Anda di halaman 1dari 11

INTEGRATED CROP PROTECTION

DISUSUN OLEH: ELYANI FAUZIAH S. (150510090108)

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS PADJAJARAN 2011

LATAR BELAKANG

Perlindungan tanaman merupakan bagian dari sistem budidaya tanaman yang bertujuan untuk membatasi kehilangan hasil akibat serangan OPT menjadi seminimal mungkin, sehingga diperoleh kwalitas dan kwantitas produksi yang baik. Dasar hukum PHT tertera pada GBHN II dan GBHN IV serta Inpres 3/1986 yang kemudian lebih dimantapkan melalui UU No.12/1992 tentang sistem Budidaya Tanaman ( Anonimous, 1994). Konsep PHT muncul dan berkembang sebagai koreksi terhadap kebijakan pengendalian hama secara konvensional, yang sangat utama dalam manggunakan pestisida. Kebijakan ini mengakibatkan penggunaan pestisida oleh petani yang tidak tepat dan berlebihan, dengan cara ini dapat meningkatkan biaya produksi dan mengakibatkan dampak samping yang merugikan terhadap lingkungan dan kesehatan petani itu sendiri maupun masyarakat secara luas. Secara ekonomi kebijakan pemerintah sebelum tahun 1989 memberikan subsidi yang besar untuk Pestisida sebesar antara 100 150 juta US$ atau sekitar 150 milyar rupiah pertahun, seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk meningkatkan kembali efisiensi dan efektifitas pengendalian serta untuk membatasi pencemaran lingkungan maka kebijakan dan pengendalian secara konvensional harus dirubah menjadi pengendalian berdasarkan konsep dan prinsip PHT. Latar belakang munculnya konsep PHT :
1) Timbulnya Hama Resisten

Penggunaan pestisida terus- menerus, ternyata beberapa populasi hama ada yang mampu mengembangkan strain sehingga dapat bertahan hidup meski diberi dosis tinggi. Strain-strain tersebut bahkan menjadi hama yang lebih kuat daripada sebelumnya.
2) Munculnya Hama sekunder

Setelah penggunaan pestisida secara terus-menerus, beberapa jenis serangga yang dulunya merupakan hama yang tidak penting saat ini muncul sebagai hama yang banyak merugikan tanaman budidaya.

3) Timbulnya Resurgensi Hama

Resurgensi hama adalah peristiwa peningkatan populasi hama sasaran lebih tinggi daripada tingkat populasi sebelumnya sehingga jauh melampaui ambang ekonomi setelah diberikan pestisida tertentu. Penyebabnya antara lain :

Butiran semprot tidak mencapai jasad sasaran, seperti yang terjadi pada wereng

coklat.

Terbunuhnya musuh-musuh alami. Kurangnya pengaruh residu pestisida untuk membunuh nimfa atau larva yang

menetas setelah penyemprotan bahkan justru bisa menimbulkan resistensi hama terhadap pestisida tersebut.

Pengaruh fisiologis insektisida.

4) Timbulnya Pencemaran Lingkungan

Penggunaan pestisida yang selain dapat membunuh hama, juga dapat menimbukan pencemaran lingkungan.
5) Timbulnya Bahaya Terhadap Manusia

Pestisida yang masuk ketubuh manusia bisa masuk melalui saluran pernapasan, saluran pencernaan, meresap melalui kulit, atau masuk ke dalam saluran pencernaan melalui makanan yang telah teremar pestisida. (Rukmana dan Saputra, 1997)

ISI

Konsep dan Strategi Penerapan PHT PHT merupakan suatu cara pendekatan atau cara berpikir tentang pengendalian OPT yang didasarkan pada dasar pertimbangan ekologi dan efisiensi ekonomi dalam rangka pengelolaan agro-ekosistem yang berwawasan lingkungan yang berkelanjutan. Sasaran teknologi PHT adalah :
produksi pertanian mantap tinggi Penghasilan dan kesejahteraan petani meningkat Populasi OPT dan kerusakan tanaman tetap pada aras secara ekonomi tidak merugikan Pengurangan resiko pencemaran Lingkungan akibat penggunaan pestisida yang

berlebihan Tiga komponen komponen dasar yang harus dibina, yaitu : Petani,Komoditi dasil pertanian dan wilayah pengembangan dimana kegiatan pertanian berlangsung, disamping pembinaan terhadap petani diarahkan sehingga menghasilkan peningkatan produksi serta pendapatan petani, pengembangan komoditi hasil pertanian benar-benar berfungsi sebagai sektor yang menghasilkan bahan pangan, bahan ekspor dan bahan baku industri, sedangkan pembinaan terhadap wilayah pertanian ditujukan agar dapat menunjang pembangunan wilayah seutuhnya dan tidak terjadi ketimpangan antar wilayah ( Kusnadi, 1980).

