Anda di halaman 1dari 24

BUKU FILSAFAT ILMU SEBUAH PENGANTAR POPULER JUJUN S.

SURIASUMANTRI BAB I KE ARAH PEMIKIRAN FILSAFAT

1. Ilmu dan filsafat Berfilsafat berarti berendah hati bahwa tidak semuanya akan pernah kita ketahui dalam kesemestaan yang seakan tak terbatas ini. Demikian juga berfilsafat berarti mengoreksi diri, semacam keberanian untuk berterus terang, sebarapa jauh sebenarnya kebenaran yang dicari telah kita jangkau. Pengetahuan dimulai dengan rasa ingin tahu, kepastian dimulai dengan rasa ragu-ragu dan filsafat dimulai dengan ke dua-duanya. Karakteristik berfikir filsafat: a. Sifat menyeluruh: bahwa seorang ilmuan tidak akan puas mengenal ilmu dari segi pandang ilmu itu sendiri,dia juga akan melihat hakikat ilmu dalam konstelasi pengetahuan yang lainnya. b. Sifat mendasar: bahwa seorang ilmuan tidak akan selalu melihat bintang-bintang diatas namun juga membongkar tempat berpijak secara fundamental. c. Sifat spekulatif Filsafat:Peneratas Pengetahuan Filsafat adalah mariner yang merupakan pionir dari ilmu,baik ilmu-ilmu alam maupun social.Dalam tahap peralihan bidang penjelajahan filsafat menjadi lebih sempit,tidak lagi menyeluruh melainkan sektoral.Walaupun demikian dalam taraf ini secara konseptual ilmu masih mendasarkan kepada norma-norma filsafat.Dalam tahap selanjutnya ilmu menyatakan menyatakan dirinya otonom dari konsep-konsep filsafat dan mendasarkan sepenuhnya pada hakikat alam sebagaimana adanya. Auguste Comte membagi tiga tingkat perkembangan pengetahuan tersebut diatas kedalam tahap religius,metafisik dan postulat.Dalam tahap pertama maka asas religilah yang dijadikan postulat ilmiah sehinga ilmu merupakan dduktif atau penjabatan dari ajaran religi.tahap kedua orang mulai berspekulatif tenteng metafisika(keberadaan) ujud yang menjadi objek penelaahan yang terbebas dari dogma religi dan mengembangkan system pengetahuan di atas dasar postulat metafisika tersebut.sedangkan tahap ketiga adalah tahap pengetahuan ilmiah,(ilmu) dimana asas-

asa yang digunakan di uji secara positif dalam proses verifikasi yang obyektif. Tahap mula,filsafat mempersoalkan siapakah manusia itu.Tahap yang kedua adalah pertanyaan yang berkisar tentang ada:tentang hidup dan eksistensi manusia.Tahap yang ketiga adalah kejelesan yang dapat ditangkap oleh pendengar tentang apa yang sedang di utarakan. Filsafat ilmu Filsafat ilmu merupakan cabang dari filsafat penetahuan yang dibagi menjadi filsafat ilmu-ilmu alam dan social. Filsafat ilmu merupakan telaah yang ingan menjawab pertanyaan-pertanyaan: Objek apa yang ditelaah ilmu?bagaiman wujud dari objek mtersebut?dll..(landasan ontologo) Bagaiman proses yang memungkinkan ditimbanya pengetahuan yang berupa ilmu?bagaimana prosedurnya?dll..(landasan epistimologi) Untuk apa pengetahuan yang berupa ilmu itu dipergunakan?bagaimana kaitanyan dengan kaidahkaidah moral?dll..(landasan aksiologi)

BAB II DASAR-DASAR PENGETAHUAN 2.Penalaran Kemampuan menalar manusia membuatnya mampu mengembangkan pengetahuan yang merupakan kekuasaan-kekuasaanya.Pengatahuan ini mampu dikembangkan manusai karena dau hal utama yakni ,pertama, manusia mempunyai bahasa yang mampu mengkomunikasikan informasi dan jalan pikiran yang melatarbelekangi informasi tersebut.Kedua, kemampuan berfikir menurut suatu alur kerangka berfikir tertentu(penalaran) Hakikat penelaran Penalaran merupakn suatu proses berfikir dalam menarik semua kesimpulan berupa pengetahuan.Penalaran menghasilkan pengetahuan yang dikaitkan dengan kegiatan berfikir dan bukan dengan perasaan.jadi,penalaran merupakan kegaatan berfikir yang mempunyai karakteristik tertentu dalam menemukan kebenaran. Ciri-ciri penalaran: 1. Adanya suatu pola berfikir yang secara luas dapat disebut logika /proses berfikir logis

2. Sifat analitik dari proses berfikirnya Pengetahuan yang dipergunakan dalam penalaran pada dasarnya bersumber pada rasio(rasionalisme) dan fakta (empirisme). Kegiatan berfikir juga ada yang tidak berdasarkan penalaran yaitu intuisi dan wahyu.Intuisi merupakan suatu kegiatan berfikir nonanalitikyang tidak mendasarkan diri kepada suatu pola berfikir tertentu. 3.Logika Logika secara luas dapat didefinisikan sebagai Pengkajianuntuk berfikir secara sahih.Ada dua jenis cara penarikan kesimpulan,yaitu logika induktif dan logika deduktif.Logika induktif erat hubungan nya dengan penariakn kesimpulan dari kasus-kasus individual nyat menjadi kesimpulan yang bersifat umum.Sebaliknya ,logika dedukif yang membantu kita dalam menarik kesimpulan dari hal yang bersifat umum menjadi kasus yang bersifat individual (khusus).Penariak kesimpulan secara deduktif biasanya mengaunakan pola berfikir yang dinamakn silogisme.Silogisme disusun dari dua buah pernyataan (premis mayor dan premis minor) dan sebuah kesimpulan. 4.Sumber Pengetahuan Pada dasarnya terdapat dua cara pokok untuk mendaop pengetahuan yang benar. Pertama,mendasarkan diri kepada rasio.Kedua, mendasarkan pada pengalaman. Sebaliknya,kaum empiris berpendapat bahwa pengetahuan manusia itu bukan didapatkan lewat penalaran rasional yang abstak namun lewat pengalaman yang kongkret.Metode yang digunakan adalah metode induktif. Selain rasionalisme dan empirisme kita juga mengenel intuisi dan wahyu sebagai sumber pengetahuan. 5.Kriteria kebenaran Ketiga pernyataan ini benar karena bab pernyataan dan kesimpulan yang ditarik adalah konsisten dengan penyataan dan kesimulan terdahulu yang telah dianggap benar.Teori yang didasaerkan dalam pertanyaan ini disebut teori koherensi. Paham yang lain adalah kebeneren yangberdasarkan kepada teori korespondensi dimana suatu pernyataan itu danggap benar jika materi pengetahuan yang dikandung pernyataan itu berkorespondensi(berhubungan) dengan obyek yang dituju oleh pernyataan tersebut.Teori pragmatic dimina kebenaran diukur dengan criteria apakah pernyataan tersebut bersifat fungsional dalam kehidupan praktis.Artinya. suatu pernyataan itu benar, jika pernyataan itu atau konsekwensi dari pwrnyataan itu mempunyai kegunaan praktis dalam kehidupan manusia. BAB III ONTOLOGI:HAKIKAT APA YANG DIKAJI

6.Metafisika Metafisika merupakan tempat berpijak bagi setiap pemikiran filsafat termasuk pemikiran ilmiah. Beberapa tafsiran Metafisika Tafsiran paling utama manusia terhadap alamini adalah adanya wujud-wujud yang bwrsifat gaib.animisme adalah kepercayaan yang berdasarkan pemikiran supernaturalisme,dimana manusai percaya akan adanya makhluk-makhluk gaib dibenda-benda seperti batu,pohon,dan air terjun. Sebaliknya,paham naturalisme berpendapat bahwa gejala-gejala alam yang terjadi tidak disebabkan oleh makhluk-makhluk geab melainkan oleh kekuatan yang terdapat dalam alam itu sendiri,yang dapat kita pelajari dan kita ketahui. Disini kaum mekanistik ditentang oleh keum vitalistik.Kaum metanistik melihat gejala alam (termasuk makhluk hidup) heya merupakan gejala meta fisika semata. Sedangkan bagi kaum vitalistik hidup adalah sesuatu yang unik yang berbeda secara substansi dengan proses tertentu. 7.Asumsi Merupakan suatu pendapat atau perkiraan yang dikeluarkan seseorang saat melihat sauatu kejadian 8.Peluang Adalah suatu kemungkinan yang pastinya dapat terjadi dalam suatu kejadian.Misalnya adanya peluang bola itu akan masuk kegawang atau tidak saat ditendang. 9.Beberapa Asumsi Dalam Ilmu Dalam mengembangkan asumsi maka perlu diperhatikan beberapa hal: 1. asumsi itu harus relevan dengan bidang dan tujuan pengkajian disiplin keilmuan .asumsi ini harus oprasional dan merupakan dasar dari pengkajian teoritis.Asumsi ini merupakan dasar dari telaah ilmiah. 2. Asumsi itu harus disimpulkan dari keadaan sebagaimana adanya bukan bagaimana keadaan seharusnya.Asumsi ini meruakan dasar dari telaah moral. 10.Batas-batas penjelajahan ilmu Ilmu membatasi lingkup penjelajahannya pada batas pengalaman manusia yang juga disebabkan metode yang dipergunakan dalam menyusun yang telah teruji kebenaranya secara empiris.Ilmu hanya berwenang menentukan mana yang benar dan mana yang sakah ,tentang baik dan buruk semua (termasul ilmu) berpaling kepada suber-sumber moral ;tentang indah dan jelek (termasuk ilmu) berpaling kepada pengkajian estetik. Cabang-cabang ilmu Pada dasarnya cabang-cabang ilmu berkembang dari dua cabang utama yakni filsafat alam yang kemudian menjadi rumputn ilmu-ilmu alam(the natural science) dan filsafat moral yeng

