Anda di halaman 1dari 7

Bahaya Merkuri Dalam Lampu Neon

Rabu, Desember 29, 2010

Lampu hemat energi yang biasa kita kenal dengan sebutan lampu neon, lampu CFL (Compact Fluorescent Lamp), lampu TL (Tube Luminescent) merupakan lampu yang banyak digunakan untuk menggantikan lampu pijar. Hal tersebut dikarenakan untuk menghasilkan terang yang sama lampu neon membutuhkan daya listrik yang lebih sedikit dibandingkan dengan lampu pijar, dengan menggunakan lampu neon kita bisa menghemat energi 80%, mengurangi emisi gas CO2 dan mencegah global warming. Lampu pijar menyala karena adanya kawat tipis yang dialiri listrik sehingga akan timbul panas, yang kemudian membara dan akhirnya menyala. Sedangkan lampu neon, merupakan lampu yang didalamnya berisi gas merkuri (air raksa) dan tabungnya dilapisi bahan fluoresen, listrik digunakan untuk menciptakan loncatan listrik seperti petir mini. Loncatan petir mini ini menyebabkan energi gas merkuri meningkat, hal ini tidak berlangsung lama karena kemudian energi gas merkuri tersebut dilepaskan dan menghasilkan suatu cahaya ultraviolet. Ultraviolet tersebut kemudian mengenai bahan fluoresen sehingga terjadi fluoresensi dan menghasilkan cahaya warna putih terang.

Bahan merkuri dari lampu neon ini yang berbahaya apabila kontak atau masuk ke dalam tubuh manusia. Apabila lampu ini pecah, bahan logam merkuri dapat mencemari ruangan dan mengancam kesahatan manusia. Kadar pencemaran merkuri bisa bertahan 5 jam pada ruangan tertutup, karena berbahaya maka bayi dan ibu hamil harus segera keluar, dan jendela harus segera dibuka selama 15 menit agar gas merkuri dapat hilang dari dalam ruangan. Merkuri merupakan suatu logam yang apabila kontak dengan kulit dapat menyebabkan ruam, sedangkan apabila terhirup dapat menyebabkan sakit kepala, dan memicu kejang pada penderita epilepsi. Kadar merkuri sebenarnya cukup kecil, hanya sekitar 1-5 mg pada setiap bola lampu CFL dan tidak terlalu berbahaya jika segera tersapu angin. Namun di ruangan tertutup yang tidak ada angin, kadarnya bisa meningkat 20 kali lipat sehingga sangat

membahayakan. Sebuah penelitian di Fraunhofer Wilhelm Klauditz Institute mengungkap bahwa bola lampu CFL yang pecah dapat meningkatkan kadar merkuri di udara tertutup hingga 7 mikrogram/cm3. Sementara batas aman yang tidak membahayakan adalah 0,35 mikrogram/cm3. Pada waktu membersihkan pecahan lampu neon ini juga hendaknya menggunakan pelidung tangan untuk mengindari kontak dengan logam merkuri yang terdapat dalam didalamnya. Sumber referensi

detikhealth.com netsains.com en.wikipedia.org

BAHAYA MERCURY PADA LAMPU TL

Lampu pijar sebagai sumber penerangan bagi pemukiman ataupun industri / komersial, akhir-akhir ini telah banyak digantikan oleh Lampu TL ( Fluorescent Lamp ). Lampu yang terang benderang dan hemat energi adalah pilihan tepat mengontrol rekening listrik tiap bulan, juga memiliki cahaya yang lembut ( tidak sakit mata ), cahaya lebih terang dan umur lebih panjang dari pada lampu pijar. Dan dalam skala lebih besar membantu menghambat pemanasan global. Namun informasi efek samping dari lampu TL itu tidak banyak diketahui, bahkan nyaris tidak ditemukan di kemasannya. SEKILAS PRINSIP KERJA LAMPU TL DAN KANDUNGAN DIDALAMNYA Lampu TL tidak bekerja berdasarkan pemijaran filamen tetapi menghasilkan cahaya berdasarkan terjadinya pelepasan elektron dalam