Tujuan Pengendalian Hama Terpadu (PHT) PHT adalah upaya yang terencana dan terkoordinasi untuk melembagakan penerapan prinsip-prinsip PHT oleh petani dalam usahataninya serta memasyarakatkan pengertianpengertian PHT dikalangan masyarakat umum dalam rangka pembangunan pertanian berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.

Pengendalian Hama Terpadu (PHT) adalah upaya pengendalian populasi atau tingkat serangan organisme pengganggu tumbuhan (OPT) dengan menggunakan salah satu atau lebih dari berbagai teknik pengendalia yang dikembangkan dalam satu kesatuan, untuk mencegah timbulnya kerugian secara ekonomis dan erusakan lingkungan hidup (Anonimous, 1994) Tujuan Pengendalian Hama Terpadu (PHT) adalah :

Menjamin kemantapan swasembada pangan Menumbuhkan Kreativitas, dinamika dan kepemimpinan petani Terselenggaranya dukungan yang kuat atas upaya para petani dalam menyebarluaskan

penerapan PHT sehingga dapat tercipta pembangunan pertanian yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan

Usaha pokok Pengendalian Hama Terpadu (PHT) :

Mengembangkan sumberdaya manusia antara lain menyelenggarakan pendidikan formal

dan non formal bagi petani dengan pola Sekolah Lapangan PHT, dan pelatihan bagi petugas terkait yakni Pengamat Hama dan Penyakit (PHP), Penyuluh Pertanian dan Instansi terkait lainya

Mengadakan studi-studi lapangan dan penelitian yang memberikan dukungan atas

strategi, pengembangan metode, dan penerapan PHT untuk tanaman padi dan palawija lainya

Memperkuat kebijaksanaan, pengaturan dan penyelenggaraan pengawasan terhadap

pengadaan, pembuatan, peredaran serta pemakaian pestisida yang berwawasan lingkungan

Memasyarakatkan pengembangan konsep PHT di Indonesia

Pestisida

Pestisida secara harfiah berarti pembunuh hama, berasal dari kata pest dan sida. Pest meliputi hama penyakit secara luas, sedangkan sida berasal dari kata caedo yang berarti membunuh. Pada umumnya pestisida, terutama pestisida sintesis adalah biosida yang tidak saja bersifat racun terhadap jasad pengganggu sasaran. Tetapi juga dapat bersifat racun terhadap manusia dan jasad bukan target termasuk tanaman, ternak dan organisma berguna lainnya. Dalam sejarah peradaban manusia, pestisida telah cukup lama digunakan terutama dalam bidang kesehatan dan bidang pertanian. Di bidang kesehatan, pestisida merupakan sarana yang penting, digunakan dalam melindungi manusia dari gangguan secara langsung oleh jasad tertentu maupun tidak langsung oleh berbagai vektor penyakit menular. Di bidang pertanian, penggunaan pestisida juga telah dirasakan manfaatnya untuk meningkatkan produksi.

Kebijakan Masalalu Mendorong Petani Menggunakan Pestisida Peningkatan pembangunan pertanian di Indonesia, menyebabkan kebutuhan akan pestisida bertambah banyak, baik jumlah maupun jenisnya.. Mencermati kilas balik pembangunan pertanian di Indonesia, peningkatan penggunaan pestisida tidak terlepas dari peran pemerintah. Orientasi pemerintah pada saat itu tertumpu pada peningkatan hasil sebanyak-banyaknya, tanpa memperhatikan dampak negatif terhadap lingkungan. Pada saat dicanangkannya program intensifikasi pangan melalui program nasional BIMAS, pestisida telah dimasukkan sebagai paket teknologi yang wajib digunakan petani peserta. Kebijakan perlakuan seperti disebut dimuka, tidak selamanya menguntungkan. Hasil evaluasi memperlihatkan, timbul kerugian yang tidak disadari yang sebelumnya tidak diperkirakan. Dampak Negatif Pestisida Pertanian
I. Pengaruh Negatif Pestisida Terhadap Kesehatan Manusia

Apabila penggunaan pestisida tanpa diimbangi dengan perlindungan dan perawatan kesehatan, orang yang sering berhubungan dengan pestisida, secara lambat laun akan mempengaruhi kesehatannya. Pestisida meracuni manusia tidak hanya pada saat pestisida itu digunakan, tetapi juga saat mempersiapkan, atau sesudah melakukan penyemprotan.