kemudian berkembang kedalam cabang-cabang ilmu social(the social science). Ilmu alam membagi diri kedalam dua kelompok lagi yakni ilmu alam(the physical science) dan ilmu hayat (the biological science).ilmu alam bertujuan mempelajari zat yang membentuk alam semesta sedangkan alam kemudian berkembang lagi menjadi fisika (mempelajari massa dan energa),Kimia (mempelajari substansi zat),astronomi(mempelajari bintang-bintang dlangit) dan ilmu bumi yang tiap cabang ini nantinya membentuk ranting-ranting baru. Ilmu-ilmu social berkembang agak lambat.Pada pokoknya terdapat cabang utama ilmu social yakni antropologi(mempelajari manusia dalam prespektif waktu dan tempat),Psikologi(mempelajari proses mental dan kelakuan menusia ,ekonomi,sosiologi dan ilmu politik. BAB IV EPISTIMOLOGI:CARA MENDAPATKAN PENGETAHUAN YANG BENAR 11.Jarum sejarah pengetahuan Pohon pengetahuan mukai dibeda-bedakan paling tidak berdsarkan apa yang diketahui,bagaimana cara mengetahui dan untuk apa pangetahuan itu digunakan.Menghadapi kenyataan ini terdapat kembali orang yang ingin memutar kembali jarum sejarah dengan mengaburkan batas-batas otonomi disiplin waktu. Pendekatan interdisipliner memeng merupakan keharusan, namun tidak dengn mengaburkan otonomi masing-asing disiplin waktu yang telah berkembang berdasarkan route-nya masingmasing,namun dengan menciptakan paradigma baru.Paradigma ini adalah bukan ilmu melainkan cara berfikir ilmiah seperti logika,metemetika,statistika dan bahasa. 12.Pengetahuan Pengetahuan pada hakikatnya adalah segenap apa yang kita ketahui tenteng suatu obyek tertentu, termasuk kedalamnya adalah ilmu,jadi ilmu merupakan bagian dari pengetahuan yang diketahui manusia disamping berbagai pengetahuan yang lain seperti seni dan agama. Secara ontologi ilmu membahas diri pada pengkajian obyek yang berada pada lingkup pengalaman manusai sedangkan agama memasuki daerah penjelajahan yang bersifat transendental yang berada diluar pangalaman kita. Kalau ilmu mencoba mengembangkan model yang sederhana mengenai dunia empiris dengan mengabstraksikan realitas menjadi beberapa variabel yang terikat dalam sebuah hubungan yang bersifat rasional,maka seni mencoba mengungkapkan obyek penelaahan itu sehingga menjadi bermakna bagi pencipta dan mereka yang meresapi lewat berbagai kemempuan manusia untuk mengakap seperti pikiran,emosi dan panca indra. Perkembangan yang berasal dari mitos disebut seni terapan yang mempunyai kegunaan langsung dalam kehidupan sehari-haridi samping seni lhalusyang bertujuan untuk memperkaya spiritual.Seni terapan ini pada hakikatnya mempunyai dua ciri pertama,bersifat deskriptif dan fenomenologi dan kedua,ruang lingkup terbatas .Sifat deskriptif ini mencerminkan proses

pengkajian yang menitik beratkan kepada penyelidikan gejala-gejala yang bersifat empiris tanpa kecenderungan untuk pengembangan postulan yang bersifat teoritis atomistis Jadi dalam seni terapan kita tidak mengenal konsep seperti grafitasi atau kemagnetan yang bersifat teoritis.Pada peradapan tertentu seni terapan ini bersifat kuantitatif artinya perkembang ditandai dengan lebih banyaknya pengetehuen-pengetehuan yang sejenis.sedangkan pada peradapan lain perkembangan bersifat kualitatif artinya dikembangkan konsep-konsep baru yang bersifat teotitis dan mendasar. Perkembangan selanjutnya adalah tumbuhnya rasionalisme yang secara kritis mempermasalahkan dasar-dasar pikiran yang bersifat mitos.Namun dalam perkembangan rasionalisme memiliki banyaknya kelemahan seperti seperti banyaknya kesimpulan yang tidak sesuai kenyataan.Kelemahan inilah yang menimbulkan berkembangyan empirisme yang menyatakan bahwa penetahua yang benar itu didapat dalam kenyataan pengalaman. 13.Metode ilmiah Metode ilmiah merupakan prosedur dalam mendapat pengetahian yang berupa ilmu.Metode menurut Senn,merupakan suatu proses atau cara mengetahui sesuatu, yang mempunyai langkahlangkah yang sistimatis.Metodologi merupakan suatu pengkajian dari peraturan-peraturan dalam metode ilmiah.Metode limiah merupakan ekspresi mengenai cara bekerja pikiran.dengan metode ini diharapkan mempunyai karaktaristik-karaktaristik tertentu yang diminta oleh pengetahuan ilmiah. Dalam hal ini maka metode ilmiah menggabungkan cara berfikir deduktif dan induktif. . Dilihat dari perkembangan kebudayaan manusia dalam menghadapi masalah dapat dibedakan dalam ciri-ciri tertentu maka Van Peursen membaginya menjadi tahap mitis,tahap ontologi dan tahap fungsional.Yang dimaksud taha mitis adalah sikap manusia yang merasakan dirinya terkepung kekuatan-kekuatan gaib di sekitarnya. Yang dimaksud tahap ontologi adalah sikap manusia yang tidak lagi merasa dirinya terkepung dari kekuetan-kekuatan geib dan mengmbil jarak dari obyek disekitarny dan mulai melakikan penelaahan-penelaahan terhadap bbyek tersebut.Sedabgkan tahap fungsional tidak hanya merasa telah bebas dari kekuatan-kekuatan gaib dan mampunyai pengetahuan berdasarkan penelaahan obyek diekitar kehidupan.namun mampu memfungsikannya pada kepentingan dirinya. 14.Stuktur Penetahuan Ilmiah Pengetahuan yang diproses menurut metode ilmiah merupakan pengetahuan yang memenuhi syarat-syarat keilmuan, dan dengan demikian dapat disebut pengetahuan ilmiah atau ilmu. Metode ilmiah mempunyai mekanisme umpan balik yang bersifat korektif yang memungkinkan upaya keilmuan menemukan kesalahan yang mungkin diperbuatnya. Pengetahuan ilmiah pada hakikatnya mempunyai tiga fungsi, yakni menjelaskan, meramalkan dan mengontrol. Secara garis besar terdapat empat jenis pola penjelasan yakni deduktif, probabilistik, fungsional atau teleologis, dan genetik.

