Anda di halaman 1dari 44

BAB I

PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Sisa makanan terutama kelompok karbohidrat yang menempel pada gigi
akan mengalami Iermentasi oleh bakteri plak dan menghasilkan asam Iormat,
asetat dan laktat. Senyawa-senyawa bersiIat asam ini akan menurunkan pH plak
gigi yang selanjutnya mengakibatkan demineralisasi email dan pembentukan
karies gigi. Di Indonesia penderita karies gigi sangat tinggi (60-80) dan
cenderung naik setiap tahunnya. Upaya penanggulangan penyakit ini dengan cara
kuratiI tidak akan mengurangi terjadinya karies gigi, bahkan akan meningkat
seiring dengan bertambahnya usia, sehingga pencegahan merupakan alternatiI
terbaik. Tindakan yang dapat dilakukan antara lain mencegah pembentukan plak
sebagai awal terjadinya karies (Syah 2006).
Oral bioIilm merupakan tempat hidup bakteri yang diantaranya bersiIat
patogen sebagai Iaktor utama yang menyebabkan penyakit pada rongga mulut,
seperti karies, gingivitis dan periodontitis. SiIat merusak dari bioIilm berupa
adhesi pada permukaan gigi merupakan Iaktor kunci untuk kelangsungan hidup
bakteri. Bakteri yang bukan merupakan bagian dari bioIilm biasanya terbilas oleh
saliva dan tidak melekat pada bioIilm. Oral biofilm bukan hanya tempat melekat
bakteri oral, tetapi dapat berIungsi sebagai perlindungan bagi ekosistem
lingkungan mikroorganisma. Tanpa tertanam pada bioIilm, mikroorganisma
rentan terhadap bahan antibakteri dan pertahanan imun tubuh (Friedman dkk.,

2000). Salah satu spesies koloni awal oral bioIilm adalah S.sanguinis (CauIield
dkk., 1993, CauIield dkk., 2000).
Streptococcus sanguinis merupakan nama baru dari Streptococcus sanguis
agar sesuai dengan aturan tata bahasa Latin (Truper dan Clari, 1997).
Streptococcus sanguinis berperan dalam pembentukan karies gigi (Loesche dkk.,
1975) serta penyakit periodontal (Socransky dkk., 1988) dan berkaitan dengan
penyakit endokarditis (Douglas dkk., 1993). Streptococcus sanguinis merupakan
anggota Ilora normal pada mulut manusia, telah lama diakui berperan penting
dalam kolonisasi bakteri mulut dan sering disebut sebagai anggota Streptococcus
viridans karena berwarna hijau (Buck dkk., 2007).
Streptococcus sanguinis melekat langsung ke permukaan gigi dan
berIungsi sebagai pengikat varitas mikroorganisma oral lainnya sehingga dapat
membentuk plak dan memberikan kontribusi pada etiologi karies dan penyakit
periodontal (Buck dkk. 2007). Hampir semua bakteri dan semua permukaan alam,
termasuk gigi memiliki muatan negatiI. Tahap pertama dalam perlekatan
organisma pada permukaan adalah dengan gaya van der Waals, namun perlekatan
ini tidak cukup kuat karena eIek elektrostatik yang lemah. Tahap kedua pada
perlekatan dengan ikatan yang lebih kuat yaitu melalui pembentukan ikatan
hidrogen, aktivitas hidroIobik dan aktivitas ion antara dua struktur atau jenis
ikatan yang lain (Rajendran dan Sivapathasaundharam, 2009). Interaksi hidroIobik
dan elektrostatik antara bakteri dan substrat berperan penting pada proses adhesi.
Korelasi dengan permukaan hidroIobik tersebut dapat ditemukan dalam proses
perlekatan S.sanguinis (Fukunaga, 1991).

Reaksi hidroIobik merupakan Iaktor penting dalam perlekatan dan


proliIerasi mikroorganisma pada permukaan padat (Weis dkk., 2005). Mikroba
memiliki daerah hidroIobik pada permukaannya yang mempunyai kepadatan
tertinggi pada kelompok hidrokarbon (Flethcer, 1996). SiIat hidroIobik
permukaan sel bakteri telah berpengaruh terhadap beberapa Ienomena biologis
seperti perlekatan bakteria pada permukaan padat (Friedman dan Yuehuei 2000).
Bakteri pada umumnya cenderung untuk tumbuh pada permukaan seperti jaringan
tubuh manusia atau kultur in vitro yang tidak dikelilingi oleh Iasa air (Zobell,
1943).
Indonesia sebagai negara tropis memiliki keanekaragaman sumber daya
alam hayati. Keanekaragaman ini sangat bermanIaat terutama dengan banyaknya
spesies tumbuhan dan tanaman yang dapat digunakan sebagai obat. Tumbuhan
dan tanaman obat ini telah dijadikan obat tradisional yang turun menurun karena
obat tradisional memiliki banyak kelebihan diantaranya mudah diperoleh,
harganya lebih murah dan dapat diramu sendiri. Oleh sebab itu, kecenderungan
masyarakat untuk menggunakan obat tradisional yang berasal dari alam atau
herbal dalam pemeliharaan kesehatan, kebugaran, dan pengobatan semakin
meningkat.
Salah satu tanaman yang dipercaya dapat dijadikan obat adalah serai yang
memiliki nama latin Cymbopogon citratus. Serai mengandung minyak atsiri
dengan kandungan citral, geraniol, citronellal, methylheptenone, eugenol,
methyleter, dipenten, eugenol-methyleter, kadinen, kadinol, (Wijayakusuma 2006)
dan juga mengandung alkaloid, Ilavonoid dan poliIenol (Melcher dan Subroto

2008). Konsentrasi minyak atsiri serai sebesar 2 yang diaplikasikan secara


topikal diketahui dapat menghambat pertumbuhan scherichia coli dan
Staphylococcus aureus. Salah satu khasiatnya adalah sebagai obat kumur
(Wijayakusumah 2001). Dalam beberapa tahun terakhir ini telah dilakukan
penelitian terhadap kemampuan minyak atsiri dalam menghambat penyebaran
mikroorganisma. Penjelasan terhadap karakteristik dari minyak atsiri tersebut
adalah karena adanya kemampuan untuk penetrasi ke dalam membran sel dan
pengaruh dari metabolisme sel (Schnaubelt, 1998).
EIektivitas minyak atsiri serai sebagai antibakteri terhadap Staphylococcus
albus dan Salmonella typhi diteliti oleh Katewa dkk. (2003). Dilaporkan bahwa
konsentrasi minyak atsiri serai 2 memiliki eIek minimum dalam menghambat
pertumbuhan kedua bakteri tersebut, sedangkan konsentrasi 4-5 memiliki eIek
maksimum guna menghambat pertumbuhan Staphylococcus albus dan Salmonella
typhi. Pada penelitian Hammer dkk. (1999) terhadap 52 variasi minyak atsiri dan
ekstrak tanaman disimpulkan bahwa tanaman serai dapat menghambat aktivitas
Aeromonas veronii, Candida albicans, nterococcus facialis, schericia coli pada
konsentrasi kurang dari 2 (v/v) dengan konsentrasi terendah 0.06.
Semakin besar konsentrasi minyak atsiri serai maka zona hambat yang
terbentuk semakin besar pula, karena semakin besar konsentrasi maka semakin
besar pula zat aktiI yang terdapat di dalamnya, sehingga menyebabkan daya
hambat terhadap pertumbuhan bakteri Staphyloococcus aurus, Staphyloococcus
epidrmidis dan Staphyloococcus agalactiae juga semakin besar (Poeloengan,
2006)

Hasil penelitian oleh Inouye dkk (2001) terhadap 14 minyak atsiri dari
berbagai tanaman yang diaplikasikan secara inhalasi didapatkan kesimpulan
bahwa serai merupakan salah satu tanaman yang memiliki aktivitas antibakteri
yang tinggi terhadap pertumbuhan koloni bakteri Streptococcus.

B. Rumusan Permasalahan
Berdasarkan latar belakang di atas, timbul suatu permasalahan, bagaimana
reaksi hidroIobisitas S.sanguinis terhadap paparan minyak atsiri Cymbopogon
citratus pada konsentrasi 0.5 , 1 dan 1.5 ?
. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Menggali potensi Cymbopogon citratus yang merupakan salah satu
kekayaan hayati Indonesia bagi perkembangan pengetahuan akan
kesehatan masyarakat Indonesia.
2. Tujuan khusus
Untuk mengetahui respon hidroIobisitas bakteri S.sanguinis terhadap
paparan minyak atsiri Cymbopogon citratus pada konsentrasi 0.5, 1,
dan 1.5 .



