Anda di halaman 1dari 3

MORATORUM KEHUTANAN NDONESA

Pemanasan global ialah peristiwa naiknya suhu permukaan bumi. Di samping faktor-
faktor lokal, seperti letak geografi dan topografi, faktor penting pengatur iklim adalah suhu
atmosfer, karena suhu atmosfer merupakan sumber energi yang menggerakkan faktor-faktor
iklim. Suhu atmosfer ditentukan oleh emisi gas rumah kaca.
1
CO
2
merupakan gas rumah
kaca terpenting karena kadarnya yang tinggi.
Pembakaran kayu, batubara dan minyak bumi melepaskan karbon yang tersimpan
dalam rosot dan masuk ke atmosfer sebagai CO
2.
Penyusutan luas hutan karena perubahan
tataguna lahan juga menambah kadar CO
2
dalam atmosfer.
2
Deforestasi berkontribusi
sebesar 5,8 miliar ton gas karbon dioksida (CO
2
) atau setara dengan 18 persen dari emisi
Gas Rumah Kaca dunia ke atmosfer setiap tahunnya.
3

Dalam perputaran iklim, hutan memiliki peran ganda. Deforestasi dan degradasi
hutan melepas karbon yang tersimpan dalam pohon atau lahan gambut. Diperkirakan jumlah
emisinya mencapai antara 17-20 persen total emisi gas rumah kaca dunia, lebih besar
daripada emisi sektor transportasi global. Selain itu, hutan yang sehat menyerap karbon
dioksida dari atmosfer untuk membantu proses fotosintesis. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa lebih dari 15 persen dari 32 miliar ton karbon dioksida yang dihasilkan setiap tahun
oleh kegiatan manusia diserap oleh hutan. Jadi, ketika hutan rusak, kita rugi dua kali. Kita
tidak hanya melepas karbon dari pohon, tetapi juga kehilangan kemampuan hutan untuk
menyerap karbon dioksida.
4

Ketika hutan ditebang atau digunduli, biomassa yang tersimpan di dalam pohon akan
membusuk atau terurai dan menghasilkan gas karbon dioksida (CO
2
), sehingga
menyebabkan peningkatan konsentrasi Gas Rumah Kaca di atmosfer yang memerangkap
panas yang dipancarkan permukaan bumi. Selain itu, beberapa kawasan hutan melindungi
sejumlah besar karbon yang tersimpan di bawah tanah. Sebagai contoh, ketika hutan di
lahan gambut dibakar atau dikeringkan, maka emisi karbon yang dikeluarkan tidak hanya
terbatas dari vegetasi yang tumbuh di permukaan tanah; bahan organik yang ada di dalam
tanah juga akan terurai dan mengeluarkan CO
2
. Hutan lahan gambut memiliki lebih banyak
karbon di bawah permukaan daripada di atasnya.
5

Ketika pohon-pohon hutan habis, bumi kehilangan sumberdayanya yang sangat
berharga yang seharusnya secara terus menerus menyerap CO
2
yang ada di atmosfer.

1
Otto Soemarwoto, "Atur Diri Sendiri Paradigma Baru Pengelolaan Lingkungan Hidup", Gajah
Mada University Press, Jogjakarta, 2001, hlm. 60
2
Ibid., hlm. 62
3
"Konsensus Global tentang REDD+", www.redd-indonesia.org , diunduh tanggal 13 November 2011
4
"Hutan dan Perubahan Iklim", www.redd-indonesia.org , diunduh tanggal 13 November 2011
5
"REDD: Apakah itu? Pedoman CIFOR tentang hutan, perubahan iklim dan REDD", CFOR, Bogor,
2010, hlm. 3
Hasil riset terbaru menunjukkan bahwa dari 32 milyar ton CO
2
yang dihasilkan oleh aktivitas
manusia per tahunnya kurang dari 5 milyar ton diserap oleh hutan. Jadi kehilangan satu
tegakan pepohonan merupakan kehilangan berlipat ganda. Kita tidak hanya kehilangan
cadangan karbon di daratan tetapi juga kehilangan ekosistem yang mampu menyerap
kelebihan karbon di atmosfer.
6

Ketika sudah cukup banyak hutan yang dihancurkan, maka bersama karbon dari
sumber lainnya konsentrasi CO
2
di atmosfer akan menyebabkan suhu udara menjadi lebih
panas. Akibatnya kekeringan dan kebakaran hutan akan lebih sering terjadi dan seterusnya
hingga merusak keseimbangan ekosistem. Hutan yang mengalami kebakaran berkali-kali
tidak dapat pulih kembali dan hutan tidak mampu lagi menyerap ataupun menyimpan karbon.
Jika kita tidak bertindak secepatnya, maka kita akan menghancurkan potensi hutan dalam
mitigasi emisi.
7

