Anda di halaman 1dari 23

1 | M A n A ! L M L n S u M 8 L 8 u A ?

A M A n u S l A

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada era globalisasi ini, kualitas dipandang sebagai salah satu alat untuk
mencapai keunggulan kompetitiI, karena kualitas merupakan salah satu Iaktor
utama yang menentukan pemilihan produk dan jasa bagi konsumen. Kepuasan
konsumen akan tercapai apabila kualitas produk dan jasa yang diberikan sesuai
dengan kebutuhannya.
Kualitas jasa yang baik merupakan hal yang sangat penting dalam
menciptakan kepuasan pelanggan, namun untuk memahami bagaimana
mengevaluasi kualitas yang diterima oleh konsumen tidaklah mudah. Sebagian
besar kualitas jasa diberikan selama penyerahan jasa terjadi dalam proses interaksi
diantara konsumen dan terdapat kontak personil dengan penyelenggara jasa
tersebut.
Untuk menciptakan good performance, dalam hal ini terutama bank tidak
dapat menghindari Iungsinya dari pelayanan nasabah. Pelayanan yang diberikan
kepada nasabahnya akan mencerminkan baik tidaknya bank tersebut. Salah satu
Iaktor yang mendongkrak pangsa pasar adalah peningkatan kualitas pelayanan.
Kualitas dari suatu pelayanan memang merupakan kewajiban bagi perbankan.
Pelayanan merupakan kunci sukses dari sebuah perbankan. Oleh karena itu,
pelayanan diperhatikan manajemen perbankan dalam menjalankan suatu usaha.
Akan tetapi kurangnya kontrol terhadap pelayanan yang diberikan oleh sumber
daya manusia (SDM), memungkinkan SDM tersebut melakukan penyalahgunaan
atas proIesinya sekaligus pelanggaran etika kepada nasabah. Maraknya kasus
berkaitan dengan penyalahgunaan proIesi tersebut, membuat penulis tertarik
untuk mengangkat judul 'IMPLEMENTASI ETIKA BISNIS DAN TANGGUNG
JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN (Corporate Social Responsibility-CSR)
TERHADAP MASYARAKAT (Studi Kasus pada Nasabah Citibank).
| M A n A ! L M L n S u M 8 L 8 u A ? A M A n u S l A

1.2 Identifikasi Masalah
Adapun yang akan dibahas oleh penulis, antara lain:
a. Apa yang dimaksud dengan etika bisnis?
b. Apa yang dimaksud dengan tanggung jawab social /perusahaan (CSR)?
c. Bagaimana cara mengimplementasikan etika bisnis dan tanggung jawab
sosial pada sumber daya manusia (SDM) suatu perusahaan?
1.3 Tujuan
a. Tujuan Umum
Untuk memenuhi tugas salah satu mata kuliah Manajemen Sumber Daya
Manusia (SDM).
b. Tujuan Khusus
Penulis dapat memahami ruang lingkup etika bisnis.
Penulis dapat memahami pentingnya tanggung jawab social perusahaan
tau Corporate Social Responsibility (CSR).
Penulis dapat memahami pengimplementasian etika bisnis dan CSR oleh
sumber daya manusia (SDM) dari suatu perusahaan.
1.4 Manfaat
Setelah mempelajari permasalahan di atas, penulis diharapkan mampu:
Menjelaskan pentingnya etika bisnis dalam suatu perusahaan.
Menjelaskan ruang lingkup tanggung jawab social perusahaan.
Menjelaskan tentang aplikasi etika bisnis dan tanggung jawab social oleh
sumber daya manusia (SDM) perusahaan itu sendiri.

