1)
2)
3)
Kata kunci: padi , kultivar, lokasi, fosfat Key words: rice, cultivar, location, phosphat
Abstract
Experiment was conducted at Maros, Pangkep, and Sidrap, from May 1996 to September 1996. Arranged in a randomized factrorial block design, consisted of two factor i.e. rice cultivars and phosphate dosage level, with three replication. Cultivars that used were : Cisadane, Ciliwung, and Membramo, while level of phosphate fertilizing were: 1 P2O5 0 kg; 50 kg; and 100 kg ha . Results indicated that Membramo suitable for Maros area development, while Ciliwung and Cisadane suitable for Pangkep, and Sidrap respectively Membramo cultivar was high yield stability at three location.
1996. Disusun menurut rancangan acak kelompok faktorial terdiri dari dua faktor yaitu kultivar dan dosis pemupukan P, masing-masing dengan tiga ulangan. Kultivar padi yang digunakan adalah Cisadane, Ciliwung, dan Membramo. Taraf pemupukan P yang dicobakan adalah: P2O5 0 kg; 50 kg, dan 100 kg 1 ha . Hasil penelitian menunjukkan bahwa kultivar Membramo sesuai dikembangkan di Maros, Ciliwung di Pangkep, dan Cisadane di Sidrap. Kultivar Membramo mempunyai penampilan hasil yang stabil pada tiga lokasi.
Pendahuluan
Sulawesi Selatan merupakan salah satu daerah penghasil beras di Indonesia. Luas pengembangan padi di Sulawesi Selatan mencapai 804.488 ha dengan produksi rata-rata 3.769.450 ton (BPS Sul-Sel, 1997). Telah dilaporkan bahwa pelandaian produksi disebabkan oleh terjadinya kasus status P tinggi yang sudah mencapai 243.731 ha, sehingga pemupukan yang intensif sekalipun tidak akan meningkatkan produktivitas
Sari
Penelitian dilaksanakan di kabupaten Maros, Pangkep, dan Sidrap Sulawesi Selatan, berlangsung mulai bulan Mei 1996 sampai dengan bulan September
1) Peneliti pada LPTP Koya Barat, Irian Jaya. 2) Penyuluh pertanian utama pratama pada Diperta Prop. Sulawesi Selatan.
71
(Damdam, 1993). Hal ini menjadi salah satu hambatan peningkatan produksi padi di Sulawesi Selatan. Hasil suatu tanaman ditentukan oleh faktor genetik, faktor lingkungan, dan interaksi faktor genetik dan faktor lingkungan. Faktor lingkungan dimaksud meliputi lokasi, musim atau teknik budidaya termasuk pemupukan. Kesesuaian faktor genetik dan faktor lingkungan merupakan faktor penentu utama dalam peningkatan produktivitas tanaman. Telah terbukti bahwa kehilangan hasil yang terjadi oleh kesalahan dalam pemilihan kultivar pada suatu daerah pengembangan cukup tinggi. Demikian pula terhadap pemupukan, terdapat kultivar tertentu yang mempunyai respon yang lebih baik pada dosis pemupukan tertentu. Zubair (1984) mengemukakan bahwa Citarum memperlihatkan respon terhadap P yang lebih baik dibandingkan IR-42 di Bone. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat kemungkinan mengatasi pelandaian produksi terutama yang disebabkan oleh kasus jenuh P pada daerah pengembangan. Membramo, Ciliwung, dan Cisadane adalah tiga kultivar unggul padi baru yang berkembang pesat di Sulawesi Selatan. Pemilihan ketiga kultivar ini hanya berdasarkan rata-rata produktivitas dan rasa nasi, bukan berdasarkan studi interaksi genotip dengan lingkungan, sehingga kemungkinan varietas tertentu akan mengalami kehilangan hasil pada daerah pegembangan tertentu. Untuk membatasi kehilangan hasil akibat kesalahan pemilihan kultivar pada daerah pengembangan perlu dilakukan studi interaksi genotip dan lingkungan. Studi interaksi genotip dan lingkungan sudah banyak digunakan dalam pemilihan varietas yang sesuai untuk dikembangkan pada daerah pengembangan (Johnson et al., 1955; Tai, 1971;
Fehr, 1987; Yeo et al., 1990). Dalam tulisan ini disajikan interaksi genotip dengan kultivar pemupukan P pada berbagai lokasi, dengan tujuan: 1) memperoleh informasi tentang respon kultivar terhadap pemupukan P pada masing-masing lokasi, 2) mendapatkan kultivar yang sesuai dikembangkan pada masing-masing lokasi.