D. Keaslian Penelitian
Pengujian ekstrak !iper betle dan !sidium guafava yang dilakukan oleh
Razak dkk., (1996) pada konsentrasi 0.15 menghambat secara total adsorpsi S.
mitis terhadap Chlorhexidine dan pada konsentrasi yang sama menghambat siIat
hidroIobisitas S.sanguinis sebesar 80. Penelitian tersebut membuktikan bahwa
ekstrak !iper betle dan !sidium guafava mampu menurunkan siIat hidroIobisitas
bakteri S.sanguinis. Minyak atsiri Cymbopogon citratus menghambat
pertumbuhan H.pylori in vitro dalam konsentrasi 0,1 (v/v) pada pH 4.0 dan 5.0.
Penelitian Mayaud dkk. (2008) tentang ekstrak Cymbopogon citratus yang
mengandung aldehide yang diujikan pada 55 jenis bakteri menunjukkan bahwa
konsentrasi minimum sebesar 2 (v/v) memberikan aktivitas antimikroba yang
tertinggi. Sejauh penulis ketahui, belum pernah dilakukan adanya penelitian
mengenai pengaruh minyak atsiri Cymbopogon citratus pada konsentrasi 0.5,
1, dan 1.5 terhadap siIat hidroIobisitas S.sanguinis.
E. Manfaat Penelitian
1. ManIaat teoritis, dapat memperkaya konsep ilmu yang menyokong
perkembangan ilmu pengetahuan mengenai khasiat Cymbopogon citratus
terutama untuk kesehatan gigi dan mulut.
2. ManIaat praktis, dapat memberikan masukan bagi pemerintah untuk
melakukan budidaya Cymbopogon citratus bagi kesejahteraan dan
peningkatan taraI kesehatan masyarakat.

BAB II
TIN1AUAN PUSTAKA
A.Telaah Pustaka
1. Streptococcus sanguinis
Pada plak gigi dapat ditemukan S.sanguinis dan S.mutans, sementara
S.salivarius ditemukan terutama di lidah, sedangkan S.mitis pada jaringan mukosa
(Sumawinata, 2003). Streptococcus sanguinis merupakan bakteri gram positiI
yang memiliki ciri berbentuk bulat (kokus) yang membelah dalam satu bidang dan
tidak mudah lepas sehingga cenderung bertumbuh dalam Iormasi rantai.
S.sanguinis dapat diidentiIikasi secara spesiIik pada media yang mengandung
saccharosa sebagai koloni dengan bentukan polisakarida ekstraseluler (Rajendran
dan Sivapathasaundharam, 2009). Sekali terikat, Streptococcus sanguinis
berIungsi sebagai tali untuk penyambung bergabungnya mikroorganisma lain
yang menginvasi permukaan gigi, kemudian membentuk plak gigi, dan
memberikan kontribusi pada perkembangan karies dan penyakit periodontal
(Kolenbrander dan London, 1993).
Streptococcus sanguinis ditemukan dalam aliran darah yang
memungkinkan untuk mendiami katup jantung yang menyebabkan endokarditis,
yang merupakan suatu penyakit jantung parah yang dapat menyebabkan kematian
(Buck dkk., 2007). Streptococcus sanguinis adalah gram positiI yang memiliki
dinding sel tebal terdiri dari murein dan asam teichoic (Schaechter, 2006).
Mengingat struktur dinding sel bakteri gram positiI yang relatiI sederhana
dibandingkan dengan dinding sel bakteri gram negatiI yang kompleks maka

senyawa antibakteri lebih mudah masuk pada bakteri gram positiI (Pelczar dan
Chan, 1986). Taksonomi Streptococcus sanguinis (Rosenbach, 1884) :
Kingdom :Bacteria
Filum :Firmicutes
Class :Bacilli
Ordo :Lactobacilales
Familiy :Streptococcaceae
Genus :Streptococcus
Species :Streptococcus sanguinis
Menurut JeIIerson (2004), kelompok Streptococcus pada rongga mulut
umumnya berdiam di bioIilm. Menurut Branen (1983), cara kerja senyawa
antibakteri dipengaruhi oleh siIat-siIat zatnya antara lain polaritas dan keadaan
molekul. SiIat hidroIilik sangat penting untuk menjamin bahwa antibakteri larut
dalam air ketika pertumbuhan bakteri terjadi, sedangkan pada saat yang sama
antibakteri bekerja pada membran sel yang hidroIobik sehingga membutuhkan
siIat hidroIobik. Kerja antibakteri juga dipengaruhi berbagai Iaktor, antara lain
konsentrasi zat antibakteri, spesies bakteri, jumlah bakteri, dan pH lingkungan.

.Hidrofobisitas dan Biofilm
Secara haraIiah, istilah hidroIobisitas diartikan sebagai ketidaksukaan pada
air. Hal ini telah digunakan untuk menjelaskan zat non polar yang tidak dapat
larut di dalam air, kecenderungan zat non polar beragregasi di dalam air dan zat
yang tidak dapat dibasahi oleh air dan kecenderungan beberapa zat terpisah secara
tidak merata antara Iase air dengan Iase lainnya atau antar permukaan. Ben-Naim
(1980) mendeIinisikan hidroIobisitas adalah proses interaksi hidroIobik yaitu dua

molekul terlarut dibawa bersama-sama ke dalam pelarut dari proses pemisahan


yang tidak terbatas. SiIat hidroIobisitas bakteri berhubungan dengan komponen
dinding sel seperti peptidoglikan, asam teikoat, IoIolipid, lipopolisakarida, protein
dan komponen luar sel seperti kapsul dan Iimbrie. Komponen ini mempunyai
Iungsi penempelan pada substrat dengan membentuk interaksi hidroIobik (Finlay
dan Falkow, 1997).
BioIilm merupakan sekumpulan mikroba yang menempel dan tumbuh
pada permukaan benda padat dan terperangkap di dalam polisakarida ekstraseluler
yang diproduksinya sendiri (Characklis dan Marshall, 1990). Menurut (Wimpenny
dkk, 1993 sit Dewanti 1995) dinyatakan bahwa bioIilm adalah komunitas mikroba
dua dimensi pada perbatasan antara Iase cair dan Iase padat (bentuk umum) atau
antara Iase padat dan Iase udara, yang memungkinkan terjadi pada kondisis
heterogen berdasarkan gradient Iisiko-kimia yang berkembang di dalamnya.
Bakteri yang membentuk bioIilm umumnya memiliki ketahanan yang lebih baik
terhadap senyawa kimia dan dehidrasi maupun kekurangan nutrisi dibandingkan
dengan sel bakteri yang tumbuh dalam Iase cair (sel planktonik).
Akumulasi bioIilm terjadi bila sel bakteri tumbuh dan membentuk
polisakarida ekstraseluler serta mampu menarik bakteri lainnya untuk bergabung
dengan kelompok yang sudah menempel, sehingga sel bioIilm terdiri dari
beberapa lapisan dan merupakan akumulasi dari beberapa kelompok bakteri.
Bakteri yang berada di bagian dalam akan terlindung oleh lapisan yang lebih luar.
Komunitas ini juga dapat memenuhi kebutuhan nutrisinya sendiri karena sel-sel

yang mati dapat berIungsi sebagai nutrisi bagi sel yang masih hidup (Dewanti
dkk., 1997).
Sel penyusun bioIilm dapat melepaskan diri, sementara sel-sel bakteri
yang telah terakumulasi akan berpindah ke medium cair (Characklis dan Marshall,
1990). Pelepasan sel mikroba ini menyebabkan terurainya komponen pembentuk
bioIilm, sehingga dapat mengkontaminasi bagian lain dari suatu sistem. Pelepasan
sel dapat berarti erosi, sloughing dan abrasi. Erosi adalah hilangnya bagian-bagian
kecil dari bioIilm secara kontinu disebabkan oleh adanya gaya gesek. Sloughing
adalah hilangnya sebagian besar sel dari bioIilm yang disebabkan oleh perubahan
kondisi lingkungannya, sedangkan abrasi adalah hilangnya bioIilm yang
disebabkan oleh terjadinya tumbukkan terus menerus dengan partikel pada
permukaan (Characklis dan Marshall, 1990).
BioIilm pada gigi berperan utama dalam patogenesis karies dengan cara
menyimpan dan merupakan tempat kolonisasi bakteri cariogenic yang
menghasilkan asam pada proses metabolisme mereka. Asam organik yang
dihasilkan menyebabkan dekalsiIikasi email, yang akan menyebabkan kavitasi
gigi (An dan Friedman 2000). Dengan perlekatan dan adhesi, bakteri
mendapatkan akses ke sel jaringan dengan mengganggu integritas permukaan
organ. Bakteria pada permukaan mukosa memproduksi dan melepaskan sitokin
pro-inIlammatory yang dapat menyebabkan peradangan baik lokal maupun
sistemik (Svanborg dan Hedges, 1993).
Di alam, bakteri cenderung melekat pada permukaan padat dan apabila
kondisi lingkungannya memungkinkan, bakteri tersebut dapat tumbuh dan