Tujuan akhir dari tiap disiplin keilmuan adalah mengembangkan sebuah teori keilmuan yang bersifat utuh dan konsisten. Sistem yang terdiri dari pernyataan-pernyataan agar terpadu secara utuh dan konsisten jelas memerlukan konsep yang mempersatukan dan konsep yang mempersatukan tersebut adalah teori. Makin tinggi tingkat keumuman sebuah konsep maka makin teoritis konsep tersebut. Artinya makin teoritis sebuah konsep maka makin jauh pernyataan yang dikandungnya bila dikaitkan dengan gejala fisik yang tampak nyata. Disamping hukum maka teori keilmuan juga mengenal kategori pernyataan yang disebut prinsip. Prinsip dapat diartikan sebagai pernyataan yang berlaku secara umum bagi sekelompok gejalagejala tertentu, yang mampu menjelaskan kejadian yang terjadi, umpamanya saja hukum sebab akibat sebuah gejala. Beberapa disiplin keilmuan sering mengembangkan apa yang disebut postulat dalam menyusun teorinya. Postulat merupakan asumsi dasar yang kebenarannya kita terima tanpa dituntut pembukatiannya. Asumsi harus merupakan pernyataan yang kebenarannya secara empiris dapat diuji. Itulah sebabnya maka dalam pengkajian ilmiah seperti penelitian dituntut untuk menyatakan secara tersurat postulat, asumsi, prinsip serta dasar-dasar pikiran lainnya yang dipergunakan dalam mengembangkan argumentasi. Dalam buku Nitisastra, Nitisastra, yang diperkirakan profesor Poerbacaraka ditulis pada akhir zaman Majapahit, disebutkan, bahwa salah satu musuh bagi orang muda dalam menuntut ilmu adalah gila asmara. BAB V SARANA BERVIKIR ILMIAH 15.Sarana Berfikir ilmiah Mempelajari sarana berpikir ilmiah ini seperti kita mempelajari berbagai cabang ilmu. 1.Sarana ilmiah bukan merupakan ilmu dalam pengertian bahwa sarana ilmiah itu merupakan kumpulan pengetahuan yang didapatkan berdasarkan metode ilmiah. 2. Tujuan mempelajari sarana ilmiah adalah untuk memungkinkan kita melakukan penelahaan ilmiah secara baik, sedangkan tujuan mempelajari ilmu dimaksudkan untuk memcahkan masalah kita sehari-hari. Sarana berpikir ilmiah merupakan alat bagi metode ilmiah dalam melakukan fungsinya secara baik. Untuk dapat melakukan kegiatan berpikir ilmiah dengan baik maka diperlukan sarana yang berupa bahasa, logika, matematika dan statistika. 16.Bahasa Bahasa memungkinkan manusia berpikir secara abstrak di mana obyek-obyek yang faktual ditransformasikan menjadi simbol-simbol bahasa yang bersifat abstrak. Kedua aspek bahasa ini yakni aspek informatika dan emotif keduanya tercermin dalam bahasa

yang kita pergunakan. Bahasa mengkomunikasikan tiga hal yakni buah pikiran, perasaan, dan sikap. Atau seperti dinyatakan oleh Kneller bahasa dalam kehidupan manusia mempunyai fungsi simbolik. Emotif, dan afektif. Dalam komunikasi ilmiah sebenarnya proses komunikasi itu harus terbebas dari unsur emotif ini, agar pesan yang disampaikan bisa diterima secara reproduktif, artinya identik dengan pesan yang dikirimkan. Perbendaharaan kata-kata, perbendaharaan ini pada hakikatnya merupakan akumulatif pengalaman dan pemikiran mereka. Artinya dengan perbendaharaan kata-kata mereka punyai maka manusia dapat mengkomunikasikan segenap pengalaman dan pemikiran mereka. Dengan adanya bahasa maka manusia hidup dalam dunia yakni dunia pengalaman yang nyata dan dunia simbolik yang dinyatakan dengan bahasa. Kebudayaan mempunyai landasan-landasan etika yang menyatakan mana tindakan yang baik mana yang tidak. Lewat bahasa manusia menyusun sendi-sendi yang membuka rahasia alam dalam berbagai teori seperti elektonik, termodinamik, relativitas, dan quantum. Proses komunikasi ilmiah harus bersifat jelas dan objektif yakni terbebas dari unsur- unsur emotif. Berbahasa dengan jelas artinya : 1. Bahwa maka yang terkandung dalam kata- kata yang di gunakan di ungkapkan secara tersurat ( eksplisit ) untuk mencegah pemberian makna yang lain. 2. Mengemukakan pendapat atau jalan pemikiran secara jelas. Kalau kita teliti lebih lanjut maka kalimat-kalimat dalam sebuah karya ilmiah pada dasarnya merupakan suatu pernyataan. Beberapa Kekurangan Bahasa 1. Bahasa itu sendiri yang bersifat multifungsi yakni sebagai sarana komunikasi emotif, afektif, dan simbolik. 2. Sifat majemuk (pluralistik) dari bahasa. 3. Bahasa sering bersifat berputar-putar (sirkular) dalam mempergunakan kata-kata terutama dalam memberikan definisi. 4. Konotasi yang bersifat emosional 17.Matemetika Matematika memang bahasa yang eksak, cermat dan terbebas dari emosi. Matematika Sebagai Bahasa Matematika adalah bahasa yang melambangkan serangkaian makna dari pernyataan yang ingin kita sampaikan. Lambang-lambang matematika bersifat artifisial yang baru mempunyai arti setelah sebuah makna diberikan padanya. Matematika adalah bahasa yang berusaha untuk menghilangkan sifat kubur, majemuk dan emosional dari bahasa verbal. Lambang-lambang dari matematika dibikin secara artifisal dan individual yang merupakan perjanjian yang berlaku.

Sifat Kuantitatif Dari Matematika matematika mempunyai kelebihan lain dibandingkan dengan bahasa verbal. Matematika mengembangkan bahasa numerik yang memungkinkan kita untuk melakukan pengukuran secara kuantitatif. Penjelasan dan ramalan yang diberikan oleh bahasa verbal tidak bersifat eksak, menyebabkan daya prediktif dan kontrol ilmu kurang cermat dan tepat. Untuk mengatasi masalah ini matematika mengembangkan konsep pengukuran. Lewat pengukuran, maka kita dapat mengetahui dengan tepat berapa panjang sebatang logam dan berapa pertambahan panjangnya kalau logam itu dipanaskan. Sebatang logam kalau dipanaskan akan memanjang dapat diganti dengan pernyataan matematik yang lebih eksak umpamanya: t)LP1 = Po (1 + Dimana P1 merupakan panjang logam pada temperatur t, Po merupakan merupakan koefisienLpanjang logam tersebut pada temperatur nol dan pemuai logam tersebut. Sifat kuantitatif dari matematika ini meningkatkan daya prediktif dan kontrol dan ilmu. Perkembangan Matematika Ditinjau dari perkembangannya maka ilmu dapat dibagi dalam tiga tahap yakni tahap sistematika, komparatif, dan kuantitatif. Disamping sebagai bahasa maka matematika juga berfungsi sebagai alat berfikir. Matematika, menurut Wittgenstein, tak lain adalah metode berfikir logis. Berdasarkan perkembangannya maka masalah yang dihadapi logika makin lama makin rumit dan membuthkan struktur analisis yang lebih sempurna. Griffits dab Howson (1974) membagi sejarah perkembangan matematika menjadi empat tahap. Tahap yang pertama dimulai dengan matematika yang berkembang pada peradaban mesir kuno dan daerah sekitarnya seperti Babylonia dan Mesopotamia. Peradaban Yunani inilah yang meletakkan dasar matematika sebagai cara berpikir rasional dengan menetapkan berbagai langkah dan definisi tertentu. Bagi dunia keilmuan matematika berperan sebagai bahasa simbolik yang memungkinkan terwujudnya komunikasi yang cermat dan tepat. Kriteria kebenaran dari matematika adalah konsistensi dari berbagai postulat, definisi dan berbagai aturn permainan lainnya. Untuk itu maka matematika sendiri tidak bersifat tunggal,seperti juga logika, melakukan bersifat jamak. Perubahan salah satu postulat Euclid tersebut yang semula berbunyi dari satu titik di luar sebuah garis hanya dapat ditarik satu garis sejajar dengan garis tersebut menjadi dari satu titik di luar sebuah garis dapat ditarik garis-garis sejajar dengan garis tersebut yang jumlahnya tak terhingga. Matematika bukanlah merupakan pengetahuan mengenai objek tertentu melainkan cara berfikir untuk mendapatkan pengetahuan tersebut. Tesis utama kaum logistik adalah bahwa matematika murni merupakan cabang ari logika. Kaum formalis menekankan kepada aspek formal dari matematika sebagai bahasa perlambang (sign-language) dan mengusahakan konsistensi dalam penggunaan matematika sebagai bahasa

lambang. Usaha kaum formalis ini belum banyak membawa hasil. Matematika dan Peradaban Ilmu kualitatif adalah masa kecil dari ilmu kuantitatif, ilmu kuantitatif. Kebenaran yang merupakan fundasi dasar dari tiap pengetahuan; apakah itu ilmu, filsafat atau agama semuanya mempunyai karakteristik yang sama: sederhana dan jelas; transparan bagai kristal kaca. 18.Statistika Logika deduktif berpaling kepada matematika sebagai sebagai sarana penalaran penarikan kesimpulan sedangkan logika induktif berpaling kepada statiska. Statistika merupakan pengetahuan untuk melakukan penarikan kesimpulan induktif secara lebih seksama. Statistika merupakan pengetahuan yang memungkinkan kita untuk menghitung tingkat peluang ini dengan eksak. Statistika juga memberikan kemampuan kepada kita untuk mengetahui apakah suatu hubungan kausalita antara dua faktor atau lebih bersifat kebetulan atau memang benar-benar terkait dalam suatu hubungan yang bersifat empiris. Secara hakiki statistika mempunyai kedudukan yang sama dalam penarikan kesimpulan induktif seperti matematika dalam penarikan kesimpulan secara deduktif. Demikian juga penarikan kesimpulan deduktif dan induktif keduanya mempunyai kedudukan yang sama pentingnya dalam penelahaan keilmuan. Karakteristik Berpikir Induktif Dasar dari teori statistika adalah teori peluang. Menurut bidang pengkajiannya statistika dapat kita bedakan sebagai statistika teorietis dan statistika terapan. Statistika merupakan sarana berpikir yang diperlukan untuk memproses pengetahuan secara ilmiah

