Anda di halaman 1dari 2

ANDRIYANI PUSPITASARI E2A009153 Tanggal : 20 Oktober 2011 TANDA TANGAN :

Budidaya Kopi Organik Mulai Dilirik


Temanggung, CyberNews. Maraknya budidaya sejumlah komoditas pertanian melalui cara organik, turut pula menggugah rasa keingintahuan petani kopi. Tidak semata segi ekonomis yang menjadi pertimbangan, harapan untuk mengembalikan kesuburan tanah yang telah terkikis juga menjadi faktor pendorong. Hal ini diungkapkan Wakil Ketua Asosiasi Petani Kopi (Apeki) Temanggung, Rachmat Pratikto saat ditemui di kediamannya, Rabu (23/3). Namun untuk wilayah Temanggung, gagasan itu diakui baru sebatas wacana. Pasalnya banyak hal yang harus disiapkan sebelum menerapkan sistem tersebut di lapangan. Salah satunya adalah faktor 5recovery lahan. Dijelaskan Praktiko, peralihan dari sistem pemupukan secara kimia ke organik pastinya akan menimbulkan dampak shock lahan yang berimbas terhadap produktivitas tanaman. "Umum terjadi budidaya secara organik menghasilkan panen yang jumlahnya lebih sedikit dibanding pemupukan kimia. Tapi sekarang sudah mulai dicoba dengan mengurangi penggunaan pupuk kimia sedikit demi sedikit," katanya. Nitrogen Dalam penggunaan pupuk organik, perbandingannya diperhitungkan jauh lebih besar dibanding kimia. Dia mencontohkan satu hektar lahan tanaman kopi setidaknya dibutuhkan 4 kuintal pupuk urea. Jika dikonversikan ke sistem organik membutuhkan pupuk setara beberapa truk. "Unsur kimia utama yang dibutuhkan adalah nitrogen. Bandingkan saja, kandungan unsur tersebut di dalam urea mencapai 45 persen tapi di pupuk organik hanya berkisar 3 persen," papar dia. Disisi lain, pupuk organik memiliki keunggulan kandungan unsur hara yang lebih lengkap sehingga bisa menyesuaikan dengan keasaman tanah. Untuk mengatasi persoalan ini, diperkirakan butuh waktu 7-10 tahun sampai lahan benar-benar siap dan produksi bisa stabil. "Jika nantinya diterapkan idealnya dimulai dari lahan yang berada di posisi ketinggian paling atas. Tidak ada gunanya jika dilakukan di lahan paling bawah, karena tanah akan terkontaminasi lagi dengan zat kimia yang terbawa aliran air dari atas," terangnya. Dalam implementasi budidaya organik, Ketua I Apeki Jawa Tengah ini juga mengingatkan tentang pentingnya pasar dan sasaran konsumen. Selama ini, kopi organik sebagaimana yang

telah diproduksi Kabupaten Toraja hampir seluruhnya terserap di pasar ekspor Jepang, dengan harga mencapai 10 kali lipat dibanding kopi biasa. ( Amelia Hapsari / CN15 / JBSM )

Anda mungkin juga menyukai