Anda di halaman 1dari 65

I.

INSOMNIA
Tidur merupakan kebutuhan dasar manusia yang bersifat fisiologis,
atau kebutuhan paling dasar atau paling bawah dari piramida kebutuhan
dasar. Kesempatan untuk istirahat dan tidur sama pentingnya dengan
kebutuhan makan, aktivitas maupun kebutuhan dasar lainnya. Setiap
individu membutuhkan istirahat dan tidur untuk memulihkan kembali
kesehatannya.
Keteraturan dan lamanya tidur dari masing-masing orang seperti
juga halnya dengan masa sakit, maka tidur merupakan persoalan yang
bersifat pribadi. Ada orang yang memerlukan lebih banyak tidur
dibandingkan yang lain. Ada orang yang mudah tidur dan yang sulit tidur,
ada tidur yang tidak tenang dengan tidur yang dengan tenang. Kebiasaan-
kebiasaan agaknya memegang peranan dalam pola-pola tidur dan tidur
akan lebih mudah jika kebiasaan-kebiasaan itu tetap diikuti Permasalahan
permasalahan di atas disebut dengan gangguan tidur.
a. KIasifikasi
nternasional Classification of Sleep Disorders
1. Dissomnia
Gangguan tidur intrisik
Narkolepsi, gerakan anggota gerak periodik, sindroma kaki gelisah,
bstruksi saluran nafas, hipoventilasi, post traumatik kepala, tidur
berlebihan (hipersomnia), idiopatik.
Gangguan tidur ekstrisik
Tidur yang tidak sehat, lingkungan, perubahan posisi tidur, toksik,
ketergantungan alkohol, obat hipnotik atau stimulant
Gangguan tidur irama sirkadian
Jet-lag sindroma, perubahan jadwal kerja, sindroma fase terlambat
tidur, sindroma fase tidur belum waktunya, bangun tidur tidak teratur, tidak
tidur selama 24 jam.


2. Parasomnia
Gangguan aurosal
Gangguan tidur berjalan, gangguan tidur teror, aurosal konfusional
Gangguan antara bangun-tidur
Gerak tiba-tiba, tidur berbicara,kramkaki, gangguan gerak berirama
Berhubungan dengan fase REM
Gangguan mimpi buruk, gangguan tingkah laku, gangguan sinus arrest
Parasomnia lain-lainnya
Bruxism (otot rahang mengeram), mengompol, sukar menelan, distonia
parosismal
3. Gangguan tidur berhubungan dengan gangguan kesehatan/psikiatri
Gangguan mental
Psikosis, anxietas, gangguan afektif, panik (nyeri hebat), alkohol
Berhubungan dengan kondisi kesehatan
Penyakit degeneratif (demensia, parkinson, multiple sklerosis), epilepsi,
status epilepsi, nyeri kepala, Huntington, post traumatik kepala, stroke,
Gillesde-la tourette sindroma.
Berhubungan dengan kondisi kesehatan
Penyakit asma,penyakit jantung, ulkus peptikus, sindroma fibrositis,
refluksgastrointestinal, penyakit paru kronik (PPOK)
4. Gangguan tidur yang tidak terklassifikasi
1. Dismonia
Adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami kesukaran
menjadi jatuh tidur (failling as sleep), mengalami gangguan selama tidur
(difficulty in staying as sleep), bangun terlalu dini atau kombinasi
daintaranya.
A. Gangguan tidur spesifik
Narkolepsi
Ditandai oleh serangan mendadak tidur yang tidak dapat dihindari pada
siang hari, biasanya hanya berlangsung 10-20 menit atau selalu kurang
dari 1 jam, setelah itu pasien akan segar kembali dan terulang kembali 2-
3 jam berikutnya. Gambaran tidurnya menunjukkan penurunan fase REM
30-70%. Pada serangan tidur dimulai dengan fase REM.
Berbagai bentuk narkolepsi:
- Narkolepsi kataplesia, adalah kehilangan tonus otot yang sementara baik
sebagian atau seluruh otot tubuh seperti jaw drop, head drop -
Hypnagogic halusinasi auditorik/visual adalah halusinasi pada saat jatuh
tidur sehingga pasien dalam keadaan jaga, kemudian ke kerangka pikiran
normal.
- Sleep paralis adalah otot volunter mengalami paralis pada saat masuk
tidur sehingga pasien sadar ia tidak mampu menggerakkan ototnya.
Gangguan ini merupakan kelainan heriditer, kelainannya terletak pada
lokus kromoson 6 didapatkan pada orang-orang Caucasian white dengan
populasi lebih dari 90%, sedangkan pada bangsa Jepang 20-25%, dan
bangsa srael 1:500.000. Tidak ada perbedaan antara jenis kelamin laki
dan wanita. Kelainan ini diduga terletak antara batang otak bagian atas
dan kronik pada malam harinya serta tidak rstorasi seperti terputusnya
fase REM
Gangguan gerakan anggota gerak badan secara periodik (periodik
limb movement disorders)/mioklonus nortuknal
Ditandai adanya gerakan anggota gerak badan secara streotipik,
berulang selama tidur. Paling sering terjadi pada anggota gerak kaki baik
satu atau kedua kaki. Bentuknya berupa sktensi ibu jari kaki dan fleksi
sebagian pada sendi lutut dan tumit. Gerak itu berlangsung antara 0,5-5
detik, berulang dalam waktu 20-60 detik atau mungkin berlangsung
terusmenerus dalam beberapa menit atau jam. Bentuk tonik lebih sering
dari pada mioklonus.Sering timbul pada fase NREM atau saat onset tidur
sehingga menyebabkan gangguan tidur kronik yang terputus. Lesi pada
pusat kontrol pacemaker batang otak. nsidensi 5% dari orang normal
antara usia 30-50 tahun dan 29% pada usia lebih dari 50 tahun. Berat
ringan gangguan ini sangat tergantung dari jumlah gerakan yang terjadi
selama tidur, bila 5-25 gerakan/jam: ringan, 25-50 gerakan/jam: sedang,
danlebih dari 50 kali/jam : berat. Didapatkan pada penyakit seperti
mielopati kronik, neuropati, gangguan ginjal kronik, PPOK, rhematoid
arteritis, sleep apnea, ketergantungan obat, anemia.
B. Gangguan tidur irama sirkadian
Sleep wake schedule disorders (gangguan jadwal tidur) yaitu
gangguan dimana penderita tidak dapat tidur dan bangun pada waktu
yang dikehendaki,walaupun jumlah tidurnya tatap. Gangguan ini sangat
berhubungan dengan irama tidur sirkadian normal.
Bagian-bagian yang berfungsi dalam pengaturan sirkadian antara lain
temperatur badan,plasma darah, urine, fungsi ginjal dan psikologi. Dalam
keadan normal fungsi irama sirkadian mengatur siklus biologi irama
tidurbangun, dimana sepertiga waktu untuk tidur dan dua pertiga untuk
bangun/aktivitas. Siklus irama sirkadian ini dapat mengalami gangguan,
apabila irama tersebut mengalami peregseran. Menurut beberapa
penelitian terjadi pergeseran irama sirkadian antara onset waktu tidur
reguler dengan waktu tidur yang irreguler (bringing irama sirkadian).
Perubahan yang jelas secara organik yang mengalami gangguan irama
sirkadian adalah tumor pineal. Gangguan irama sirkadian dapat
dikategorikan dua bagian:
1. Sementara (acut work shift, Jet lag)
2. Menetap (shift worker)
Keduanya dapat mengganggu irama tidur sirkadian sehingga terjadi
perubahan pemendekan waktu onset tidur dan perubahan pada fase REM
Berbagai macam gangguan tidur gangguan irama sirkadian
adalah sebagai berikut:
1. Tipe fase tidur terlambat (delayed sleep phase type) yaitu ditandai
oleh waktu tidur dan terjaga lebih lambat yang diinginkan. Gangguan ini
sering ditemukan dewasa muda, anak sekolah atau pekerja sosial.
Orangorang tersebut sering tertidur (kesulitan jatuh tidur) dan mengantuk
pada siang hari (insomnia sekunder).
2. Tipe Jet lag ialah menangantuk dan terjaga pada waktu yang tidak tepat
menurut jam setempat, hal ini terjadi setelah berpergian melewati lebih
dari satu zone waktu. Gambaran tidur menunjukkan sleep latensnya
panjang dengan tidur yang terputus-putus.
3. Tipe pergeseran kerja (shift work type). Pergeseran kerja terjadi pada
orang tg secara teratur dan cepat mengubah jadwal kerja sehingga
akan mempengaruhi jadwal tidur. Gejala ini sering timbul bersama-sama
dengan gangguan somatik seperti ulkus peptikum. Gambarannya berupa
pola irreguler atau mungkin pola tidur normal dengan onset tidur fase
REM.
4. Tipe fase terlalu cepat tidur (advanced sleep phase syndrome).
Tipe ini sangat jarang, lebih sering ditemukan pada pasien usia
lanjut,dimana onset tidur pada pukul 6-8 malam dan terbangun antara
pukul 1-3 pagi. Walaupun pasien ini merasa cukup ubtuk waktu tidurnya.
Gambaran tidur tampak normal tetapi penempatan jadwal irama tidur
sirkadian yang tdk sesuai.
5. Tipe bangun-tidur beraturan
6. Tipe tidak tidur-bangun dalam 24 jam.
-. FisioIogi Tidur
Fisiologi tidur dapat diterangkan melalui gambaran aktivitas sel-sel otak
selama tidur. Aktivitas tersebut dapat direkam dalam alat EEG. Untuk
merekam tidur, cara yang dipakai adalah dengan EEG Polygraphy.
Dengan cara ini kita tidak saja merekam gambaran aktivitas sel otak
(EEG), tetapi juga merekam gerak bola mata (EOG) dan tonus otot
(EMG). Untuk EEG, elektroda hanya ditempatkan pada dua daerah saja,
yakni daerah frontosentral dan oksipital. Gelombang Alfa paling jelas
terlihat di daerah frontal. dapatkan 4 jenis gelombang, yaitu:
Gelombang Alfa, dengan frekuensi 8 - 12 Hz, dan amplitudo gelombang
antara 10 - 15 mV. Gambaran gelombang alfa yang terjelas didapat pada
daerah oksipital atau parietal. Pada keadaan mata tertutup dan relaks,
gelombang Alfa akan muncul, dan akan menghilang sesaat kita membuka
mata. Pada keadaan mengantuk (drowsy) didapatkan gambaran yang
jelas yaitu kumpar kumparan tidur yang berupa gambaran waxing dan
gelombang Alfa.
Gelombang Beta, dengan frekuensi 14 Hz atau lebih, dan amplitudo
gelombang kecil, rata-rata 25 mV. Gambaran gelombang Beta yang
terjelas didapat pada daerah frontal. Gelombang ini merupakan
gelombang dominan pada keadaan jaga terutama bila mata terbuka. Pada
keadaan tidur REM juga muncul gelombang Beta.
Gelombang Teta, dengan frekuensi antara 4 - 7 Hz, dengan amplitudo
gelombang bervariasi dan lokalisasi juga bervariasi.Gelombang Teta
dengan amplitudo rendah tampak pada keadaan jaga pada anak-anak
sampai usia 25 tahun dan usia lanjut di atas 60 tahun. Pada keadaan
normal orang dewasa, gelombang teta muncul pada keadaan tidur
(stadium 1, 2, 3, 4).
Gelombang Delta, dengan frekuensi antara 0 - 3 Hz, dengan amplitudo
serta lokalisasi bervariasi. Pada keadaan normal, gelombang Delta
muncul pada keadaan tidur (stadium 2, 3, 4). Dengan demikian stadium-
stadium tidur ditentukan oleh persentase dan keempat gelombang ini
dalam proporsi tertentu. Selain itu juga ditunjang oleh gambaran dari EOG
dan EMG nya.
.. Stadium Tidur
1. Stadium Jaga (Stadium W = wake)
EEG : Pada keadaan relaks, mata tertutup, gambaran didominasi oleh
gelombang Alfa. Tidak ditemukan adanya Kumparan Tidur dan Kompleks
K.
EOG : Biasanya gerakan mata berkurang. Kadang-kadang terdapat
artefak yang disebabkan oleh gerakan kelopak mata.
EMG: Kadang-kadang tonus otot meninggi.



2. Stadium 1
EEG: Biasanya terdiri dari gelombang campuran Alfa, Beta dan kadang-
kadang Teta. Tidak terlihat adanya Kumparan Tidur, Kompleks K atau
gelombang Delta.
EOG : Tak terlihat aktifitas bola mata yang cepat.
EMG Tonus otot menurun dibandingkan dengan pada Stadium W.
3. Stadium 2
EEG: Biasanya terdiri dan gelombang campuran Alfa, Teta dan
Delta.Terlihat adanya Kumparan Tidur dan Kompleks K (Kompleks K :
gelombang negatif yang diikuti oleh gelombang positif, berlangsung kira-
kira 0,5 detik, biasanya diikuti oleh gelombang cepat 12 - 14 Hz).
Persentase gelombang Delta dengan amplitudo di atas 75 mV kurang dari
20%.
EOG : Tak terdapat aktivitas bola mata yang cepat.
EMG : Kadang-kadang terlihat peningkatan tonus otot secara tiba-tiba,
menunjukkan bahwa otot-otot tonik belum seluruhnya dalam keadaan
relaks.
4. Stadium 3
EEG : Persentase gelombang Delta berada antara 20 - 50%. Tampak
Kumparan Tidur.
EOO : Tak tampak aktivitas bola mata yang cepat.
EMG : Gambaran tonus otot yang lebih jelas dari stadium 2.
5. Stadium 4
EEG : Persentase gelombang Delta mencapai lebih dari 50%. Tampak
Kumparan Tidur.
EOG : Tak tampak aktivitas bola mata yang cepat
EMG : Tonus otot menurun dari pada stadium sebelumnya.
6. Stadium REM
EEG : Terlihat gelombang campuran Alfa, Beta dan Teta. Tak tampak
gelombang Delta., Kumparan Tidur maupun Kompleks K.
EOG : Terlihat gambaran REM (Rapid Eye Movement) yang khas.
EMG : Tonus otot sangat rendah. (lain-lain : frekuensi nadi tinggi, ereksi
pada laki-laki).
Tabel 1 : Gambaran EEG, EOG dan EMG pada stadium-stadium tidur.