tabung lampu. Pada kedua ujung tabung terdapat filamen tungsten yang dilapisi suatu bahan yang dapat beremisi. Untuk lampu tabung filamen ini disebut juga elektrode. Salah satu filamen yang ada pada ujung tabung berfungsi sebagai anoda dan yang satunya berfungsi sebagai katoda, untuk itu dibutuhkan daya aktif ( watt ) pada lampu TL. Berdasarkan cara kerjanya, lampu TL terdiri dari 2 macam yaitu lampu dengan rangkaian yang menggunakan stater dan lampu dengan rangkaian tanpa starter. Konstruksi lampu TL yang standart terdiri dari tabung gelas yang terbuat dari kaca soda kapur dan di dinding bagian dalamnya dilapisi oleh bubuk fosfor sehingga tabung kelihatan berwarna putih susu. Kawat tungsten yang merupakan elektrodanya dilapisi oleh pemancar thermionic. Elektroda ditempelkan dengan cara dijepit pada sebuah lead wire. Untuk lampu yang bekerja ekstra, pada elektroda biasanya dilindungi dengan perisai elektroda yang gunanya untuk menghindari terjadinya bercak hitam di ujung-ujung tabung lampu. Bercak hitam ini terjadi karena penguapan pemancar dari elektroda. Lampu diisi dengan gas mulia seperti : argon pada tekanan 200 pa 660 pa. Yang fungsinya untuk membantu proses penyalaan lampu. Mercury ( Hg ) dimasukkan kedalam tabung yang digunakan dalam pembentukan cahaya. Pada temperatur waktu lampu tersebut beroperasi terdapat tekanan dari Mercury. Dan radiasi yang dikeluarkan oleh pancaran merkury adalah sinar ultra violet dengan panjang gelombang 253 257 nm. Lapisan fosfor pada bagian tabung berfungsi untuk mengkonversikan sinar ultra violet menjadi cahaya tampak sehingga intensitas cahaya meningkat. BAHAN BERBAHAYA DALAM LAMPU TL Selama ini pemerintah kurang mensosialisasikan bahaya lampu TL atau yang sering kita sebut lampu neon. Masalahnya lampu hemat energi yang selama ini digalakkan oleh pemerintah tidak dibarengi oleh informasi penting mengenai bagaimana mengelola limbah lampu TL. Padahal setidaknya sekali dalam setahun kita mengganti lampu TL di rumah kita, apakah itu karena sudah rusak (akibat bocor) atau karena pecah (nah ini lebih berbahaya). Lampu TL mengandung sampai 5 miligram MERCURY (dalam bentuk uap atau bubuk) yang jika ceroboh menggunakannya dapat membahayakan keselamatan terutama untuk balita, anak-anak dan wanita hamil. Dengan catatan bahaya itu akan timbul jika bola lampu pecah. Uap raksa ini menkonversi energi listrik menjadi cahaya ultraviolet sehingga substansi fosfor pada tabung menjadi berpendar. Inilah bedanya lampu pijar dan lampu TL kalau lampu pijar (bohlam) menyala karena adanya tahanan di kumparan tungstennya tetapi kalau lampu TL itu menyala karena BERPENDAR. Jadi antara PIJAR dan BERPENDAR adalah berbeda. untuk berpendar hanya membutuhkan sedikit energi, makanya lampu TL wattnya kecil.

