Anda di halaman 1dari 7

TUGAS TERSTRUKTUR

PRAKTEK KER1A LAPANG


BALAI BESAR INSEMINASI BUATAN (BBIB) SINGOSARI

Tentang : Fly Control
Pengampu: Drh. Koko Wisnu Prihatin

Oleh:
Nama : Rahardian Perdana Putra
NIM : 0810550196











FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS BRAWI1AYA
MALANG
2011


MYASIS DAN CARA PENANGGULANGANNYA PADA TERNAK SAPI

alat adalah serangga yang termasuk dalam ordo diphtera, dengan sepasang
sayap berbentuk membran. alat merupakan salah satu species yang berperan dalam
masalah kesehatan baik hewan maupun manusia. Pada manusia, lalat menyebabkan
penularan penyakit saluran pencernaan seperti: kolera, typhus, disentri, dan lain-lain.
Pada hewan ternak seperti sapi, ternyata lalat juga merugikan. Jika ada sapi
yang terluka, lalat akan segera hinggap dan menginIestasi larva kedalam luka tersebut.
Akibatnya, sapi akan terserang penyakit Myiasis. Myiasis atau belatungan adalah
inIestasi larva lalat ke dalam jaringan hidup hewan berdarah panas termasuk manusia.
Selama periode tertentu, larva yang telah diinIestasi oleh lalat tersebut akan memakan
jaringan hidup atau mati dari daging, bahan-bahan cairan tubuh atau makanan yang
ditelan. Akibatnya, sapi akan menampakkan gejala-gejala sbb:
1. esu,
2. NaIsu makan kurang,
3. Bobot badan menurun cepat,
4. Selalu gelisah.
Jika tidak segera ditangani, maka peternak sapi akan mengalami kerugian
sebagai akibat dari myiasis ini yaitu:
O Terjadi malnutrisi,
O Produksi susu dan daging turun,
O Kematian.
Penyakit ini sering ditemukan dinegara-negara tropis, terutama masyarakat
golongan sosio-ekonomi rendah. Diantara lalat penyebab myiasis di dunia, lalat
Chrysomya be::iana mempunyai nilai medis yang penting karena larvanya bersiIat
obligat parasite dan menyebabkan kerugian ekonomi. Beberapa kasus myiasis yang
terjadi pada manusia dan hewan di Indonesia disebabkan oleh inIestasi larva C. be::iana
atau bercampur dengan $arcophaga sp. Sulawesi, Sumba Timur, Pulau ombok,
Sumbawa, Papua dan Jawa telah dilaporkansebagai daerah endemik myiasis. Kasus
myiasis pada hewan sering terjadi pascapartus (myiasis vulva) yang diikuti oleh
pemotongan tali pusar anaknya (myiasis umbilikus) atau akibat luka traumatika.
Dari Iakta di atas tentunya perlu adanya tindakan pencegahan atau
penanggulangan untuk mencegah bahaya dari penyakit yang disebabkan oleh lalat
tersebut. Sebelum melangkah lebih lanjut kita harus terlebih dahulu memahami lebih
lanjut tentang daur hidup dari lalat.
Pada umumnya siklus hidup lalat melalui 4 stadium yaitu:
~telurlarvapupalalat dewasa
alat berkembang biak dengan bertelur, berwarna putih dengan ukuran lebih
kurang 1 mm panjangnya. Setiap kali bertelur akan menghasilkan 120130 telur dan
menetas dalam waktu 816 jam .Pada suhu rendah telur ini tidak akan menetas (dibawah
12 13 C).
Telur yang menetas akan menjadi larva berwarna putih kekuningan, panjang
12-13 mm. Akhir dari phase larva ini berpindah tempat dari yang banyak makan ke
tempat yang dingin guna mengeringkan tubuhnya, Setelah itu berubah menjadi
kepompong yang berwarna coklat tua, panjangnya sama dengan larva dan tidak
bergerak. Phase ini berlangsung pada musim panas 3 -7 hari pada temperatur 3035 C.
Kemudian akan keluar lalat muda dan sudah dapat terbang antara 450900 meter. Siklus
hidup dari telur hingga menjadi lalat dewasa 6-20 hari alat dewasa panjangnya lebih
