Anda di halaman 1dari 7

Infeksi Cacing Kremi (Oksiuriasis, Enterobiasis) adalah suatu infeksi parasit yang terutama menyerang anak-anak, dimana cacing

Enterobius vermicularis tumbuh dan berkembangbiak di dalam usus.

Perjalanan penyakit
Cacing Enterobius vermicularis menyebabkan infeksi cacing kremi yang disebut juga enterobiasis atau oksiuriasis. Infeksi biasanya terjadi melalui 2 tahap. Pertama, telur cacing pindah dari daerah sekitar anus penderita ke pakaian, seprei atau mainan. Kemudian melalui jari-jari tangan, telur cacing pindah ke mulut anak yang lainnya dan akhirnya tertelan. Telur cacing juga dapat terhirup dari udara kemudian tertelan. Setelah telur cacing tertelan, lalu larvanya menetas di dalam usus kecil dan tumbuh menjadi cacing dewasa di dalam usus besar (proses pematangan ini memakan waktu 2-6 minggu). Cacing dewasa betina bergerak ke daerah di sekitar anus (biasanya pada malam hari) untuk menyimpan telurnya di dalam lipatan kulit anus penderita. Telur tersimpan dalam suatu bahan yang lengket. Bahan ini dan gerakan dari cacing betina inilah yang menyebabkan gatal-gatal. Telur dapat bertahan hidup diluar tubuh manusia selama 3 minggu pada suhu ruangan yang normal. Tetapi telur bisa menetas lebih cepat dan cacing muda dapat masuk kembali ke dalam rektum dan usus bagian bawah.

Gejala
Gejalanya berupa: 1. Rasa gatal hebat di sekitar anus 2. Rewel (karena rasa gatal dan tidurnya pada malam hari terganggu) 3. Kurang tidur (biasanya karena rasa gatal yang timbul pada malam hari ketika cacing betina dewasa bergerak ke daerah anus dan menyimpan telurnya di sana) 4. Nafsu makan berkurang, berat badan menurun (jarang terjadi, tetapi bisa terjadi pada infeksi yang berat) 5. Rasa gatal atau iritasi vagina (pada anak perempuan, jika cacing dewasa masuk ke dalam vagina) 6. Kulit di sekitar anus menjadi lecet, kasar, atau terjadi infeksi (akibat penggarukan).

Komplikasi
1. Salpingitis (peradangan saluran indung telur) 2. Vaginitis (peradangan vagina) 3. Infeksi ulang.

Diagnosis
Cacing kremi dapat dilihat dengan mata telanjang pada anus penderita, terutama dalam waktu 1-2 jam setelah anak tertidur pada malam hari. Cacing kremi berwarna putih dan setipis rambut, mereka aktif bergerak. Telur maupun cacingnya bisa didapat dengan cara menempelkan selotip di lipatan kulit di sekitar anus, pada pagi hari sebelum anak terbangun. Kemudian selotip tersebut ditempelkan pada kaca objek dan diperiksa dengan mikroskop.

Pengobatan
Infeksi cacing kremi dapat disembuhkan melalui pemberian dosis tunggal obat antiparasit mebendazole, albendazole atau pirantel pamoat. Seluruh anggota keluarga dalam satu rumah harus meminum obat tersebut karena infeksi ulang bisa menyebar dari satu orang kepada yang lainnya. Untuk mengurangi rasa gatal, bisa dioleskan krim atau salep anti gatal ke daerah sekitar anus sebanyak 2-3 kali/hari. Meskipun telah diobati, sering terjadi infeksi ulang karena telur yang masih hidup terus dibuang ke dalam tinja selama seminggu setelah pengobatan. Pakaian, seprei dan mainan anak sebaiknya sering dicuci untuk memusnahkan telur cacing yang tersisa. Langkah-langkah umum yang dapat dilakukan untuk mengendalikan infeksi cacing kremi adalah: 1. 2. 3. 4. 5. Mencuci tangan sebelum makan dan setelah buang air besar Memotong kuku dan menjaga kebersihan kuku Mencuci seprei minimal 2 kali/minggu Mencuci jamban setiap hari Menghindari penggarukan daerah anus karena bisa mencemari jari-jari tangan dan setiap benda yang dipegang/disentuhnya 6. Menjauhkan tangan dan jari tangan dari hidung dan mulut.

Pencegahan
Sangat penting untuk menjaga kebersihan pribadi, dengan menitikberatkan kepada mencuci tangan setelah buang air besar dan sebelum menyiapkan makanan. Pakaian dalam dan seprei penderita sebaiknya dicuci sesering mungkin dan dijemur matahari.