BAB VI AKSIOLOGI:NILAI KEGUNAAN ILMU 19.Ilmu dan Moral Bertrand Russell menyebut perkembangan ini sebagai peralihan ilmu dari tahap kontemplasi ke manipulasi. Dalam tahap manipulasi inilah maka masalah moral muncul kembali namun dalam kaitan dengan faktor lain. Kalau dalam tahap kontemplasi masalah moral berkaitan dengan metafisika keilmuan maka dalam tahap manipulasi in masalah moral berkaitan berkaitan dengan cara penggunaan pengetahuan ilmiah. Atau secara filsafati dapat dikatakan, dalam tahap pengembangan konsep terdapat masalah yang ditinjau dari segi ontologi keilmuan, sedangkan dalam tahap penerapan

konsep terdapat masalah moral ditinjau dari segi aksiologi keilmuan. Ontologi diartikan sebagai pengkajian mengenai hakikat realitas dari obyek yang ditelaah dalam membuahkan pengetahuan, aksiologi diartikan sebagai teori nilaia yang berkaitan dengan kegunaan dari pengetahuan yang diperoleh. Dihadapkan dengan masalah moral dalammenghadapi ekses ilmu dan teknologi yang bersifat merusak ini para ilmuwan terbagi ke dalam dua golongan pendapat. Golongan pertama menginginkan bahwa ilmu harus bersifat netral terhadap nilai-nilai baik itu secara ontologis maupun aksiologis. Golongan kedua sebaliknya berpendapat bahwa netralitas ilmu terhadap nilai-nilai hanyalah terbatas pada metafisik keilmuan.

20.Tanggung Jawab Sosial Ilmuan Ilmu merupakan hasil karya perorangan yang dikomunikasikan dan dikaji secara terbuka oleh masyarakat. Dengan perkataan lain, penciptaan ilmu bersifat individual namun komunikasi dan penggunaan ilmu adalah bersifat sosial. Tanggung jawab sosial seorang ilmuwan dalam hal ini adalah memberikan perspektif yang benar: untung dan ruginya, baik dan buruknya; sehingga penyelesaian yang obyektif dapat dimungkinkan. Kemampuan analisis seorang ilmuwan dapat dipergunakan untuk mengubah kegiatan nonproduktif menjadi kegiatan produktif yang bermanfaat bagi masyarakat banyak. Singkatnya dengan kemampuan pengetahuannya seorang ilmuwan harus dapat mempengaruhi opini masyarakat terhadap masalah-masalah yang seyogyanya mereka sadari. Karakteristik lain dari lmu terletak dalam cara berfikir untuk menemukan kebenaran. Pikiran manusia bukan saja dapat dipergunakan untuk menemukan dan mempertahankan kebenaran namun sekaligus juga dapat dipergunakan untuk menemukan dan mempertahankan hal-hal yang tidak benar. Proses menemukan kebenaran secara ilmiah mempunyai implikasi etnis bagi seorang ilmuwan. Karakteristik proses tersebut merupakan kategori moral yang melandasi sikap etis seorang ilmuwan. Kebenaran berfungsi bukan saja sebagai jalan pikirannya namun seluruh jalan hidupnya. Di bidang etika tanggung jawab sosial seorang ilmuwan bukan lagi memberikan informasi namun memberi contoh. Dia harus tampil di depan bagaimana caranya bersifat obyejtif, terbuka, menerima kritik, menerima pendapat orang lain, kukuh dalam pendirian yang dianggapnya benar, dan kalau perlu berani mengakui kesalahan. Bila kaum ilmuwan konsekuen dengan pandangan hidupnya, baik secara intelektual maupun secara moral, maka salah satu penyangga masyarakat modern itu akan berdiri dengan kukuh. 21.Nuklir Dan Pilihan Moral Seorang ilmuwan secara moral tidak akan membiarkan hasil penemuannya diperguanakn untuk

menindas bangsa lain meskipun yang memperguanakn itu adalah bangsanya sendiri. Einstein waktu itu memiliki sekutu karena menurut anggapannya sekutu mewakili aspirasi kemanusiaan. Kenetralan seorang ilmuwan dalam hal ini disebabkan anggapannya bahwa ilmu pengetahuan merupakan rangkaian penemuan yang mengarah kepada penemuan selanjutnya. Kemajuan ilmu pengetahuan tidak melalui loncatan-loncatan yang tidak berkententuan melainkan melalui proses kumulatif secara teratur. Seorang ilmuwan tak boleh memutarbalikkan penemuannya bila hipotesisnya yang dijunjung tinggi yang disusun di atas kerangka pemikiran yang terpengaruh preferensi moral ternyata hancur berantakan karena bertentangan dengan fakta-fakta pengujian. Penemuan ilmiah tidaklah diperuntukkan bagi suatu golongan tertentu namun bagi kemanusiaan secara keseluruhan. Kenetralan dalam proses penemuan kebenaran inilah yang mengharuskan ilmuwan untuk bersikap dalam menghadapi bagaimana penemuan itu diguanakn. Ternyata ilmu tidak saja memerlukan kemampuan intelektual namun juga keluhuran moral. Tanpa itu maka ilmu hanya akan menjadi Frankenstein yang akan mencekik penciptanya dan menimbulkan malapetaka. 22.Revolusi Genetika Kimia merupakan kegemilangan ilmu yang pertama dimulaia sebagai kegiatan pseudo ilmiah yang bertujuan mencari obat mujarab untuk hidup abadi dan rumus campuran kimia untuk mendapatkan emas. Revolusi genetika merupakan babakan baru dalam sejarah keilmuwan manusia sebab sebelum ini ilmu tidak pernah menyentuh manusia sebagai obyek penelaahan itu sendiri. Ilmu berfungsi sebagai pengetahuan yang membantu manusia dalam mencapai tujuan hidupnya. Tujuan hidup ini, yang berkaitan erat dengan hakikat kemanusiaan itu sendiri, bersifat otonom dan terlepas dari kajian dan pengaruh ilmiah. Kesimpulan yang dapat ditarik dari seluruh pembahasan kita tersebut di atas menyatakan sikap yang menolak terhadap dijadikannya manusia sebagai obyek penelitian genetika. Secara moral kita lakukan evaluasi etis terhadap suatu obyek formal (ontologis) ilmu. Menghadapi nuklir yang sudah merupakan kenyataan maka moral hanya mampu memberikan penilaian yang bersifat aksiologis, bagaimana sebaiknya kita mempergunakan tenaga nuklir untuk keluhuran martabat manusia.

BAB VII ILMU DAN KEBUDAYAAN 23.Manusia dn Kebudayaan Kebudayaan didefinisikan untuk pertama kali oleh E. B. Taylor kebudayaan diartikan sebagai