EEG EOG EMG
Stadium W A, B -
Stadium 1 A, B, T -
Stadium 2 D<20% -
Stadium 3 D = 20-50% -
Stadium 4 D>50% -
REM
(Paradoxical Sleep) A,B,T + - +
Tidur ringan : stadium 1 dan 2
Tidur dalam : stadium 3 dan 4
Mimpi : stadium REM
A : gelombang Alfa ; B : gelombang Beta
D : gelombang Delta ; T : gelombang Teta
Yang kita sebut sebagai tidur ringan adalah bila individu mencapai
stadium 1 dan 2. Sedangkan tidur dalam tercapai bila individu telah masuk
ke dalam stadium 3 dan 4.
Stadium REM, ternyata merupakan suatu dimensi tersendiri. Dan
dalamnya tidur, a dapat dikatakan sebagai tidur yang dalam. tetapi dari
bentuk gelombang yang terekam, a mempunyai gambaran tidur yang
ringan. Karena itu stadium ini juga
disebut sebagai paradoxical sleep. Pada stadium REM ini juga dijumpai
adanya denyut nadi yang bertambah dan ereksi penis pada laki-laki,
walaupun tonus di bagian lain dan tubuh meunjukkan relaksasi yang
dalam. Pada stadium REM ini, dapat dipastikan bahwa individu
mengalami peristiwa mimpi dengan intensitas yang tinggi, sehingga
seolah-olah apa yang dimimpikan itu merupakan suatu yang riil yang
dapat dirasakan pula oleh sistim panca indera kita. Seringkali begitu tinggi
intensitas mimpi atau panca indera kita terangsang sehingga kita
terbangun dan langsung berbuat sesuatu yang sebenarnya terjadi pada
impian kita. Misalnya angsung bangun dan membuka pintu, karena dalam
mimpi kita mengalami ada suara ketokan di pintu.

Dari gambaran EEG, EOG dan EMG sepanjang malam seorang dewasa
normal, dapat dibuat sebuah hipnogram yang melukiskan kualitas dan
kuantitas tidur orang tersebut. Pada kondisi normal, seorang dewasa
memasuki stadium 1 dan 2 dengan
cepat dan mempunyai stadium tidur dalam (stadium 3 dan 4) yang
berkisar antara 70 - 100 menit. Setelah itu timbullah stadium REM yang
gambaran EEG nya mirip dengan stadium tidur yang dangkal. Kejadian
atau siklus ini berulang dengan interval waktu 90 menit. Semakin
mendekat ke pagi hari, tidur yang dalam semakin berkurang dan tidur
REM semakin bertambah. Dalam kondsi normal, terjadi 4 6 kali periode
tidur REM. Secara keseluruhan periode tidur REM meliputi 25% dari
keseluruhan tidur. Pola hipnogram ini dipengaruhi oleh usia. Pada anak-
anak, stadium 3 dan 4 meliputi jumlah yang lebih besar dari pada dewasa
normal, dan makin berkurang lagi pada usia lanjut.(2)
Tidur dapat dibedakan menjadi Rapid Eye Movement (REM) dan Non-
Rapid Eye Movement (NREM). Stadium tidur dimulai dengan tidur NREM
setelah itu diikuti oleh tidur REM. Tidur REM disebut juga dengan tidur
paradoks karena gambaran EEG pada stadium ini sama dengan keadaan
jaga. Tidur REM juga diidentikkan dengan mimpi. Sedangkan tidur NREM
disebut juga tidur ortodoks karena terjadi penurunan aktivitas sel-sel otak
pada gambaran EEG.
Penjelasan stadium tidur adalah sebagai berikut:
1. Stadium 0, stadium ini terjadi ketika masih bangun tetapi mata tertutup.
Pada EEG akan terlihat gelombang alfa voltase rendah. Aktivitas alfa
menurun dan digantikan oleh gelombang alfa campuran seiring dengan
meningkatnya rasa kantuk. Biasanya gerakan mata berkurang dan tonus
otot meninggi.
2. Stadium 1 NREM, disebut onset tidur. Terjadi penurunan aktivitas
gelombang alfa serta predominan gelombang beta dan teta. Tak terlihat
aktivitas gerakan mata, tonus otot melemah dibandingkan dengan stadium
0. Seseorang akan mudah terbangun pada stadium ini.
3. Stadium 2 NREM, ditandai dengan munculnya kumparan tidur (sleep
spindle), kompleks K, dan predominan gelombang teta. Kumparan tidur
adalah gelombang ritmik pendek dengan frekuensi 12-14 siklus per detik.
Sedangkan kompleks K adalah gelombang tajam, negatif, amplitudo
tinggi, diikuti gelombang positif yang lebih lambat. Bola mata berhenti
bergerak dan tonus otot masih menurun. Stadium 1 dan 2 disebut tidur
dangkal.
4. Stadium 3 NREM, masih ditemukan sleep spindle dan gelombang delta
yang lebih dari 20% tapi tidak melebihi 50%.
5. Stadium 4 NREM, gambaran EEG didominasi oleh gelombang delta
yang melebihi 50% dan ditemukan sleep spindle. Stadium 3 dan 4 juga
dikenal dengan nama tidur dalam, atau delta sleep, atau Slow Wave Sleep
(SWS).
6. Stadium REM, tidak dibagi dalam stadium-stadium seperti pada tidur
NREM, tetapi dibagi menjadi komponen tonic (persisten) dan phasic
(intermiten). Komponen tonic meliputi aktivitas EEG yang sama dengan
stadium 1 NREM, peningkatan aktivitas gelombang teta, serta atoni otot
secara menyeluruh kecuali otot ekstraokuler dan diafragma. Sedangkan
komponen phasic adalah gerakan mata cepat yang ireguler dan sentakan
otot.
Pada orang normal, presentase tidur REM adalah 25% sedangkan tidur
NREM adalah 75% yang terdiri dari 5% stadium 1, 45% stadium 2, 12%
stadium 3, dan 13% stadium 4. Dalam semalam, terjadi 4-6 siklus REM-
NREM. Menjelang pagi hari tidur REM akan bertambah, sedangkan tidur
NREM Berkurang