Kemungkinan lain yang bisa terjadi yaitu akibat sisa racun (residu) pestisida yang ada didalam tanaman atau bagian tanaman yang dikonsumsi manusia sebagai bahan makanan.
II. Pestisida Berpengaruh Buruk Terhadap Kualitas Lingkungan

Pencemaran pestisida terjadi karena adanya residu yang tertinggal di lingkungan fisik dan biotis disekitar kita. Sehingga akan menyebabkan kualitas lingkungan hidup manusia semakin menurun. Pencemaran dapat terjadi karena pestisida menyebar melalui angin, melalui aliran air dan terbawa melalui tubuh organisme yang dikenainya. Residu pestisida sintesis sangat sulit terurai secara alami. Akibat pencemaran lingkungan terhadap organisma biosfer, dapat mengakibatkan kematian dan menciptakan hilangnya spesies tertentu yang bukan jasad sasaran.
III. Pestisida Meningkatkan Perkembangan Populasi Jasad Penganggu Tanaman

Tujuan penggunaan pestisida adalah untuk mengurangi populasi hama. Akan tetapi dalam kenyataannya, sebaliknya malahan sering meningkatkan populasi jasad pengganggu tanaman, sehingga tujuan penyelamatan kerusakan tidak tercapai. Hal ini dapat terjadi karena kurangnya pengetahuan dan perhitungan tentang dampak penggunaan pestisida.

Munculnya Ketahanan (Resistensi) Hama Terhadap Pestisida

Munculnya resistensi adalah sebagai reaksi evolusi menghadapi suatu tekanan (strees). Karena hama terus menerus mendapat tekanan oleh pestisida, maka melalui proses seleksi alami, spesies hama mampu membentuk strain baru yang lebih tahan terhadap pestisida tertentu yang digunakan petani.

Resurgensi Hama

Peristiwa resurgensi hama terjadi apabila setelah diperlakukan aplikasi pestisida, populasi hama menurun dengan cepat dan secara tiba-tiba justru meningkat lebih tinggi dari jenjang polulasi sebelumnya. Resurjensi hama terjadi karena pestisida, sebagai racun yang berspektrum luas, juga membunuh musuh alami. Musuh alami yang terhindar dan bertahan terhadap penyemprotan pestisida, sering kali mati kelaparan karena populasi mangsa untuk sementara waktu terlalu sedikit, sehingga tidak tersedia makanan dalam jumlah cukup. Kondisi demikian terkadang menyebabkan musuh alami beremigrasi untuk mempertahankan hidup. Disisi lain, serangga hama akan berada pada

kondisi yang lebih baik dari sebelumnya. Sumber makanan tersedia dalam jumlah cukup dan pengendali alami sebagai pembatas pertumbuhan populasi menjadi tidak berfungsi. penyemprotan.

Akibatnya

populasi

hama

meningkat

tajam

segera

setelah

Ledakan Populasi Hama Sekunder

Umumnya tujuan penggunaan pestisida adalah untuk mengendalikan hama utama yang paling merusak. Peristiwa ledakan hama sekunder terjadi, apabila setelah perlakuan pestisida menghasilkan penurunan populasi hama utama, tetapi kemudian terjadi peningkatan populasi pada spesies yang sebelumnya bukan hama utama, sampai tingkat yang merusak. Ledakan ini seringkali disebabkan oleh terbunuhnya musuh alami, akibat penggunaan pestisida yang berspektrum luas.

Perbandingan Konsep Pengendalian Terpadu

Konsep Pengendalian Klasik

Konsep Pengendalian Terpadu

Pestisida akan digunakan apabila ambang Penggabungan teknik dan metode pengendalian kendali/ekonomi tercapai yang kompatibel dengan menerapkan komsep agroekologi Pengurangan terhadap penggunaan pestisida Penggunaan pestisida dilakukan secara

holistik/menyeluruh namun tetap berpandu pada konsep agroekologi Penggunaan terakhir pestisida merupakan pilihan Penggunaan pestisida dapat dilakukan di awal (seed treatment)

Penggunaan pestisida sangat bergantung pada Penggunaan pestisida tidak bergantung pada ambang ekonomi batasan ambang ekonomi pestisida bersifat sebagai