| M A n A ! L M L n S u M 8 L 8 u A ? A M A n u S l A

BAB II
TIN1AUAN PUSTAKA

2.1 Tanggung 1awab Sosial Perusahaan
Tanggung jawab sosial perusahaan atau Corporate Social
Responsibility adalah suatu konsep dimana organisasi, khususnya (namun bukan
hanya) perusahaan yang memiliki suatu tanggung jawab terhadap konsumen,
karyawan, pemegang saham, komunitas dan lingkungan dalam segala aspek
operasional perusahaan.
CSR berhubungan erat dengan 'pembangunan berkelanjutan, di mana
terdapat argumentasi bahwa suatu perusahaan dalam melaksanakan aktivitasnya
harus mendasarkan keputusannya tidak semata berdasarkan Iaktor keuangan,
misalnya keuntungan atau deviden melainkan juga harus berdasarkan konsekuensi
sosial dan lingkungan untuk saat ini maupun untuk jangka panjang.
"http://id.wikipedia.org/wiki/Tanggungjawabsosialperusahaan"

2.1.1 Pertimbangan Tanggung 1awab Sosial

Berikut beberapa pertimbangan yang perlu diperhatikan perusahaan dalam
memenuhi tanggung jawab sosialnya:
a. Tanggung Jawab Sosial Kepada Pelanggan ( Social Responbility To
Customers )
. Bagaimana Memastikan Tanggung jawab Bisnis :
Tetapkan kode etika.
Monitor keluhan pelanggan.
Memperoleh umpan balik pelanggan

| M A n A ! L M L n S u M 8 L 8 u A ? A M A n u S l A

. Bagaimana memastikan tanggungjawab Pemerintah :
Peraturan Keamanan Produk.
Peraturan Periklanan.
Peraturan Persaingan Industri.

b. Tanggung Jawab Sosial Kepada Pekerfa ( Social Responbility To
Employees)
. Keamanan Pekerja (Employee SaIety)
Memastikan Tempat kerja yang aman bagi pekerja.
. Perlakuan pekerja
Memastikan tidak ada diskriminasi.
Kesamaan kesempatan (Equal Opportunity)
Kesamaan Kesempatan/Hak sipil
3. Bagaimana memastikan tanggung jawab Bisnis :
Keluhan Prosedur.
Kode etik.
UU Ketenaga kerjaan

c. Tanggung Jawab Sosial Kepada Kreditor ( Social Responsibility To
Creditors )
. Kewajiban Keuangan.
. InIormasikan kreditur jika mempunyai permasalahan keuangan

d. Tanggung Jawab Sosial Kepada Lingkungan (Social Responsibility To The
Environment )
a. Pencegahan polusi udara:
Peninjauan kembali proses produksi.
Petunjuk Penyelenggaraan pemerintah
b. Pencegahan polusi daratan:
Peninjauan kembali proses produksi dan pengemasan.
Menyimpan dan mengirim barang sisa beracun ke lokasi pembuangan
| M A n A ! L M L n S u M 8 L 8 u A ? A M A n u S l A

e. Tanggung Jawab Sosial Kepada Masyarakat (Social Responsibility To
Community )
. Sponsori peristiwa masyarakat lokal.
. Sumbangkan kepada masyarakat tidak mampu.
2.2 Analisis dan Pengembangan
Hal ini yang menjadi perhatian terbesar dari peran perusahaan dalam
masyarakat yaitu dengan peningkatan kepekaan dan kepedulian terhadap
lingkungan dan masalah etika. Masalah seperti perusakan lingkungan, perlakuan
tidak layak terhadap karyawan, dan cacat produksi yang mengakibatkan
ketidaknyamanan ataupun bahaya bagi konsumen. Peraturan pemerintah pada
beberapa negara mengenai lingkungan hidup dan permasalahan sosial semakin
tegas, juga standar dan hukum seringkali dibuat hingga melampaui batas
kewenangan negara pembuat peraturan (misalnya peraturan yang dibuat oleh Uni
Eropa). Beberapa investor dan perusahaan manajemen investasi telah mulai
memperhatikan kebijakan CSR. sebuah praktek yang dikenal sebagai 'Investasi
Bertanggung Jawab Sosial (Social Responsible Investment).
Perusahaan di masa lampau seringkali mengeluarkan uang untuk proyek-
proyek komunitas, pemberian bea siswa dan pendirian yayasan sosial. Mereka
juga seringkali menganjurkan dan mendorong para pekerjanya untuk menjadi
sukarelawan (volunteer) dalam mengambil bagian pada proyek komunitas
sehingga menciptakan suatu itikad baik dimata komunitas tersebut yang secara
langsung akan meningkatkan reputasi perusahaan serta memperkuat merek
perusahaan. Dengan diterimanya konsep CSR, terutama triple bottom line,
perusahaan mendapatkan kerangka baru dalam menempatkan berbagai kegiatan
sosial di atas.
Kepedulian kepada masyarakat sekitar/relasi komunitas dapat diartikan
sangat luas, namun secara singkat dapat dimengerti sebagai peningkatan
partisipasi dan posisi organisasi di dalam sebuah komunitas. CSR bukan hanya
| M A n A ! L M L n S u M 8 L 8 u A ? A M A n u S l A

