Anda di halaman 1dari 4

BULA & NYERI Dicky Budiman, 1006684301 NYERI Definisi IASP (International Association for the Study of Pain)

memberikan definisi Nyeri sebagai unpleasant sensory and emotional experience associated with actual or potential damage, or describe in terms of such damage. And pain is always subjective. Each individual learns the application of the word through experience related injury in early life.1 Definisi ini menggambarkan nyeri sebagai pengalaman yang kompleks menyangkut multidimensional. Definisi diatas mengandung dua poin penting, yaitu bahwa secara normal nyeri dianggap sebagai indikator sedang atau telah terjadinya cedera fisik. Namun tidak berarti bahwa pasti terjadi cedera fisik dan intensitas yang dirasakan dapat jauh lebih besar dari cedera yang dialami. Yang kedua bahwa komponen kognitif, emosional dan tingkah laku dari nyeri dipengaruhi oleh proses belajar dari pengalaman yang lalu tentang nyeri baik yang dialami ataupun yang orang lain alami.1 Klasifikasi Penggolongan nyeri yang sering digunakan adalah klasifikasi berdasarkan satu dimensi yaitu berdasarkan patofisiologi (nosiseptif vs neuropatik) ataupun berdasarkan durasinya (nyeri akut vs kronik). 1. Nyeri nosiseptik Nyeri nosiseptif adalah nyeri yang disebabkan oleh adanya stimuli noksius (trauma, penyakit atau proses radang).2 Dapat diklasifikasikan menjadi nyeri viseral bila berasal dari rangsangan pada organ viseral, atau nyeri somatik bila berasal dari jaringan seperti kulit, otot, tulang atau sendi. Nyeri somatik sendiri dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu superfisial (dari kulit) dan dalam (dari yang lain).1

Pada nyeri nosiseptik sistem saraf nyeri berfungsi secara normal, secara umum ada hubungan yang jelas antara persepsi dan intensitas stimuli dan nyerinya mengindikasikan kerusakan jaringan. Perbedaan yang terjadi dari bagaimana stimuli diproses melalui tipe jaringan menyebabkan timbulnya perbedaan karakteristik. Sebagai contoh: nyeri somatik superfisial digambarkan sebagai sensasi tajam dengan lokasi yang jelas, atau rasa terbakar. Nyeri somatik dalam digambarkan sebagai sensasi tumpul yang difus. Sedang nyeri viseral digambarkan sebagai sensasi cramping dalam yang sering disertai nyeri alih (nyerinya pada daerah lain).2

2. Nyeri neuropatik

Nyeri neuropatik adalah nyeri dengan impuls yang berasal dari adanya kerusakan atau disfungsi dari sistim saraf baik perifer atau pusat.2 Penyebabnya adalah trauma, radang, penyakit metabolik (diabetes mellitus, DM), infeksi (herpes zooster), tumor, toksin, dan penyakit neurologis primer. Dapat dikategorikan berdasarkan sumber atau letak terjadinya gangguan utama yaitu sentral dan perifer. Dapat juga dibagi menjadi peripheral mononeuropathy dan polyneuropathy, deafferentation pain, sympathetically maintained pain, dan central pain.1

Nyeri neuropatik sering dikatakan nyeri yang patologis karena tidak bertujuan atau tidak jelas kerusakan organnya. Kondisi kronik dapat terjadi bila terjadi perubahan patofisiologis yang menetap setelah penyebab utama nyeri hilang. Sensitisasi berperan dalam proses ini. Walaupun proses sensitisasi sentral akan berhenti bila tidak ada sinyal stimuli noksius, namun cedera saraf dapat membuat perubahan di SSP yang menetap. Sensitisasi menjelaskan mengapa pada nyeri neuropatik memberikan gejala hiperalgesia, alodinia ataupun nyeri yang persisten.1,2

Nyeri neuropatik dapat bersifat terus menerus atau episodik dan digambarkan dalam banyak gambaran seperti rasa terbakar, tertusuk, shooting, seperti kejutan listrik, pukulan, remasan, spasme atau dingin. Beberapa hal yang mungkin berpengaruh pada terjadinya nyeri neuropatik yaitu sensitisasi perifer, timbulnya aktifitas listrik ektopik secara spontan, sensitisasi sentral, reorganisasi struktur, adanya proses disinhibisi sentral, dimana mekanisme inhibisi dari sentral yang normal menghilang, serta terjadinya gangguan pada koneksi neural, dimana serabut saraf membuat koneksi yang lebih luas dari yang normal.2 Mekanisme dasar nyeri Mekanisme dasar terjadinya nyeri adalah proses nosisepsi. Nosisepsi adalah proses penyampaian informasi adanya stimuli noksius di perifer ke sistim saraf pusat. Rangsangan noksius adalah rangsangan yang berpotensi atau

merupakan akibat terjadinya cedera jaringan, yang dapat berupa rangsangan mekanik, suhu dan kimia. Bagaimana informasi ini di terjemahkan sebagai nyeri melibatkan proses yang kompleks dan masih banyak yang belum dapat dijelaskan. 1,2 Deskripsi makasnisme dasar terjadinya nyeri secara klasik
Gambar 1. Mekanisme dasar nyeri. Sumber : Landy SH. The central sensitization cascade. http://www.medscape.org/viewarticle/460306_2 (1 Nov 2011)

dijelaskan dengan empat proses yaitu transduksi, transmisi, persepsi, dan modulasi.1 Pengertian transduksi adalah proses konversi energi dari rangsangan noksius (suhu,

mekanik, atau kimia) menjadi energi listrik (impuls saraf) oleh reseptor sensorik untuk nyeri (nosiseptor).