Menurut laporan yang dikeluarkan lembaga penelitian Mercury Policy Project yang dibentuk negara bagian Maine dan Vermont Amerika Serikat, pemakaian lampu hemat energi disarankan untuk terus dilanjutkan, namun ada hal-hal tertentu yang harus dipahami benar oleh konsumen. Seperti jangan menggunakannya untuk lampu meja terutama di rumah yang ada anak kecil atau binatang. Sudah pasti kita tahu kalau beberapa miligram Mercury / Uap Raksa saja bisa meracuni metabolisme tubuh manusia, apalagi bila terkena pada anak-anak bisa menurunkan IQ dan berdampak panjang pada usia lanjut. Uap raksa ini adalah Neurotoksin / racun yang sangat berbahaya dan berakibat fatal pada otak dan ginjal. Jika merkury terakumulasi dalam tubuh dapat merusak sistem syaraf, janin dalam kandungan, dan anak-anak. Penggunaan lampu TL dapat menghemat energi 2/3 pembangkit listriknya. Cukup signifikan memang dibanding dengan penggunaan lampu pijar yang menkonsumsi banyak daya. Lampu TL sampai saat ini masih menggunakan Mercury karena memang belum ada pengganti sebaik mercury. BAGAIMANA CARA MENGATASI LAMPU TL YANG PECAH DALAM SUATU RUANGAN ? Berikut ini ada beberapa langkah bila sengaja ataupun tidak sengaja lampu TL pecah dalam suatu ruangan : Hal pertama yang dilakukan adalah menjauhkan anak-anak dari ruangan, dan membuka ventilasi udara lebar-lebar. Jangan menggunakan penyedot debu meskipun pecahan lampu itu bertebaran di karpet. Saat membersihkan , gunakan sarung tangan karet dan kertas untuk memungut serpihan kaca. Bersihkan daerah yang terkena dengan menggunakan handuk basah. Jika ada penghuni rumah yang masih anakanak atau wanita hamil sebaiknya memotong karpet yang terkena serpihan dan membuangnya. 1. Sebelum membersihkan buka semua ventilasi ruangan ( jendela, pintu ) dan tinggalkan ruangan paling tidak 15 menit. 2. Matikan semua sistem ventilasi yang menggunakan kipas termasuk AC. 3. Bila lampu pecah di permukaan seperti lantai, ambilah pecahan kaca menggunakan kertas yang agak kaku atau karton dan tempatkan di kantong plastik 4. Gunakan selotip atau isolasi untuk mengambil sisa-sisa serpihan halus / remah-remah kaca. 5. Seka lantai dengan lap basah dan buang di kantong plastik. 6. Jangan sekali-kali menggunakan sapu atau vacuum cleaner untuk membersihkan pecahan kaca, karena akan memperluas sebaran debu serbuk mercury. 7. Segera buang kantong plastik yang tutup rapat dengan membuangnya sejauh mungkin ( di negara maju untuk pembuangan sampah khususnya limbah lampu TL diatur secara ketat dan ada recycling center khusus lampu TL ini ). 8. Cuci tangan.

Catatan : Untuk di area Industri yang menggunakan lampu TL sebaiknya limbah lampu TL nya dilakukan pengelolaan dan ditempatkan ditempat yang khusus misalnya di TPS B3. ADAKAH PENGGANTI LAMPU TL YANG BEBAS MERCURY ? Negara Jerman berhasil memproduksi lampu hemat energy yang bebas bahan berbahaya mercury yang bisa mengganggu kesehatan manusia. Yaitu lampu jenis Light Emitting Diode ( LED ) yang diproduksi oleh Megaman ( salah satu produsen lampu terkemuka di Jerman ). Keunggulan dari lampu LED selain hemat energi dan bebas mercury adalah inovasi pencahayaan yang baik. Lampu ini mampu mengatur panas sehingga menjadi tolok ukur industri lampu lainnya. Lampu LED Megaman bisa menghemat energi listrik lebih dari 80 persen. Bila lampu hallogen menghabiskan energi listrik hingga 75 watt dengan sinar terangnya yang sama, LED hanya mengkonsumsi listrik 15 watt dan bisa memiliki sudut pandang cahaya yang sama dengan hallogen sehingga kekuatan cahaya yang dihasilkan lebih terang. Namun lampu yang baru diproduksi itu memiliki daya 7 hingga 15 mega watt dengan harga yang relatif masih mahal ( mulai dari Rp.500 ribu hingga jutaan rupiah ). Dikutip dari majalah KSG (email: m.naskuri@krakatausteel.com) http://masfreddy.wordpress.com/2010/08/22/artikel-2/

Jangan Buang Bekas Lampu Sembarangan January 8, 2008


Posted by agusdd in lingkungan, science. trackback Hayoo lo tau g..? Merkuri tidak terurai menjadi senyawa lain atau terdegradasi dan hancur bersama tanah. awas bisa bahaya lo kalo buang bahan yang terbuat dari merkuri sembarangan, iya kan Hampir setiap hari kita bersingungan dengan listrik. Terangnya cahaya lampu yang berwarna-warni, hiruk pikuknya sinetron dengan warna televisi atau remang-remangnya kamar tidur dari nyala lampu pijar. Setiap hari selalu saja aktivitas lampu berulang mulai dari dinyalakan, berpijar lalu dimatikan. Jika sudah aus dan mati, dengan cepat langsung diganti. Tapi kemanakah lampu yang mati itu dibuang? Jangan sembarangan membuang bekas lampu itu, pesan Dr David Spurgeon, Ahli toksikologi dan lingkungan di Amerika. Pesan tersebut berlaku umum baik untuk Indonesia atau masyarakat dunia. Pasalnya dalam lampu pijar dan lampu

hemat energi ini terdapat kandungan unsur kimia yang berbahaya, yaitu merkuri.