berkembang biak serta membentuk bioIilm. Salah satu Iaktor penting yang dapat
mempengaruhi perlekatan dan pembentukan bioIilm adalah siIat hidroIobisitas
dari bakteri. Menurut Hood dan Zottola (1985), bioIilm akan lebih mudah
terbentuk bila interaksi hidroIobik antara permukaan dan sel bakteri besar. SiIat
hidroIobisitas permukaan sel bakteri dapat dipengaruhi oleh ketersediaan nutrisi
pada media pertumbuhan. Berkurangnya ketersediaan nutrisi dapat menyebabkan
perubahan morIologi bakteri seperti terjadinya pengecilan ukuran sel yang diikuti
dengan meningkatnya hidroIobisitas dan agregasi sel-sel bakteri yang dapat
meningkatkan massa dan peran gravitasi pada proses transport sel bakteri ke
permukaan (Dewanti, 1995).
Perlekatan bakteri pada permukaan dipengaruhi oleh beberapa Iaktor,
antara lain siIat permukaan sel bakteri seperti hidroIobisitas, kondisi lingkungan
seperti ketersediaan nutrisi serta karakteristik substrat. SiIat hidroIobisitas bakteri
berhubungan dengan komponen dinding sel seperti petidoglikan, asam teikoat,
IoIolipid, lipopolisakarida, protein dan komponen luar sel seperti kapsul dan
Iimbria. Komponen ini mempunyai Iungsi perlekatan pada substrat dengan
membentuk interaksi hidroIobik, yang semakin tinggi interaksi hidroIobik
semakin besar kecenderungan bakteri tersebut untuk melekat (Finlay dan Falkow,
1997).
Beberapa peneliti melaporkan bahwa hidroIobisitas permukaan bakteri dapat
meningkatkan perlekatan bakteri pada permukaan, diantaranya ditemukan pada
siIat hidroIobik !seuudomonas isolat laut (Fletcher dan Loeb, 1979),
Acinetobacter calcoaceticus RAG-1, Serratia marcescens, Serratia liquefaciens

dan Staphylococcus aureus (Rosenberg, 1981), Cyanobacteria (Fattom dan Shilo,


1984), Bifidobacterium (Perez dkk., 1993), dan !.aeruginosa (Cowell dkk.,
1999). Proses perlekatan bakteri terdiri dari beberapa tahap yaitu :
1. Adsorpsi molekul organik pada permukaan padat terjadi segera setelah
permukaan tersebut bersentuhan langsung dengan cairan. Glikoprotein dianggap
sebagai komponen utama yang dapat menciptakan kondisi yang memungkinkan
untuk perlekatan (Baier, 1980 sit Characklis, 1990). Molekul ini dilaporkan dapat
memodiIikasi muatan permukaan (Loeb dan NeihoI, 1975 sit Characklis, 1990)
dan hidroIobisitas permukaan (Baier, 1975 sit Characklis, 1990) sehingga dapat
mempengaruhi adsorpsi bakteri.
Beberapa jenis protein, termasuk protein susu seperti u-laktalbumin
dilaporkan mempengaruhi perlekatan bakteri pada permukaan padat. Fletcher
(1976 sit Dewanti, 1995) melaporkan bahwa adanya serum albumin, gelatin,
Iibrinogen dan pepsin dapat menurunkan perlekatan !seudomonas aeruginosa
pada plastik polistiren. Helke dkk. (1993) melaporkan bahwa u-laktalbumin, -
laktoglobulin dan kasein menghambat penempelan Salmonella typhimurium dan
Listeria monocytogenes.
2. Pergerakan sel bakteri ke permukaan yang terjadi pada kondisi statis
tergantung pada gravitasi atau sedimentasi, gerak Brown atau gerak acak dan
motilitas bakteri. Agregasi bakteri dapat mempermudah sedimentasi yaitu dengan
membentuk massa yang lebih besar (Gilbert dkk., 1993 sit Dewanti, 1995).
Motilitas bakteri dapat berperan dalam transport dan adsorpsi ke substrat (Jang
dan Yenm 1985 sit Dewanti, 1995). Vatanyoopaisarn dkk. (2000) melaporkan

bahwa adanya Ilagela hanya berpengaruh pada penempelan awal dari L.


monocytogenes. Tetapi setelah perioda yang lama, ternyata Ilagela tidak
berpengaruh terhadap tahap akir perlekatan.
3. Adsorpsi sel bakteri pada permukaan benda padat umumnya bermuatan
positiI dan bermuatan negatiI sehingga terjadi interaksi tolak menolak antara
keduanya yang dapat membantu dalam perlekatan. Oleh karena itu, agar sel
bakteri dapat teradsorpsi pada permukaan padat maka gaya tarik menarik harus
mengatasi tolak menolak antara kedua permukaan tersebut. Hal ini dapat terjadi
apabila jarak antara bakteri dan permukaan padat cukup dekat serta dipermudah
dengan adanya jembatan seperti polimer ekstraseluler atau protein (Oliveira, 1992
sit Dewanti, 1995).
Adsorpsi bakteri pada permukaan padat dapat di bagi menjadi tahap
reversible dan irreversible. Perlekatan yang reversible diakibatkan jarak antara sel
dan permukaan yang cukup jauh, spesiIisitas yang rendah dan interaksi yang
lemah antara bakteri dan permukaan. Dalam proses ini gaya elektrostatik dan gaya
van der Waals sangat berperan. Sementara perlekatan irreversible merupakan
ikatan permanen antara bakteri dan permukaan yang diakibatkan adanya bahan
perekat yang diproduksi oleh mikroba tersebut, jarak yang cukup dekat antara sel
dan permukaan, serta spesiIisitas yang tinggi. Pada tahap ini interaksi hidroIobik
dan ikatan-ikatan kimia berperan (Characklis, 1990). Menurut Dewanti (1995),
ada tiga Iaktor utama yang mempengaruhi adsorpsi bakteri pada permukaan yaitu
hidroIobisitas permukaan bakteri, muatan permukaan bakteri dan kekasaran
permukaan.

Salah satu senyawa yang digunakan dalam uji hidroIobisitas adalah


heksadekana merupakan sebuah hidrokarbon alkana dengan rumus kimia C
16
H
34
.
Struktur molekul heksadekana terdiri dari 16 atom karbon, dengan tiga atom
hidrogen terikat pada dua atom karbon terminal, dan dua hidrogen yang melekat
pada masing-masing 14 atom karbon lainnya. Adhesi mikroba untuk menguji tes
hidrokarbon menggunakan heksadekana untuk memisahkan bakteri yang
merupakan Iase air dan heksadekana sering digunakan (Itzhak 2003). SiIat
senyawa heksadekana tersebut selanjutnya dapat dapat digunakan untuk mewakili
siIat hidroIobik permukaan gigi dalam rongga mulut (Razak, 2006).

3.Tumbuhan 2-opogon citratus
Tanaman serai banyak di jumpai di seluruh Indonesia, berbentuk rumput
dengan tinggi 50-100 cm. Batangnya tidak berkayu, beruas-ruas pendek, dan
berwarna putih. Daunnya tunggal, lanset, berwarna hijau, berpelepah, pangkal
pelepah memeluk batang, ujung runcing, tepi rata,panjang 25-75cm, lebar 5-
15cm, dengan pertulangan sejajar.