Sedangkan transmisi yaitu proses penyampaian impuls saraf yang terjadi akibat adanya rangsangan di perifer ke pusat. Persepsi merupakan proses apresiasi atau pemahaman dari impuls saraf yang sampai ke SSP sebagai nyeri. Modulasi adalah proses pengaturan impuls yang dihantarkan, dapat terjadi di setiap tingkat, namun biasanya diartikan sebagai pengaturan yang dilakukan oleh otak terhadap proses di kornu dorsalis medulla spinalis.1,2 BULA Bula adalah mekanisme pertahanan tubuh, yaitu sebuah area di kulit dimana lapisan luar (epidermis) terpisah dengan lapisan dalam (dermis) dan diantara lapisan ini terisi oleh serum.4 Serum adalah komponen darah yang tersisa setelah komponen pembekuan dan eritrosit berpindah. Serum ini mengalir keluar dari jaringan sekitar sebagai reaksi terhadap trauma. Serum ini berfungsi sebagai pelindung dari jaringan dibawahnya, menjaga agar tidak terjadi kerusakan lebih lanjut. Cairan tubuh lainnya bisa juga terbentuk di dalamnya, seperti pus jika telah terinfeksi. Bisa juga terdapat darah bila trauma mencapai daerah subdermis. Bula bisa muncul dimana saja. Pada kaki lebih sering dikarenakan karena sepatu yang terlalu ketat. Pada tangan bisa dikarenakan menggenggam sesuatu terlalu lama dan sering, misalnya saat bersepeda. Bula juga merupakan manifestasi dari kondisi medis tertentu. Misal herpes atau pemphigus. Bula yang lebih kecil disebut vesikel.4 Etiologi4 Ada beberapa penyebab bula, diantaranya: 1. Bula karena iritasi, bisa disebabkan oleh iritasi fisik dan kimiawi, dan juga panas atau dingin yang ekstrim misal terciprat air atau minyak panas. iritasi fisik terjadi jika kulit tergesek terlalu lama dan sering. Contoh dari iritasi kimiawi
Gambar 2. Bula secara histologis. Lapisan epidermis dan dermis terpisah dengan cairan serum diantaranya. (Pewarnaan H&E). Sumber: Nishigori K, Yamamoto T, Yokozeki H. Vesiculo-bullous dermatomyositis: Report of three cases. Dermatology Online Journal. 2009 April 15(4): 284-7

misalnya detergen. 2. Alergi, misal dermatitis kontak, dimana sebagai bentuk dari eczema, bermanifestasi sebagai bula. Hal ini disebabkan karena reaksi alergi terhadap kimia, misal racun dan detergen.

Alergi terhadap gigitan (racun) dari serangga juga bisa menyebabkan timbulnya bula. 3. Obat-obatan seperti furosemid (diuretik) bisa menyebabkan bula ringan. Penggunaan doksisiklin bisa meningkatkan sensitivitas terhadap matahari hingga bisa memicu timbulnya bula. Dalam kasus yang lebih serius, obat-obatan bisa menyebabkan kelainan bula seperti eritema multiformis dan toxic epidermal necrolysis (TEN). 4. Penyakit autoimun bisa menimbulkan bula sebagai gejalanya. Misalnya pemphigus, dimana bula bisa muncul jika diberi penekanan pada salah satu area di tubuh. Bula dengan mudahnya pecah dan bisa menyebabkan infeksi. Contoh lainnya adalah pemphigoid bullosa, dimana bula yang lebih besar terjadi dan pada usia diatas 60 tahun.

5. Infeksi seperti cacar air (chicken pox) dan infeksi VZV, impetigo bulosa (karena bakteri Staphylococcus), HSV tipe 1 dan 2, serta virus coxsackie. Gejala4 Bula bisa nyeri maupun tidak, ada juga yang sensitif terhadap terhadap tekanan dan rasa tidak nyaman. Bisa timbul sendiri atau multipel tergantung penyebabnya. Bula yang terinfeksi akan terisi pus berwarna putih, kuning atau bahkan hijau. Bula yang terisi darah biasanya akan terasa lebih nyeri. Pada sebagian besar kasus, cairan dalam bula akan diserap tubuh kembali secara lambat seiring dengan kulit baru yang tumbuh. Kulit diatasnya akan mengering dan terlepas. Proses ini memakan waktu rata-rata tiga hingga tujuh hari.

REFERENSI 1. Merskey H, Bogduk N. Classification of chronic pain: descriptions of chronic pain syndromes and definitions of pain terms. 2nd ed. 1994. IASP Press. p. 209-214 2. Katz JA, Berry PH, Covington EC, Dahl JL, Miaskowski C. Pain: current understanding of assessment, management, and treatments. www.npcnow.org (Diakses 1 Nov 2011) 3. Landy SH. The central sensitization cascade. http://www.medscape.org/viewarticle/460306_2 (Diakses 1 Nov 2011) 4. Adreanne J. Blisters. http://www.treatblisters.com/ (Diakses 1 Nov 2011) 5. Nishigori K, Yamamoto T, Yokozeki H. Vesiculo-bullous dermatomyositis: Report of three cases. Dermatology Online Journal. 2009 April 15(4): 284-7

Anda mungkin juga menyukai