Pengukuran yang dilakukan kandungan di lampu hemat energi, memang terdapat dalam jumlah kecil. Ahli racun, Dr David Ray dari Nottingham mengatakan kandungan 6-8 mg Mercury berada dalam lampu jenis low-energy bulb. Itu saya peringatkan karena mercury adalah limbah beracun, katanya. Salah memperlakukannya maka masalah yang bisa dimungkinkan adalah mereka bisa dilepaskan ke udara atau mungkin tertanam di dalam tanah. Pihak ahli lingkungan juga mengatakan jangan sembarangan saja membuang pecahan lampu. Selain pecahan yang ada dapat melukai, merkuri yang dimaksud jika telah kembali ke alam maka hanya akan berputar-putar saja dalam siklusnya. Ray mengatakan jika merkuri telah terlepas ke alam, maka dalam siklusnya hanya akan berputar-putar hingga menempuk pada lemak. Pasalnya jenis merkuri ini tidak larut dalam air. Meski bisa dibuang melalui air seni, namun hanya sebagian kecil, katanya. Selebihnya merkuri yang ada menumpuk didalam tubuh bersama dengan darah, lemak dan dibagian jaringan lain. Merkui juga sangat mengancam karena bisa menyebabkan keracunan jika menumpuk terlalu banyak dalam darah. Peneliti Fakultas MIPA Universitas Indonesia, Arry Yanuar mengatakan merkuri menjadi unik karena memiliki tiga bentuk, yakni unsur logamnya, garam merkuri dan merkuri organik. Saat menjadi logam, pada suhu kamar merkuri tidak berbahaya dan berada dalam wujud cair seperti air. Namun kadar tidak berbahayanya ini jika satu atau dua tetes saja mengenai manusia maka ancamannya adalah kematian. Diceritakan bagaimana Prof. Karen E. Wetterhahn, seorang speasialis logam beracun dari Dartmouth College Chemistry, Amerika Serikat, meninggal pada

tahun 1997 karena penelitian merkurinya. Sungguh sangat ironis, meski seorang ahli logam yang notabene percobaan dalam laboratorium menggunakan sarung tangan dan pengamanan khusus tetapi tetap saja tercemari oleh merkuri. Dalam jumlah kecil merkuri ini dapat menyebabkan gatal-gatal, badan iritasi, kejangkejang, pandangan kabur hingga kerusakan saraf. Lebih berbahaya lagi jika merkuri ini menjadi dimethilmerkuri, maka sifat racunnya bisa berlipat-lipat. Disarankan saat lampu pecah, diharapkan satu ruangan yang berhubungan langsung dengan pecahan lampu segera dikosongkan dalam 15 menit. Model pembersihannya pun tidak diperbolehkan menggunakan vacum cleaner. Lebih baik jika pembersihan dilakukan dengan mengumpulkan bekas pecahan ke dalam platik. Langkah selanjutnya adalah membuang plastik ini untuk dihancurkan dalam suatu tabung masal oleh pemerintah setempat. Sementara untuk lampu yang tidak rusak dapat dikembalikan ke penjual untuk dibuang melalui ditributor dan kemudian dihancurkan oleh perusahaan besar. Tetapi di Indonesia mekanisme seperti ini belum banyak ditawarkan oleh pengusaha maupun pemerintah. Kebanyakan masyarakat, masih mengumpulkan pecahan lampu dan membuangnya sembarangan. Lalu kemana merkuri tersebut terbuang? Arry menjawab, sudah tentu merkuri yang terbuang tersebut terpendam ke tanah, mengalir ke air, terendapkan dan tersiklus dalam suatu tempat yang akan menjadi bom waktu bagi siapa saja. http://agusdd.wordpress.com/2008/01/08/jangan-buang-bekas-lampusembarangan/

Anda mungkin juga menyukai