Gambar stadium tidur normal
Seperti yang disebutkan di atas, ARAS adalah sistem yang menjaga
kesadaran. Neurotransmiter yang berperan dalam sistem ini antara lain :
asetilkolin, dopamin, serotonin, dan norepinefrin. Sel-sel yang
menghasilkan asetilkolin terdapat pada lateral dorsal tegmental (LDT) dan
pedunculopontine tegmental (PPT). Level asetilkolin meningkat dalam
keadaan jaga dan saat tidur REM. Neurotransmiter lain yang
bertanggungjawab atas keadaan jaga adalah dopamin. Pelepasan
neurotransmiter yang dihasilkan oleh substansia nigra ini meningkatkan
kesadaran dan kewaspadaan secara signifikan.13 Serotonin dihasilkan
oleh nucleus raphe. Sel serotonergic teraktivasi dalam keadaan jaga,
menurun selama tidur NREM stadium 3 dan 4 / SWS, berhenti saat tidur
REM, dan perlahan-lahan akan meningkat setelah tidur REM.
Jika nukleus raphe dirusak maka dapat mengakibatkan keadaan tidak
tidur atau berkurangnya waktu tidur. Sel penghasil norepinefrin pada locus
coeruleus menghentikan aktivitasnya selama tidur REM, dan meningkat
tajam saat bangun. Kerusakan di locus coeruleus akan terjadi penurunan
atau hilangnya tidur REM, sedangkan tidur NREM tidak berubah.13,14,16
Histamin di nucleus tuberomamilari hipotalamus posterior juga berperan
penting dalam menjaga kesadaran. Oleh karena itu, obat yang
mengandung antihistamin menyebabkan kantuk dan menurunkan aktivasi
korteks. Peran hipotalamus posterior dalam menjaga kesadaran
ditemukan oleh Constantin von Economo saat terjadi wabah virus
ensefalitis. Kerusakan di area hipotalamus posterior menyebabkan
hipersomnolen.Sedangkan kerusakan di hipotalamus anterior
menyebabkan insomnia.
Tidur NREM diinisiasi oleh sinyal yang berasal dari Ventrolateral Preoptic
Area (VLPO). Sel pada daerah ini memproduksi GABA, yang akan
memproyeksikan sinyal inhibisi pada grup sel serotonergik, noradrenergik,
dan dopaminergik di formatio reticular batang otak juga di grup sel
histamin. Aktivasi neuron di VLPO menginhibisi aktivitas sel neuron di
ARAS yang berfungsi menjaga kesadaran, sehingga akan mengakibatkan
tidur. Selanjutnya, sel neuron di ARAS yang terinhibisi ini akan melakukan
umpan balik pada VLPO. Umpan balik ini berakibat menurunnya aktivitas
VLPO. Proses inilah yang mendasari siklus tidur-bangun.
d. Peranan Neurotransmitter
Keadaan jaga atau bangun sangat dipengaruhi oleh sistim ARAS
(Ascending Reticulary Activity System). Bila aktifitas ARAS ini meningkat
orang tersebut dalam keadaan tidur. Aktifitas ARAS menurun, orang
tersebut akan dalam keadaan tidur.
Aktifitas ARAS ini sangat dipengaruhi oleh aktifitas neurotransmiter seperti
sistem serotoninergik, noradrenergik, kholonergik, histaminergik.
Sistem serotonergik
Hasil serotonergik sangat dipengaruhi oleh hasil metabolisma asam
amino trypthopan. Dengan bertambahnya jumlah tryptopan, maka jumlah
serotoninyang terbentuk juga meningkat akan menyebabkan keadaan
mengantuk/tidur. Bila serotonin dari tryptopan terhambat
pembentukannya, maka terjadi keadaan tidak bisa tidur/jaga.
Menurut beberapa peneliti lokasi yang terbanyak sistem serotogenik ini
terletak pada nukleus raphe dorsalis di batang otak, yang mana terdapat
hubungan aktifitas serotonis dinukleus raphe dorsalis dengan tidur REM.
Sistem Adrenergik
Neuron-neuron yang terbanyak mengandung norepineprin terletak di
badan sel nukleus cereleus di batang otak. Kerusakan sel neuron pada
lokus cereleus sangat mempengaruhi penurunan atau hilangnya REM
tidur. bat-obatan yang mempengaruhi peningkatan aktifitas neuron
noradrenergik akan menyebabkan penurunan yang jelas pada tidur REM
dan peningkatan keadaan jaga.
Sistem KhoIinergik
Sitaram et al (1976) membuktikan dengan pemberian prostigimin intra
vena dapat mempengaruhi episode tidur REM. Stimulasi jalur kholihergik
ini, mengakibatkan aktifitas gambaran EEG seperti dalam keadaan jaga.
Gangguan aktifitas kholinergik sentral yang berhubungan dengan
perubahan tidur ini terlihat pada orang depresi, sehingga terjadi
pemendekan latensi tidur REM. Pada obat antikolinergik (scopolamine)
yang menghambat pengeluaran kholinergik dari lokus sereleus maka
tamapk gangguan pada fase awal dan penurunan REM.
Sistem histaminergik
Pengaruh histamin sangat sedikit mempengaruhi tidur
Sistem hormon
Pengaruh hormon terhadap siklus tidur dipengaruhi oleh beberapa
hormon seperti ACTH, GH, TSH, dan LH. Hormon hormon ini masing-
masing disekresi secara teratur oleh kelenjar pituitary anterior melalui
hipotalamus patway. Sistem ini secara teratur mempengaruhi pengeluaran
neurotransmiter norepinefrin, dopamin, serotonin yang bertugas menagtur
mekanisme tidur dan bangun.(4)
e. PenataIaksanaan Umum
1. Pendekatan hubungan antara pasien dan dokter, tujuannya:
Untuk mencari penyebab dasarnya danpengobatan yang adekuat
Sangat efektif untuk pasien gangguan tidur kronik
Untuk mencegah komplikasi sekunder yang diakibatkan oleh
penggunaan obat hipnotik,alkohol, gangguan mental
Untuk mengubah kebiasaan tidur yang jelek
2. Konseling dan Psikotherapi
Psikotherapi sangat membantu pada pasien dengan gangguan psikiatri
seperti (depressi, obsessi, kompulsi), gangguan tidur kronik. Dengan
psikoterapi ini kita dapat membantu mengatasi masalah-masalah
gangguan tidur yang dihadapi oleh penderita tanpa penggunaan obat
hipnotik.
3. Sleep hygiene terdiri dari:
a. Tidur dan bangunlah secara reguler/kebiasaan
b. Hindari tidur pada siang hari/sambilan
c. Jangan mengkonsumsi kafein pada malam hari
d. Jangan menggunakan obat-obat stimulan seperti decongestan
e. Lakukan latihan/olahraga yang ringan sebelum tidur
f. Hindari makan pada saat mau tidur, tapi jangan tidur dengan perut
kosong
g. Segera bangun dari tempat bila tidak dapat tidur (15-30 menit)
h. Hindari rasa cemas atau frustasi
i. Buat suasana ruang tidur yang sejuk, sepi, aman dan enak
4. Pendekatan farmakologi
Dalam mengobati gejala gangguan tidur, selain dilakukan pengobatan
secara kausal, juga dapat diberikan obat golongan sedatif hipnotik. Pada
dsarnya semua obat yang mempunyai kemampuan hipnotik merupakan
penekanan aktifitas dari reticular activating system (ARAS) diotak. Hal
tersebut didapatkan pada berbagai obat yang menekan susunan saraf
pusat, mulai dari obat anti anxietas dan beberapa obat anti depres. Obat
hipnotik selain penekanan aktivitas susunan saraf pusat yang dipaksakan
dari proses fisiologis, juga mempunyai efek kelemahan yang dirasakan
efeknya pada hari berikutnya (long acting) sehingga mengganggu aktifitas
sehari-hari. Begitu pula bila pemakain obat jangka panjang dapat
menimbulkan over dosis dan ketergantungan obat. Sebelum
mempergunakan obat hipnotik, harus terlebih dahulu ditentukan jenis
gangguan tidur misalnya, apakah gangguan pada fase latensi panjang
(NREM) gangguan pendek, bangun terlalu dini, cemas sepanjang hari,
kurang tidur pada malam hari, adanya perubahan jadwal kerja/kegiatan
atau akibat gangguan penyakit primernya. Walaupun obat hipnotik tidak
ditunjukkan dalam penggunaan gangguan tidur kronik, tapi dapat
dipergunakan hanya untuk sementara, sambil dicari penyebab yang
mendasari. Dengan pemakaian obat yang rasional, obat hipnotik hanya
untuk mengkoreksi dari problema gangguan tidur sedini mungkin tanpa
menilai kondisi primernya dan harus berhati-hati pada pemakaian obat
hipnotik untuk jangka panjang karena akan menyebabkan terselubungnya
kondisi yang mendasarinya serta akan berlanjut tanpa penyelesaian yang
memuaskan. Jadi yang terpenting dalam penggunaan obat hipnotik
adalah mengidentifikasi dari problem gangguan tidur sedini mungkin tanpa
menilai kondisi primernya danharus berhati-hati pada pemakain obat
hipnotik untuk jangka panjang karena akan menyebabkan terselubungnya
kondisi yang mendasarinya serta akan berlanjut tanpa penyelesaian yang
memuaskan. Jadi yang terpenting dalam penggunaan obat hipnotik
adalah mengidentifikasi penyebab yang mendasarinya atau obat hipnotik
adalah sebagai pengobatan tambahan. Pemilihan obat hipnotik sebaiknya
diberikan jenis obat yang bereaksi cepat (short action) dgnmembatasi
penggunaannya sependek mungkin yang dapat mengembalikan pola tidur
yang normal. Lamanya pengobatan harus dibatasi 1-3 hari untuk transient
insomnia, dan tidak lebih dari 2 minggu untuk short term insomnia. Untuk
long term insomnia dapat dilakukan evaluasi kembali untuk mencari latar
belakang penyebab gangguan tidur yang sebenarnya. Bila penggunaan
jangka panjang sebaiknya obat tersebut dihentikan secara berlahan-lahan
untuk menghindarkan withdraw terapi.
Terdapat beberapa macam jenis gangguan tidur antara lain insomnia,
hipersomnia dan gangguan siklus tidur bangun. nsomnia adalah
ketidakmampuan untuk mencukupi kebutuhan tidur baik kualitas maupun
kuantitas. Jenis insomnia ada 3 macam yaitu insomnia inisial atau tidak
dapat memulai tidur, insomnia intermitten atau tidak bisa
mempertahankan tidur atau sering terjaga dan insomnia terminal atau
bangun secara dini dan tidak dapat tidur kembali.
f. Pengertian insomnia
nsomnia adalah suatu gangguan tidur yang dialami oleh penderita
dengan gejala-gejala selalu merasa letih dan lelah sepanjang hari dan
secara terus menerus (lebih dari sepuluh hari mengalami kesulitan untuk
tidur atau selalu terbangun di tengah malam dan tidak dapat kembali tidur)
nsomnia dapat disebabkan oleh rasa gelisah, ketegangan, rasa sakit,
kafein (kopi), obat-obatan, ketidakseimbangan emosi, dan rasa cemas
untuk tidak bisa bangun tepat waktu. Lingkungan tempat tidur juga
memberi pengaruh yang signifikan terhadap insomnia seperti suara bising,
tempat tidur yang tidak nyaman, terlalu terang atau gelap, dan suhu
ruangan yang tidak cocok. Jika diambil garis besarnya, faktor-faktor
penyebab insomnia yaitu :
1) Stress atau kecemasan
Stress adalah respon psikologis dari tubuh terhadap tekanan yang
diterimanya, khususnya berbagai kejadian yang mengancam, menantang,
atau mengandung unsur perubahan Tanda-tanda awal dari stess antara
lain, mudah marah, tidak sabar, tidak tenang dan tegang, membentak-
bentak orang lain, cenderung untuk menyalahkan orang lain karena
suasana hati yang tidak baik. Terlalu sensitif, mudah tersinggung melihat
segala sesuatu secara negatif. Merasa lelah tapi tidak bisa tidur, atau tidur
berlebihan tetapi bangun dalam keadaan tidak segar. Terjadi perubahan
pola makan. Semakin bergantung pada alkohol, rokok, atau obatobatan
lain. Merasa sakit, merasa tidak nyaman di perut, diare atau sembelit.
Gugup dan mulai muncul kebiasaan mengigit kuku, menggaruk atau
menggoyang-goyangkan lutut. Stress dapat bersifat fisik, biologis, dan
psikologis. Kuman-kuman penyakit yang menyerang tubuh manusia
menimbulkan stress biologis yang menimbulkan berbagai reaksi
pertahanan tubuh. Sedangkan stress psikologis dapat bersumber dari
beberapa hal yang dapat menimbulkan gangguan rasa sejahtera dan
keseimbangan hidup.
2) Depresi
Depresi merupakan suatu jenis gangguan mental atau kejiwaan yang
dialami banyak orang. Penduduk bumi diperkirakan 10-20% mengalami
depresi. Dibandingkan dengan pria, wanita lebih sering mengalami
depresi, seperti pada saat haid dan saat akan melahirkan. Selain dapat
menyebabkan insomnia, depresi juga bisa menimbulkan keinginan untuk
tidur terus sepanjang waktu karena ingin melepaskan diri dari masalah
yang dihadapi. Depresi bisa menyebabkan insomnia dan sebaliknya
insomnia bisa menyebabkan depresi. Depresi merupakan gejala yang
biasanya timbul bersamaan keluhan awal sering bersifat fisik dan
beberapa manifestasi seperti kelelahan, nyeri kepala, insomnia,
kehilangan minat, kehilangan dorongan seks, perasaan sedih, merupakan
sifat depresi. Rasa bersalah merupakan gejala yang paling umum dan
unik bagi depresi.
3) Kelainan-kelainan lain
Kelainan tidur (seperti tidur apnea), diabetes, sakit ginjal, arthritis, atau
penyakit yang mendadak, sering kali menyebabkan kesulitan tidur.
Masalah pernapasan (contohnya asma, bronkitis, penyakit penyumbatan
pembuluh jantung kronik, kegagalan jantung kongestif) atau sering terasa
ingin membuang air kecil (misalnya penyakit kencing manis). Masalah-
masalah lain yang menyebabkan insomnia ialah hipertiroidisme, penyakit
parkinson dan masalah ginjal yang tidak berfungsi dengan baik.
4) Efek samping pengobatan
Pengobatan untuk suatu penyakit juga dapat menjadi penyebab insomnia.
5) Kafein, nikotin, dan alkohol
Kafein dan nikotin adalah adalah zat stimulan. Nikotin terdapat sebagai
alkaloid pada daun tembakau (Nicotana tabacum). Efek sampingnya
tergantung pada tingginya dosis dan terutama pada kenaikan tensi serta
frekuensi denyut jantung, juga sukar tidur dan gatal-gatal, jarang iritasi,
rasa takut, berkeringat, nyeri kepala, pusing, rasa letih Depresi merupakan
gejala yang biasanya timbul bersamaan keluhan awal sering bersifat fisik
dan beberapa manifestasi seperti kelelahan, nyeri kepala, insomnia,
kehilangan minat, kehilangan dorongan seks, perasaan sedih merupakan
sifat depresi. Rasa bersalah merupakan gejala yang paling umum dan
unik bagi depresi.
3) Kelainan-kelainan lain
Kelainan tidur (seperti tidur apnea), diabetes, sakit ginjal, arthritis, atau
penyakit yang mendadak, sering kali menyebabkan kesulitan tidur .
Masalah pernapasan (contohnya asma, bronkitis, penyakit penyumbatan
pembuluh jantung kronik, kegagalan jantung kongestif) atau sering terasa
ingin membuang air kecil (misalnya penyakit kencing manis). Masalah
masalah lain yang menyebabkan insomnia ialah hipertiroidisme, penyakit
parkinson dan masalah ginjal yang tidak berfungsi dengan baik.
4) Efek samping pengobatan
Pengobatan untuk suatu penyakit juga dapat menjadi penyebab
insomnia.
5) Kafein, nikotin, dan alkohol
Kafein dan nikotin adalah adalah zat stimulan. Nikotin terdapat sebagai
alkaloid pada daun tembakau (Nicotana tabacum). Efek sampingnya
tergantung pada tingginya dosis dan terutama pada kenaikan tensi serta
frekuensi denyut jantung, juga sukar tidur dan gatal-gatal, jarang iritasi,
rasa takut, berkeringat, nyeri kepala, pusing, rasa letih
ipnotik
Hipnotik dan sedatif adalah obat yang digunakan agar dapat tidur, bila
dosisnya rendah efeknya hanya menenangkan (sedative = pereda)
Hipnotik atau obat tidur adalah zat yang dalam dosis terapi digunakan
untuk meningkatkan keinginan faali untuk tidur dan mempermudah atau
menyebabkan tidur. Sedatif berfungsi menurunkan aktivitas, mengurangi
ketegangan, dan menenangkan penggunanya . Hipnotik menyebabkan
rasa kantuk dan mempermudah tidur serta mempertahankan tidur yang
menyerupai tidur fisiologis (Wiria dan Handoko, 1995). Sedangkan
menurut Djamhuri (1990), hipnotik menyebabkan tidur yang sulit
dibangunkan disertai penurunan refleks hingga kadang-kadang
kehilangan tonus otot. Hipnotik sedatif merupakan golongan obat
depresan susunan saraf pusat (SSP) yang relatif tidak selektif, mulai dari
yang ringan yaitu menyebabkan tenang atau kantuk, menidurkan, hingga
yang berat yaitu hilangnya kesadaran, keadaan anestesi, koma dan mati,
tergantung pada dosis. Penggunaan obat tidur, hendaknya hanya
digunakan jika tidak berhasil mengatasi penyebab gangguan tidur atau
tidak berhasil dengan tindakan lain. Untuk memudahkan memulai tidur
maka diberikan obat tidur dengan lama kerjanya singkat (obat yang
menyebabkan tidur).
Persyaratan obat tidur yang ideal :
a. Menimbulkan suatu keadaan yang sama dengan tidur fisiologis, dengan
kata lain profil fisiologis tidak berubah.
b. Jika suatu kelebihan dosis, pengaruh terhadap fungsi lain dari sistem
saraf pusat (atau fungsi-fungsi lain dari organ lainnya) kecil.
c. Tidak tertimbun.
d. Pada pagi berikutnya tidak menyebabkan kerja ikutan yang negatif.
e. Tidak kehilangan khasiatnya pada pemakaian yang lebih lama.
Hipnotik dapat dibagi dalam beberapa kelompok, yaitu :
a. Barbiturat (fenobarbital, butobarbital, siklobarbital, dan lain-lain).
Penggunaannya sebagai sedatif-hipnotik kini sudah praktis
ditinggalkanberhubung adanya zat-zat benzodiazepin yang jauh lebih
aman dan pentotal
sebagai anestetikum.
b. Benzodiazepin (temazepam, nitrazepam, flunitrazepam, triazolam,
estazolam, dan midazolam). Obat-obat ini pada umumnya dianggap
sebagai obat tidur pilihan pertama karena toksisitas dan efek sampingnya
yang relatif paling ringan.
c. Lain-lain (morfin atau candu) juga berkhasiat hipnotis kuat, tetapi terlalu
berbahaya untuk digunakan sebagai obat tidur, begitu pula alkohol.
d. Obat-obat obsolet (senyawa-senyawa brom K/ Na/ NH
4
Br serta turunan
turunan urea karbromal dan bromisoval). Obat-obat ini hanya berkhasiat
hipnotis lemah, dan dahulu hanya digunakan sebagai obat pereda.
ar-iturat
Barbiturat adalah obat golongan sedatif-hipnotik. Bahan sedatif
yang efektif harus dapat mengurangi rasa cemas dan menenangkan
dengan efek terhadap fungsi mental dan motoris yang minimal.
Sedangkan obat hipnotik adalah obat yang dapat menyebabkan rasa
kantuk sehingga dapat mempercepat onset tidur dan mempertahankan
keadaan tidur. Efek hipnotik adalah kondisi depresi susunan saraf pusat
yang lebih kuat daripada sedasi. Hal ini dapat dicapai dengan
meningkatkan dosis Barbiturat. Akan tetapi kini Barbiturat sudah jarang
digunakan untuk mengobati insomnia dikarenakan kuatnya efek depresi
SSP yang ditimbulkan. Selain itu Barbiturat juga menyebabkan
ketergantungan psikologis dan fisiologis.
Farmakokinetik
Barbiturat diabsorpsi secara cepat dan sempurna secara oral, akan
tetapi dihambat dengan adanya makanan di lambung. Secara i.v.
Barbiturat digunakan untuk mengatasi status epileptikus dan induksi
anestesi. Kelarutan dalam lemak memegang peranan penting mengingat
kerja Barbiturat di susunan saraf pusat.
Penurunan kadar obat dalam plasma dan otak terjadi secara cepat pada
Barbiturat yang diberikan melalui i.v. Selanjutnya obat ini akan ditimbun di
jaringan lemak dan otot. Barbiturat dimetabolisme di hati melalui proses
oksidasi oleh enzimenzim hati. Kemudian metabolitnya diekskresi lewat
ginjal.
Mekanisme Kerja
Seperti yang telah dijelaskan di atas, GABA berperan penting
dalam proses tidur. tulah sebabnya sebagian besar obat sedatif-hipnotik
bekerja mempengaruhi reseptor GABA, dalam hal ini reseptor subtipe A
(GABAA). Barbiturat juga memfasilitasi kerja GABA. Barbiturat
meningkatkan lama
pembukaan kanal ion klorida. Selanjutnya ion-ion klorida akan masuk
melewati membran sel sehingga membuat sel dalam keadaan
hiperpolarisasi dan mengurangi eksitabilitas neural. Dalam konsentrasi
tinggi, Barbiturat bersifat GABA-mimetik. Tanpa adanya molekul GABA,
Barbiturat dapat mengaktifkan reseptor dan kanal-kanal ion klorida secara
langsung. Barbiturat bekerja secara tidak selektif. Selain mengaktifkan
reseptor GABA, Barbiturat juga mendepresi neurotransmiter eksitatorik.
Ketidakselektifan ini mungkin mendasari kemampuan Barbiturat yang
dapat berfungsi sebagai anestesi total dan kuatnya efek depresi saraf
pusat. Barbiturat mempunyai efek minimal dalam mempengaruhi tidur
NREM, tetapi secara potensial menurunkan tidur REM.