sekedar kegiatan amal, di mana CSR mengharuskan suatu perusahaan dalam
pengambilan keputusannya agar dengan sungguh-sungguh memperhitungkan
akibat terhadap seluruh pemangku kepentingan (stakeholder) perusahaan,
termasuk lingkungan hidup. Hal ini mengharuskan perusahaan untuk membuat
keseimbangan antara kepentingan beragam pemangku kepentingan eksternal
dengan kepentingan pemegang saham, yang merupakan salah satu pemangku
kepentingan internal.
Sebuah deIinisi yang luas oleh World Business Council for Sustainable
Development (WBCSD) yaitu suatu suatu asosiasi global yang terdiri dari sekitar
perusahaan yang secara khusus bergerak dibidang 'pembangunan
berkelanjutan (sustainable development) yang menyatakan bahwa:
'CSR merupakan suatu komitmen berkelanjutan oleh dunia usaha untuk
bertindak etis dan memberikan kontribusi kepada pengembangan ekonomi
dari komunitas setempat ataupun masyarakat luas, bersamaan dengan
peningkatan taraI hidup pekerjanya beserta seluruh keluarganya.
2.3 Pelaporan dan Pemeriksaan
Untuk menunjukkan bahwa perusahaan adalah warga dunia bisnis yang
baik maka perusahaan dapat membuat laporan atas dilaksanakannya beberapa
standar CSR termasuk dalam hal:
Akuntabilitas atas standar AA berdasarkan laporan sesuai standar
John Elkington yaitu laporan yang menggunakan dasar triple bottom line
(3BL).
lobal Reporting Initiative, yang mungkin merupakan acuan laporan
berkelanjutan yang paling banyak digunakan sebagai standar saat ini.
'erite, acuan pemantauan.
Laporan berdasarkan standar akuntabilitas sosial internasional SA8
Standar manajemen lingkungan berdasarkan ISO
| M A n A ! L M L n S u M 8 L 8 u A ? A M A n u S l A

Di beberapa negara memang dibutuhkan laporan pelaksanaan CSR,
walaupun sulit diperoleh kesepakatan atas ukuran yang digunakan untuk
mengukur kinerja perusahaan dalam aspek sosial. Sementara aspek lingkungan
(apalagi aspek ekonomi) memang jauh lebih mudah diukur.
Banyak perusahaan sekarang menggunakan audit eksternal guna
memastikan kebenaran laporan tahunan perseroan yang mencakup kontribusi
perusahaan dalam pembangunan berkelanjutan, biasanya diberi nama laporan
CSR atau laporan keberlanjutan. Akan tetapi laporan tersebut sangat luas
Iormatnya, gayanya dan metodologi evaluasi yang digunakan (walaupun dalam
suatu industri yang sejenis). Banyak kritik mengatakan bahwa laporan ini
hanyalah sekedar 'pemanis bibir (suatu basa-basi), misalnya saja pada kasus
laporan tahunan CSR dari perusahaan Enron dan juga perusahaan-perusahaan
rokok. Namun, dengan semakin berkembangnya konsep CSR dan metode
veriIikasi laporannya, kecenderungan yang sekarang terjadi adalah peningkatan
kebenaran isi laporan. Bagaimanapun, laporan CSR atau laporan keberlanjutan
merupakan upaya untuk meningkatkan akuntabilitas perusahaan di mata para
pemangku kepentingannya.
2.4 Alasan Terkait Bisnis (:siness Case) untuk CSR
Skala dan siIat keuntungan dari CSR untuk suatu organisasi dapat
berbeda-beda tergantung dari siIat perusahaan tersebut. Banyak pihak berpendapat
bahwa amat sulit untuk mengukur kinerja CSR, walaupun sesungguhnya cukup
banyak literatur yang memuat tentang cara mengukurnya. Literatur tersebut
misalnya Orlizty, Schmidt, dan Rynes yang menemukan suatu korelasi positiI
(walaupun lemah) antara kinerja sosial dan lingkungan hidup dengan kinerja
keuangan perusahaan.
Kebanyakan penelitian yang mengaitkan antara kinerja CSR (corporate
social performance) dengan kinerja Iinansial perusahaan (corporate financial
performance) memang menunjukkan kecenderungan positiI, namun kesepakatan
| M A n A ! L M L n S u M 8 L 8 u A ? A M A n u S l A