keseluruhan yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hukum, adat serta kemampuan dan kebiasaan lainnya yang diperoleh manusia sebagai anggota masyarakat. Kuntjaraningrat (1974) secara lebih terperinci membagi kebudayaan menjadi unsur-unsur yang terdiri dari sistem religi dan upacara keagamaan, sistem dan organisasi kemasyarakatan, sistem pengetahuan, bahasa, kesenian, sistem mata pencaharian serta sistem teknologi dan peralatan. Maslow mengidentifikasikan lima kelompok kebutuahan manusia yakni kebutuhan fisiologi, rasa aman, afiliasi, harga diri dan pengembangan potensi. Nilai-nilai budaya ini adalah jiwa dari kebudayaan dan menjadi dasar dari segenap wujud kebudayaan. Disamping nilai-nilai budaya ini kebudayaan diwujudkan dalam bentuk tata hidup yang merupakan kegiatan manusia yang mencerminkan nilai budaya yang dikandungnya. Pada dasarnya tata hidup merupakan pencerminan yang kongret dari nilai budaya yang bersifat abstrak; kegiatan manusia dapat ditangkap oleh budi manusia. Menurut Alfred Korzybski, kebudayaan mempunyai kemampuan mengikat waktu. Masalah ini akan didekati dari segi nilai-nilai budaya sebab objek inilah yang merupakan dasar ideal bagi terwujudnya kebudayaan lainnya. Kebudayaan dan Pendidikan Allport, Vernon dan Lindzey (1951) mengidentifikasikan enam nilai dasar dalam kebudayaan yakni nilaai teori, ekonomi, estetika, sosial, politik dan agama. Yang dimaksudkan dengan nilai teori adalah hakikat penemuan kebenaran lewat berbagai metode seperti rasionalisme, empirisme dan metode ilmiah. Nilai ekonomi mencakup kegunaan dari berbagai benda dalam memenuhi kebutuhan manusia. Nilaai estetika berhubungan dengan keindahan dan segi-segi artistik yang menyangkut antara lain bentuk, harmoni dan wujud kesenian lainnya yang memberikan kenikmatan kepada manusia. Nilai sosial berorientasi kepada hubungan antara manusia dan penekanan segi-segi kemanusiaan yang luhur. Nilai politik berpusat kepada kekuasaan dan pengaruh baik dalam kehidupan bermasyarakat maupun dunia politik. Sedangkan nilai agama merengkuh pernyataan yang bersifat mistik dan transedental dalam usaha manusia untuk mengerti dan memberi arti bagi kehadirannya di muka bumi. Skenario masyarakat indonesia di masa yang akan datang tersebut, memperhatikan indikator dan perkembangan yang sekarang ada, cenderung untuk mempunyai karakteristik-karakteristik sebagai berikut: (1) Memperhatikan tujuan dan strategi pembangunan nasional kita masyarakat Indonesia akan beralih dari masyarakat tradisional yang rural agraris menjadi masyarakat modern yang urban dan bersifat industri serta (2) Pengembangan kebudayaan kita ditujukkan ke arah perwujudan peradaban yang bersifat khas berdasarkan filsafat dan pandangan hidup bangsa indonesia yakni pancasila. Dibandingkan dengan masyarakat tradisional maka masyarakat modern mempunyai indikatorindikator sebagai berikut: (a) lebih bersifat analitik di mana sebagian besar aspek kehidupan bermasyarakat didasarkan kepada asas efisiensi baik bersifat teknis maupun ekonomis dan (b) lebih bersifat individual daripada komunal terutama ditinjau dari segi pengembangan potnsi manusiawi dan masalah survival.

Pengembangan kebudayaan nasional kita ditujukan ke arah terwujudnya suatu peradban yang mencerminkan aspirasi dan cita-cita bangsa Indonesia. Pancasila yang merupakan filsafat dan pandangan hidup bangsa Indonesia merupakan dasar bagi pengembangan peradaban tersebut. Kreatifitas sering dihubungkan dengan kreasi di bidang seni. Horace B. English dan Ava C. English (1958) mendefinisikan kreativitas sebagai kemampuan untuk menciptakan modus baru dalam ekspresi artistik. 24 Ilmu Dan Pengembangan Kebudayaan Nasional Kebudayaan nasional merupakan kebudayaan yang mencerminkan aspirasi dan cita-ita suatu bangsa yang diwujudkan dengan kehidupan bernegara. Dalam rangka pengembangan kebudayaan nasional ilmu mempunyai peranan ganda. Pertama, ilmu merupakan sumber nilai yang mendukung terselenggaranya pengembangan kebudayaan nasional. Kedua, ilmu merupakan sumber nilai yang mengisi pembentukan waktu suatu bangsa. Hakikat keilmuan itu sendiri yang merupakan sumber nilai yang konstruktif bagi pengembangan kebudayaan nasional pengaruhnya dapat dikatakan minimal sekali. Ilmu Sebagai Suatu Cara Berpikir Ilmu merupakan suatu cara berpikir dalam menghasilkan suatu kesimpulan yang berupa pengetahuan yang dapat diandalkan. Berpikir bukan satu-satunya produk dari kegiatan berpikir. Karakteristik dari ilmu. Pertama ialah bahwa ilmu mempercayai rasio sebagai alat untuk mendapatkan pengetahuan yang benar. Karakteristik yang kedua yakni alur jalan pikiran yang logis yang konsisten dengan pengetahuan yang telah ada. Karakteristik yang ketiga yakni pengujian secara empiris sebagai kriteria kebenaran obyektif. Karakteristik keempat yakni mekanisme yang terbuka terhadap koreksi. Dengan demikian maka manfaat nilai yang dapat ditarik dari karakteristik ilmu ialah sifat rasional, logis, obyektif dan terbuka. Di damping itu sifat kritis merupakan karakteristik yang melandasi keempat sifat tersebut. Ilmu Sebagai Asas Moral Dua karakteritik yang merupakan asas moral bagi kaum ilmuwan yakni meninggikan kebenaran dan pengabdian secara universal. Nilai-Nilai Ilmiah dan Pengembangan Kebudayaan Nasional Tujuh nilai yang terpancar dari hakikat keilmuan yakni kritis, rasional, logis, obyektif, terbuka, menjunjung kebenaran dan pengabdian universal. Sifat menjunjung kebenaran dan pengabdian universal akan merupakan faktor yang penting dalam pembinaan bangsa (nation building) di mana seseorang lebih menitikberatkan kebenaran untuk kepentingan nasional dibandingkan kepentingan golongan. Kearah Peningkatan Peranan Keilmuan Langkah-langkah yang sistematik untuk meningkatkan peranan dan kegiatan keilmuan pada

pokoknya mengandung beberapa pemikiran sebagaimana tercakup di bawah ini. Pertama, ilmu merupakan bagian dari kebudayaan dan oleh sebab itu langkah-langkah ke arah peningkatan peranan dan kegiatan keilmuan harus memperhatikan situasi kebudayaan masyarakat kita. Kedua, ilmu merupakan salah satu cara dalam menemukan kebenaran. Agar usaha untuk mempromosikan ilmu tidak menjurus kepada timbulnya gejala yang disebut scientisme; suatu gejala, yang disebut Gerald Holton, sebagai Kecanduan terhadap ilmu dengan kecenderungan untuk membagi semua pemikiran kepada dua golongan yakni ilmu dan omong kosong. Ketiga, asumsi dasar dari semua kegiatan dalam menemukan kebenaran adalah rasa percaya terhadap metode yang dipergunakan dalam kegiatan tersebut. Keempat, pendidikan keilmuan harus sekaligus dikaitkan dengan pendidikan moral. Kelima, pengembangan bidang keilmuan harus disertai dengan pengembangan dalam bidang filsafat terutama yang menyangkut keilmuan. Keenam, kegiatan ilmiah haruslah bersifat otonom yang terbebas dari kekangan struktur kekuasaan. Pada hakikatnya semua unsur kebudayaan harus diberi otonomi dalam menciptakan paradigma mereka sendiri. 25.Dua Pola Kebudayaan C.P. Snow dalam bukunya yang sangat provokatif The Two Cultures mengingatkan negaranegara barat akan adanya dua pola kebudayaan dalam tubuh mereka yakni masyarakat ilmuan dan non-ilmuan. Tujuan ilmu adalah mencari penjelasan dari gejala-gejala yang kita temukan yang memungkinkan kita mengetahui sepenuhnya hakikat objek yang kita hadapi. Dalam soal pengukuran yang menjadi dasar bagi suatu analisis kuantitatif maka ilmu-ilmu sosial menghadapi dua masalah. Masalah yang pertama adalah sukarnya melakukan pengukuran karena mengukur aspirasi atau emosi seorang manusia adalah tidak semudah mengukur panjang sebuah logam. Masalah yang kedua adalah banyaknya variabel yang mempengaruhi tingkah laku manusia. Ilmu-ilmu perilaku manusia tidak lagi terpaku dalam adu argumentasi secara rasional mengenai teori mana yang benar namun langsung mencari pembuktian empiris sebagai wasit yang bersifat final. Berdasarkan hal itu maka kita dapat membedakan dua tujuan pokok dalam pendidikan matematika. Tujuan yang pertama mencakup penguasaan matematika secara teknis dan mendalam dalam rangka penalaran deduktif untuk menemukan kebenaran. Tujuan yang kedua adalah penguasaan matematika sebagai alat komunikasi simbolik. Secara lebih kongret mungkin kita dapat berpaling kepada contoh dalam pendidikan statistika. Bagi tujuan pendidikan yang pertama yakni pendidikan analitik maka yang penting adalah penguasaan berpikir matematik yang memungkinkan suatu analisis sampai terbentuknya rumus statistika tersebut. Bagi tujuan pendidikan yang kedua yakni pendidikan simbolik maka yang