kurang / inci, dan mempunyai 4 garis yang agak gelap hitam dipunggungnya. Beberapa
hari kemudian sudah siap untuk berproduksi, pada kondisi normal lalat dewasa betina
dapat bertelur sampai 5 (lima) kali.
Umur lalat pada umumnya sekitar 2 -3 minggu, tetapi pada kondisi yang lebih
sejuk biasa sampai 3 (tiga) bulan alat tidak kuat terbang menantang arah angin, tetapi
sebaliknya lalat akan terbang jauh mencapai 1 kilometer.
Pada beberpa jenis lalat, telur-telur tetap dalam tubuh lalat dewasa sampai
menetap dan baru kemudian dilahirkan larva. amanya siklus hidup dan kebiasaan
tempat bertelur bisa berbeda antara berbagai jenis lalat. Demikian pula terdapat
perbedaan-perbedaan dalam hal suhu dan tempat hidup yang biasanya untuk masing-
masing jenis lalat.
Penularan penyakit dapat terjadi melalui semua bagian dari tubuh lalat
seperti : bulu badan, bulu pada anggota gerak, muntahan serta Iesesnya. Dalam upaya
pengendalian penyakit menular tidak terlepas dari usaha penignkatan kesehatan
lingkungan,salah satu kegiatannya adalah pengendalian vektor penyakit. Pengendalian
vektor penyakit merupakan tindakan pengendalian untuk mengurangi atau melenyapkan
gangguan yang timbul oleh binatang pembawa penyakit, seperti lalat.
Saat ini banyak sekali metode pengendalian lalat yang telah dikenal dana
dimanIaatlan oleh manusia. Prinsip dari metode pengendalian lalat adalah pengendalian
itu dapat mencegah perindukan lalat yang dapat menyebabkan gangguan terhadap
kesehatan ternak maupun manusia.
Melihat eIek yang ditimbulkan, lalat memang merugikan, oleh sebab itu lalat
memang harus dilenyapkan dari lingkungan sekitar kita. Ada banyak cara untuk
membasmi lalat yaitu :
O Menghilangkan tempat-tempat pembiakan lalat, dengan cara menjaga kebersihan
serta menutup tempat pembuangan sampah agar tidak menjadi tempat
perkembangbiakan lalat.
O Melindungi makanan terhadap kontaminasi oleh lalat
O Membasmi larva lalat, dengan cara selalu membersihkan kandang hewan ternak.
O Membasmi lalat dewasa dengan cara melakukan penyemprotan insektisida atau
menyebarkan 4-at pem-asmi lalat.
Menurut pril H. Wardhana (2006), pengendalian penyakit yang disebabkan
oleh lalat dapat dilakukan dengan 3 cara, yakni: pengobatan, penurunan populasi lalat,
serta pengawasan lalu lintas ternak.
Dalam jurnal ilmiahnya yang berjudul "Chrysomya bezziana PEAYEBAB
MYIASIS PADA HEWAA DAA MAAUSIA: PERMASALAHAA DAA
PEAAACCULAACAAAYA" . April menyebutkan bahwa, umumnya para dokter
hewan lapangan menggunakan Gusanex untuk mengobati myiasis. Beberapa minyak
atsiri, seperti minyak atsiri nilam dan akar wangi juga telah dicoba secara invitro sebagai
insektisida botanis dan terbukti mampu mematikan larva C. be::iana. pril H.
Wardhana (2006).
Upaya pengendalian kedua menurut pril H. Wardhana (2006). Adalah
dengan cara menurunkan populasi lalat tersebut. Salah satu metode yang dilakukan
adalah Screwworm Adult Suppresion System (SWASS) yaitu mengkombinasikan
penggunaan umpan (bait), perangsang pakan (Ieeding stimulant) yang terdiri dari
campuran tepung darah, gula dan bongkol jagung dan insektisida yang dibentuk menjadi
pelet kemudian disebar dengan pesawat (COPPEDGE et al ., 1980) . Metode lainnya
disebut dengan nama bait station yaitu penggunaan elemen yang sama dengan SWASS
dalam suatu alat yang permanen kemudian diletakkan di atas tanah (COPPEDGE et al.,