KIasifikasi
Barbiturat diklasifikasikan berdasarkan lama kerjanya. Barbiturat
dengan kerja panjang adalah Fenobarbital yang mempunyai waktu kerja
1-2 hari. Sedangkan Barbiturat dengan kerja singkat antara lain:
Pentobarbital, Sekobarbital, dan Amobarbital. Ketiganya mempunyai lama
kerja 3-8 jam. Tiopental adalah contoh Barbiturat dengan kerja sangat
singkat yaitu 20 menit.
TiopentaI
Karena kelarutan dalam lipid yang tinggi serta waktu kerja yang
sangat singkat, Tiopental digunakan sebagai obat induksi anestetika
umum intravena. Setelah diinjeksikan intravena, hanya dalam waktu 30-45
detik, Tiopental mencapai otak dan mampu menyebabkan anestesi.
Bahkan bila diberikan dalam dosis yang cukup dapat menyebabkan
hipnosis dalam satu waktu sirkulasi. Setelah itu dalam 5-10 menit
Tiopental mengalami redistribusi ke otot dan jaringan lemak sehingga
konsentrasi obat dalam otak berkurang dan menyebabkan kesadaran
pulih. Dosis yang lazim dipakai untuk induksi anestesi bekisar antara 3- 7
mg/kg BB.
Feno-ar-itaI
Fenobarbital dikenal dengan nama dagang luminal dan digunakan
sebagai obat anti kejang. Obat ini diindikasikan untuk semua tipe seizure
kecuali absence seizure. Fenobarbital adalah obat lini pertama untuk
kejang pada neonatus Bioavailabilitas Fenobarbital per oral mencapai
90%. Puncak konsentrasi plasma tercapai setelah 8-12 jam. Dosis
fenobarbital yang lazim digunakan untuk sedasi dan hipnosis adalah 15-
30 mg 2-3 kali sehari


OSIS
Trazodone, dosis 25 sampai100 mg
Ramelteon, dosis 8 mg sebelum tidur
Zolpidem, dosis awal 10 mg dan naik menjadi 20 mg
tergantung pola hidup
Zaleplon, dosis awal 5 mg sampai 10 mg
Valerian, dosis yang direkomendasikan 300-600 mg
Estazolam, dosis 1-2 mg
Flurazepam, dosis 15-30 mg
Quazepam, dosis 7,5-15 mg
Triazolam, dosis 0,125-0,25 mg
FK SAMPING
Mengantuk, gangguan psikomotor, konsentrasi yang berkurang,
efek hipnosis, amnesia serta rebound insomnia
CARA MNCGA
Tidur pada waktu istirahat, dan lepaskan segala pikiran yang
ada.
Berolahraga di pagi hari
Makan makanan yang bergizi
Kurangi konsumsi minuman yang mengandung alkohol dan
kafein.

II. NYRI KPALA
PatofisioIogi Nyeri kepaIa.
Pada nyeri kepala, sensitisasi terdapat di nosiseptor meningeal dan
neuron trigeminal sentral. Fenomena pengurangan nilai ambang dari kulit
dan kutaneus allodynia didapat pada penderita yang mendapat serangan
migren dan nyeri kepala kronik lain yang disangkakan sebagai refleksi
pemberatan respons dari neuron trigeminalsentral.
lnervasi sensoris pembuluh darah intrakranial sebahagian besar
berasal dari ganglion trigeminal dari didalam serabut sensoris tersebut
mengandung neuropeptid dimana jumlah dan peranannya adalah yang
paling besar adalah CGRP(Calcitonin Gene Related Peptide), kemudian
diikuti oleh SP(substance P), NKA(Neurokinin A), pituitary adenylate
cyclase activating peptide (PACAP) nitricoxide (NO), molekul
prostaglandin E
2
(PGEJ
2
) bradikinin, serotonin(5-HT) dan adenosin
triphosphat (ATP), mengaktivasi atau mensensitisasi nosiseptor2. Khusus
untuk nyeri kepala klaster clan chronic parox-ysmal headache ada lagi
pelepasan VP(vasoactive intestine peptide) yang berperan dalam
timbulnya gejala nasal congestion dan rhinorrhea.
Marker pain sensing nerves lain yang berperan dalam proses nyeri
adalah opioid dynorphin, sensory neuron-specific sodium channel(Na
v
1.8), purinergic reseptors(P2X
3
), isolectin B
4
(B
4
) , neuropeptide Y ,
galanin dan artemin reseptor ( GFR-3 = GDNF Glial Cell Derived
Neourotrophic Factor family receptor-3). Sistem ascending dan
descending pain pathway yang berperan dalam transmisi dan modulasi
nyeri terletak dibatang otak. Batang otak memainkan peranan yang paling
penting sebagai dalam pembawa impuls nosiseptif dan juga sebagai
modulator impuls tersebut. Modulasi transmisi sensoris sebahagian besar
berpusat di batang otak (misalnya periaquaductal grey matter, locus
coeruleus, nukleus raphe magnus dan reticular formation), ia mengatur
integrasi nyeri, emosi dan respons otonomik yang melibatkan konvergensi
kerja dari korteks somatosensorik, hipotalamus, anterior cyngulate cortex,
dan struktur sistem limbik lainnya. Dengan demikian batang otak disebut
juga sebagai generator dan modulator sefalgi.
Stimuli elektrode, atau deposisi zat besi Fe yang berlebihan pada
periaquaduct grey(PAG) matter pada midbrain dapat mencetuskan
timbulnya nyeri kepala seperti migren (migraine like headache).Pada
penelitian MR(Magnetic Resonance maging) terhadap keterlibatan
batang otak pada penderita migren, CDH(Chronic Daily Headache) dan
sampel kontrol yang non sefalgi, didapat bukti adanya peninggian deposisi
Fe di PAG pada penderita migren dan CDH dibandingkan dengan kontrol.
Patofisiologi CDH belumlah diketahui dengan jelas .Pada CDH justru yang
paling berperan adalah proses sensitisasi sentral. Keterlibatan aktivasi
reseptor NMDA(N-metil-D-Aspartat), produksi NO dan supersensitivitas
akan menaikkan produksi neuropeptide sensoris yang bertahan lama.
Kenaikan nitrit Likuor serebrospinal ternyata bersamaan dengan kenaikan
kadar cGMP(cytoplasmic Guanosine Mono phosphat) di likuor. Kadar
CGRP, SP maupun NKA juga tampak meninggi pada likuor pasien CDH.
Reseptor opioid di down regulated oleh penggunaan konsumsi opioid
analgetik yang cenderung menaik setiap harinya. Pada saat serangan
akut migren, terjadi disregulasi dari sistem opoid endogen, akan tetapi
dengan adanya analgesic overusedmaka terjadi desensitisasi yang
berperan dalam perubahan dari migren menjadi CDH.
Adanya inflamasi steril pada nyeri kepala ditandai dengan
pelepasan kaskade zat substansi dari perbagai sel. Makrofag melepaskan
sitokin lL1 (nterleukin .1), lL6 dan TNF (Tumor Necrotizing Factor ) dan
NGF (Nerve Growth Factor). Mast cell melepas/mengasingkan metabolit
histamin, serotonin, prostaglandin dan arachidonic acid dengan
kemampuan melakukan sensitisasi terminal sel saraf. Pada saat proses
inflamasi, terjadi proses upregulasi beberapa reseptor (VR1, sensory
specific sodium/SNS, dan SNS-2)dan peptides(CGRP, SP)

III. MIGRN
PatofisioIogi Migren
Cutaneous allodynia(CA) adalah nafsu nyeri yang ditimibulkan oleh
stimulus non noxious terhadap kulit normal. Saat serangan migren 79%
pasien menunjukkan cutaneus allodynia(CA) di daerah kepala ipsilateral
dan kemudian dapat menyebar kedaerah kontralateral dan kedua lengan.
Allodynia biasanya terbatas pada daerah ipsilateral kepala, yang
menandakan sensitivitas yang meninggi dari neuron trigeminal
sentral(second-order) yang menerima input secara konvergen. Jika
allodynia lebih menyebar lagi, ini disebabkan karena adanya kenaikan
sementara daripada sensitivitas third order neuron yang menerima
pemusatan input dari kulit pada sisi yang berbeda, seperti sama baiknya
dengan dari duramater maupun kulit yang sebelumnya.
Ada 3 hipotesa dalam hal patofisiologi migren yaitu:
Pada migren yang tidak disertai CA, berarti sensitisasi neuron
ganglion trigeminal sensoris yang meng inervasi duramater
Pada migren yang menunjukkan adanya CA hanya pada daerah
referred pain, berarti terjadi sensitisasi perifer dari reseptor
meninggal(first order) dan sensitisasi sentral dari neuron komu
dorsalis medula spinalis(second order) dengan daerah
reseptifperiorbital.
Pada migren yang disertai CA yang meluas keluar dari area
referred pain, terdiri atas penumpukan dan pertambahan sensitisasi
neuron talamik(third order) yang meliputi daerah reseptif seluruh
tubuh.
Pada penderita migren, disamping terdapat nyeri intrakranial juga
disertai peninggian sensitivitas kulit. Sehingga patofisiologi migren diduga
bukan hanya adanya iritasi pain fiber perifer yang terdapat di pembuluh
darah intrakranial, akan tetapi juga terjadi kenaikan sensitisasi set safar
sentral terutama pada sistem trigeminal, yang memproses informasi yang
berasal dari struktur intrakranial dan kulit Pada beberapa penelitian
terhadap penderita migren dengan aura, pada saat paling awal serangan
migren diketemukan adanya penurunan cerebral blood flow(CBF) yang
dimulai pada daerah oksipital dan meluas pelan-pelan ke depan sebagai
seperti suatu gelombang (spreading oligemia) dan dapat menyeberang
korteks dengan kecepatan 2-3 mm per menit. Hal ini berlangsung
beberapa jam dan kemudian barulah diikuti proses hiperemia. Pembuluh
darah vasodilatasi, blood flow berkurang, kemudian terjadi reaktif
hiperglikemia dan oligemia pada daerah oksipital, kejadian depolarisasi
set saraf menghasilkan gejala scintillating aura, kemudian aktifitas set
safar menurun menimbulkan gejala skotoma. Peristiwa kejadian tersebut
disebut suatu cortical spreading depression (CDS). CDS menyebabkan
hiperemia yang berlama didalam duramater, edema neurogenik didalam
meningens dan aktivasi neuronal didalam TNC (trigeminal nucleus
caudalis) ipsilateral. Timbulnya CSD dan aura migren tersebut mempunyai
kontribusi pada aktivasi trigeminal, yang akan mencetuskan timbulnya
nyeri kepala

Pada serangan migren, akan terjadi fenomena pain pathway
pada sistem trigeminovaskuler, dimana terjadi aktivasi reseptor NMDA,
yang kemudian diikuti peninggian Ca sebagai penghantar yang menaikkan
aktivasi proteinkinase seperti misalnya 5-HT, bradykinine, prostaglandin,
dan juga mengaktivasi enzym NOS. Proses tersebutlah sebagai penyebab
adanya penyebaran nyeri, allodynia dan hiperalgesia pada penderita
migren Fase sentral sensitisasi padamigren, induksi nyeri ditimbulkan oleh
komponen inflamasi yang dilepas dari dura, seperti oleh ion potasium,
protons, histamin, 5HT(serotonin), bradikin, prostaglandin Edi pembuluh
darah serebral, dan serabut safar yang dapat menimbulkan nyeri kepala.
Pengalih komponen inflamasi tersebut terhadap reseptor C fiber di
meningens dapat dihambat dengan obat2an NSADs(non steroid anti
inflammation drugs) dan 5-HT
1B/1D
agonist, yang memblokade reseptor
vanilloid dan reseptor acid-sensittive ion channel yang juga berperan
melepaskan unsur protein inflamator)
Fase berikutnya dari sensitisasi sentral dimediasi oleh aktivasi reseptor
presinap NMDA purinergic yang mengikat adenosine triphosphat(reseptor
P2X
3
) dan reseptor 5-HT
B/D
pada terminal sentral dari nosiseptor C tiber.
Nosiseptor C-fiber memperbanyak pelepasan transmitter. Jadi obat2an
yang mengurangi pelepasan transmitter seperti mu-opiate, adenosine dan
5-HT B/D reseptor agonist, dapat mengurangi induksi daripada
sensitisasi sentral. Proses sensitisasi di reseptor meningeal perivaskuler
mengakibatkan hipersensitivitas intrakranial dengan manifestasi sebagai
perasaan nyeri yang ditimbulkan oleh berbatuk, rasa mengikat dikepala,
atau pada saat menolehkan kepala. Sedangkan sensitivitas pada sentral
neuron trigeminal menerangkan proses timbulnya nyeri tekan pada daerah
ektrakranial dan cutaneus allodynia. Sehingga ada pendapat bahwa
adanya cutaneus allodynia (CA) dapat sebagai marker dari adanya sentral
sensitisasi pada migren. Pada pemberian sumaptriptan maka aktivitas
batang otak akan stabil dan menyebabkan gejala migrenpun akan
menghilang sesuai dengan pengurangan aktivasi di cingulate, auditory
dan visual association cortical. Hal itu menunjukkan bahwa patogenesis
migren sehubungan dengan adanya aktivitas yang imbalance antara brain
stem nuclei regulating antinoception dengan vascular control. Juga diduga
bahwa adanya aktivasi batang otak yang menetap itu berkaitan dengan
durasi serangan migren dan adanya serangan ulang migren sesudah efek
obat sumatriptan terse but menghilang.Kruit MC