Disentri berasal dari bahasa Yunani, yaitu dys (=gangguan) dan enteron (=usus), yang berarti radang usus yang menimbulkan gejala meluas, tinja lendir bercampur darah [1]. Gejala-gejala disentri antara lain adalah:

Buang air besar dengan tinja berdarah Diare encer dengan volume sedikit Buang air besar dengan tinja bercampur lender(mucus) Nyeri saat buang air besar (tenesmus)

timologi
1. Bakteri (Disentri basiler) o Shigella, penyebab disentri yang terpenting dan tersering ( 60% kasus disentri yang dirujuk serta hampir semua kasus disentri yang berat dan mengancam jiwa disebabkan oleh Shigella [2]. o Escherichia coli enteroinvasif (EIEC) o Salmonella o Campylobacter jejuni, terutama pada bayi 2. Amoeba (Disentri amoeba), disebabkan Entamoeba hystolitica, lebih sering pada anak usia > 5 tahun

Patofisiologi
Referensi:[3][4][5][6] Transmisi : fecal-oral, melalui : makanan / air yang terkontaminasi, person-to-person contact.

Disentri basiler

Shigella dan EIEC


MO --> kolonisasi di ileum terminalis/kolon, terutama kolon distal invasi ke sel epitel mukosa usus --> multiplikasi --> penyebaran intrasel dan intersel --> produksi enterotoksin --> cAMP --> hipersekresi usus (diare cair, diare sekresi).--> produksi eksotoksin (Shiga toxin) --> sitotoksik --> infiltrasi sel radang --> nekrosis sel epitel mukosa --> ulkus-ulkus kecil --> eritrosit dan plasma keluar ke lumen usus --> tinja bercampur darah.--> invasi ke lamina propia ? --> bakteremia (terutama pada infeksi S.dysenteriae serotype 1)

Salmonella
MO --> kolonisasi di jejunum/ileum/kolon --> invasi ke sel epitel mukosa usus --> invasi ke lamina propia --> infiltrasi sel-sel radang --> sintesis Prostaglandin --> produksi heatlabile cholera-like enterotoksin --> invasi ke Plak Peyeri --> penyebaran ke KGB mesenterium -->hipertrofi --> penurunan aliran darah ke mukosa --> nekrosis mukosa --> ulkus menggaung --> eritrosit dan plasma keluar ke lumen --> tinja bercampur darah.

Campylobacter jejuni
MO --> kolonisasi di jejunum/ileum/kolon --> invasi ke sel epitel mukosa usus --> invasi ke lamina propia --> infiltrasi sel-sel radang --> Prostaglandin --> produksi heat-stabile cholera-like enterotoksin --> produksi sitotoksin ?? --> nekrosis mukosa --> ulkus --> eritrosit dan plasma keluar ke lumen --> tinja bercampur darah.--> masuk ke sirkulasi (bakteremia).

Disentri amoeba
Bentuk histolitika (trofozoit) --> invasi ke sel epitel mukosa usus --> nekrosis jaringan mukosa ususproduksi enzim histolisin --> invasi ke jaringan submukosa --> ulkus amoeba --> ulkus melebar dan saling berhubungan membentuk sinus-sinus submukosa --> malabsorpsi --kerusakan permukaan absorpsi > massa intraluminal --> tekanan osmotik intraluminal --> diare osmotik.

Komplikasi
Referensi:[2][3][4][7] 1. Dehidrasi 2. Gangguan elektrolit, terutama hiponatremia 3. Kejang 4. Protein loosing enteropathy 5. Sepsis dan DIC 6. Sindroma Hemolitik Uremik 7. Malnutrisi/malabsorpsi 8. Hipoglikemia 9. Prolapsus rektum 10. Reactive arthritis 11. Sindroma Guillain-Barre 12. Ameboma 13. Megakolon toksik 14. Perforasi lokal 15. Peritonitis

Diagnosis
Diagnosis klinis dapat ditegakkan semata-mata dengan menemukan tinja bercampur darah. Diagnosis etiologi biasanya sukar ditegakkan. Penegakan diagnosis etiologi melalui gambaran klinis semata sukar, sedangkan pemeriksaan biakan tinja untuk mengetahui agen penyebab seringkali tidak perlu dilakukan karena memakan waktu lama (minimal 2 hari) dan umumnya gejala membaik dengan terapi antibiotika empiris. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan :

Pemeriksaan tinja o Makroskopis : suatu disentri amoeba dapat ditegakkan bila ditemukan bentuk trofozoit dalam tinja o Benzidin test o Mikroskopis : leukosit fecal (petanda adanya kolitis), darah fecal . Biakan tinja : o Media : agar MacConkey, xylose-lysine deoxycholate (XLD), agar SS. Pemeriksaan darah rutin : leukositosis (5.000 15.000 sel/mm3), kadang-kadang dapat ditemukan leukopenia.