mengenai bagaimana CSR diukur belumlah lagi tercapai. Mungkin, kesepakatan
para pemangku kepentingan global yang mendeIinisikan berbagai subjek inti
(core subfect) dalam ISO uidance on Social yang direncanakan terbit
pada September akan lebih memudahkan perusahaan untuk menurunkan isu-
isu di setiap subjek inti dalam standar tersebut menjadi alat ukur keberhasilan
CSR.
Hasil survey 'The Millenium Poll on CSR () yang dilakukan oleh
Environics International (Toronto), ConIerence Board (New York) dan Prince oI
Wales Business Leader Forum (London) di antara . responden dari 3
negara menunjukkan bahwa dalam membentuk opini tentang perusahaan,
mengatakan bahwa etika bisnis, praktik terhadap karyawan, dampak terhadap
lingkungan, yang merupakan bagian dari tanggung jawab sosial perusahaan (CSR)
akan paling berperan. Sedangkan bagi lainnya, citra perusahaan & brand
image yang akan paling memengaruhi kesan mereka. Hanya /3 yang mendasari
opininya atas Iaktor-Iaktor bisnis Iundamental seperti Iaktor Iinansial, ukuran
perusahaan,strategi perusahaan, atau manajemen.
Lebih lanjut, sikap konsumen terhadap perusahaan yang dinilai tidak
melakukan CSR adalah ingin 'menghukum () dan tidak akan membeli
produk dari perusahaan yang bersangkutan dan/atau bicara kepada orang lain
tentang kekurangan perusahaan tersebut.
Secara umum, alasan terkait bisnis untuk melaksanakan, biasanya berkisar
satu ataupun lebih dari argumentasi di bawah ini:
a. Sumber Daya Manusia
Menurut H. Hadaei Nawawi () yang dimaksud dengan sumber
daya manusia adalah meliputi tiga pengertian yaitu:
| M A n A ! L M L n S u M 8 L 8 u A ? A M A n u S l A

Sumber daya manusia adalah manusia yang bekerja di
lingkungan suatu organisasi (disebut juga personil, tenaga
kerja, pegawai atau karyawan).
Sumber daya manusia adalah potensi manusiawi sebagai
penggerak organisasi dalam mewujudkan eksistensinya.
Sumber daya manusia adalah potensi yang meruapak asset
dan berIungsi sebagai modal (non material atau non
Iinansial) di dalam organisasi bisnis, yan gdapat
diwujudkan menjadi potensi nyata (real)nsecara Iisik dan
non-Iisik dalam mewujudkan eksistensi organisasi.
Program CSR dapat berwujud rekruitmen tenaga kerja dan
memperkerjakan masyarakat sekitar. Lebih jauh lagi CSR dapat
dipergunakan untuk menarik perhatian para calon pelamar pekerjaan,
terutama sekali dengan adanya persaingan kerja di antara para lulusan,
akan terjadi peningkatan kemungkinan untuk ditanyakannya kebijakan
CSR perusahaan, terutama pada saat perusahaan merekruit tenaga kerja
dari lulusan terbaik yang memiliki kesadaran sosial dan lingkungan.
Dengan memiliki suatu kebijakan komprehensiI atas kinerja sosial dan
lingkungan, perusahaan akan bisa menarik calon-calon pekerja yang
memiliki nilai-nilai progresiI.
b. Manajemen Risiko
Manajemen risiko merupakan salah satu hal paling penting dari
strategi perusahaan. Reputasi yang dibentuk dengan susah payah selama
bertahun-tahun dapat musnah dalam sekejap melalui insiden seperti
skandal korupsi atau tuduhan melakukan perusakan lingkungan hidup.
Kejadian-kejadian seperti itu dapat menarik perhatian yang tidak
diinginkan dari penguasa, pengadilan, pemerintah dan media massa.
Membentuk suatu budaya kerja yang 'mengerjakan sesuatu dengan
benar, baik itu terkait dengan aspek tata kelola perusahaan, sosial,
10 | M A n A ! L M L n S u M 8 L 8 u A ? A M A n u S l A