Gambar I. Serai (Cymbopogon citratus)

Genus Cymbopogon termasuk dalam Iamily rumput, !oaceae, yang


merupakan Iamily yang sangat besar yang terdiri dari sekitar 50-60 tribes, 660
genera dan 9.000 spesies di seluruh dunia (Hutchinson dan Dalziel,
1972;Olorode, 1984) Cymbopogon adalah genus dari sekitar 55 spesies rumput,
asli daerah subtropis dan tropis. Serai (Cymbopogon citratus) memiliki klasiIikasi
sebagai berikut:
Sinonim :Andropogon citratus, Andropogon nardus, Cymbopogon
nardus
Family :!oaceae(Gramineae)
Subfamily :!anicoideae
Kingdom :!lantae
Subkingdom :Tracheobionta
Superdivision :Spermatophyta
Division :Magnoliophyta
Class :Liliopsida
Subclas :Commenlinidae
Tribe :Andropogonease
Subtribe :Andropogoninae
Order :Cyperales
Genus :Cymbopogon Spreng
Species :Cymbopogon citratus
Cymbopogon citratus (Gambar 1) digunakan secara luas sebagai ramuan
obat di Asia. Memiliki rasa jeruk lemon dan dapat digunakan dalam sediaan
kering dan bubuk, atau digunakan segar. Tangkai itu sendiri terlalu keras untuk
dimakan, kecuali untuk bagian dalam yang lembut. Namun, dapat diiris tipis dan
ditambahkan ke ramuan. Umum digunakan dalam teh, sup dan kari. Juga cocok

untuk bumbu makanan dari unggas, ikan dan makanan laut. Di India,
Cymbopogon citratus digunakan sebagai ramuan medis dan parIum. (Cruz, 2002).
Cymbopogon citratus mengandung saponin, Ilavonoid, poliIenol
(Syamsuhidayat dan Hutapea, 1991) alkaloid dan minyak atsiri (Leung dan Foster
1996). Saponin merupakan kelompok glikosida yang tersusun oleh aglikon bukan
gula yang berikatan dengan rantai gula. SiIat antimikroba dari senyawa saponin
disebabkan oleh kemampuan senyawa tersebut berinteraksi dengan sterol pada
membran sehingga menyebabkan kebocoran protein dan enzim-enzim tertentu
(Oleszek, 2000).
Senyawa Ilavonoid merupakan kelompok pigmen-pigmen tanaman
aromatik dengan atom C15 (Naidu dkk, 2000). Flavonoid terdiri dari Ilavon,
Ilavonon, isoIlavon, antosianin, dan leukoantosianidin (Ikan, 1991). Flavonoid
merupakan senyawa poliIenol yang merupakan turunan dari 2-Ienil kromon atau
2-Ienil benzopiron (Hall III dan Cuppet, 1997). Flavonoid dapat berIungsi sebagai
antioksidan dan antimikroba. Sebagai antioksidan Ilavonoid dapat mencegah
oksidasi lipid dengan mengikat logam-logam yang bersiIat prooksidan (Hall III
dan Cuppet, 1997). Senyawa Ilavonoid lipoIilik memiliki kemampuan penetrasi
dalam membran sel. Senyawa Ilavonoid lipoIilik memiliki aktivitas antimikroba
karena memiliki kemampuan penetrasi ke dalam membran sel (Naidu dkk., 2000).
Minyak atsiri Cymbopogon citratus terdiri dari sitral, citronelal, geraniol,
mirsena, nerol, Iarsenol, metilpenthon, dipentena, eugenol metil eter, kadinen,
kadinol dan limonene (Wijayakusumah, 2001). Sitral merupakan kelompok
senyawa terpen yang terdiri campuran isomer bioaktiI nerol dan geraniol serta

merupakan komponen penyusun terbesar pada minyak atsiri serai yaitu 65-80 .
Senyawa tersebut memiliki siIat bakterisid terhadap beberapa spesies bakteri
(Friedman dkk., 2002).
Senyawa antibakteri adalah senyawa yang dapat mengganggu
pertumbuhan dan metabolisme bakteri (Pelczar dan Chan, 1986). Berdasarkan
aktivitasnya zat antibakteri dibedakan menjadi dua jenis yaitu bakteriostatik dan
bakterisid. Berdasarkan spektrum aksinya, zat antibakteri dibagi menjadi tiga,
yaitu spektrum luas, spektrum sempit dan spektrum terbatas. Spektrum luas jika
senyawa tersebut eIektiI melawan prokariot baik membunuh maupun
menghambat bakteri gram positiI dan gram negatiI. Disebut sebagai antibakteri
berspektrum sempit jika senyawa tersebut eIektiI melawan sebagian bakteri gram
positiI atau gram negatiI. Senyawa antibakteri yang dapat melawan satu spesies
bakteri tertentu saja disebut antibakteri berspektrum terbatas (Todar, 1977).

orexidine guconate
Chlorhexidine telah dipakai secara luas di kalangan kedokteran, baik oleh
para dokter umum maupun dokter gigi sebagai antibakteri selama lebih dari 30
tahun. Akhir-akhir ini chlorhexidine dipakai secara luas di kalangan kedokteran
gigi sebagai obat untuk menyembuhkan serta mencegah maniIestasi bakteri
rongga mulut. Pada tahun 1976 Chlorhexidine gluconate disetujui kegunaannya
secara klinik di Amerika Serikat. Chlorhexidine gluconate eIektiI sebagai
antiplaque dan antigingivitiy. Chlorhexidine gluconate dapat juga sebagai
antibacterial dan anticandida. Pada larutan Chlorhexidine gluconate terdapat

reaksi elektrostatik antara kation dari antiseptic dan anion dari sel dinding bakteri.
Molekul pada Chlorhexidine gluconate bersiIat positiI dan mengikat pada pelikel
email, sel mukosa dan sel dinding bakteri yang bermuatan negatiI. Jika terjadi
ikatan siIat antibakteri Chlorhexidine gluconate akan merusak sel membran dan
mengendap pada inti sel maka akan mengakibatkan kematian sel tersebut.
Chlorhexidine gluconate tidak hanya menghambat dan membunuh pada saat
digunakan tetapi tetap menjaga mulut agar tetap bersiIat antimikroba (Lee, 2009).
Chlorhexidine merupakan antibakteri dengan spektrum yang luas dan
sangat eIektiI untuk bakteri gram positiI, gram negatiI, jamur serta protozoa
(Prijantojo 1996). Kegiatan antimikroba Chlorhexidine gluconate adalah
bergantung pada pH, dengan penggunaan optimal pada pH 5,5-7,0. Misalnya,
aktivitas antimikroba terhadap Staphylococcus aureus dan scherichia coli
meningkat dengan meningkatnya pH, tetapi sebaliknya pada !seudomonas
aeruginosa penggunaan optimalnya pada pH yang lebih rendah (Paulson, 1999).








B. Landasan Teori
Sterptococcus sanguinis adalah bakteri gram positiI yang merupakan
koloni bakteri awal permukaan gigi. Bakteri ini menjadi perantara bakteri lain
untuk melekat bersama dan kemudian membentuk koloni pada pembentukan plak
serta berkontribusi dalam proses timbulnya karies gigi dan penyakit periodontal.
Selain itu jika bakteri ini jika terbawa dalam aliran darah dan membentuk koloni
pada katup jantung dapat menyebabkan penyakit endokarditis. Untuk dapat
melekat, S.sanguinis memanIaatkan siIat hidroIobisitas dan elektrostatis pada
permukaan gigi sehingga dapat membentuk koagregasi dengan mikroorganisma
lain dalam proses pembentukan plak gigi.
Menurut Onawunmi dkk. (1984), kandungan --citral (geranial) dan .-
citral (neral) yang merupakan derivat minyak atsiri dari C.citratus mampu
berIungsi sebagai antibakteri, baik pada bakteri Gram positiI maupun Gram
negatiI. Minyak atsiri C.citratus eIektiI dalam mengkontrol, mereduksi dan
mengeliminasi berbagai jenis mikroorganisma, antara lain scherichia coli,
berthella thyposa, Neisseria gonorrhoreae, Streptococcus faecialis,
Streptococcus pyogenes, Staphylococcus aureus, Bacillus megatherium dan
Corynebacterium diphteriae (Schnaubelt, 1998).
Upaya untuk mengendalikan populasi bakteri perlu dilakukan. Hal yang
perlu ditanggulangi adalah siIat hidroIobisitas bakteri yaitu interaksi bakteri
terhadap permukaan dengan mengisolasi Iasa air sehingga terjadi keterikatan
antara S.sanguinis dengan berbagai macam Iaktor sehingga bakteri tersebut dapat
melekat dan berkoagregasi dengan bakteri yang lain.

Aktivitas hidroIobisitas bakteri dapat diamati dengan melihat perlekatan


pada permukaan bahan hidroIobik. Heksadekana merupakan zat cair yang
mewakili permukaan gigi dikarenakan zat ini mirip dengan keadaan hidroIobik
alami dari acquired pellicle.

.Hipotesis

Berdasarkan landasan teori tersebut diatas dapat disusun suatu hipotesis :
1. Aktivitas hidroIobisitas S.sanguinis dapat menurun dengan paparan
minyak atsiri Serai (Cymbopogon citratus) konsentrasi 0.5, 1, dan
1.5.
2. Minyak atsiri konsentrasi 1.5 lebih eIektiI dalam menurunkan siIat
hidroIobisitas S. sanguinis.









BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. 1enis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorium murni
(pure laboratory experimentation).