Simtoma klinis

Disentri basiler

Diare mendadak yang disertai darah dan lendir dalam tinja. Pada disentri shigellosis, pada permulaan sakit, bisa terdapat diare encer tanpa darah dalam 624 jam pertama, dan setelah 12-72 jam sesudah permulaan sakit, didapatkan darah dan lendir dalam tinja. Panas tinggi (39,5 - 40,0 C), kelihatan toksik. Muntah-muntah. Anoreksia. Sakit kram di perut dan sakit di anus saat BAB. Kadang-kadang disertai dengan gejala menyerupai ensefalitis dan sepsis (kejang, sakit kepala, letargi, kaku kuduk, halusinasi).

Disentri amoeba

Diare disertai darah dan lendir dalam tinja. Frekuensi BAB umumnya lebih sedikit daripada disentri basiler (10x/hari) Sakit perut hebat (kolik) Gejala konstitusional biasanya tidak ada (panas hanya ditemukan pada 1/3 kasus).

Penanganan
1. Perhatikan keadaan umum anak, bila anak appear toxic, status gizi kurang, lakukan pemeriksaan darah (bila memungkinkan disertai dengan biakan darah) untuk mendeteksi adanya bakteremia. Bila dicurigai adanya sepsis, berikan terapi sesuai penatalaksanaan sepsis pada anak. Waspadai adanya syok sepsis. 2. Komponen terapi disentri : a. Koreksi dan maintenance cairan dan elektrolit. b. Diet c. Antibiotika d. Sanitasi Ad. a. Koreksi dan maintenance cairan dan elektrolit Seperti pada kasus diare akut secara umum, hal pertama yang harus diperhatikan dalam penatalaksanaan disentri setelah keadaan stabil adalah penilaian dan koreksi terhadap status hidrasi dan keseimbangan elektrolit. Ad. b. Diet Anak dengan disentri harus diteruskan pemberian makanannya. Berikan diet lunak tinggi kalori dan protein untuk mencegah malnutrisi. Dosis tunggal tinggi vitamin A (200.000 IU) dapat diberikan untuk menurunkan tingkat keparahan disentri, terutama pada anak yang diduga mengalami defisiensi. Untuk mempersingkat perjalanan penyakit, dapat diberikan sinbiotik dan preparat seng oral8,9. Dalam pemberian obat-obatan, harus diperhatikan bahwa obat-obat yang memperlambat motilitas usus sebaiknya tidak diberikan karena adanya risiko untuk memperpanjang masa sakit. Ad. c. Antibiotika Anak dengan disentri harus dicurigai menderita shigellosis dan mendapatkan terapi yang sesuai. Pengobatan dengan antibiotika yang tepat akan mengurangi masa sakit dan menurunkan risiko komplikasi dan kematian. Pilihan utama untuk Shigelosis (menurut anjuran WHO) : Kotrimoksazol (trimetoprim 10mg/kbBB/hari dan sulfametoksazol 50mg/kgBB/hari) dibagi dalam 2 dosis, selama 5 hari. Dari hasil penelitian, tidak didapatkan perbedaan manfaat pemberian kotrimoksazol dibandingkan plasebo10.

Alternatif yang dapat diberikan : o Ampisilin 100mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 dosis o Cefixime 8mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis o Ceftriaxone 50mg/kgBB/hari, dosis tunggal IV atau IM o Asam nalidiksat 55mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 dosis. Perbaikan seharusnya tampak dalam 2 hari, misalnya panas turun, sakit dan darah dalam tinja berkurang, frekuensi BAB berkurang, dll. Bila dalam 2 hari tidak terjadi perbaikan, antibiotik harus dihentikan dan diganti dengan alternatif lain. Terapi antiamebik diberikan dengan indikasi : o Ditemukan trofozoit Entamoeba hystolistica dalam pemeriksaan mikroskopis tinja. o Tinja berdarah menetap setelah terapi dengan 2 antibiotika berturut-turut (masing-masing diberikan untuk 2 hari), yang biasanya efektif untuk disentri basiler. Terapi yang dipilih sebagai antiamebik intestinal pada anak adalah Metronidazol 30-50mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis selama 10 hari. Bila disentri memang disebabkan oleh E. hystolistica, keadaan akan membaik dalam 2-3 hari terapi. Ad. d. Sanitasi Beritahukan kepada orang tua anak untuk selalu mencuci tangan dengan bersih sehabis membersihkan tinja anak untuk mencegah autoinfeksi.

Anda mungkin juga menyukai