dalam laporan
penelitiannya yang dimuat pada The Journal of American Medical
Association Januari 2004 vot 291 mengenai gambaran MR yang
supersensitif pada 161 pasien migren dibandingkan dengan 141 orang
tanpa migren. Temuan ini telah mengubah pandangan terhadap migren
yang selama ini dianggap sebagai suatu episodic disorder dengan gejala
transient menjadi suatu chronic progressive disorder yang mengakibatkan
perubahan permanen dari parenkhim otak. Pada subyek kontrol tanpa
migren didapati 38% adanya tiny brain lesion. Peneliti mendapatkan
adanya lesi diotak yang lebih banyak dan lebih luas pada pasien wanita
migren 2 kali banyak dibandingkan dengan laki2 secara signifikan. Pasien
yang lebih sering mendapat serangan migren dan juga disertai aura lebih
banyak menunjukkan lesi infark dibandingkan tanpa aura.(6)
Migren tanpa aura
stilah sebelumnya : Common migren, Hemikrania simpleks.
Deskripsi:
Nyeri kepala berulang dengan manifestasi serangan selama 4-72 jam.
Karekteristik nyeri kepala unilateral, berdenyut, intensitas sedang atau
berat, bertambah berat dengan aktivitas fisik yang rutin dan diikuti dengan
nausea dan atau fotofobia dan fonofobia.
Kriteria diagnostik :
A. Sekurang-kurangnya terjadi 5 serangan yang memenuhi kriteria B-D
B. Serangan nyeri kepala berlangsung selama 4-72 jam (tidak diobati atau
tidak berhasil diobati).
C. Nyeri kepala mempunyai sedikitnya dua diantara karakteristik berikut:
1. Lokasi unilateral
2. Kualitas berdenyut
3. ntensitas nyeri sedang atau berat
4. Keadaan bertambah berat oleh aktifitas fisik atau penderita menghindari
aktivitas fisik rutin (seperti berjalan atau naik tangga).
D. Selama nyeri kepala disertai salah satu dibawah ini:
1. nausea dan atau muntah
2. fotofobia dan fonofobia.
E. Tidak berkaitan dengan kelainan yang lain.
Migren dengan aura
stilah Sebelumnya: Migren Klasik, oftalmik, hemiparestetik, hemiplegi
atau afasia migren, migren accompagnee, migren komplikasi.
Deskripsi:
Suatu serangan nyeri kepala berulang dimana didahului gejala neurologi
fokal yang reversible secara bertahap 5-20 menit dan berlangsung kurang
dari 60 menit. Gambaran Nyeri kepala yang menyerupai migren tanpa
aura biasanya timbul sesudah gejala aura.
Kriteria diagnostik:
A. Sekurang-kurangnya terjadi 2 serangan yang memenuhi kriteria B
B. Migren dengan aura yang memenuhi kriteria B dan C satu diantara
1.2.1-1.2.6.
C. Tidak berkaitan dengan kelainan lain
Migren dengan aura tipikal.
Deskripsi:
Aura tipikal terdiri dari gejala visual dan/atau sensoris dan/atau
berbahasa. Yang berkembang secara bertahap, durasi tidak lebih dari
1 jam, bercampur gambaran positif dan negatif, kemudian menghilang
sempurna yang memenuhi kriteria 1.1 dari migren tanpa aura.
Kriteria diagnostik:
A. Sekurang-kurangnya terjadi 2 serangan yang memenuhi kriteria B-D.
B. Adanya aura yang terdiri paling sedikit satu dari dibawah ini tetapi tidak
dijumpai kelemahan motorik:
1. Gangguan visual yang reversibel seperti : positif ( cahaya yang
berkedip-kedip, bintik-bintik atau garis-garis) dan negatif (hilangnya
penglihatan).
2. Gangguan sensoris yang reversible termasuk positif (pins and needles),
dan atau negatif (hilang rasa/kebas).
3. Gangguan bicara disfasia yang reversible sempurna.
C. Paling sedikit dua dari dibawah ini:
1. Gejala visual homonim dan/atau gejala sensoris unilateral
2. paling tidak timbul satu macam aura secara gradual > 5 menit dan /atau
jenis aura yang lainnya > 5menit.
3. masing gejala berlangsung > 5 dan < 60 menit.
D. Nyeri kepala memenuhi kriteria B-D 1.1. Migren tanpa aura dimulai
bersamaan dengan aura atau sesudah aura selama 60 menit.
E. Tidak berkaitan dengan kelainan lain.
Nyeri kepala non migren dengan aura tipikal.
Deskripsi:
Aura berisikan gangguan visual dan atau gangguan sensoris dan atau
gangguan bicara. Perkembangan gradual, durasi tidak melebihi 1jam,
bercanpur dengan gambaran postif dan negatif dan berisikan komplet
dari karakteristik dengan aura yang tidak memenuhi syarat migren tanpa
aura.
Kriteria diagnostik:
A. Sekurang-kurangnya 2 serangan yang memenuhi kriteria B-D.
B. Adanya aura yang berisikan paling sedikit satu dari dibawah ini
tetapi tidak dijumpai kelemahan motorik:
1. Gangguan visual yang berulang seperti : positif ( cahaya yang berkedip-
kedip, bintik-bintik atau garis-garis) dan negatif (hilangnya penglihatan).
2. Gangguan sensoris termasuk positif (pins and needles),dan atau negatif
( hilang rasa).
3. Gangguan bicara disfasia.
C. Paling sedikit dua dari dibawah ini:
1. Gejala visual homonim dan atau gejala sensoris unilateral.
2. Paling sedikit 1 gejala aura timbal secara gradual > 5 menit dan/ atau
gejala aura yang lainnya terdapat > 5menit.
3. Setiap gejala berlangsung > 5 dan < 60 menit.
D. Nyeri kepala yang tidak memenuhi kriteria B-D pada 1.1. Migren tanpa
aura yang dimulai selama aura atau diikuti aura selama 60 menit.
E. Tidak berkaitan dengan kelainan lain.
Aura tipikaI tanpa nyeri kepaIa
Deskripsi:
Aura yang tipikal berupa gangguan visual dan /atau sensorik dengan atau
tanpa gangguan berbicara. Timbul secara gradual, durasi tidak melebihi
dari1 jam, campuran gambaran positif dan negatif dan akan pulih secara
reversible sempurna dan tidak berhubungan dengan nyeri kepala.
Kriteria diagnostik:
A. Sekurang-kurangnya 2 serangan yang memenuhi kriteria B-D.
B. Adanya aura paling sedikit satu dari dibawah ini dan tidak dijumpai
kelemahan motorik:
1. Gangguan visual yang reversible seperti : positif (cahaya yang
berkedip-kedip, bintik-bintik atau garis-garis) dan/atau negatif (hilangnya
penglihatan).
2. Gangguan sensoris yang reversible seperti positif (pins and needles),
dan /atau negatif ( hilang rasa/kebas)
C. Paling sedikit dua dari dibawah ini:
1. Gejala visual homonim dan/ atau gejala unilateral sensoris.
2. Paling tidak ada satu gejala aura yang timbal secara gradual > 5 menit
dan/ atau aura yang lainnya > 5menit.
3. Tiap gejala berlangsung > 5 dan < 60 menit.
F. Tidak didapati Nyeri kepala selama aura atau sesudah timbulnya aura
dalam waktu 60 menit.
G. Tidak berkaitan dengan kelainan lain.
Familial hemiplegik migren (FHM)
Deskripsi:
Migren dengan aura termasuk kelemahan motorik dan paling tidak ada
satu keturunan pertama atau kedua dari keluarga menderita migren
dengan aura termasuk kelemahan motorik.
Kriteria diagnostik:
A. Sekurang-kurangnya 2 serangan yang memenuhi kriteria B dan C
B. Adanya aura berupa kelemahan motorik yang reversible disertai paling
sedikit satu dari dibawah ini:
1. gejala visual yang reversible sempurna berupa gejala: positif (cahaya
yang berkedip-kedip, bintik-bintik atau garis-garis) dan negatif (hilangnya
penglihatan).
2. Gejala sensoris yang reversible sempurna berupa positif (pins and
needles), dan atau negatif (hilang rasa/kebas).
3. Gangguan bicara disfasia yang reversible.
C. Paling sedikit dua dari dibawah ini:
1. paling tidak ada satu gejala aura yang timbul secara gradual > 5menit
dan /atau aura yang lainnya terjadi > 5menit.
2. Tiap gejala aura berlangsung > 5 menit dan < 24 jam
3. Nyeri kepala yang memenuhi kriteria B-D pada 1.1. migren tanpa aura
dimulai selama aura atau sesudah onset aura selama 60 menit.
D. Paling tidak ada satu dari keluarga keturunan pertama atau kedua yang
menderita serangan yang memenuhi kriteria A-E.
E. Tidak berkaitan dengan kelainan lain.
Sporadik hemiplegik migren
Deskripsi :
Migren dengan aura termasuk kelemahan motorik tetapi tidak
terdapatpada keluarga pada keturunan pertama atau kedua yang
mempunyai aura termasuk juga kelemahan motorik.
Kriteria diagnostik:
A. Sekurang-kurangnya 2 serangan yang memenuhi kriteria B dan C.
B. Adanya aura yang terdiri atas kelemahan motorik yang reversible
sempurna dan disertai paling tidak satu dibawah ini:
1. Gejala visual yang reversible sempurna seperti : positif(cahaya yang
berkedip-kedip, bintik-bintik atau garis-garis) dan negatif (hilangnya
penglihatan).
2. Gejala sensoris yang reversible sempurna termasuk positif(pins and
needles), dan /atau negatif ( hilang rasa).
3. Gangguan bicara disfasia yang reversible sempurna .
C. Paling sedikit dua dari dibawah ini:
1. Paling tidak ada satu gejala aura yang timbul secara gradual > 5menit
dan/ atau gejala aura lain > 5menit.
2. Tiap gejala aura berlangsung > 5 menit dan < 24 jam
3. Nyeri kepala yang memenuhi kriteria B-D pada 1.1. migren tanpa aura
dimulai selama adanya aura atau sesudah onset aura dalam waktu 60
menit.
D. Tidak ada riwayat keluarga keturunan pertama atau kedua mengalami
serangan yang memenuhi kriteria A-E.
E. Tidak berkaitan dengan kelainan lain.
Migren tipe basiler
stilah sebelumnya : Migren arteri basiler, basiler migren.
Deskripsi:
Migren dengan aura yang berasal dari keterlibatan brain stem dan atau
keterlibatan kedua hemisfer secara simultan tetapi tidak dijumpainya
kelemahan motorik.
Kriteria diagnostik:
A. Sekurang-kurangnya 2 serangan yang memenuhi kriteria B-D.
B. Dijumpainya paling tidak 2 serangan aura yang reversible sempurna,
tanpa ada kelemahan motorik:
1. disartria
2. vertigo
3. tinitus
4. Hypacusia
5. diplopia
6. gejala visual yang simultan kedua lapang pandang temporal dan nasal
dari kedua mata.
7. ataksia
8. kesadaran menurun
9. parestesis bilateral simultan.
C. Paling sedikit satu dari dibawah ini :
1. Paling tidak satu gejala Aura yang timbul secara gradual > 5menit dan/
atau gejala aura lain yang terjadi lebih dari 5 menit.
2. Tiap gejala aura berlangsung > 5 menit dan < 60 menit.
D. Nyeri kepala yang memenuhi kriteria B-D pada 1.1. migren tanpa aura
timbul pada waktu bersaman dengan aura ataupun sesudah onset aura
dalam waktu 60 menit.
E. Tidak berkaitan dengan kelainan lain.
Penatalaksanaan Pengobatan Migren
Tatalaksana pengobatan migren dapat dibagi kepada 4 kategori :
A. Langkah umum
B. Terapi abortif
C. Langkah menghilangkan rasa nyeri
D. Terapi preventif
A. Langkah Umum
Perlu menghindari pencetus nyeri, seperti perubahan pola tidur, makanan,
stress dan rutinitas sehari-hari, cahaya terang, kelap kelip, perubahan
cuaca, berada ditempat yang tinggi seperti gunung atau di pesawat udara.
B. Terapi Abortif
Pada serangan ringan sampai sedang atau serangan berat yang
berespon baik terhadap obat yang sama dapat dipakai : analgetik
OTCs(Over The Counters), NSADs (oral) Bila tidak respon terhadap
NSADs, dipakai obat spesifik seperti: Triptans (naratriptans, rizatriptan,
sumatriptan, zolmitriptan), Dihydro ergotamin (DHE), Obat kombinasi
(mis.nya : aspirin dengan asetaminophen dan kafein), Obat golongan
ergotamin
Yang tidak respon terhadap obat-obat diatas dapat dipakai opiate dan
analgetik yang mengandung butalbital Pada tabel dibawah ini
dicantumkan daftar obat non spesifik untuk serangan migren ringan
sampai sedang. Monitor agar jangan sampai "over use yang memicu
"rebound headache.
Ketorolac , mempunyai efek lebih cepat (+ 6 jam) menghilangkan nyeri.
Metoclopramide menghilangkan nyeri disertai mual, muntah dan
memperbaiki motilitas gastrik, mempertinggi absorbsi obat dalam usus
dan efektif di kombinasikan dengan dihidroergotamine i.v.
Prochlorperazine juga meredakan nyeri. Kombinasi isomethepten,
acetaminophen dan dichloralphenazone untuk serangan ringan Steroid
merupakan "drug of choice untuk status migrainosus seperti
dexametasone, methyl prednison.


Obat abortif migren spesifik :
Ergotamin dan derivat
Merupakan obat yang pemakaiannya dibatasi, karena menimbulkan nyeri
"over use dan meningkatkan frekuensi serangan serta ber-efek negatif
untuk obat-obat preventif. Kombinasi ergotamin dan caffein tersedia oral
dan supositoria
DHE(dihydroergotamine) alkaloid cocok untuk migren berat, tersedia
obat parenteral dan semprot hidung mempunyai efek oxytocic dan
vasokonstriksi perifer sehingga tidak diberikan untuk jangka panjang.
Triptans Untuk migren sedang sampai berat atau migren ringan sampai
sedang yang tidak respon terhadap analgesik atau NSADs.



Terapi preventif
Prinsip umum terapi preventif :
1. Mengurangi frekuensi berat dan lamanya serangan
2. Meningkatkan respon pasien terhadap pengobatan
3. Meningkatkan aktivitas sehari-hari, serta pengurangan
disabilitas
ndikasi terapi preventif berdasarkan faktor-faktor sebagai
berikut:
1. Serangan berulang yang mengganggu aktifitas
2. Nyeri kepala yang sering
3. Ada kontra indikasi terhadap terapi akut
4. Kegagalan terapi atau "over use
5. Efek samping yang berat pada terapi akut
6. Biaya untuk terapi akut dan preventif
7. Keinginan yang diharapkan penderita
8. Munculnya gejala-gejala dan kondisi yang luar biasa, umpamanya
migren basiler hemiplegik, aura yang manjang Formula Prevensi Migren.
- Pemakaian obat :
Dosis rendah yang efektif dinaikkan pelan-pelan (start low go slow)
sampai dosis efektif. Efek klinik tercapai setelah 2-3 bulan
- Pendidikan terhadap penderita :
Teratur memakai obat, perlu diskusi rasional tentang pengobatan, efek
samping.
- Evaluasi :
"Headache diary merupakan suatu "gold standart evaluasi serangan,
frekuensi, lama, beratnya serangan, disabilitas dan respon obat
- Kondisi penyakit lain :
Pedulikan kelainan yang sedang diderita seperti stroke, infark myocard,
epilepsi dan ansietas, penderita hamil (efek teratogenik), hati-hati interaksi
obat-obat.