penting adalah pengetahuan mengenai kegunaan rumus tersebut serta penalaran deduktif dalam penyusunan meskipun tidak secara seluruhnya merupakan analisis matematik. BAB VIII ILMU DAN BAHASA 26.Tentang Terminologi: Ilmu,Ilmu Pengetahuan atau sains? Dua Jenis Ketahuan Manusia dengan segenap kemampuan kemanusiannya seperti perasaan, pikiran, pengalaman, pancaindra dan intuisi mampu menangkap alam kehidupannya dan mengabstrasikan tangkapan tersebut dalam dirinya dalam berbagai bentuk ketahuan umpamanya kebiasaan, akal sehat, seni, sejarah dan filsafat. Terminologi ketahuan ini adalah terminologi artifisial yang bersifat sementara sebagai alat analisis yang pada pokoknya diartikan sebagai keseluruhan bentuk dari produk kegiatan manusia dalam usaha untuk mengetahui sesuatu. Dalam bahasa inggris sinonim dari ketahuan ini adalah knowledge. Untuk membedakan tiap-tiap bentuk dari anggota kelompok ketahuan (knowledge) ini terdapat tiga kriteria yakni: 1. Apakah obyek yang ditelaah yang membuahkan ketahuan (knowledge) tersebut? 2. Cara yang dipakai untuk mendapatkan ketahuan (knowledge) tersebut! 3. Untuk apa ketahuan (knowledge) ini dipergunakan atau nilai keguanaan apa yang dipakai olehnya? Salah satu dari bentuk ketahuan (knowledge) ditandai dengan: 1. Obyek ontologis: pengalaman manusia yakni segenap ujud yang dapat dijangkau lewat pancaindra atau alat yang membantu kemampuan pancaindra. 2. Landasan epistemologis: metode ilmiah yang berupa gabungan logika deduktif dan logika induktif dengan pengajuan hipotesis atau yang disebut logico-hyphotetico-verifikasi. 3. Landasan aksiologis: kemaslahatan manusia artinya segenap ujud ketahuan itu secara moral ditujukan untuk kebaikan hidup manusia. Beberapa Alternatif Alternatif pertama adalah menggunakan ilmu pengetahuan untuk science dan pengetahuan untuk knowledge. Walaupun demikian penggunaannya mempunyai beberapa kelemahan yakni yang pertama adalah knowledge merupakan terminologi generik dan science adalah anggota (species) dari kelompok (genus) tersebut. Kelemahan lain adalah kata sifat dari science yakni scientific. Kelemahan ketiga adalah tidak konsekuensinya mempergunakan terminologi ilmu pengetahuan untuk science di mana biologi disebut ilmu hayat sedangkan fisika adalah ilmu pengetahuan alam. Ilmu-ilmu alam dan ilmu-ilmu sosial ini termasuk humaniora (seni, filsafat, bahasa dan sebagainya) termasuk ke dalam pengetahuan yang merupakan terminologi generik. Sains: Adobsi yang Kurang Dapat Dipertanggung Jawabkan Sains ini adalah terminologi yang dipinjam dari bahasa Inggris yakni science. Scientific ,

sekiranya sains adalah sinonim dengan science, adalah ke-sains-an atau saintifik (?). scientist adalah sainswan atau saintis (sic)! Keberatan kedua adalah bahwa terminologi science dalam bahasa asalnya penggunaannya sering dikaitkan dengan natural science seperti teknik. 27.Qou Vadis? Dalam Konferensi Ilmu Pengetahuan Nasional (KIPNAS) III LIPI yang berlangsung di Jakarta pada tanggal 15-19 September 1981 saya menyarankan agar dipergunakan terminologi ilmu untuk scince dan pengetahuan untuk knowledge (ilmu dalam perspektif moral, sosial dan politik, makalah intil dalam komisi politik yang disampaikan pada tanggal 16 September 1981). Adapun alasan untuk perubahan tersebut adalah (1) Ilmu (species) adalah sebagian dari pengetahuan (genus); (2) dengan demikain maka ilmu adalah pengetahuan yang mempunyai ciri-ciri tertentu yakni ciri-ciri ilmiah, atau dengan perkataan lain, ilmu adalah sinonim dengan pengetahuan ilmiah (scientific knowledge); (3) Menurut tata bahasa Indonesia berdasarkan hukum D(iterangkan)/ M(enerangkan) maka ilmu pengetahuan adalah ilmu (D) yang bersifat pengetahuan (M) dan pernyataan ini pada hakikatnya adalah salah satu sebab ilmu pengetahuan adalah pengetahuan yang bersifat ilmiah: (4) Kata ganda dari dua kata benda yang termasuk kategori yang sama biasanya menunjukkan dua objek yang berbeda seperti laki bini (laki dan bini) dan emas perak (emas dan perak), dengan penafsiran yang sama, maka ilmu pengetahuan dapat diartikan sebagai ilmu dan pengetahuan. Dengan mengambil ilmu pengetahuan untuk scientific knowledge, ilmu untuk knowledge, dan pengetahuan untuk secince, maka harus diadakan beberapa perubahan antara lain (1) Metode ilmiah harus diganti dengan metode pengetahuan; (2) Ilmu-ilmu sosial (the social sciences) harus diganti dengan pengetahuan-pengetahuan sosial atau ilmu-ilmu pengetahuan sosial; dan (3) ilmuwan harus diganti dengan ahli pengetahuan. 28.Politik Bahasa Nasional Bahasa pada hakikatnya mempunyai dua fungsi utama yakni: Pertama, sebagai sarana komunikasi antar manusia(fungsi komunikatif) Kedua, sebagai sarana budaya yang mempersatukan kelompok manusia yang mempergunakan bahasa tersebut(fungsi kohesi atau integrative) Salaku alat komunikasi pada pokoknya bahasa mencakup tiga unsur yakni, pertama, bahasa selaku alat komunikasi untuk menyampaikan pesan yang berkonotasi perasaan (emotif), kedua, berkonotasi sikap (afektif) dan, ketiga, berkonotasi pikiran (penalaran). Atau secara umum dapat dikatakan bahwa fungsi komunikasi bahasa dapat diperinci lebih lanjut menjadi fungsi emotif, afektif dan penalaran. Skenario ini membawa kita kepada suatu simulasi mengenai kaitan antara fungsi komunikasi dan fungsi kohesif dari bahasa. Agar dapat mencerminkan kemajuan zaman maka fungsi komunikasi bahasa harus secara terus menerus dikembangkan, namun walaupun demikian harus secara sadar dan waspada kita jaga, agar fungsi kohesif dari bahasa indonesia yang merupakan milik yang

sangat berharga dalam bangsa dan bernegara tetap terpelihara dan kalau mungkin bahkan lebih ditingkatkan lagi. Sekiranya bahasa berkembang terisolasikan dari perkembangan sektor-sektor lain maka bahasa mungkin bersifat tidak berfungsi dan bahkan kontra produktif (counter-produktive). BAB IX PENELITIAN DAN PENULISAN ILMIAH 29.Struktur Penelitian Dan Penulisan Ilmiah Pernyataan secara tersurat tentang asumsi yang dipergunakan adalah bersifat imperatif sebab dengan asumsi yang berbeda maka kita akan mempergunakan teori yang berbeda pula. Untuk itu maka di bawah ini akan di bahas struktur penulisan ilmiah yang secara logis dan kronologis mencerminkan kerangka penalaran ilmiah. Pembahasan ini ditujukan bagi mereka yang sedang menulis tesis, disertasi, laporan penelitian atau publikasi ilmiah lainnya. Dengan harapan agar mereka lebih memahami logika dan arsitektur penulisan ilmiah. Dengan mengenal kerangka berfikir filsafati maka kita secara lebih mudah akan menguasai hal-hal yang bersifat teknis. Pengajuan Masalah Langkah pertama dalam suatu penelitian ilmiah adalah mengajukan masalah. Selalu terdapat konstelasi yang merupakan latar belakang dari suatu masalah tertentu: apakah itu latar belakang, ekonomis, sosial, politis, kebudayaan atau faktor-faktor lainnya. Identifikasi masalah merupakan suatu tahap permulaan dari penguasaan masalah dimana suatu objek dalam suatu jalinan tertentu dapat kita kenali sebagai suatu masalah. Untuk itu maka permasalahan harus dibatasi ruang lingkupnya. Pembatasan masalah merupakan upaya untuk menetapkan batas-batas permaslahan dengan jelas, yang memnugkinkan kita untuk mengidentifikasikan faktor mana saja yang termasuk ke dalam lingkup permaslahan dan faktor mana yang tidak. Perumusan masalah merupkaan upaya untuk menyatakan secara tersurta pertanyaan-pertanyaan apa saja yang ingin kita carikan jawabannya. Peruusan masalah merupkaan peryataan yang lengkap dan terperinci mengenai ruang lingkup permasalahan yang akan diteliti berdasarkan identifikasi dan pembatasan masalah. Suatu masalah yang sudah dapat diidentifikasikan dan dibatasi yang tercermin dalam pernyataan yang bersifat jelas dan spesifik, di mana untuk menemukan jawabannya kita dapat mengembangkan kerangka pemikiran yang berupa kajian teoritis berdasarkan pengetahuan ilmiah yang relevan, serta memnungkinkan kita untuk melakukan pengujian secara empiris terhadap kesimpulan analisis teoritis, maka secara konseptual masalah tersebut sudah berhasil dirumuskan. Setelah masalah dirumusakan dengan baik maka seorang peneliti menyatakan tujuan penelitiannya. Tujuan penelitian ini adalah pernyataan mengenai ruang lingkup dan kegiatan

