisik
c. Meningkatkan perkembangan emosi dan penerimaan diri anak
d. Mematangkan aspek sosial
e. Mematangkan moral dan spiritual
I. Meningkatkan ekspresi diri
g. Mempersiapkan masa depan anak

Prinsip-prinsip belajar mengajar :
a. Motivasi
b. Perhatian

Pembelajaran di sekolah :
a. Perencanaan kegiatan belajar mengajar: program pendidikan yang
diindividualisasikan
b. Prinsip pembelajaran: prinsip multisensory dan individualisasi
c. Penataan lingkungan belajar: bangunan gedung memprioritaskan tiga
kemudahan: mudah keluar masuk, mudah bergerak dalam ruangan, dan
mudah mengadakan penyesuaian.
d. Personil: guru PLB, guru regular, dokter ahli anak, dokter ahli rehabilitasi
medis, dokter ahli ortopedi, dokter ahli syaraI, psikolog, guru bimbingan dan
penyuluhan, social worker, Iisioterapist, occupational therapist,
speechterapist, orthotic, dan prosthetic.

Pertimbangan penempatan pendidikan :
a. %ingkat kemampuan intelektual dan kecacatan Iisik anak
b. Kemampuan mengadakan penyesuaian emosi
c. Lokasi tempat tinggal dengan sekolah
d. Latar belakang dan hubungan social dalam keluarga

Anda mungkin juga menyukai