Peran hutan menjadi lebih penting lagi dalam kebijakan perubahan iklim di ndonesia.
Hutan menutupi antara 86 93 juta hektar, atau hampir setengah total wilayah darat negara
ini. Menurut data terakhir Kementerian Kehutanan, ndonesia kehilangan 1.18 juta hektar
hutan setiap tahunnya. Deforestasi dan perubahan tata guna lahan, termasuk lahan gambut,
menghasilkan sekitar 60 persen total emisi ndonesia. ndonesia merupakan penghasil emisi
gas rumah kaca ketiga terbesar di dunia, terutama berasal dari deforestasi, degradasi hutan
dan konversi lahan gambut.
8

Struktur emisi seperti ini membuat ndonesia memilih penanganan deforestasi dan
degradasi hutan sebagai salah satu cara utama mengurangi emisi dan menghadapi
perubahan iklim. Hal ini sesuai dengan kesepakatan global untuk memasukkan skema
REDD, yaitu insentif positif bagi negara berkembang yang melindungi hutannya, dalam
perjanjian yang akan berlaku sesudah Protokol Kyoto berakhir pada tahun 2012.
9

Pada Tahun 2010, ndonesia membuat kerja sama dengan Norwegia dalam rangka
melakukan penjagaan hutan dari deforestasi dan degradasi hutan. Perjanjian ini sesuai
dengan komitmen ndonesia untuk mengurangi emisi gas rumah kaca. Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono menyatakan di pertemuan G20 pada tahun 2009 bahwa ndonesia
akan menurunkan emisi sebesar 26 persen dari tingkat business-as-usual pada tahun 2020
dengan sumber dayanya sendiri dan 41 persen dengan bantuan internasional.
10


6
Ibid.
7
Ibid., hlm. 4
8
lokos loJo notoo sootoyo bettloJok Laporan 1ahunan CllC8 2010 8ogor 2010 hlm 6
9
"Hutan dan Perubahan Iklim", www.redd-indonesia.org , diunduh tanggal 13 November 2011
10
Daniel Murdiyarso, dkk, "Indonesia's Forest Moratorium a stepping stone to better forest
governance", Working Paper, CFOR, Bogor, 2011, p. 9
Norwegia menyetujui untuk memberikan bantuan sebesar 1 Miliar Dollar kepada
ndonesia melalui skema REDD+.
11
Untuk menindaklanjuti kesepakan tersebut, Pemerintah
ndonesia mengeluarkan kebijakan moratorium kehutanan, yaitu kebijakan Pemerintah
(diatur dalam nstruksi Presiden Nomor 10 Tahun 2011) yang menetapkan penundaan
penerbitan izin-izin baru pada hutan alam primer dan lahan gambut selama 2 tahun.
nstruksi Presiden Nomor 10 Tahun 2011 mengatur bahwa penundaan pemberian
izin baru dan penyempurnaan tata kelola hutan alam primer dan lahan gambut ini dilakukan
dalam rangka menyeimbangkan dan menyelaraskan pembangunan ekonomi, sosial, budaya
dan lingkungan serta upaya penurunan emisi gas rumah kaca yang dilakukan melalui
penurunan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan.
Moratorium ndonesia selama dua tahun mengenai konsesi baru di hutan primer dan
lahan gambut merupakan suatu langkah penting memenuhi komitmen pengurangan emisi
secara sukarela. Namun demikian, beberapa isu tidak terselesaikan terutama mengenai
wilayah dan status lahan dalam wilayah moratorium, serta jumlah karbon yang tersimpan di
hutan-hutan dan lahan gambut yang terkena wilayah moratorium. Kegagalan dalam
memasukkan hutan sekunder dan hutan tebang ke dalam moratorium menujukkan
hilangnya kesempatan melindungi, setidaknya untuk sementara, 46.7 juta hektar kekayaan
hutan karbon dan keanekaragaman hayati.
12
Pengecualian moratorium untuk kegiatan-
kegiatan yang terkait dengan ketahanan pangan dan energi menciptakan celah yang dapat
merusak suspensi ijin konsesi baru. Potensi bagi tukar guling lahan baik secara lingkungan
dan ekonomi harus ditelaah terlebih dahulu sebelum pengecualian tersebut disetujui.
13

Moratorium kehutatan yang ditetapkan oleh Pemerintah ndonesia merupakan
bentuk komitmen ndonesia untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dari sektor kehutanan
dengan melakukan penjagaan hutan dari deforestasi dan degradasi hutan. Dengan
mengurangi tingkat emisi gas rumah kaca dari sektor kehutanan, ndonesia ikut berperan
dalam mencegah atau membatasi terjadinya perubahan iklim secara global.



11
blJ
12
"Moratorium Hutan Indonesia: Batu Loncatan untuk Memperbaiki Tata Kelola Hutan?", www.redd-
indonesia.org , diunduh tanggal 13 November 2011
13
Ibid.

Anda mungkin juga menyukai