yang akan dilakukan berdasarkan masalah yang telah dirumuskan. Dengan demikian maka secara kronologis dapat kita simpulkan enam kegiatan dalam langkah pengajuan masalah sebagai mana tampak di bawah ini: Penyusunan Kerangka Teoritis Langkah kedua dalam metode ilmiah adalah mengajukan hipotesis. Hipotesis merupakan dugaan atau jawaban sementara terhadap permasalahan yang diajukan. Dengan mempergunakan pengetahuan ilmiah yang relevan dengan permasalahan tersebut maka kita mulai melakukan analisis yang berupa pengkajian teoritis. Upaya yang kita lakukan adalah mencoba mengkaji berdasarkan pengetahuan ilmiah mengenai karakteristik dari pendidikan formal dan pengetahuan ilmiah mengenai karakteristik dari pendidikan formal dan nonformal seperti: Apakah yang disebut pendidikan formal dan pendidikan nonformal itu? Upaya kedua, disebabkan studi kita adalah membandingkan pendidikan formal dan non formal. Semboyan ilmiah pada hakikatnya adalah sebuah kalimat yang berbunyi: yakinkan secara logis dengan kerangka teoritis ilmiah dan buktikan secara empiris dengan pengumpulan fakta yang relevan. Dalam artian ilmiah yang paling murni seorang peneliti tidak diperkenankan untuk mengumpulkan data yang empiris sekiranya belum berhasil menyusun kerangka teoritis yang meyakinkan. Agar sebuah kerangka teoritis dapat disebut meyakinkan maka argumentasi yang disusun tersebut harus dapat memenuhi beberapa syarat. Pertama, teori-teori yang dipergunakan dalam membangun kerangka berpikir harus merupkaan pilihan dari sejumlah teori yang dikuasai secara lengkap dengan mencakup perkembangan-perkembangan terbaru. Hal ini membawa kita bukan saja kepada pengetahuan teknis tentang teori tertentu melainkan juga pengetahuan filsafati yang melandasi teori itu. Pengetahuan filsafati tentang suatu teori adalah pengetahuan tentang pikiran-pikiran dasar yang melandasi teori tersebut dalam bentuk postulat, asumsi atau prinsip yang sering kurang mendapatkan perhatian dalam proses belajar mengajar. Seorang peneliti harus menguasai teori-teori ilmiah sebagai dasar bagi argumentasi kita dalam menyusun kerangka pemikiran yang membuahkan hiotesis. Kerangka pemikiran ini merupkaan penjelasan sementara terhadap gejala yang menjadi objek permasalahan kita. Kerangka pemikiran yang berupa penjelasan sementara ini merupakan argumentasi kita dalam merumuskan hipotesis yang merupakan jawaban sementara terhadap permasalahan yang diajukan. Kriteria utama suatu kerangka pemikiran bisa meyakinkan sesama ilmuwan adalah alur-alur pikiran yang logis dalam membangun suatu kerangka berpikir yang membuahkan kesimpulan yang berupa hipotesis. Agar pengetahuan ilmiah ini bersifat konsisten dengan pengetahuan-pengetahuan ilmiah sebelumnya maka hal ini harus tercermin dalam struktur logika berpikir dalam menarik kesimpulan. Untuk itu harsu dipenuhi dua persyaratan, yakni, pertama, mempergunakan premispremis yang benar dan kedua, mempergunakan cara penarikan kesimpulan yang sah. Pada

hakikatnya kerangka berpikir dalam pengajuan hipotesis didasarkan kepada argumentasi berpikir deduktif dengan mempergunakan pengetahuan ilmiah, sebagai premis-premis dasarnya. Mempergunakan pengetahuan ilmiah sebagai premis dasar dalam rangka argumentasi akan menjamin dua hal. Pertama, karena kebenaran pernyataan ilmiah telah teruji lewat proses keilmuwan maka kita merasa yakin bahwa kesimpulan yang ditarik merupakan jawaban yang terandalkan. Kedua, dengan mempergunakan pernyataan yang secara sah diakui sebagai pengetahuan ilmiah maka pengetahuan baru yang ditarik secara deduktif akan bersifat konsisten dengan tubuh pengetahuan yang telah disusun. PENYUSUNAN KERANGKA TEORITIS DAN PENGAJUAN HIPOTESIS 1. Pengkajian mengenai teori-teori ilmiah yang akan dipergunakan dalam analisis. 2. Pembahasan mengenai penelitian-penelitian lain yang relevan. 3. Penyusunan kerangka berpikir dalam pengajuan hipotesis dengan mempergunakan premispremis sebagai tercantum dalam butir (1) dan butir (2) dengan menyatakan secara tersurat postulat, asumsi dan prinsip yang dipergunakan (sekiranya diperlukan. 4. Perumusan hipotesis. Metodologi Penelitian Tahap berikutnya setelah merumuskan hipotesis yang diturunkan secara deduktif dari pengetahuan ilmiah yang relevan maka langkah berikutnya adalah menguji hipotesis tersebut secara empiris. Tujuan proses verifikasi adalah menyimpulkan dari serangkaian data mengenai prestasi individual murid SD yang terdaftar dalam kedua bentuk pendidikan tersebut dan menyimpulkan prestasi mereka secara umum. Penetapan prosedur dan cara ini disebut metodologi penelitian yang pada hakikatnya merupakan persiapan sebelum verifikasi dilakukan. Metodologi adalah pengetahuan tentang metode-metode, jadi metodologi penelitian adalah pengetahuan tentang berbagai metode yang dipergunakan dalam penelitian. Selah satu metode yang harus ditentukan dalam penelitian ini adalah metode penelitian. Kegiatan pertama dalam penyususnan metodologi penelitian adalah menyatakan secara lengkap dan operasioanl tujuan penelitan yang mencakup bukan saja variabel-variabel yang akan diteliti dan karakteristik hubungan ayang akan diuji melainkan sekaligus juga tingkat keumuman (level of generality) dari kesimpulan yang akan ditarik seperti ditempat, waktu, kelembagaan dan sebagainya. Metode adalah prosedur atau cara yang spesifik dalam memecahkan masalah tertentu yang ditemui dalam melaksanakan prosedur. Pada hakikatnya proses verifikasi adalah mengumpulkan dan menganalisis data dimana kesimpulan yang ditarik kemudian dibandingkan dengan hipotesis untuk menentukan apakah hipotesis yang diajukan tersebut atau diterima. Oleh sebab itu maka dalam teknik analisis data sering dinyatakan dalam pernyataan statisatik dengan menuliskan bersama-sama baik hipotesis nol (H0) maupun hipotesis tandingan (H1) beserta rumus statistikanya (sekiranya mempergunakan statistika) yang dipergunakan.

Dalam teknik pengumpulan data harus dinyatakan variabel yang akan dikumpulkan, sumber data dari mana keterangan mengenai variabel tersebut akan didapatkan. Demikian juga halnya yang menyangkut teknik pengukuran, instrumen pengukuran dan teknik mendapatkan data (umpamanya dengan cara interview). Secara ringkas maka langkah dalam penyususnan metodologi penelitian mencakup kegiatankegiatan sebagai berikut: METODOLOGI PENELITIAN 1. Tujuan penelitian secara lengkap dan operasional dalam bentuk pernyataan yang mengidentifikasikan variabel-variabel dan karakteristik hubungan yang akan diteliti. 2. Tempat dan waktu penelitian dimana akan dilakukan genaralisasi mengenai variabelvariabel yang diteliti. 3. Metode penelitian yang ditetapkan berdasarkan tujuan penelitian dan tingkat generalisasi yang diharapkan. 4. Teknik pengambilan contoh yang relevan dengan tujuan penelitian, tingkat keumuman dan metode penelitian. 5. Teknik pengupulan data yang mencakup identifikasi variabel yang akan dikumpulkan, sumber data, teknik pengukuran, instrumen dan teknik mendapatkan data. 6. Teknik analisis data yang mencakup langkah-langkah dan teknik analisis yang dipergunakan yang ditetapkan berdarkan pengajuan hipotesis (sekiranya mempergunakan statistika maka tulisan hipotesis nol dan hipotesis tandingan: Ho/ H1). Dalam membahas hasil penelitian maka harus selalu diingat bahwa tujuan kita adalah membandingkan kesimpulan yang ditarik dari data yang telah dikumpulkan dengan hipotesis yang diajukan. Pada hakikatnya sebuah hasil hipotesis diterima atau ditolak melainkan diperlengkapi dengan evaluasi mengenai kesimpulan tersebut. Langkah berikutnya adalah memberikan penafsiran terhadap kesimpulan analisis data. Secara singkat maka hasil penelitian dapat dilaporkan dalam kegiatan sebagai berikut: HASIL PENELITIAN 1. Menyatakan variabel-variabel yang diteliti. 2. Menyatakan teknik analisis data. 3. Mendeskripsikan hasil analisis data. 4. Memberikan penafsiran terhadap kesimpulan analisis data. 5. Menyimpulkan pengujian hipotesis apakah ditolak atau diterima. Ringkasan dan Kesimpulan Kesimpulan penelitian merupakan sintesis dari keseluruhan aspek penelitian yang terdiri dari masalah, kerangka teoritis, hipotesis, metodologi penelitian dan penemuan penelitian. Sintesis ini membuahkan kesimpulan yang ditopang oleh suatu kejadian yang bersifat terpadu dengan meletakkan berbagai aspek penelitian dalam perspektif yang menyeluruh. Untuk itu maka