B. Identifikasi Variabel
1. Variabel Pengaruh :
Kelompok konsentrasi minyak atsiri serai : 0.5, 1, dan 1.5
2. Variabel terpengaruh :
SiIat HidroIobisitas bakteri S.sanguinis
3. Variabel terkendali :
a. Suhu pengerjaan : suhu ruangan (20-25C)
b. Suhu inkubasi bakteri : 37C
c. Biakan bakteri : S.sanguinis
d. Lama pengendapan bakteri : 24 jam
e. Jenis kaca kuvet sekali pakai yang digunakan
I. Perbedaan larutan pembanding
4. Variabel tidak terkendali :
a. Metabolisme bakteri
b. Usia tanaman Cymbopogon Citratus dari satu kali ekstrasi.
c. Perpindahan larutan meliputi bubble, shacking, dan kontaminasi luar


. Definisi Operasional
1. HidroIobisitas adalah siIat bakteri untuk menjauhi Iasa air pada media
tumbuhnya menuju Iasa hidrokarbon (heksadekana) yang diukur secara
visual-kualitatiI dengan menggunakan spektroIotometer sebagai derajat
absorbansi, Secara makroskopis tampak sebagai derajat kekeruhan larutan.
Semakin jernih larutan uji, semakin rendah siIat hidroIobisitas.
2. Bakteri S.sanguinis merupakan koloni bakteri yang tampak secara
makroskopis berwarna putih, jika ditanam pada blood agar menimbulkan
area hemolisis parsial berwana kehijauan (hemolisis alIa) disekitar
koloninya. Secara mikrokospis, koloni bakteri ini berupa bulatan yang
berderet membentuk rantai. Spesies bakteri yang digunakan dalam
penelitian ini diidentiIikasi menggunakan alat VITEK

2 System Version
04.01.
3. Minyak atsiri serai merupakan minyak yang diperoleh dari tanaman serai
(Cymbopogon citratus) dengan cara penyulingan. Minyak atsiri yang
didapatkan tersebut kemudian diencerkan menggunakan propilen glikol
1 sehingga didapatkan larutan minyak atsiri dengan konsentrasi 0.5,
1, 1.5.



D. Bahan dan Alat Penelitian


Bahan dan alat penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut :
1. Pembiakan isolat bakteri
a. Alat
1) Autoclave
2) Cawan petri steril
3) Kapas lidi steril
4) Penangas air panas
5) Lampu spiritus
6) Rak tabung
7) Tabung reaksi dengan penutup
8) Inkubator
9) Pipet
10) Alat indentiIikasi VITEK

Systems Version 04.01


b. Bahan
1) Kaldu steril brain heart inIusion (BHI)
2) Isolat bakteri Streptococcus sanguinis
2. Pembuatan minyak atsiri serai
a. Alat
1) Timbangan digital Denver Instrument XL 610
2) Kipas angin
3) Lemari pengering

4) Mesin penyerbuk
) Homogeni:er
6) Filter dengan alat suction listrik
7) Evaporator
) Mixer
b. Bahan
1) Serai
2) Etanol
3) Propilen glikol
c. Uji HidroIobisitas
1) Alat
a) SpektoIotometer
b) Kuvet disposable berkapasitas 1.5ml
c) Microtube berkapasitas 1.5ml
d) Syringe berkapasitas 3ml
e) Tabung reaksi
I) Mikropipet
g) Sarung tangan
h) Masker
2) Bahan
a) Heksadekana
b) Suspensi bakteri 10
8
CFU dalam kaldu BHI
c) Larutan minyak atsiri serai

d) Chlorhexidenie gluconate 0.2 Minosep


e) Propilen glikol 1

E. ara Kerja
1.Pembuatan Minyak atsiri
Pembuatan minyak atsiri serai diproses di Laboratorium Penelitian dan
Pengujian Terpadu (LPPT) Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Bahan
digiling menjadi serbuk kasar atau dimemarkan. Pememaran dikerjakan dalam
sebuah mortir, kemudian mortir dibilas dengan larutan penyuling. Selanjutnya
dilakukan penyulingan dengan dandang destilasi sehingga dihasilkan tetesan
minyak atsiri serai. Minyak atsiri yang didapatkan tersebut kemudian encerkan
menggunakan propilen glikol 1 sehingga didapatkan larutan obat kumur
minyak atsiri dengan konsentrasi 0,5 , 1, 1.5 (Tabel 1).
Tabel I. Pembuatan larutan obat kumur Minyak atsiri Cymbopogon citratus.
Konsentrasi ()
Minyak Atsiri
Serai (mL)
Propilen
Glikol 1
(mL)
0,5 0,05
9.95
1 0,1
9.9
1.5 0.15
9.85

2.Pembiakan bakteri
Pembiakan bakteri dilaksanakan di laboratorium Balai Laboratorium
Kesehatan (BLK) Ngadinegaran Yogyakarta. Seluruh alat yang digunakan

dalam proses pembiakan bakteri distrerilisasi dalam autoclave selama 20


menit pada tekanan 1 atm dan suhu 121 C.
Bakteri biakan murni yang diperoleh dari BLK kembali dibiakkan pada
agar BHI pada cawan petri dan dilakukan konIirmasi tidak adanya
kontaminasi spesies lain, selanjutnya diinkubasi. Sampel bakteri yang akan
digunakan diidentiIikasi terlebih dahulu menggunakan Computeri:ed
Bacterial Identification VITEK. Alat ini bekerja mengindetiIikasi spesimen
bakteri melalui reaksi turbiditas dan biokimia. Spesimen bakteri yang sudah
disuspensikan dengan derajat kekeruhan 0.5 standar McFarland dimasukkan
dalam kaset berisi media biokimia yang terhubung dengan alat VITEK.
Suspensi bakteri kemudian diinkubasi selama enam jam. Enzim dan asam
amino yang terdapat pada bakteri akan terbaca oleh alat VITEK kemudian
data identiIikasi bakteri akan tecetak secara otomatis. Bakteri yang telah
dibuktikan sebagai S.sanguinis dimasukkan ke dalam kaldu BHI dan
ditumbuhkan lagi sesuai dengan prosedur yang memenuhi Standar Brown III.
3.Uji hidroIobisitas
Pengamatan hidroIobisitas dilaksanakan di Laboratorium Riset FKG UGM
berdasarkan modiIikasi prosedur penelitian Razak dkk (2006). Setiap subyek
diamati dengan cara visual-kualitatiI menggunakan spektroIotometer
ultraviolet (UV 1800, Shimadzu Corp). Satu mililiter suspensi bakteri diukur
absorbansinya pada panjang gelombang 600 nm. Jika absorbansi yang
dihasilkan adalah 0.6 maka suspense bakteri tersebut telah memenuhi jumlah

bakteri yang setara dengan 10


8
CFU. Suspensi bakteri ini kemudian digunakan
untuk uji selanjutnya.
Lima buah tabung reaksi steril diisi dengan larutan kontrol positiI, larutan
kontrol negatiI, dan larutan uji dengan tiga macam konsentrasi. Pada tabung
larutan kontrol negatiI diisikan !ropilen glikol sedangkan tabung larutan
kontrol positiI berisi 1 ml chlorhexidine 0.2. Tabung larutan uji berisi 1 ml
minyak atsiri C.citratus dengan masing-masing konsentrasi 0.5 , 1 , 1.5.
Pada seluruh sampel ditambahkan 1 ml, suspense bakteri dikocok selama 1
menit dengan alat Vortex

mixer dan didiamkan selama 1 menit untuk


memberikan kesempatan terjadinya proses paparan bahan aktiI dari minyak
atsiri C.citratus atau chlorhexidine terhadap suspensi bakteri tanpa adanya
pengendapan.
Sesudah pengocokan, 2 ml dari setiap larutan diambil dan dimasukkan ke
dalam kuvet untuk diukur absorbansinya menggunakan spektroIotometer pada
panjang gelombang 550 nm. Pengamatan spektroIotometri yang pertama ini
dilakukan untuk mengetahui nilai A
t
, yaitu nilai absorbansi yang merupakan
persentase reduksi densitas optik terhadap suspensi sel bakteria total tanpa
adanya heksadekana (Koga dkk., 1990 dalam Razak dkk., 2006).
Setelah nilai A
t
dari setiap kuvet spektroIotometer diperoleh, larutan dari
dalam kuvet dikembalikan ke dalam tabung reaksi kemudian dua ratus
mikroliter heksadekana ditambahkan ke dalam setiap tabung. Tabung reaksi
kembali dikocok kuat dengan Vortex

mixer selama 1 menit dan kemudian


didiamkan selama 30 menit agar terjadi pemisahan Iasa air dan Iasa

hidrokarbon yang berupa endapan supernatant. Larutan bagian bawah yang


berupa Iasa air kemudian diambil sebanyak 2 ml dan dipindahkan ke dalam
kuvet dan absorbansi diukur pada panjang gelombang 550 nm. Dari hasil
pengukuran tersebut diperoleh nilai A
u
. Seluruh pengukuran absorbansi
menggunakan spektroIotometer diulang sebanyak tiga kali pada setiap
kelompok.
Pengukuran persentase adsorbsi sel bakteri pada pengamatan
spektroIotometri dilakukan dengan rumus :

x 100
A
b
persentase adsorbsi sel bakteri terhadap heksadekana
A
t
densitas optic relative terhadap suspensi sel bakteri total
tanpa adanya heksadekana.
A
u
absorbansi optic fase aquous terendah pada kelompok uji
yang telah mendapat tambahan heksadekana
(Razak dkk., 2006)
. Analisis Data
Seluruh data dianalisis dengan uji normalitas dan uji homogenitas variansi
dengan hasil yang tidak homogen. Hasil yang diperoleh kemudian dianalisis
dengan ANAVA pada u 0.5 kemudian dilakukan uji Kruskal Wallis dan Mann-
Whitney menggunakan S!SS 15.0 for Windows untuk menentukan kemaknaan
data yang diperoleh. Untuk menguji perbedaan eIek minyak atsiri antar
konsentrasi dan menentukan konsentrasi larutan C.citratus yang paling eIektiI
dilakukan Multiple Comparison Analysis (MCA) dengan metode Least Significant
Difference (LSD).


