Anda di halaman 1dari 3

GREEN PRODUCT" KEHUTANAN VERSUS ISSUE LINGKUNGAN

PendahuIuan
ssue lingkungan pemanasan global akibat emisi CO2 penggunaan energi fosil yang
terus meningkat di negara-negara maju telah menjadi keprihatinan dunia. Namun
belakangan isue pemanasan global ini bergeser dan mencuat menjadi isue
deforestasi dan degradasi hutan di negara-negara berkembang yang dituding
sebagai penyumbang terbesar emisi CO2.
Pada diskusi panel ndustri Kehutanan Menghadapi Persaingan Pasar Global
tanggal 19 Agustus 2010 telah mengingatkan kemungkinan hidden agenda negara-
negara pesaing bisnis yang menggunakan isue lingkungan, dan perlunya upaya
menangkal citra negatif produk industri kehutanan ndonesia di pasar global.
Pada diskusi tersebut disampaikan presentasi Dr. Yetti Rusli, M.Sc., dengan topik
"Pemanasan Global: Bagaimana Seharusnya Memandang Produk Kehutanan
Secara Benar", tanggapan para pembahas r. Soeparno, M.Sc. (Puskashut Yayasan
Sarana Wana Jaya), r. Tjipta Purwita (PT Musi Hutan Persada) dan r. Teguh
Patriawan (PT Sawit Prima Nusantara), serta masukan dari peserta diskusi, dengan
Moderator: r. D. Ruchjadi Prawiraatmadja, MM.
HasiI Kajian
1.sue lingkungan deforestasi dan degradasi hutan dalam konteks pemanasan global
dan perubahan iklim merupakan isue negatif yang tidak fair dan menyudutkan
negara-negara berkembang yang memanfaatkan sumber daya hutan untuk
kepentingan pembangunan. Sementara itu permasalahan mendasar konsumsi
energi fosil di negara-negara maju yang terus bertambah tidak terkendali sebagai
penyumbang 80% emisi CO2 dunia justru tidak disentuh dan tenggelam dari isue
perubahan iklim.
2.ndonesia yang mentargetkan pembangunan HT sampai dengan tahun 2020
seluas (efektif) 10,5 ha untuk meningkatkan produktivitas sumberdaya hutan dan
bahan baku industri (BB), jelas sangat dirugikan. sue lingkungan telah berdampak
negatif terhadap citra kehutanan ndonesia dimata dunia, yang berimbas terhadap
citra produk industri kehutanan di pasar internasional sebagai produk industri non
"green product.
3.Sehubungan dengan hal-hal tersebut para pihak yang terkait pemerintah,
asosiasi/pengusaha kehutanan, dan masyarakat/LSM peduli kehutanan perlu
mengambil langkah strategis membangun citra positif (image building) untuk
menangkal isue lingkungan yang berdampak terhadap citra negatif kehutanan
ndonesia. Upaya membangun citra positif tersebut antara lain dengan melakukan
kampanye nasional dan internasional "legal product promotion untuk mengangkal
isue"illegal logging, dan kampanye "green product untuk menangkal isue "emisi
CO2
4.Dalam rangka itu strategi yang ditempuh antara lain dengan mengkampanyekan
dan mengekspose kebijakan dan pelaksanaan pembangunan kehutanan ndonesia
yang telah berdasarkan prinsip-prinsip pembangunan kehutanan yang berkelanjutan
(sustainable development):
O Hutan ndonesia sesuai UU 41 tahun 1999 telah ditetapkan dalam 3 fungsi
utama, yaitu hutan konservasi (ekosistem, flora dan fauna), hutan lindung
(water cycle, kenservasi tanah dan lingkungan), hutan produksi
(menghasilkan komoditi).
O Sistem pengelolaan atau pengurusan hutan ndonesia telah mengikuti
standard internasional (bahkan banyak inisiatif berasal dari ndonesia) antara
lain standar TTO dan FAO, misalnya kaidah SFM, sertifikasi SFM, dan
sebagainya.
5.Beberapa fakta dan hasil kajian menunjukkan bahwa sumberdaya hutan dan
pembangunan hutan merupakan solusi yang memberikan andil signifikan dalam
pengurangan emisi CO2 dunia yang berarti mengurangi dan mencegah pemanasan
global, antara lain:
O Hasil kajian FAO (2007) menunjukkan bahwa stok karbon padat dihutan dunia
1650 GtC atau lebih dari dua kali jumlah CO yang ada diudara. Laju
penyerapan CO2 oleh hutan didunia 2,6 GtC per tahun lebih besar dari laju
emisi CO2 dunia sebesar 1,6 GtC per tahun.
O Rasio emisi CO2 dunia yang berasal dari hutan dan dari energi fosil adalah
20% dan 80%. Emisi CO2 yang berasal dari hutan bersifat netral karena
berasal dari CO2 yang diserap dari udara. ndonesia telah menyatakan
dengan suka rela akan menurunkan emisi sebesar 26% pada tahun 2020,
dan dari target tersebut 14% merupakan solusi dari sektor kehutanan.
O ndonesia telah berhasil menurunkan laju kerusakan hutan, yaitu dari 2,83
juta ha per tahun pada tahun 1997-2000, menjadi 0,78 juta ha per tahun pada
tahun 2001-2003 dan menjadi 0,76 juta ha per tahun pada tahun 2004-2006.
O Sementara itu cadangan stok karbon hutan sekunder 130 ton per ha,
sedangkan kebun sawit 60 ton per ha, dan HR sebesar 50 ton per ha.
Beberapa penelitian menyatakan bahwa kebun sawit menyerap bahan kering
36,5 ton per ha dibandingkan dengan hutan tropis 25,7 ton per ha.
O Data World Bank (2007) menyatakan bahwa ndonesia menduduki urutan
dunia negara ke 111 emisi CO2 per kapita berdasarkan urutan negara per
kapita tertinggi.
6.Sektor kehutanan layak ditempatkan sebagai bagian integral dari perekonomian
nasional, karena usaha kehutanan termasuk pengurusan hutan konservasi dan
hutan lindung, adalah usaha yang sejalan dengan penurunan emisi dunia, dan satu-
satunya bisnis yang secara alami menyerap CO2 yang berasal dari pembakaran
fosil, menjaga ekosistem dan stabilitas lingkungan. Oleh karena itu produk yang
dihasilkan kehutanan yang berbasis pembangunan berkelanjutan adalah green
product.
7.Dalam diskusi terbatas berkembang pemikiran bahwa pengertian "green product
tidak hanya produk kayu dari hasil industri kehutanan hulu (UPHHK HT/HA), tetapi
juga produk industri kehutanan hilir (kayu lapis, pulp, woodworking, dll). Untuk itu
perlu ditetapkan kriteria dan indikator "green product kehutanan yang dapat
disepakati dan diterima oleh berbagai pihak/lembaga internasional anatra lain FAO,
TTO, dll dan di pasar global antara lain CAFTA, negara-negara konsumen produk
industri kehutanan ndonesia ( Jepang, USA, EU, dll).
8.Upaya menangkal isue-isue negatif kehutanan di mata internasional perlu
ditangani secara sungguh-sungguh oleh suatu forum/tim nasional kampanye
membangun citra positif "green product kehutanan ndonesia yang terdiri dari unsur
pemerintah (cq Kementerian Kehutanan selaku coordinator), pengusaha/asosiasi
kehutanan, lembaga perguruan tinggi/litbang, masyarakat dan LSM peduli
kehutanan.

Anda mungkin juga menyukai