Obat preventif berdasarkan pertimbangan kondisi penderita.
- -blokers, menurunkan frekuensi serangan
Kontra indikasi penderita asthma, diabetes mellitus, penyakit vaskuler
perifer, heart block, ibu hamil.
- Calcium-channel blockers, efeknya agak lambat sampai beberapa bulan
mengurangi frekuensi serangan +50%. Kontra indikasi: ibu hamil,
hipertensi, aritmia dan "congestive heart failure
- Serotonin receptor antagonists, (pizotifen) efektif mengurangi frekuensi
sampai 50%-64%, efek sampingnya lesu, berat badan meningkat
- Methysergide, untuk profilaksis serangan berat, yang tidak respon
terhadap obat-obat abortif Kontra indikasinya : hipertensi, kelainan liver,
ginjal, paru, jantung, kehamilan, tromboflebitis.
Efek samping : mual, kaku otot, batuk, halusinasi. Pemakaiannya tidak
lebih dari 6 bulan.
- Tricyclic
Amitriptiline dosisnya 25mg tiap malam sampai 50mg. Nortriptiline efek
anticholinergik ngantuknya lebih rendah. Kontra indikasinya kelainan liver,
ginjal, paru, jantung, glaukoma, hipertensi - Anti-epileptics drugs Sodium
valproate, Valproic acid efektif. Efek sampingnya mual, tremor, alopecia.
Topiramate terbukti baik 50% penderita dengan dosis 2 x 100mg/hari
mengurangi serangan + 26,3%.
Efek samping astenia, tremor, pusing, ataksia, berat badan menurun.
Gabapentin dengan dosis 900-2400 mg/harimenurunkan frekuensi
serangan 46%(7)

V. PRSI
efinisi
Depresi adalah penyakit atau gangguan mental yang sering dijumpai.
Penyakit ini menyerang siapa saja tanpa memandang usia, ras atau
golongan, maupun jenis kelamin. Namun dalam kenyataannya depresi
lebih banyak mengenai perempuan daripada laki-laki dengan rasio 1 : 2.
Penyakit atau gangguan depresi sering menyertai berbagai peyakit
fisik maupun mental lain (komorbiditas), seperti penyakit infeksi, penyakit
kardiovaskuler, penyakit metabolik, nutrisi, neoplasma, penyakit
degenerasi.
Salah satu penyakit degenerasi yang sering disertai depresi adalah
penyakit Parkinson. Frekuensi depresi pada penyakit Parkinson berkisar
antara 20% sampai 90%, rata-rata 40% - 50%. Para ahli memandang
depresi merupakan suatu reaksi terhadap disabilitas fisik yang
berhubungan dengan penyakitnya
(
namun kenyataannya sedikit sekali
hubungan antara beratnya disabilitas motorik dengan depresi. Bahkan
peneliti lain mengatakan tidak ada hubungan antara beratnya gangguan
motorik dengan depres. Depresi pada penyakit Parkinson cenderung
mengenai usia yang lebih muda dan lebih sering pada perempuan
)
.
Patofisiologi depresi pada penyakit Parkinson belum diketahui secara
pasti tetapi diduga berhubungan dengan perubahan metabolisme
serotonin dan norefinefrin Penurunan 50 % kadar serotonin telah diamati
di ganglia basalis dan bagian korteks serebri lain pada pasien Parkinson;
hal ini menyokong pendapat baha sistim serotonergik ascending rusak
sebagian pada penyakit Parkinson.
tioIogi
Etiologi depresi secara pasti belum diketahui; ada beberapa hipotesis
yang berhubungan dengan faktor biologik dan psikososial.

Faktor ioIogik
1. Biogenik Amin.
stilah biogenik amin umumnya digunakan untuk komponen
katekolamin, norepinefrin, epinefrin, dopamin dan serotonin. Sistem
neuron menggunakan biogenik amin relatif kecil dalam sekelompok sel
yang berada di batang otak. Biogenik amin ini dilepaskan dalam ruang
sinaps sebagai neurotransmiter. Neurotransmiter yang banyak berperan
pada depresi adalah norepinefrin dan serotoni. Pada penelitian
postmortem didapatkan pe
nurunan konsentrasi serotonin dalam otak penderita depresi. Selain itu
juga ditemukan adanya penurunan aktivitas dopaminergik. Hal ini
mendukung hipotesis bahwa gangguan depresi berhubungan dengan
biogenik amin


2. Hormonal
Pada depresi ditemukan hiperaktivitas aksis sistem limbik-hipotalamus-
hipofisis-adrenal yang menyebabkan peningkatan sekresi kortisol. Selain
itu juga ditemukan juga penurunan hormon lain seperti GH, LH, FSH, dan
testosteron
)
.
3. Tidur.
Pada depresi ditemukan peningkatan aktivitas rapid eye movement
(REM) pada fase awal memasuki tidur dan penurunan REM pada fase
latensi .
4. Genetik
Gangguan ini diturunkan dalam keluarga. Jika salah seorang dari
orang tua mempunyai riwayat depresi maka 27 % anaknya akan
menderita gangguan tersebut. Sedangkan bila kedua orang tuanya
menderita depresi maka kemungkinanya meningkat menjadi 50 75 %.
Diduga gen dominan yang berperan pada depresi ini terikat pada
kromosom 11

5. Data biologik lain.


Abnormalitas sistem kekebalan juga ditemukan pada pasien depresi.
Pada pemeriksaan CT Scan didapatkan adanya pelebaran ventrikel. PET
scan menunjukkan penurunan metabolisme otak, pengurangan cerebral
blood flow terutama sekali di ganglia basalis
Faktor PsikososiaI
1. Peristiwa dalam kehidupan dan stres lingkungan.
Para klinikus percaya bahwa peristiwa kehidupan memegang peranan
penting dalam terjadinya depresi. Data menunjukkan bahwa kehilangan
orang tua sebelum usia 11 tahun dan kehilangan pasangan merupakan
awal dari penyakit yang berhubungan dengan depresi.
2. Kepribadian premorbid
Tipe kepribadian tertentu seperti kepribadian dependen, obsesi kompulsif
dan histrionik mempunyai risiko lebih besar untuk menjadi depresi
dibanding dengan kepribadian anti sosial dan paranoid.
3. Faktor psiko-analitik
Menurut Karl Abraham manifestasi penyakit depresi dicetuskan karena
kehilangan objek libidinal yang berakhir dalam suatu proses regresi di
mana terjadi penurunan fungsi ego yang telah matang ke tingkat oral
sadistik dari tingkat perkembangan libidinal akibat trauma infantil yang
menyebabkan proses fiksasi pada anak usia dini. Sedangkan menurut
Freud, introjeksi ambivalen terhadap kehilangan objek dalam ego
membawa ke suatu depresi tipikal.
iagnosis
Berdasarkan PPDGJ diagnosis depresi dapat ditegakkan atas dasar
adanya

:
A. Gejala utama :
1. Suasana perasaan yang depresi / sedih atau murung
2. Kehilangan minat dan kegembiraan
3. Berkurangnya energi yang menuju kepada meningkatnya keadaan
mudah lelah dan berkurangnya aktivitas.
B. Gejala tambahan :
1. Konsentrasi dan perhatian berkurang
2. Harga diri dan kepercayaan diri berkurang
3. Gagasan tentang perasaan bersalah dan tak berguna
4. Pandangan masa depan yang suram dan pesimistik
5. Gagasan atau perbuatan yang membahayakan diri atau bunuh diri
6. Gangguan tidur
7. Nafsu makan berkurang
erajat epresi
Depresi dibedakan dalam tiga tingkatan, yaitu:
1. Depresi ringan (mild), jika terdapat sekurang-kurangnya dua dari tiga
gejala utama ditambah sekurang-kurangnya dua dari gejala tambahan
yang sudah berlangsung sekurang-kurangnya selama dua minggu.
Dan tidak boleh ada gejala yang berat di antaranya.
2. Depresi sedang (moderate), jika terdapat sekurang-kurangnya dua dari
tiga gejala utama ditambah sekurang-kurangnya tiga (sebaiknya
empat) gejala tambahan.
3. Depresi berat (severe), jika terdapat tiga gejala utama ditambah
sekurang-kurangnya empat gejala tambahan, beberapa di antaranya
harus berintensitas berat.
Penilaian berat ringannya depresi diukur dengan
1. Hamilton Depression Rating Scale (HDRS): suatu skala pengukuran
depresi terdiri dari 21 items pernyataan dengan fokus primer pada
gejala somatik dan penilaian dilakukan oleh pemeriksa.
2. Beck's Depression nventory (BD): suatu skala pengukuran depresi
terdiri dari 21 items pernyataan yang diberikan oleh pemeriksa, namun
dapat juga digunakan oleh pasien untuk menilai derajat depresinya
sendiri.
3. Zung Self Depression Scale: suatu skala depresi terdiri dari 20 kalimat
dan penilaian derajat depresinya dilakukan oleh pasien sendiri.

iagnosis anding
1. Ansietas
Gangguan depresi berat tidak sulit didiagnosis. Namun pada derajat
ringan agak sulit, apalagi jika gejala depresinya bertumpang tindih dengan
gejala kecemasan seperti misalnya kurang nafsu makan, gangguan libido,
gangguan tidur yang juga dapat dijumpai pada kecemasan. Biasanya
gangguan ansietas atau kecemasan onsetnya lebih cepat dan gejala-
gejalanya lebih responsif terhadap sugesti dan plasebo.


2. Skizofrenia
Skizofrenia akut dapat terlihat sebagai suatu episode depresi berat
dengan gejala psikotik. Untuk membedakannya perlu diperhatikan riwayat
keluarga, perjalanan penyakit, riwayat kepribadian premorbid, dan respon
terhadap pengobatan


3. Depresi Organik


Depresi dapat juga disebabkan oleh faktor organik seperti :
a.Farmakologik : kortikosteroid, kontrasepsi, reserpin, alfa metildopa, anti
kolinesterase, thalium, amfetamin, simetidin, indometasin, fenotiazin,
vinkristin dan vinblastin.
b.Penyakit infeksi: sifilis stadium , influenza, ADS, pneumoni virus,
hepatitis virus, mononukleus infeksiosa, tuberkulosis.
c.Penyakit endokrin : hipo/hipertiroid, hiperparatiroid, hiperadrenalism
(Cushing's Disease), insufisiensi adrenal (Addison's Disease).
d. Penyakit kolagen : eritematosus sistemik, artritis rematoid.
e.Penyakit neurologis: sklerosis multipel, penyakit Parkinson, stroke,
demensia stadium dini, complex partial seizure.
f. Penyakit nutrisi : defisiensi vitamin (B
12
, B
1
, folat, niasin dan C)
g.Penyakit neoplastik : tumor serebri, tumor kaput pankreas, disseminated
carcinomatous.

PRSI PAA PNYAKIT PARKINSON


Frekuensi
Frekuesi depresi pada penyakit Parkinson bervariasi antara 20 90%
rata-rata 40 50%.. Frekuensi terendah didapatkan sebelum adanya
standarisasi rating scale. Saat ini penilaian depresi dilakukan melalui
wawancara atau dengan kriteria diagnostik yang berlaku umum.
nstrumen yang banyak dipakai pada penelitian depresi pada penyakit
Parkinson adalah Beck's Depression nventory (BD)nstrumen ini
digunakan untuk menilai kuantifikasi suasana perasaan pada Penyakit
Parkinson.
Usia dan Lamanya Penyakit
Kebanyakan peneliti beranggapan tidak ada hubungan antara usia pasien
saat ini atau usia saat onset penyakit Parkinson dengan terjadinya
depresi. Santamaria

dan Mayeuxmenemukan bahwa depresi cenderung
terjadi pada mereka yang berusia lebih muda saat onset gejala parkinson
Lamanya penyakit Parkinson diderita semula diduga dapat mempengaruhi
derajat depresinya. Namun nyatanya tidak ada kaitan antara lamanya
penyakit Parkinson dengan perubahan suasana perasaan atau afek
Jenis KeIamin
Seperti halnya dengan depresi pada umumnya, depresi pada penyakit
Parkinson lebih sering ditemukan pada perempuan mungkin karena faktor
risiko depresi pada perempuan lebih besar.
GejaIa epresi
Analisis Brown dkk. terhadap nilai Beck's Depression nventory
mendapatkan adanya peningkatan dysphoria, rasa pesimistik terhadap
masa yang akan datang, sedih dan gagasan bunuh diri. Sedikit sekali
ditemukan gejala menyalahkan diri sendiri, perasaan gagal dan tersiksa.
erajat epresi
Didapatkan depresi ringan sekitar 65 %, sedangkan depresi sedang
sampai berat sekitar 35 %

. Peneliti lain menemukan lebih dari separuh
(54 %) pasien Parkinson menderita depresi berat, sisanya depresi ringan
Pengaruh depresi terhadap gangguan motorik
Penyakit Parkinson ditandai oleh adanya gejala motorik klasik berupa
rigiditas, bradikinesi, tremor. Huber dkk. menemukan bahwa pasien
penyakit Parkinson dengan depresi memperlihatkan bradikinesi dan
rigiditas yang lebih hebat daripada pasien tanpa depresi, sedangkan
pasien Parkinson tanpa depresi tampak lebih tremor. Pasien dengan
gangguan stabilitas sikap dan gangguan cara berjalan tampak lebih
depresi daripada pasien dengan tremor.

Pada umumnya para peneliti
menganggap tidak ada hubungan antara abnormalitas suasana perasaan
(mood) dengan abnormalitas motorik

tetapi depresi mungkin lebih sering
pada sindrom dengan perubahan gaya berjalan dan sikap tubuh. Di antara
gejala penyakit Parkinson, tremor adalah gejala yang paling tidak
responsif terhadap dopamin. Jadi depresi lebih sering pada sindrom
Parkinson dengan gejala gejala yang nyata responsif terhadap dopamin.
PATOFISIOLOGI PRSI PAA PNYAKIT PARKINSON
Patofisiologi depresi pada penyakit Parkinson sampai saat ini belum
diketahui past
)
. Namun teoritis duga hal ini berhubungan dengan defisiensi
serotonin, dopamin

dan noradrenalin. Pada penyakit Parkinson terjadi
degenerasi sel-sel neuron

yang meliputi berbagai inti subkortikal termasuk
di antaranya substansia nigra, area ventral tegmental, nukleus basalis,
hipotalamus, pedunkulus pontin, nukleus raphe dorsal, locus cereleus,
nucleus central pontine dan ganglia otonomik. Beratnya kerusakan
struktur ini bervariasi. Pada otopsi didapatkan kehilangan sel substansia
nigra dan lokus cereleus bervariasi antara 50% - 85%, sedangkan pada
nukleus raphe dorsal berkisar antara 0% - 45%, dan pada nukleus ganglia
basalis antara 32 % - 87. nti-inti subkortikal ini merupakan sumber utama
neurotransmiter. Terlibatnya struktur ini mengakibatkan berkurangnya
dopamin di nukleus kaudatus (berkurang sampai 75%), putamen
(berkurang sampai 90%), hipotalamus (berkurang sampai 90%).
Norepinefrin berkurang 43% di lokus sereleus, 52% di substansia nigra,
68% di hipotalamus posterior. Serotonin berkurang 40% di nukleus
kaudatus dan hipokampus, 40% di lobus frontalis dan 30% di lobus
temporalis serta 50% di ganglia basalis

Selain itu juga terjadi pengurangan
nuropeptid spesifik seperti met-enkephalin, leu-enkephalin, substansi P
dan bombesin.
Perubahan neurotransmiter dan neuropeptid menyebab-kan perubahan
neurofisiologik yang berhubungan dengan perubahan suasana perasaan.
Sistem transmiter yang terlibat ini menengahi proses reward, mekanisme
motivasi, dan respons terhadap stres. Sistem dopamin berperan dalam
proses reward dan reinforcement. Febiger mengemukakan hipotesis
bahwa abnormalitas sistem neurotransmiter pada penyakit Parkinson
akan mengurangi keefektifan mekanisme reward dan menyebabkan
anhedonia, kehilangan motivasi dan apatis. Sedang Taylor menekankan
pentingnya peranan sistem dopamin forebrain dalam fungsi-fungsi tingkah
laku terhadap pengharapan dan antisipasi. Sistem ini berperan dalam
motivasi dan dorongan untuk berbuat, sehingga disfungsi sistem ini akan
mengakibatkan ketergantungan yang berlebihan terhadap lingkungan
dengan berkurangnya keinginan melakukan aktivitas, menurunnya
perasaan kemampuan untuk mengontrol diri. Berkurangnya perasaan
kemampuan untuk mengontrol diri sendiri dapat bermanifestasi sebagai
perasaan tidak berguna dan kehilangan harga diri. Ketergantungan
terhadap lingkungan dan ketidakmampuan melakukan aktivitas akan
menimbulkan perasaan tidak berdaya dan putus asa.
Sistem serotonergik berperan dalam regulasi suasana perasaan,
regulasi bangun tidur
)
, aktivitas agresi dan seksual. Disfungsi sistem ini
akan menyebabkan gangguan pola tidur, kehilangan nafsu makan,
berkurangnya libido, dan menurunnya kemampuan konsentrasi.
Penggabungan disfungsi semua unsur yang tersebut di atas
merupakan gambaran dari sindrom klasik depresi.