Penggunaan pestisida bersifat kuratif (hanya Penggunaan

sebatas pengendalian saja)

pencegahan dengan tujuan menjaga kesehatan tanaman

Agroekosistem Agroekosistem merupakan ekosistem buatan manusia dimana didalamnya terjadi interaksi/asosiasi yang dinamis antara tanaman dan lingkungan biotik maupun abiotik. Agroekosistem yang merupakan suatu ekosistem pertanian dapat dikatakan produktif jika terjadi keseimbangan antara tanah, hara, sinar matahari, kelembaban udara dan organisme-organisme yang ada, sehingga dihasilkan suatu pertanaman yang sehat dan hasil yang berkelanjutan (Altieri dan Altieri, 2004). Jika terdapat gangguan pada suatu agroekosistem oleh patogen, serangga hama atau degradasi lahan, maka untuk mencegah terjadinya kerentanan pada agroekosistem tersebut perlu dilakukan pengembalian keseimbangan (resiliance), yaitu dengan mengembalikan fungsi dari masing-masing komponen yang ada dalam agroekositem tersebut. Pengelolaan agroekosistem dalam pengendalian hama, merupakan salah satu metode dalam Pengendalian Hama Terpadu (PHT) yang diterapkan dengan pendekatan ekologi. Penerapan metode ini dilakukan setelah dipahami faktor-faktor penyebab suatu agroekosistem menjadi rentan terhadap eksplosi hama, dan dikembangkan metode-metode yang dapat meningkatkan ketahanan agroekosistem tersebut terhadap eksplosi hama. Prinsip utama dalam pengelolaan agroekosistem untuk pengendalian hama adalah menciptakan keseimbangan antara herbivore dan musuh alaminya melalui peningkatan keragaman hayati. Pengendalian OPT melalui konsep agroekosistem menekankan pada pencarian faktorfaktor penyebab suatu agroekosistem menjadi rentan terhadap hama. Maka dari itu harus ditelaah kembali dalam pengelolaan hama dengan memahami faktor-faktor penyebab rentannya suatu agroekosisitem terhadap infestasi hama, serta teknik pengelolaan agroekosistem tersebut dalam pengendalian hama.

SIMPULAN Pada saat suatu hamparan tanaman dan banyak terdapat tanaman yang terkena penakit/hama, maka tindakan pengendalian harus segera dilakukan (penggunaan pestisida). Pada hakikatnya OPT bukan untuk diberantas ataupun dimusnahkan, melainkan dikendalikan agar tidak membunuh organism lain yang sebenarnya merupakan musuh alami (terbunuhnya nontarget organism). Pengendalian Hama Terpadu (PHT) dilakukan dengan cara menggabungkan teknik dan metode pengendalian yang kompatibel untuk mengendalikan OPT secara efektif dan efisien. Pengendalian OPT menggunakan pestisida dapat dikatakan efektif apabila melihat aspek-aspek tertentu, namun tidak selamanya penggunaan pestisida menguntungkan. Banyak hasil evaluasi yang memperlihatkan timbul kerugian maupun dampak yang merugikan. PHT saat ini yang berkembang yaitu pengendalian hama terpadu dengan menerapkan konsep agroekologi/agroekosistem sehingga pengendalian OPT diterapkan dengan pendekatan ekologi. Pengendalian OPT melalui konsep agroekosistem menekankan pada pencarian faktorfaktor penyebab suatu agroekosistem menjadi rentan terhadap OPT yang ada. Untuk mengetahui hal tersebut maka perlu dilakukan kegiatan analisis agroekosistem terlebih dahulu. Hal tersebut dilakukan untuk pengambilan keputusan pengendalian lebih lanjut yaitu dengan cara melakukan monitoring agroekosistem.

DAFTAR PUSTAKA Altieri, M. A. 1994. Biodiversity and Pest Management in Agroecosystems. Haworth Press, New York. Arianto Sam. 2010. http://sobatbaru.blogspot.com/2010/08/konsep-pengendalian-hama-terpadu-pht.html Bottrel, D.G. 1979. Integrated Pest Management. Council of Environ. Quality. Washington D.C. Oka, Ida Nyoman. 1995. Pengendalian Hama Terpadu dan Implementasinya di Indonesia. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. Reijntes, C., Haverkort, B. Dan Water-Bayer, A. 1992. Farming for the Future, Macmillan, London. Rini Mutisari. 2010. http://rinimuti.blogspot.com/2010/01/latar-belakang-munculnya-konsep-pht.html Smith, R.F and J.L. Apple. 1978. Principles of Integrated Pest Control. IRRI Mimeograph. Untung, K. 1993. Pengantar Pengelolaan Hama Terpadu. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. van Emden, H.F. and Williams, G. F. 1974. Insect stability and diversity in agroecosystems. Annual Review of Entomology 19: 455 475.

Anda mungkin juga menyukai