1981) . Kedua metode di atas menggunakan campuran pemikat sintetik swormlure (S-
2) (JONES et al., 1976;COPPEDGE et al ., 1977) dengan insektisida dichlorovos .
SWASS dilaporkan cukup berhasil untuk mengurangi populasi lalat dan menurunkan
jumlah kasus myiasis di USA dan Mexico. Kelemahan metode ini adalah kurang eIektiI
untuk daerah yang lembab, daerah yang banyak mempunyai saluran air dan hanya
bertahan 3 - 5 hari (SNOW et al ., 1982) .
angkah terakhir menurut pril H. Wardhana (2006), adalah dengan cara
melakukan pengawasan terhadap lalu lintas ternak. TAYOR et al . (1996) berpendapat
bahwa pemasukan dan pemindahan ternak dari satu daerah ke daerah lain dapat menjadi
jembatan penyebaran lalat penyebab myiasis. aporan lain juga menyebutkan bahwa
manusia diduga menjadi sarana penyebaran lalat C. hezziana dari lokasi geograIisnya .
Pendapat di atas didukung oleh kejadian myiasis di sungai Mississippi . Seperti yang
dituliskan oleh WYSS (2000) bahwa sebelum tahun 1933 tidak pernah dilaporkan
adanya kasus myiasis di sungai Mississippi, namun setelah adanya kiriman sapi yang
terinIeksi ke Georgia pada Juli 1933 maka kasus myiasis tersebar dengan cepat di daerah
sekitar sungai ini, bahkan sampai mencapai Florida Selatan . Para peternak melaporkan
adanya peningkatan jumlah ternak yang mati, kebutuhan insektisida, obat-obatan hewan
dan penurunan berat badan serta produksi susu akibat serangan lalat screwworm .
Kasus myiasis yang menyerang ternak di Indonesia masih cukup tinggi baik
pada ternak yang dipelihara secara intensiI, semi intensiI maupun ekstensiI. Keadaan
serupa juga terjadi pada kasus myiasis pada manusia, terutama pada daerah-daerah
endemik dengan kondisi sanitasi yang buruk dan sosio-ekonomi yang rendah . angkah-
langkah pengendalian masih harus terus dilakukan, yaitu pengobatan luka secara dini,
pemantauan terhadap populasi lalat C.be::iana di daerah endemik dan pengawasan lalu
lintas ternak. angkah-langkah tersebut menuntut kerjasama sinergis antara berbagai
pihak terkait antara lain Dinas Kesehatan, Dinas Peternakan termasuk para dokter
hewan.
Community Ily-control program harus dipimpin oleh Dinas Kesehatan Rakyat
karena Dinas Kesehatan Rakyat yang mempunyai wewenang untuk mengambil
tindakan-tindakan kalau perlu dan mempunyai hubungan langsung dengan perusahaan-
perusahaan, restoran-restoran dan instansi-instansi dalam hubungan dengan pengawasan
kesehatan lingkungan. Devi (2001).







DAFTAR PUSTAKA

Anonymous. 2011. !edoman Tehnis !engendalian Lalat. http://www.depkes.go.id
/downloads/Pengenalian20alat.pdI.
Anonymous. 2002. Fly Control For Cattle. http://www.vetmed.ucdavis.eu/vetext/INF-
BEcca/.../INF-BEcca0204.html.
Abrianto, W. 2009. Efek Lalat !ada $api. http://www.paramectin.blogspot.com
/2010/03/eIek-lalat-pada-sapi.html.
April H. W. 2006. Chrysomya be::iana !enyebab Myiasis !ada Hewan dan
Manusia.!ermasalahan dan !enanggulangannya.
http://www.bbalitvet.litbang.deptan.go.id/ind/attachments/24716.
pdI.
Artina, Dkk. 2010. $aleb Gusalin (Gusanex dan !enicilin) $ebagai Drugs Of Choice
Yang Tepat Dalam !engobatan !enyakit Belatungan (Myasis) $api.
http://www.i-lib.ugm.ac.id/jurnal/download.php?data,d10885.pdI.
Devi, Nuraini. 2001. Manafemen !engendalian Lalat. http://www.
repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3497/1/Ik-Devi.pdI.

Anda mungkin juga menyukai