PNATALAKSANAAN
A. Medikamentosa
1. Terhadap penyakit Parkinson dan pengaruhnya terhadap depresi :
a. Levodopa (l-dopa).
Penggunaan levodopa terbatas untuk penyakit Parkinson, dan tidak
mempunyai efek antidepresi, bahkan kadang-kadang dicurigai sebagai
penyebab depresi atau eksaserbasi depresi
b. Bromokriptin
Bromokriptin adalah salah satu agonis dopamin yang mempunyai
pengaruh mengurangi depresi.
c. Antikolinergik
Selain digunakan sebagai obat anti parkinson, obat ini juga mempunyai
efek euforia ringan sehingga akan memperbaiki suasana perasaan
depresi, tetapi secara relatif obat ini tidak mempunyai efek antidepresan.
Obat dari golongan ini yang paling sering digunakan adalah triheksifenidil
d. Amantadin (Symmetrel)
Obat ini mempengaruhi aktivitas dopamin dengan jalan memperbaiki
sintesis, pelepasan dan asupan kembali pada ujung saraf dopaminergik di
neostriatum. Efek antidepresan obat ini kecil


. Pengo-atan terhadap depresi dan pengaruhnya pada penyakit
Parkinson.
a. Golongan Mono Amine Oxydase nhibitor
Obat ini bekerja menghambat enzim monoamin oksidase intraseluler yang
penting bagi metabolisme mono amin
(20)
. Obat ini memberikan efek
samping berupa tremor, hipotensi, parastesia dan krisis hipertenssi. Yang
termasuk dalam golongan ini yaitu: hydrazine (phenelzine, isocarboxazid,
iproniazid) dan cyclopropylamine (tranyl promine).
b. Golongan Trisiklik
Obat ini bekerja pada sistem noradrenergik dan serotonergik. Tertiary
amine (impramin, amitriptilin, klomipramin) bekerja pada sistem
serotorgenik. Secondary amine (desipramin, nortriptylin, proptylin) bekerja
mengaktifkan sistem noradrenergi. mpramin dan desipramin dilaporkan
mempunyai pengaruh yang bermanfaat terhadap abnormalitas motorik.
c. Golongan Serotonin Reuptake nhibitor
Golongan ini bekerja menghambat reuptake serotonin di celah sinaps,
sehingga kadar serotonin di celah sinaps meningkat. Yang temasuk
golongan ini yaitu fluoksetin, sertralin dan fluvoksamin
.
Fluvoksamin
dilaporkan bermanfaat dalam pengobatan depresi pada penyakit
Parkinson serta dapat menurunkan dosis levodopa yang digunakan untuk
penyakit Parkinson; sedangkan fluoksetin dapat meningkatkan disabilitas
pasien Parkinson.
. Ie.tro ConvuIsive Therapy (CT)
ECT banyak digunakan dalam pengobatan depresi berat. Ternyata ECT
juga bermanfaat memperbaiki gejala motorik pada penyakit Parkinson.
Gejalagejala penyakit Parkinson seperti tremor, rigiditas, bradikinesi
membaik dengan ECT, tetapi hanya singkat.
C. Terapi pem-edahan
Talamoktomi dan palidektomi sekarang sudah jarang dilakukan, tapi
transplantasi jaringan medula adrenal atau jaringan subtansia nigra fetus
ke nukleus kaudatus telah diperkenalkan sebagai suatu terapi percobaan
terhadap pengobatan Parkinson. Pada penelitian atas tujuh pasien tidak
ada perubahan nilai dasar Beck Depression nventory Scores setelah 6
dan 12 bulan transplantasi.
O-at -O-at antidepresi
Antidepresan TrisikIik
O-at antidepresan trisikIik
adalah sejenis obat yang digunakan sebagai antidepresan sejak tahun
1950an. Dinamakan trisiklik karena struktur molekulnya mengandung 3
cincin atom. Mekanisme kerja ATS tampaknya mengatur penggunaan
neurotransmiter norepinefrin dan serotonin pada otak. Manfaat Klinis
dengan riwayat jantung yang dapat diterima dan gambaran EKG dalam
batas normal, terutama bagi individu di atas usia 40 tahun, ATS aman dan
efektif dalam pengobatan penyakit depresif akut dan jangka panjang.
Reaksi yang merugikan dan pertimbangan keperawatan, perawat harus
mampu mengetahui efek samping umum dari anti depresan dan
mewaspadai efek toksik serta pengobatannya. Obat ini menyebabkan
sedasi dan efek samping antikolinergik, seperti mulut kering, pandangan
kabur, konstipasi, retensi urine, hipotensi ortostatik, kebingungan
sementara, takikardia, dan fotosensitivitas. Kebanyakan kondisi ini adalah
efek samping jangka pendek dan biasa terjadi serta dapat diminimalkan
dengan menurunkan dosis obat. Efek samping toksik termasuk
kebingungan, konsentrai buruk, halusinasi, delirium, kejang, depresi
pernafasan, takikardia, bradikardia, dan koma. Contoh obat-obatan yang
tergolong antidepresan trisiklik diantaranya adalah amitriptyline
amoxapine imipramine lofepramine iprindole protriptyline dan
trimipramine.
SeIektif serotonin reuptake inhi-itor (SSRI)
Diduga SSR meningkatkan 5-HT di celah sinaps, pada awalnya akan
meningkatkan aktivitas autoreseptor yang justru menghambat pelepasan
5-HT sehingga kadarnya turun dibanding sebelumnya. Tetapi pada
pemberian terus menerus autoreseptor akan mengalami desensitisasi
sehingga hasilnya 5-HT akan meningkat dicelah sinaps di area forebrain
yang menimbulkan efek terapetik. Contoh obat-obat yang tergolong SSR
diantaranya adalah fluoxetine, paroxetine, dan sertraline.
Monoamine oxidase inhi-itor (MAO inhi-itor)
Dulu MAOs secara nonselektif mengeblok MAO A dan B isoenzym dan
memiliki efek antidepresan yang mirip dengan antidepresan trisiklik.
Namun, MAOs bukan obat pertama terapi antidepresan karena pasien
yang menerima harus disertai dengan diet rendah tiramin untuk mencegah
krisis hipertensi karena MAOs membawa resiko interaksi obat dengan
obat lain. MAO tidak bersifat spesifik dan akan menurunkan metabolisme
barbiturate, analgesic opioid dan alkohol. Meclobamid menghambat MAO
A secara selektif dan reversible, relative aman dengan efek samping
utama pusing, insomnia, dan mual. Contoh obat-obat MAOs diantaranya
phenelzine, dan tranylcypromine
V. PARKINSON
Penyakit Parkinson
Penyakit Parkinson merupakan gangguan neurodegeneratif kedua
terbanyak, setelah penyakit Alzheimer. Dikarakterisasi secara klinis oleh
parkinsonisme (resting tremor, bradikinesia, rigiditas, dan ketakstabilan
postural) dan secara patologis dengan kehilangan neuron pada substantia
nigra, dan dimana saja yang berhubungan dengan adanya deposit protein
ubiquinated pada sitoplasma neuron (Lewy bodies) dan inklusi pada
proteinaseus seperti benang dalam neurit (Lewy neurites). Kejadian
penyakit Parkinson sekitar 0,5-1% pada orang usia 65-69 tahun,
meningkat 1-3% pada orang usia 80 tahun atau lebih. Diagnosa secara
klinis, meskipun gangguan lain dengan gejala menyolok dan tanda
parkinsonisme, seperti postencephalitis, drug-induced, dan parkinsonisme
arteriosklerotik, dapat rancu dengan penyakit Parkinson sampai diagnosa
dipastikan dengan otopsi. Komponen genetik pada penyakit Parkinson
telah lama dibicarakan, karena kebanyakan pasien memiliki penyakit
sporadis dan penelitian awal pada orang kembar memperlihatkan
persamaan rata-rata rendah dari concordance pada kembar monozigot
dan dizigot. Pandangan bahwa genetik terlibat pada beberapa bentuk
penyakit Parkinson telah diperkuat, bagaimanapun, dengan penelitian
bahwa kembar monozigot dengan onset penyakit sebelum usia 50 tahun
memiliki pembawa genetik yang sangat tinggi, lebih tinggi dari kembar
dizigot dengan penyakit early-onset. Lebih jauh, tanpa memperhatikan
usia onset, hal yang nyata terlihat antara kembar monozigot dapat
ditingkatkan secara signifikan jika uptake dopaminergik striatial abnormal
pada kembar tanpa gejala dari pasangan yang tidak harmonis, sebagai
pernyataan oleh tomografi emisi positron dengan fluorodopa F18,
digunakan sebagai tanda penyakit Parkinson presimtomatik. Peningkatan
risiko penyakit Parkinson juga dapat dilihat pada hubungan tingkat-
pertama pasien, biasanya ketika hasil tomografi emisi positron hubungan
asimtomatik diambil untuk dihitung, memenuhi bukti lebih lanjut dari
adanya komponen genetik terhadap penyakit. Bagaimanapun, keuntungan
nyata muncul ketika sejumlah kecil keluarga dengan early-onset, Lewy
body penyakit Parkinson didomiasi oleh faktor autosomal positif
teridentifikasi. Penelitian pada keluarga ini, dari Mediterania dan Jerman,
mengarahkan identifikasi dari 2 mutasi missense (Ala53Thr dan Ala30Pro)
pada gen penyandi d-synuclein, protein presinaps kecil yang tidak
diketahui fungsinya. Meskipun mutasi pada d-synuclein terbukti jarang
pada pasien penyakit Parkinson, mereka telah memenuhi petunjuk
pertama bahwa protein ini dapat terlibat dalam rantai molekuler kejadian
yang menyebabkan penyakit. Pentingnya d-synuclein telah ditingkatkan
oleh penemuan bahwa Lewy-bodies dan Lewy neurit yang ditemukan
pada penyakit Parkinson pada umumnya mengandung agregat d-
synuclein. Molekul protein d-synuclein cenderung untuk menjadi oligomer
in vitro; protein dengan mutasi missense Ala53Thr dan Ala30Pro
tampaknya lebih cenderung seperti ini.

Meskipun penelitian pada keluarga dengan penyakit Parkinson
early-onset membuktikan bahwa d-synuclein abnormal dapat
menyebabkan penyakit, hal ini masih belum jelas apakah fibril dari agregat
d-synuclein, yang terlihat pada Lewy-bodies dan Lewy neurit, berperan
penting sebagai penyebab pada bentuk umum penyakit Parkinson atau
hanya merupakan penanda untuk proses patogenetik yang terjadi. Positif
Lewy-bodies pada d-synuclein tidak hanya ditemukan pada berbagai
subnuklei pada substantia nigra, locus ceruleus, dan brain-stem lain dan
thalamic nuclei pada pasien penyakit Parkinson, tetapi juga pada distribusi
yang lebih menyebar, termasuk korteks pada beberapa pasien penyakit
Parkinson seperti pada pasien demensia jenis diffuse Lewy-bodies . d-
synuclein teragregasi pada glia juga merupakan gambaran atropi berbagai
sistem, menyebabkan penciptaan terhadap terminologi nosologic baru,
"synucleinopathy, untuk mengacu pada kelas penyakit neurodegeneratif
yang berhubungan dengan d-synuclein teragregasi.
Autosomal recessive juvenile parkinsonism adalah sindrom
neurologi genetik lain yang telah memenuhi pandangan penting terhadap
penyakit parkinson. Autosomal recessive juvenile parkinsonism
merupakan sindrom yang relatif jarang yang memberikan banyak
gambaran parkinsonisme, termasuk ketidakresponsifan terhadap
levodopa dan hilangnya nigrostriatal dan neuron lokus ceruleus, tetapi ini
memiliki onset yang sangat dini (sebelum usia 40 tahun), penelitian klinis
selama beberapa dekade menunjukkan tidak ada Lewy bodies dan Lewy
neurit pada otopsi. Pemetaan genetik sindrom pada 6q25-27 menutun
untuk identifikasi mutasi yang bertanggungjawab terhadap terhadap
Autosomal recessive juvenile parkinsonism pada gen penyandi protein
yang disebut parkin. Parkin diekspresikan utamanya di sistem saraf dan
merupakan salah satu anggota keluarga protein yang dikenal sebagai E3
ubiquitin ligase, yang menempel pada rantai peptida ubiquitin pendek
pada protein, suatu proses yang disebut ubiquination, dengan cara
demikian menandai mereka untuk degradasi melalui jalur degradasi
proteosomal.
Autosomal recessive juvenile parkinsonism yang dihasilkan dari
hilangnya fungsi pada kedua kopi gen parkin, mengakibatkan keturunan
autosomal resesif, sebagai kebalikan dari mutasi missense yang
mengubah d-synuclein dan menyebabkan gangguan yang dominan
diturunkan. Saat ini, bagaimanapun, spektrum penyakit yang diketahui
disebabkan oleh mutasi parkin telah tersebar luas, dengan penyakit
Parkinson rupanya muncul sporadis pada orang dewasa, pada dekade ke-
5 dan 6 kehidupan, yang berhubungan dengan mutasi gen parkin. Telah
ada beberapa pasien dengan penyakit Parkinson sporadis klasik dengan
onset pada orang dewasa yang hanya memiliki 1 alel parkin mutan,
meskipun demonstrasi yang lengkap bahwa alel lain normal dan tidak
mengandung mutasi tidak biasa diluar sekuens penyandian dan
sekitarnya masih kurang. Tepatnya peran apa yang dimiliki oleh mutasi
parkin pada mayoritas kasus penyakit Parkinson dan adanya heterozigot
(dimana lebih umum pada populasi dibandingkan homozigositas terhadap
2 alel mutan) menunjukkan faktor risiko penting yang tak dapat dipungkiri.
Bukti terkini menunjukkan bahwa ubiquinasi oleh parkin mungkin penting
dalam pergantian normal d-synuclein. Penemuan 1 keluarga dengan
beberapa anggota mengidap penyakit Parkinson yang memiliki mutasi
missense mengganggu pada gen yang menyandi neuron hidrolase
ubiquitin c-terminal spesifik, yaitu gen lain yang terlibat dalam
metabolisme ubiquitin. Kesimpulan yang jelas dari bagian yang berbeda
dari data ini adalah agregasi protein abnormal, disfungsi ubiquitin yang
memediasi mesin degradasi, atau keduanya mungkin merupakan langkah
penting dalam patogenesis penyakit Parkinson. Demikian juga pada gen
d-synuclein, parkin, dan ubiquitin C-hydrolase, setidaknya lima tempat-
tempat (lokus) lain sedang diusulkan untuk autosomal dominan dan
autosomal resesif pada penyakit Parkinson Analisis genetik secara umum,
bentuk sporadis penyakit Parkinson menunjukkan bahwa ada suatu
komponen yang dapat diturunkan dalam bentuk yang tidak jelas
diturunkan sebagai autosomal dengan sifat dominan atau resesif. Sebagai
contoh, alel tertentu pada suatu polimorfis kompleks pengulangan DNA
yang terletak sekitar 10 kilobase yang selalu digunakan bersama-sama ke
hulu oleh gen d-synuclein menunjukkan hubungan dengan penyakit
Parkinson sporadis dalam beberapa populasi, tetapi tidak pada yang lain.
dentifikasi positif gen pada lokus/letak tersebut seperti membuktikan gen
tambahan dan protein yang dapat dipelajari perannya dalam patogenesis
suatu penyakit. Karena mutasi d-synuclein yang amat sangat jarang
didapat, tes genetik pada mutasi ini seharusnya hanya dilakukan pada
penelitian yang mendasar saat sejarah keluarga yang kuat autosomal
dominan penyakit Parkinson ditemui. Mutasi parkin yang homozigot
diperoleh pada hampir setengah dari pasien yang menunjukkan penyakit
Parkinson pada anak-anak dan masa remaja dan mungkin 5% orang
dewasa muda dengan penyakit Parkinson. Ada kejadian kecil yang
mendukung suatu peran mutasi dalam gen parkin pada jenis penyakit
Parkinson late-onset, dan bahkan pengujian d-synuclein ataupun gen
parkin yang saat ini dilakukan dalam pelayanan klinis rutin