G. Diagram Alir Penelitian




















Gambar 3. Diagram alir penelitian


Uji HidroIobisitas
Kelompok kontrol positiI
(1 ml suspensi bakteri
1 ml chlorhexidine 0.2)
Penghitungan hidroIobisitas
Pengukuran absorbansi menggunakan spektoIotometer dengan 550 nm (At)
Isolasi dan pembiakan bakteri
S.sanguinis
Pembuatan minyak atsiri serai
Kelompok uji (1 ml
suspensi bakteri 1 ml
minyak atsiri C.citratus
0.5,1,1.5)
Kelompok kontrol
negatiI (1 ml suspensi
bakteri 1 ml akuades)

Inkubasi suhu kamar (25C) selama 1 menit


Penambahan 200 l heksadekana
Inkubasi suhu kamar (25C) selama 30 menit
Pembacaan absorbansi pada panjang gelombang 550 nm (At)
Analisis Data

BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A.Hasil Penelitian
Uji hidroIobisitas dengan pengukuran nilai persentase adsorbsi sel bakteri
terhadap heksadekana menggunakan alat spektroIotometer telah selesai dilakukan.
Hasil rerata dan standar deviasi nilai tersebut dirangkum dalam tabel II dan
dipertegas dalam Gambar II.
Tabel II. Rerata nilai dan simpangan baku uji hidrofobisitas
adsorbsi sel Ssanguinis pada kelompok kontrol dan
perlakuan

Kelompok ( ) SB ()
Kontrol PositiI

-9.285 6.854
Sub Konsentrasi 0.5 -0.250 0.892
Sub Konsentrasi 1 7.957 1,344
Sub Konsentrasi 1.5 4.884 1.516

Kontrol NegatiI -2.405 1.497








Dari Tabel II dapat diketahui semakin tinggi konsentrasi minyak atsiri


menunjukkan semakin rendah siIat hidroIobisitas bakteri kecuali pada konsentrasi
minyak atsiri Cymbopogon citratus 0.5 tidak sesuai dengan hipotesis awal
terhadap respon hidroIobisitas bakteri Streptococcus sanguis. Sementara minyak
atsiri Cymbopogon citratus konsentrasi 1 dan 1.5 menunjukkan pengurangan
siIat hidroIobisitas bakteri Streptococcus sanguinis sehingga semakin sedikit pula
bakteri yang melekat pada heksadekana. Dari Tabel II juga dapat diketahui adanya
simpangan baku yang terlalu besar pada kontrol positiI yang dapat diartikan
adanya perbedaan data yang terlalu jauh sehingga data menjadi bias dan tidak
dapat ditarik kesimpulan yang berhubungan dengan penelitian ini.
Dan pada kontrol positiI , negatiI , dan konsentrasi 0.5 didapatkan rerata
yang negatiI dikarenakan perbedaan data yang tidak signiIikan yang sehingga
membuat keseluruhan data menjadi bias. Yang mungkin dapat ditarik kesimpulan
hanya pada konsentrasi 1 dan 1.5.
Untuk mengetahui perbedaan nilai A
b
pada setiap kelompok maupun sub
kelompok perlakuan, dilakukan uji homogenitas dengan hasil tidak homogen,
sehingga dilanjutkan dengan tes Kruskal-Wallis (u 0.05) yang hasilnya
dirangkum pada Tabel III. Kemudian dilanjutkan dengan uji Mann-Whitney
(Tabel IV) guna mengetahui kebermaknaan antar konsentrasi maupun dengan
kelompok kontrol.


Tabel III. Hasil uji Kruskal-Wallis



Ranks

Group N Mean Rank
Hasil Kontrol PositiI 8 6.75
Konsentrasi 0.5 8 18.75
Konsentrasi 1 8 37.50
Konsentrasi 1.5 8 29.88
Kontrol NegatiI 8 12.13
Total 48


Tabel IV. Uji Mann-Whitney pengaruh respon paparan minyak atsiri
citratus antar sub kelompok perlakuan dan kontrol positif
serta kontrol negatif (p < 0,05)

Kelompok
perlakuan
Kontrol
positiI
Konsentrasi
0.5
Konsentrasi
1
Konsentrasi
1.5
Kontrol
negatiI
Kontrol
positiI
- - - - -
Konsentrasi
0.5
8.000 - - - -
Konsentrasi
1
0.000 0.000 - - -
Konsentrasi
1.5
0.000 0.000 3.000 - -
Kontrol
negatiI
9.000 6.000 0.000 0.000 -


Tabel IV menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang bermakna antara
kelompok kontrol dengan perlakuan, kecuali antara kelompok Kontrol PositiI dan
Konsentrasi 0.5, kelompok Kontrol PositiI dan Kontrol NegatiI, kelompok
konsentrasi 1 dan Konsentrasi 1,5, yang memiliki eIek setara dalam respon
siIat hidroIobisitas S.sanguinis.

B. Pembahasan

Hasil penelitian hidroIobisitas S.sanguinis terhadap paparan minyak atsiri
Cymbopogon citratus menunjukkan bahwa persentase adsorbsi S.sanguinis pada
permukaan heksadekana semakin menurun seiring dengan kenaikan konsentrasi
minyak atsiri (konsentrasi 1 dan 1.5) Cymbopogon citratus, kecuali pada
paparan minyak atsiri konsentrasi 0.5 tidak tidak bisa dinilai terhadap
mekanisme perlekatan S.sanguinis pada heksadekana. Hasil tidak sesuai dengan
penelitian Razak dkk (2006) yang menyatakan siIat hidroIobisitas bakteri dapat
dinilai secara kuantitatiI dengan mengukur nilai adsorbsi sel bakteri terhadap
heksadekana, perbedaan metode dalam pemakaian penggunaan C.citratus dalam
penelitian. Semakin besar nilai adsorsi sel bakteri pada heksadekana, semakin
hidroIobik siIat sel bakteri dan semakin kuat perlekatan bakteri pada permukaan.
Hasil penelitian respon hidroIobisitas bakteri S.sanguinis terhadap paparan
minyak atsiri C.citratus pada konsentrasi 1 dan 1.5 didapatkan respon yang
mengalami peningkatan dalam penurunan siIat hidroIobisitas S.sanguinis,
sementara pada konsentrasi 0.5 siIat hidroIobisitas S.sanguinis hampir tidak
terpengaruh. Hal tersebut diduga karena eIek minyak atsiri yang mudah menguap,
pada konsentrasi kecil pada saat pengenceran mengakibatkan bahan-bahan aktiI
yang terdapat pada minyak atsiri mengalami penguapan. Minyak atsiri C.citratus
memiliki bahan-bahan aktiI seperti saponin dan citral yang dapat menembus
membran sel dengan penetrasi sehingga menyebabkan kebocoran protein dan
enzim tertentu. Francis dkk (2002) menuturkan dalam penelitiannya bahwa

saponin bersiIat surIaktan sehingga dapat menembus pori-pori di lapisan membran


bakteri. SiIat surIaktan ini dapat digunakan untuk meningkatkan penetrasi
makromolekul seperti protein melalui membran sel. Citral merupakan senyawa
terpen yang aktiI sebagai antibakteri, antiIungi, dan antivirus (Cowan 1999).
Terjadi emulsi yang mengakibatkan adanya kekeruhan karena siIat larutan
heksadekana yaitu alkana yang teremulsi siIat dari pelarut kontrol positiI dan
propilen glikol 1 yang bersiIat surIaktan. (Cheng, 2008). Pada kontrol positiI
(Chlorhexidine gluconate 0.2) kandungannya