Tabel 1. Kondisi lingkungan bio-fisik masing-masing lokasi pengkajian Uraian Tipe iklim Jenis tanah Rata-rata curah hujan tahunan Kondisi fisik dan kimia tanah Tekstur pH : H2O (1:2:5) KCl (1:2:5) KTK (me/100 g) P2O5 (ppm) N total (%) K (me/100 g) Fe (ppm) Al (ppm) Lempung liat berdebu 7.30 6.28 37.46 15.43 0.15 0.26 1.48 1.28 Lempung liat berdebu 6.48 5.32 31.48 12.68 0.11 0.22 2.89 1.97 Lempung liat berdebu 7.18 6.04 35.78 14.97 0.19 0.24 1.36 0.92 Maros C2 Alluvial 4.013 Pangkep C2 Alluvial 2.352 Sidrap C2 Alluvial 4.513
Bibit yang berumur 20 hari ditanam dalam petak yang berukuran 5 m 4 m, menggunakan jarak tanam 25 cm 20 cm. Penggunaan pupuk dasar berupa Urea dan KCl masing-masing dengan dosis 200 kg dan 100 kg ha1. Aplikasi pupuk Urea dan setengah dosis KCl dilakukan sesaat sebelum tanam, sedangkan setengah dosis KCl sisanya diaplikasi pada umur 35 HST. Komponen yang diamati dalam penelitian ini meliputi: jumlah anakan, bobot 1000 biji, dan hasil gabah kering. Data dianalisis menggunakan analisis varians. Stabilitas hasil dianalisis mengikuti prosedur Eberhart dan Russell (1966) dengan persamaan sebagai berikut: Yij = m + biIj + ij dimana, Yij = rata-rata hasil gabah kering kultivar ke-I m = rata-rata umum semua kultivar bi = koefisien regresi i = kesalahan acak Indeks lingkungan dihitung dengan rumus sebagai berikut :
Ij = Yij/v - Yij/v.l dimana, Ij = indeks lingkungan Yij = jumlah rata-rata hasil semua kultivar pada lingkungan kej Yij = jumlah rata-rata hasil semua kultivar pada semua lingkungan v = jumah kultivar l = jumlah ingkungan Varians genetik, varians fenotifik, dan heritabilitas diestimasi berdasarkan kuadrat tengah harapan.
73
Tabel 2. Analisis varians hasil gabah kering Sumber keragaman Ulangan/ lokasi Lokasi Pemupukan LP Genotipe GL GP GPL Galat Derajat bebas 6 2 2 4 2 4 4 8 48 Kuadrat tengah 0.52 + 12.83 + 0.88 + 2.09 0.56 + 3.44 0.10 0.18 0.21
di Pangkep, Ciliwung memperlihatkan hasil gabah kering tertinggi, berbeda nyata dengan hasil gabah kering Cisadane tetapi tidak berbeda nyata dengan Membramo. Sebaliknya di Sidrap, kultivar Cisadane mempunyai hasil gabah kering yang nyata lebih tinggi dibandingkan Ciliwung dan Membramo. Dalam analisis stabilitas hasil hubungannya dengan pemupukan P terlebih dahulu perlu ditetapkan urutan indeks lingkungan. Penggunaan dosis pemupukan yang tinggi tidak selalu berarti mempunyai nilai indeks lingkungan yang tinggi karena adanya kasus jenuh P. Urutan indeks lingkungan disajikan pada Tabel 4. Pada Tabel 4 tampak bahwa di Maros dan Sidrap, dosis pemupukan P yang tinggi mempunyai nilai indeks lingkungan yang kecil. Hal ini berarti dosis pemupukan P yang tinggi tidak berhasil menciptakan lingkungan yang lebih menguntungkan bagi tanaman padi. Kondisi ini mungkin dapat mendukung pernyataan bahwa lahan sawah di Maros dan Sidrap terutama lokasi pengujian sudah jenuh P. Di Pangkep urutan indeks lingkungan masih sejalan dengan dosis pemupukan P. Penambahan dosis pemupukan P masih dapat menciptakan lingkungan yang menguntungkan. Parameter stabilitas hasil yang umum digunakan adalah koefisien regresi antara hasil dengan indeks lingkungan, dan simpangan regresi. Rata-rata hasil gabah
1
Berdasarkan hasil gabah kering diketahui bahwa kultivar yang diuji tidak mempunyai perbedaan respon terhadap pemupukan. Perbedaan respon hanya terjadi pada perbedaan lokasi atau perbedaan faktor lingkungan makro. Kondisi bio-fisik masing-masing lokasi penelitian tampak pada Tabel 1. Interaksi genotip lokasi menunjukkan terdapat perbedaan adaptasi antar kultivar pada lokasi yang berbeda. Rata-rata hasil gabah kering masing-masing kultivar disajikan pada Tabel 3. Pada Tabel 3 tampak bahwa di Maros, Membramo mempunyai hasil gabah kering yang nyata lebih tinggi dibandingkan Ciliwung dan Cisadane. Sementara
Tabel 3. Rata-rata hasil gabah kering (kg ha ) masing-masing kultivar pada tiga lokasi di Sulawesi Selatan Kultivar Cisadane Ciliwung Membramo Maros 4.756 b 5.133 b 5.863 a Pangkep 4.178 b 4.827 a 4.543 ab Sidrap 6.596 a 5.564 b 5.613 b
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama dalam kolom yang sama tidak berbeda pada taraf 5% menurut uji Selang berganda Duncan.