PNATALAKSANAAN
PenataIaksanaan Non-FarmakoIogis
Dukungan dan edukasi merupakan hal sangat kritis saat seorang
pasien didiagnosia sebagai penderita penyakit Parkinson. Pasien harus
mengerti bahwa penyakit Parkinson merupakan penyakit kronik progresif,
dengan tingkat progresifitas yang berbeda-beda pada setiap orang, dan
telah banyak pendekatanyang dilakukan untuk memperingan gejala.
Adanya group pendukung yangberisikan pasien penderita Parkinson
tahap lanjut, akan lebih membantu penderitayang baru saja didiagnosa
sebagai penderita penyakit Parkinson. Pasien harusdiberikan nasehat
mengenai latihan, termasul stretching, strengthening,
fitnesskardiovaskular, dan latihan keseimbangan, walaupun hanya dalam
waktu singkat. Studi jangka pendek menyatakan bahwa hal ini dapat
meningkatkan kemampuanpenderita dalam melakukan aktifitas sehari-
hari, kecepatan berjalan dan keseimbangan.
PNATALAKSANAAN FARMAKOLOGI
Dengan ditegakkannya diagnosis penyakit Parkinson, tidaklah
semata-mata memulai terapi dengan pemberian obat-obatan. Terapi
farmakologis dibenarkan jika pasien telah merasa terganggu dengan
gejala-gejala yang ada, atau jika mulai timbul kecacatan; keinginan dan
pilihan pasien merupakan hal yang mendasar dalam membuat keputusan
untuk dimulainya terapi farmakologis. Jika pasien membutuhkan terapi
untuk mengatasi gejala motorik, maka obat paling tepat yang digunakan
untuk memulai terapi adalah levodopa, agonis dopamine, antikolinergik,
amantadine dan selektif monoamine oxidase B (MAO-B) inhibitors.
Kecuali untuk dilakukannya perbandingan pada individu dengan
pemakaian agonis dopamine dan levodopa, dalam hal ini tidak terdapat
perbedaan yang kuat mengenai keunggulan 2 obat tersebut, namun
pengalaman secara klinik menunjukkan bahwa obat-obat dopaminergik
lebih poten dibandingkan antikolinergik, amantadine dan selektif
monoamine oxidase B (MAO-B) inhibitors.
Dengan adanya alasan inilah obat-obat dopaminergik digunakan
sebagai terapi inisial. Guidelines dari "the American Academy of
Neurology dan evidence-based menurut "Movement Disorder Society
menyatakan bahwa terapi inisial dengan menggunakan levodopa atau
agonis dopamine, memiliki alasan yang dapat diterima.
Levodopa
Levodopa merupakan precursor dopamine, diyakini merupakan
obat antiparkinsonian yang paling efektif. Dalam percobaan yang
membandingkan efektifitas levodopa dan agonis domain, yang dilakukan
secara random, menunjukkan peningkatan ADL dan motorik sebanyak 40-
50% dengan penggunaan levodopa. Levodopa dalam penggunaannya
dikombinasikan dengan peripheral decarboxylase inhibitor seperti
carbidopa, untuk mengurangi terjadinya dekarboksilasi levodopa, sebelum
mencapai otak. Tersedia dalam bentuk immediate-release dan controlled-
release. Carbidopa plus levodopa dikombinasikan dengan catechol O-
methyltransferase inhibitor, entacapone, merupakan satu preparat lain,
yang di produksi untuk menciptakan suatu prolong aksi, dengan
mencegah terjadinya metilasi. levodopa, termasuk di dalamnya;
penggunaan yang tidak sesuai index respons seperti tremor, dosis yang
tidak adekuat, durasi terapi yang tidak adekuat, dan interaksi obat (mis;
penggunaan levodopa bersamaan dengan metoclopramide, atau
risperidone). Percobaan dengan levodopa harus digunakan selama 3
bulan, dengan peningkatan dosis bertahap, setidaknya 1000 mg per hari
(bentuk immediate-release) atau sampai dosis limitasi yang
menampakkan efek merugikan sebelum pasien tidak memiliki respon lagi
terhadap pengobatan dengan levodopa.
Karena kegagalan terapi terhadap dosis terapi levodopa hanya
dicapai sebanyak kurang dari 10% pasien yang secara patologi terbukti
menderita penyakit Parkinson, maka kegagalan yang timbul diduga
merupakan suatu kemungkinan dari adanya kerusakan lain yang
mengindikasikan tidak adanya terapi farmakologis ataupun terapi
pembedahan yang menguntungkan.
Agonis opamin
Meskipun agonis dopamine kurang efektif dibandingkan dengan
levodopa, obat-obatan ini merupakan obat first-line alternative dalam
terapi penyakit Parkinson. Bermacam-macam agonis dopamine memiliki
efektifitas yang hampir mirip. Salah satu keuntungan yang potensial dari
obat ini dibandingkan dengan levodopa ialah rendahnya resiko untuk
terjadinya diskinesia dan fluktuasi fungsi motorik sebagai efek terapi,
dalam 1 hingga 5 tahun pengobatan, khususnya pada pasien yang
mendapatkan agonis dopamine sebagai pengobatan tunggal. Namun
bagaimanapun, sering dibutuhkan penggunaan kombinasi dari agonis
dopamine dan levodopa selama beberapa tahun setelah diagnosis
ditegakkan, untuk mengontrol gejala-gejala lanjutan. Agonis dopamine
dihindari pemakaiannya pada pasien dengan demensia, karena
kecenderungan obat ini dalam menimbulkan halusinasi.
Obat-obat agonis dopamine yang lama dikenal, seperti
bromokriptine dan pergolide, merupakan derivate ergot yang jarang
menimbulkan fibrosis retroperitoneal, pleural dan pericardial. Baru-baru ini
dilaporkan mengenai
hubungan antara penggunaan pergolide dengan terjadinya penebalan dan
disfungsi katup-katup jantung. Hasil echocardiografi pada pasien dengan
penggunaan pergolide jangka panjang menunjukkan adanya penyakit
restriktif valvular dengan resiko 2 sampai 4 kali lipat lebih besar
dibandingkan pasien penyakit Parkinson yang tidak mendapat terapi
dengan pergolide. Dengan adanya peristiwa ini, agonis dopamine tidak
diberikan yang berasal dari derivate ergot; seperti pramipexole dan
ropinirole.
Terapi Pem-edahan
Thalamotomy dan thalamic stimulationdeep brains timulation
(DBS) dengan implantasi elektoda dapat merupakan terapi yang mujarab
dalam mengatasi tremor pada penyakit Parkinson, ketika sudah tidak ada
lagi respon dengan pengobatan non-surgikal. Pallidotomy, pallidal deep
brain stimulation dapat mengatasi gejala-gejala penyakit Parkinson pada
pasien yang responnya terhadap medikasi antiparkinsonism mengalami
komplikasi dengan adanya fluktuasi fungsi motorik yang memburuk dan
diskinesia. Karena indikasi dari terapi surgical pada tahap dini penyakit
tidak ditemui dank arena tindakan yang cukup beresiko serta
membutuhkan biaya yang mahal, maka terapi pembedahan ini tidak
mempunyai peran pada awal penyakit Parkinson.


Terapi Neuroprotektif
Saat ini, belum ditemukan bukti yang mendukung bahwa pemberian
neuroprotektif sebagai terapi memiliki efektifitas. Namun begitu,
percobaan klinik menyatakan bahwa selektif MAO-B inhibitor, agonis
dopamine dan coenzyme Q10 mungkin dapat memperlambat
progresivitas penyakit. Masih banyak data yang dibutuhkan untuk
menjelaskan efektifitas neuroprotektif dalam terapi penyakit Parkinson.(9)
FK SAMPING
1. Efek samping levodopa yaitu midriasis, hemolisis, muka memerah,
sekresi air liur.
2. Efek samping amantadin yaitu gelisah, depresi, iritabilitas,
insomnia, agitasi, kegembiraan, halusinasi, dan kebingungan.
Overdosis dapat menghasilkan toksik akut psikosis. Dengan dosis
beberapa kali lebih tinggi dari yang direkomendasikan, kejang telah
terjadi
3. Efek samping COMT inhibitor yaitu diare, sakit perut, hipotensi
ortostatik, gangguan tidur, dan perubahan warna oranye urin, mual,
dan kebingungan.
4. Efek samping agonis dopamin yaitu anoreksia dan mual dan
muntah, hipotensi, sakit kepala, hidung tersumbat, peningkatan
gairah, infiltrat paru, pleura dan retroperitoneal
fibrosis, dan erythromelalgia efek samping lain dilaporkan dari ergot
yang diturunkan agonis dopamin.
OSIS
1. Levodopa dan Karbidopa
a. Levodopa biasanya dikombinasikan dengan karbidopa
dengan perbandingan dosis
levodopa:karbidopa=100mg:25mg sekali dengan dosis
maksimum 300mg:75mg sehari.


2. Amantadin
a. Dosis standar amantadin yaitu 100mg dua atau tiga kali
sehari dan dosis tertinggi 400mg sehari.
3. MAO-B inhibitor
a. Obat golongan ini yaitu selegilin dengan dosis standar 5mg
4. COMT inhibitor
a. Ada dua obat golongan ini yaitu tolkapon dan entokapon.
Rekomendasi dosis untuk tolkapon yaitu 100mg tiga kali
sehari. Karena waktu paruh entokapon yang lebih singkat,
maka dosis entokapon dinaikkan menjadi 200mg tiga kali
sehari
5. Agonis Dopamin
a. Golongan obat ini yaitu bromokriptin, pergolid, pramipeksol,
dan rapinirol. Dosis bromokriptin yaitu 7,5mg dan 30 mg.
untuk mencegah efek samping, dimulai dengan 1,25mg dua
kali sehari pada 2-3 bulan awal pertama dan meningkat
menjadi 2,5mg dua minggu berikutnya. Rata-rata dosis
pergolid 3mg sehari, tapi harus dimulai dengan 0,05mg
sehari dan dosis dinaikkan dengan melihat kondisi pasien.
Untuk pramipeksol dimulai dengan 0,125mg sehari, dosis
dinaikkan dua kali tiap satu minggu dan seterusnya.
Perhatikan hingga dosis 0,75mg. biasanya dosis pada
masyarakat 0,5 dan 3,0mg dengan memperhatikan
gangguan ginjal pasien. Untuk rapinirol, dosis awal dimulai
dari 0,25 mg tiga kali sehari. Dosis meningkat dengan jeda
empat minggu dosis meningkat 1,5mg. sampai 2 dan 8mg
tiga kali sehari




AFTAR PUSTAKA
1. Brunton, Laurence L.(2006).Goodman and Gilman's the
Phamacological Basis of Therapeutics 11
th
edition.The McGraw-Hill
Companies nc:United States
2. Wells, Barbara G.(2009).Pharmacotherapy Handbook seventh
Edition. The McGraw-Hill Companies nc:United States
3. Katzung, Bertram G.(2006).Basic and Clinical Pharmacology 9
th
.
The McGraw-Hill Companies nc:United States
4. http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/53_04_PatofisiologiGangguanT
idur.pdf/53_04_PatofisiologiGangguanTidur.pdf diakses pada
tanggal 1 november 2011.
5. http://eprints.undip.ac.id/8085/1/Yori_Primanda.pdf diakses pada
tanggal 1 november 2011.
6. http://eprints.undip.ac.id/8070/1/ndah_Budiarti.pdf diakses pada
tanggal 1 november 2011.
7. http://library.usu.ac.id/download/fk/bedah-iskandar%20japardi12.pdf
diakses pada tanggal 1 november 2011
8. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/20095/4/Chapter%2
0.pdf diakses pada tanggal 1 november 2011.
9. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/20095/4/Chapter%2
0.pdf diakses pada tanggal 1 november 2011.
10. http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/cdk_156_Depresi.pdf diakses
pada tanggal 1 november 2011.
11. http://eprints.undip.ac.id/23644/1/Panji_Baskoro.pdf diakses pada
tanggal 1 november 2011.
12. http://dinkessulsel.go.id/new/images/pdf/pedomam%20keswa_lansi
a.pdf diakses pada tanggal 1 november 2011.

Anda mungkin juga menyukai