bersiIat surIaktan kuat yang
melarutkan heksadekana sehingga terjadi kekeruhan. Begitu pula pada kontrol
negatiI didapatkan hasil yang tidak sesuai dikarenakan propilen glikol 1 yang
digunakan sebagai kontrol negatiI mengandung surIaktan lemah yang melarutkan
heksadekana sehingga terjadi kekeruhan, tetapi tidak sekeruh pada kontrol positiI
karena perbedaan siIat surIaktan yang cukup signiIikan dilihat dari kekeruhan
yang dihasilkan sangat berbeda.
SurIaktan merupakan suatu molekul yang sekaligus memiliki gugus
hidroIilik dan gugus lipoIilik sehingga dapat mempersatukan campuran yang
terdiri dari air dan minyak. Molekul surIaktan memiliki bagian polar yang
hidroIilik dan bagian non polar yang lipoIilik. Bagian polar molekul surIaktan
dapat bermuatan positiI, negatiI atau netral. SiIat rangkap ini yang menyebabkan
surIaktan dapat diadsorbsi pada antar muka udara-air, minyak-air dan zat padat-
air, membentuk lapisan tunggal dimana gugus hidroIilik berada pada Iase air dan
rantai hidrokarbon ke udara, dalam kontak dengan zat padat ataupun terendam
dalam Iase minyak. Umumnya bagian non polar (lipoIilik) adalah merupakan

rantai alkil yang panjang, sementara bagian yang polar (hidroIilik) mengandung
gugus hidroksil (Jatmika, 1998).
Beberapa penelitian menemukan bahwa bakteri gram positiI lebih sensitiI
terhadap minyak atsiri daripada bakteri gram negatiI, yang mungkin dikarenakan
membran bakteri gram negatiI relatiI impermeable terhadap minyak atsiri. (Smith
dkk., 2001). Molekul-molekul seperti saponin, citral, dan Ilavonoid yang terdapat
pada minyak atsiri serai merupakan senyawa minor yang bersiIat antibakteri,
tetapi jika kesemuanya bercampur menjadi senyawa mayor menghasilkan siIat
antibakteri yang sinergis dan lebih besar (Burt, 2004 sit Dugo dan Mondello
2010).












BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A.Kesimpulan
Dari hasil penelitian mengenai siIat hidroIobisitas S.sanguinis terhadap
minyak atsiri Cymbopogon citratus, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Kemampuan hidroIobisitas S.sanguinis menurun setelah terkena paparan
minyak atsiri Cymbopogon citratus.
2. Minyak atsiri Cymbopogon citratus dengan konsentrasi 1.5 berdampak
lebih baik dalam penurunan siIat hidroIobisitas S.sanguinis.
3. Data menjadi bias dikarenakan pada kontrol positiI , kontrol negatiI , dan
konsentrasi 0.5 didapatkan hasil berupa data negatiI.
4. Hanya 2 konsentrasi yaitu konsentrasi 1 dan konsentrasi 1.5 yang dapat
ditarik kesimpulan.

B.Saran
1. Perlu dilakukan suatu penelitian yang bersiIat kualitatiI untuk mengetahui
respon hidroIobisitas bakter S.sanguinis yang terpapar oleh minyak atsiri
Cymbopogon citratus.
2. Perlu dilakukan suatu penelitian lanjutan mengenai mekanisme siIat
hidroIobisitas S.sanguinis secara Iisika dan biokimia yang terpapar oleh
minyak atsiri Cymbopogon citratus.

3. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai uji klinis minyak atsiri
Cymbopogon citratus, termasuk di antaranya uji Iarmakologi dan uji
toksikologi yang dapat mempersiapkan minyak atsiri Cymbopogon
citratus menjadi sediaan yang layak dan mudah dikonsumsi.

DATAR PUSTAKA

An YH, Friedman RJ. 2000. Handbook oI bacterial adhesion ; principles ,
methods and applications Humana Press Inc. New Jersey
Branen JG, Butters JR, Cowell ND, dan Lilly A. 1983. Food ngineering
Operations. London: Applied Science
Buck GA, Xu P, Wang YP, Macrina FL, Kitten T, dan Brown AC. 2007.
Streptococcus sanguis : Genome Sequencing Project.Virginia
commonwealth University diunduh pada
http://www.sanguinis.mic.vcu.edu/ diunduh pada 28/07/10
CauIield PW, Cutter, GR, Dasanayake AP. 1993. Initial acquisition oI mutans
streptococci by inIants: evidence Ior a discrete window oI inIectivity. J
Dent Res 72, 37-45
CauIield PW, Dasanayake AP, Y Li, Y Pan, J Hsu, dan Hardin JM. 2000. Natural history
oI Streptococcus sanguinis in the oral cavity oI inIants: evidence Ior a discrete
window oI inIectivity. InIect. Immun. 684018-4023.
Characklis WG. 1990. BioIilm Processes. In W.G Characklis dan K.G. Marshall
(eds). BioIilm. P . 195-232. Jhon Wiley. New York.
Cruz MES. 2002. Allelopathic eIIect oI Cymbopogan citratus and Artemisia
absinthium on seeds oI Bidens pilosa, Acta Horticulturae 569, 229-233
Cowan M.M . 1999. Clinical Microbiology Reviews. American Society Ior
Microbiology. p: 564-582 vol 12 no 4

Cowell BA, Willcox MDP, Herbert B, dan Schneider P. 1999. EIIect oI nutrient
limitation on adhesion characteristics oI Pseudomonas aeruginosa. J.oI.
Appl. Microbiol:86:944-954
Denyer SP, Hanlon GW, dan Davies MC. 1993. Mechanism oI microbial
adherence. Di dalam: Denyer SP., Gorman SP. dan Sussman M. (eds)
BioIilms : Iormation and control, p. 13-27. Blackwell Sci. Publ. OxIord
Dewanti-Hariyadi, Jenie BSL, dan Nuraida L. 1997. Mempelajari mekanisme
ketahanan bioIilm teradap desinIektan. Laporan Akhir Penelitian Ilmu
Pengetahuan Dasar. IPB. Bogor
Dewanti R. 1995. Studies on bioIilm Iormation by Escherichia coli O157:H7.
Ph.D. Dissertation. University oI Wisconsin. Madison.
Douglas CW, Heath J, Hampton KK, dan Preston FE. 1993. Identity oI viridians
streptococci isolated Irom cases oI inIective endocarditis. J.Med. Microbiol 39,
179-182
Dugo Giovanni, Mondello Luigi. 2010. Citrus Oil : Composition, Advanced
Analytical Techniques, Contaminants, and Biological Activity. Vol 49
CRC Press.
Ervin Weiss, Mel Rosenberg, Herbert Judes dan Eugene Rosenberg. 2005. Cell-
surIace hydrophobicity oI adherent oral bacteria Springer New York Vol 7
125-128
Fattom A, dan Shilo M. 1984. Hydrophobicity as an adhesion mechanism oI
benthic Cyanobacteria. Appl.Environ. Microbiol. 47(1):135-143.
Finlay BB, dan Falkow S. 1997. Common themes in microbial pathogenicity
revisted. Microbiology and molecular biology reviews. P; 136-169.

Fletcher M, dan Loeb GI. 1979. InIluence oI substratum characteristics on the


attachment oI a marine !seudomonad to solid surIaces Appl. Env.
Mircobiol. 37;67-72
Folorunso AE, Oyetunji OA. 2007 Comparative Foliar Epidermal Studies in
Cymbopogon Citratus (SapI.) and Cymbopogon giganteus (Hochst.) Chiov
in Nigeria Not. Bot. Hort. Agrobot. Cluj ,2007 Volume 35 Issue
Francis, G., Kerem, Z., Makkar ,H.P.S., and Becker, K. 2002 . The Biological
Action of Saponins in Animal Systems : A Review, Brit. J. Nutrition, 88:
587-605.
Friedman M, Henika PR, Mandrell RE. 2002. Baktericidal activities oI plant
essential oils and some oI their isolated constituents against
Campylobacter fefuni, scherichia coli, Listeri monocytogenes and
Salmonella enterica. J. food prot. 65: 2513-2516.
Hall III CA, Cuppett SL. 1997. Structureactivities of natural antioxidants.
Didalam: Aruoma OI, Cuppett SL, editor. Antioxidan Metodology. in vivo
and invitro concepts. Champaigh Illinois: AOCS press.
Hammer KA, Carson CF, Riley TV. 1999. Antimicrobial Activity of ssential Oils
and Other !lant xtracts. J. Appl Microbiol 86 (6) : 985-990
Heinrich Melcher dan M Ahkam Subroto. 2008 Gempur penyakit dengan minyak
herbal penerbit Agromedia.
Helke DM, Somers EB, dan Wong ACL. 1993. Attachment oI Listeria
monocytogenes and Salmonella typhimurium to stainless steel and buna-n
in the presence oI milk and individual milk component. J.Food. Prot.
56:479-484
Hutchinson J, Dalziel JM. 1972, Flora oI West Tropical AIrica, Vol. III, Part. 2,
WhteIriars Press, Revised by Crown Agents, London, 459-461

Ikan R. 1991. Natural !roducts. A laboratory guide. CaliIornia: Academic Press


Inouye S, Takizawa T. Yamaguchi H. 2001. Antibacterial Activity of ssential
Oils and their Mafor Constituents Againts Respiratory Track !athogens by
Gaseuous Contact. Journal oI Antimicrobial Chemotherapy ; 47 : 565-573.