Tabel 4. Indeks lingkungan menurut lokasi dan dosis pemupukan P 1 (kg.ha ) P2O5 1 (kg.ha ) 0 50 100 100 50 0 100 50 0 Indeks lingkungan (Ij) 1.530 0.361 0,184 0.140 0.024 0.160 0.644 0.702 0.713
ha1; Sidrap dengan pemupukan P2O5 50 kg ha1; dan Sidrap tanpa pemupukan P.
Lokasi Pangkep Pangkep Pangkep Maros Maros Maros Sidrap Sidrap Sidrap
Daftar Pustaka
Tabel 5. Rata-rata hasil gabah kering, koefisien regresi, dan simpangan regresi masing-masing kultivar Kultivar Cisadane Ciliwung Membramo Semua kultivar Rata-rata hasil 1 (kg ha ) 5.142 5.168 5.464 5.328 Koefisien regresi (bi) 1.67 0.64 0.75 Simpangan regresi (sdi) 0.049 0.991 0.051
kering, koefisien regresi dan simpangan regresi masing-masing kultivar disajikan pada Tabel 5. Kultivar stabil hanya bila koefisien regresi tidak berbeda dengan satu (bi = 1) dan simpangan regresi sama dengan nol (Sdi = 0). Dari tiga kultivar yang diuji hanya Membramo yang memperlihatkan stabilitas hasil yang tinggi (Tabel 5). Dalam konteks penelitian ini dapat dikatakan bahwa kultivar Membramo beradaptasi luas pada semua taraf pemupukan P dan semua lokasi penelitian. Kultivar Cisadane mempunyai koefisien regresi yang lebih besar dari 1 (satu), kultivar ini mempunyai stabilitas hasil di bawah rata-rata (Eberhart dan Russell, 1966) atau beradaptasi khusus pada lingkungan yang menguntungkan, yaitu: Maros tanpa pemupukan P; Sidrap dengan pemupukan P2O5 100 kg
BPS Sul-Sel. 1997. Statistik pertanian tanaman pangan dan hortikultura. Biro Pusat Statistik Propinsi Sulawesi Selatan, 21 hal. Damdam, A.M. 1993. Penelitian P pada lahan sawah di Propinsi Sulawesi Selatan. Laporan Hasil Penelitian, Stasiun Penelitian Tanah Maros, 18 hal. Eberhart, S.A., and W.A. Russell. 1966. Stability parameters for comparing varieties. Crop Sci. 6: 3640. Fehr, W.R. 1987. Principles of cultivar development. Vol. 1 Macmillan Publishing Company, New York-London. P. 304313. Finley, K.W., and G.M. Wilkinson. 1963. The analysis of adaptation in plant breeding programme. Aust. J. agric. Res., 14: 742757. Johnson, H.W., H.F. Robinson, and R.E. Comstok. 1955. Estimate of genetic and environmental variability in Soybeans. Agr. J. 47: 314318.
75
Tai, G.C.C. 1971. Genotypic stability analysis and its application to potato regional traits. Crop Sci. 11: 184190. Yeo, A.R., M.E. Yeo, S.A. Flowers, and T.J. Flowers. 1990. Screening of rice (Oryza sativa L.) genotypes for physiological character contributing to salinity resistance, and their relationships to
overall performance. Theor. Appl. Genet. 79: 377384. Zubair, A. 1984. Respon tiga kultivar padi sawah IR-42, Citarum dan serayu teradap penyerapan fosfat pada tanah mediteran kabupaten Bone. Skripsi S1 Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin, Makassar.