diuraikabn kembali secara ringkas pernyataan-pernyataan pokok dari aspek-aspek tersebut diatas dengan meletakkannya dalam kerangka yang mengarah pada kesimpulan. Itulah sebabnya maka bab ini disebut sebagai ringkasan dan kesimpulan yang pada dasarnya mencerminkan hakikat yang disingkapkan oleh penelitian. Dengan demikian maka bab mengenai ringkasan dan kesimpulan dapat diperinci ke dalam langkah-langkah sebagai berikut: RINGKASAN DAN KESIMPULAN 1. Deskrispsi singkat mengenai masalah, kerangka teoritis, hipotesis, metodologi penelitian dan penemuan penelitian. 2. Kesimpulan penelitian yang merupakan sintesis berdasarkan keseluruhan aspek tersebut diatas. 3. Pembahasanm kesimpulan penelitian dengan melakukan perbandingan terhadap penelitian lain dan pengetahuan ilmiah yang relevan. 4. Mengkaji implikasi penelitian. 5. Mengajukan saran. Abstrak Abstrak merupakan ringkasan seluruh kegiatan penelitian yang paling banyak terdiri dari tiga halaman. Daftar Pustaka Pada hakikatnya daftar pustaka merupakan inventaris dari seluruh publikasi ilmiah maupun nonilmiah yang dipergunakan sebagai dasar bagi pengkajian yang dilakukan. Riwayat Hidup Riwayat hidup ini biasanya merupakan deskripsi dari latar belakang pendidikan dan pekerjaan yang mempunyai hubungan dengan penulisan ilmiah yang disampaikan. Riwayat hidup dicantumkan pada halaman terakhir sebuah laporan tanpa diberi nomor halaman. Usulan Penelitian Sebuah usulan penelitian mengandung seluruh langkah-langkah penelitian tersebut di atas tanpa hasil penelitian, sebab hal ini baru akan dilakukan. Dengan demikian maka usulan penelitian hanya mencakup langkah pengajuan masalah, penyusunan kerangka teoritis dan pengajuan hipotesis serta metodologi penelitian. Usulan penelitian serta aspek-aspek lainnya yang berhubungan dengan penelitian umpamanya pembiayaan. Lain-lain Sebelum memasuki tubuh utama laporan sebuah tulisan ilmiah biasanya didahului oleh beberapa informasi yang bersifat pengantar. Pertama-tama tentu saja adalah halaman judul dari laporan ilmiah tersebut. Setelah itu dikemukakakn secara umum lingkup laporan yang akan disampaikan beserta penghargaan terhadap berbagai pihak yang telah membantu penyelesaian karya ilmiah tersebut. Kemudian menyusul daftar isis yang dilengkapi dengan daftar tabel dan daftar gambar yang disusun secara tersendiri. Untuk karya ilmiah yang berupa tesis atau disertasi setelah halaman judul biasanya disisipkan lembar persetujuan para pembimbing atau promotor serta pihak-pihak lainnya. Di halaman terdepan mendahului halaman judul ditempatkan abstrak.

Penutup Seperti juga yang berlaku dalam kehidupan ini, yang penting adalah bukan saja apanya melainkan juga bagaimananya. 30.Tehnik Penulisan Ilmiah Teknik penulisan ilmiah mempunyai dua aspek yakni: 1. Gaya penulisan dalam membuat pernyataan ilmiah serta 2. Teknik notasi dalam menyebutkan sumber dari pengetahuan ilmiah yang dipergunakan dalam penulisan. Tata bahasa merupakan ekspresi dari logika berpikir: tata bahasa yang tidak cermat merupakan pencerminan dari logika berpikir yang tidak cermat pula. Komunikasi ilmiah harus: 1. Bersifat reproduktif, artinya bahwa si penerima pesan mendapatkan kopi yang benar-benar sama dengan prototipe yang disampaikan si pemberi pesan, seperti fotokopi atau sebuah afdruk foto. 2. Bersifat impersonal, di mana berbeda dengan tokoh dalam sebiuah novel yang bisa berupa aku , dia, atau Doktor Faust, merupakan figur yang muncul secara dominan dalam seluruh pernyataan. Pembahasan secara ilmiah mengharuskan kita berpaling kepada pengetahuan-pengetahuan ilmiah sebagai premis dalam argumentasi kita. Pernyataan ilmiah yang kita pergunakan dalam tulisan harus mencakup beberapa hal. Pertama, harus dapat kita identifikasikan orang yang membuat pernyataan tersebut. Kedua, harus dapat kita identikasikan media komunikasi ilmiah di mana pernyataan itu disampaikan apakah itu makalah, buku, seminar, lokakarya dan sebagainya. Ketiga harus dapat kita identifikasikan lembaga yang menerbitkan publikasi ilmiah tersebut beserta tempat berdomisili dan waktu penerbitan itu dilakukan. Cara kita mencantumkan ketiga hal tersebut dalam tulisan ilmiah kita disebut teknik notasi ilmiah. Dalam teknik notasi ilmiah dengan mempergunakan catatan kaki, umpamanya, terdapat dua variasi. Variasi pertama ialah bahwa catatan kaki itu ditaruh dalam halaman yang sama, sedangkan dalam variasi kedua catatan kaki itu seluruhnya dikelompokkan dan ditaruh pada akhir sebuah bab. Fungsi catatan kaki adalah: 1. Sebagai sumber informasi bagi pernyataan ilmiah yang dipakai dalam tulisan kita. 2. Sebagai tempat bagi catatan-catatan kecil, yang sekiranya diletakkan dalam tubuh utama laporan, akan mengganggu keseluruhan penulisan. 31.Teknik Notasi Ilmiah Pada bab ini akan menguraikan hal-hal yang bersifat pokok dari salah satu teknik notasi ilmiah yang mempergunakan catatan kaki.

Tanda catatan kaki diletakkan di ujung kalimat yang kita kutib dengan mempergunakan angka arab yang diketik naik setengah spasi. Catatan kaki pada tiap bab diberi nomor 1 kembali pada bab yang baru. Satu kalimat mungkin terdiri dari beberapa catatan kaki sekiranya kalimat itu terdiri dari beberapa kutipan. Dalam keadaan seperti ini maka tanda catatan kaki diletakkan di ujung kalimat yang dikutip sebelum tanda baca penutup. Sedangkan satu kalimat yang seluruhnya terdiri dari satu kutipan tanda catatan kaki diletakkan sesudah tanda baca penutup kalimat. BAB X PENUTUP 32.HAKIKAT DAN KEGUNAAN ILMU Hakikat ilmu merupakan sekadar pengetahuan yang harus dihafal, agar bisa dikemukakan waktu berdebat: makin hafal lantas makin hebat! Pengetahuan yang dikuasai harus mencakup bidangbidang yang amat luas, agar tiap masalah yang muncul bisa ikut menyambut, makin banyak maka makin yahut. Ilmu tidak berfungsi sebagai pengetahuan yang diterapkan dalam memcahkan masalah kita sehari-hari, melainkan sekedar dikenal dan dikonsumsi, seperti lagu Ebiet atau sajak Sutardji. Kepercayaan seseorang tergantung kepada pendidikan, kepercayaan masyarakat tergantung kepada kebudayaan. Jadi bagaimana tingkat profesional ilmuwan yang tidak bisa menjelaskan meramal dan mengontrol maslaah kehidupan melainkan sekadar menghafal?

Anda mungkin juga menyukai