Jatmika, A., 1998, Aplikasi Enzim Lipase Dalam Pengolahan Minyak Sawit dan
Minyak Inti Sawit Untuk Produk Pangan, Warta PPKS, 6(1):31-37.
JeIIerson KK. 2004 . What drives bacteria to produce a bioIilm? FEMS microbial
Letters 236 (2004) 163173
Jones GW, Isaacson RE. 1983 Proteinaceous bacterial adhesins and their receptors
Crit Rev Microbiol. 10 (3) :229-60.
Katewa SS, Jain A, Chaudhary BL. 2003 . Antibacterial Activity of ssential Oils of Some
Aromatic Grasses. Journal oI Tropical Medicinal Plants 4 (1) : 15-20
Kolenbrander PE, dan London J. 1993. Adhere today, here tomorrow: oral bacterial
adherence. J. Bacteriol. 1753247-3252
Lee Sean. 2009 BREATH : Causes, Diagnosis and Treatment oI Oral Malodor
CaliIornia
Leung AY, Foster S. 1996. 'Encyclopedia oI Common Natural Ingredients ued in
Food Drugs & Cosmetics 2
nd
edn. John Wiley & Sons Inc.
Loesche WJ, Rowan J. StraIIon LH, dan Loos PJ. 1975. Association oI Streptococcus
mutants with human dendal decay.InIect,Immun. 11, 1252-1260
Madilyn Fletcher. 1996 BACTERIAL ADHESION Molecular and Ecological
Diversity WileyLiss, Inc New York
Mayaud L, Carricajo A, Zhiri A, Aubert G. 2008. Comparison oI Bacteriostatic
and Bactericidal Activity oI 13 Essential Oils Against Strains with
Varying Sensitivity to Antibiotics. Let Appl Microbiol 47(3) : 167-73.

http://www.ncbi.nlm.nih.gov (diunduh 26 , September 2010).


Naidu AS., Bidlack WR., Crecelius, AT. 2000. Flavonoids. Di dalam: Naidu AS.
Editor. Natural food antimicrobial systemsi. New York: CRC Press
Itzhak O, Hasty D, dan Doyle J. 2003 Bacterial adhesion to animal cells and
tissues ASM ress American Society Ior Microbiology Washington.
Ohno T, Kita M, Yamaoka Y, Imamura S, Yamamoto T, MitsuIuju S, Kodama T,
Kashima K., dan Imanishi J. 2003 . 'Antimicrobial activity oI essential
oils against Helicobacter pylori. Helicobacter ,8(3): 207-215
Oleszek WA. 2000. Saponins. Di dalam. Naidu AS, Editor. Natural food
antimicrobial system. New York: CRC Press
Onawunmi GO, Yisak W, Ogunlana EO. 1984. Antibacterial Constituents in the
Essential Oil oI Cymbopogon citratus (DC.) StapI. J thnopharm ; 12 :
279-286. http://journals.cambridge.org (diunduh 20 November 2010).
Paulson S. 1999 Topical Antimicrobial Testing and Evaluation New York
Pelczar MJ. Chan Jr. 1986. Dasar-dasar Mikrobiologi. Volume ke-1, 2.
Hadioetomo RS, Imas T, Tjitrosomo SS, Angka SL, penerjemah; Jakarta:
UI Press. Terjemahan dari: lement of Microbiology.
Perez PF., Minnard Y., Disalvo EA, dan De Antoni GL. 1998. SurIaces properties
oI BiIidobacterial strains oI human origin. Appl. Env. Microbiol. 64(1):21-
26
Prijantojo. 1996, Peranan Chlorhexidine terhadap Kelainan Gigi dan Rongga
Mulut, Cermin Dunia Kedokteran, 113 : 33-37
Rajendran dan Sivapathasaundharam. 2009 ShaIer`s Textbook oI Oral Pathology 6
th

edition Elsevier India
Razak FA, Othman RY, dan Haji Abd Rahim Z. 2006, The EIIect oI Piper betle
and !sidium guafava Extracts on the Cell-SurIace Hydrophobicity oI
Selecter Early Settelrs oI Dental Plaque, J.Oral Sci., 48(2): 71-75

Rosenbach Friedr. 1884 Mikro-organismen bei den Wund-InIections-Krankheiten


des Menchen. Wiesbaden
Rosenberg M. 1981. Bacterial adherence to polystyrene: a replica method oI
screening Ior bacterial hydrophobicity. Appl. Env. Mircrobiol. 42(2): 375-
377
Satou J, Fukunaga A, Satou N, dkk. 1988: Streptococcal adherence on various
restorative materials. J Dent Res 67:588-91
Satou J, Fukunaga A, Morikawa A, dkk. 1991: Streptococcal adherence to
uncoated and saliva-coated restoratives. JOral Rehabil 18:421-9,
Socransky, S. S., A. D. Manganiello, D. Propas, V. Oram, and J. van Houte.
1977. Bacteriological studies oI developing supragingival dental plaque. J.
Periodontal Res. 1290-106
Schnaubelt K. 1998. Advanced Aromatherapy. Canada: Healing Arts Press.
Smith-Palmer, A., Stewart, J. & FyIe, L. 2001. The potential application of plant
essential oils as natural food preservatives in soft cheese. Food Microbiol
18, 463470.
Socransky SS, HaIIajee AD, Dzink JL, dan Hillman JD. 1988. Associations between
microbial species in subgingival plaque samples. Oral Microbiol.Immunol 3, 1-7
Sumawinata Narla. 2003 Senarai istilah kedokteran gigi EGC Jakarta
Suwanto A, and Fardiaz S. 1983. Studies on antibacterial activities oI turmeric
powder (Curcuma domestica Val.). Undergraduate thesis, IPB, Bogor
Svanborg C, Agace W, Hedges S, dkk. 1993: Bacterial adherence and epithelial
cell cytokine production Zentralbl Bakteriol 278: 359-64
Syah ANA. 2006. Taklukan penyakit dengan teh hijau PT Agromedia pustaka
Depok

Syamsuhidayat SS, Hutapea JR. 1991. Inventaris tanaman obat Indonesia, Jilid 1.
Jakarta: Departemen Kesehatan RI,Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan.
Tassou, C.C., Koutsoumanis, K., Nychas, G.-J.E. .2000. Inhibition of Salmonella
enteritidis and Staphylococccus aureus in nutrient broth by mint essential
oil. Food Research International 33 273280.
Truper dan De Clari, International Journal oI Systematic Bacteriology 47: 908-
909 |1997| dan 48: 615 |1998|
Todar K. 2001. Growth oI bacterial population. http://www.textbookoI
bacteriology.net/.|28 July 2010|
Wijayakusuma HMH. 2001. Tumbuhan berkhasiat obat Indonesia. rempah,
rimpang, dan umbi. Jakarta: Milenia popular.
Wijayakusuma Hembing. 2006 Atasi Rematik dan Asam Urat Ala Hembing
Jakarta Puspa Swara
Wu H, Zeng M, Fives-Taylor P. 2006 Streptococcal genetics American Society
For Microbiology S4:3 A Glucosyl TransIerase and Accessory Secretion
Proteinsecy 2 Are DiIIerentially Involved in FAP1 Glycosylation And
FAP1-Mediated BioIilm Fromation oI Streptococcus arasanguis
Vatanyoopaisarn S, Nozli A, Dodd CER, Rees CED, dan Waites WM. 2000.
EIIect oI Ilagella on initial attachment oI Listeria monocytogenes to
stainless steel. Appl.Env.Microbiol. 66(2):860-863
Vincent A, Fischetti. 2006. Gram-positive pathogens American Society Ior
Microbiology 2006 Washington
Zobell CE. 1943 : The eIIect oI solid surIace upon bacterial activity J:Bacteriol
46-39-56

Anda mungkin juga menyukai