maupun lingkungan yang semuanya merupakan komponen CSR pada
perusahaan dapat mengurangi risiko terjadinya hal-hal negatiI tersebut.
.. Membedakan Merek
Di tengah hiruk pikuknya pasar, maka perusahaan berupaya keras
untuk membuat suatu cara penjualan yang unik sehingga dapat
membedakan produknya dari para pesaingnya di benak konsumen. CSR
dapat berperan untuk menciptakan loyalitas konsumen atas dasar nilai
khusus dari etika perusahaan yang juga merupakan nilai yang dianut
masyarakat. Menurut Philip Kotler dan Nancy Lee, setidaknya ada dua
jenis kegiatan CSR yang bisa mendatangkan keuntungan terhadap merek,
yaitu corporate social marketing (CSM) dan cause related marketing
(CRM). Pada CSM, perusahaan memilih satu atau beberapa isu biasanya
yang terkait dengan produknya yang bisa disokong penyebarluasannya di
masyarakat, misalnya melalui media campaign. Dengan terus menerus
mendukung isu tersebut, maka lama kelamaan konsumen akan mengenali
perusahaan tersebut sebagai perusahaan yang memiliki kepedulian pada
isu itu. Segmen tertentu dari masyarakat kemudian akan melakukan
pembelian produk perusahaan itu dengan pertimbangan kesamaan
perhatian atas isu tersebut. CRM bersiIat lebih langsung. Perusahaan
menyatakan akan menyumbangkan sejumlah dana tertentu untuk
membantu memecahkan masalah sosial atau lingkungan dengan
mengaitkannya dengan hasil penjualan produk tertentu atau keuntungan
yang mereka peroleh. Biasanya berupa pernyataan rupiah per produk
terjual atau proporsi tertentu dari penjualan atau keuntungan. Dengan
demikian, segmen konsumen yang ingin menyumbang bagi pemecahan
masalah sosial dan atau lingkungan, kemudian tergerak membeli produk
tersebut. Mereka merasa bisa berbelanja sekaligus menyumbang.
Perusahaan yang bisa mengkampanyekan CSM dan CRM-nya dengan baik
akan mendapati produknya lebih banyak dibeli orang, selain juga
mendapatkan citra sebagai perusahaan yang peduli pada isu tertentu.
11 | M A n A ! L M L n S u M 8 L 8 u A ? A M A n u S l A

d. Ijin Usaha
Perusahaan selalu berupaya menghindari gangguan dalam
usahanya melalui perpajakan atau peraturan. Dengan melakukan sesuatu
dengan 'benar secara sukarela maka mereka akan dapat meyakinkan
pemerintah dan masyarakat luas bahwa mereka sangat serius dalam
memperhatikan masalah kesehatan dan keselamatan, diskriminasi atau
lingkungan hidup maka dengan demikian mereka dapat menghindari
intervensi. Perusahaan yang membuka usaha diluar negara asalnya dapat
memastikan bahwa mereka diterima dengan baik selaku warga perusahaan
yang baik dengan memperhatikan kesejahteraan tenaga kerja dan akibat
terhadap lingkungan hidup.
e. Motif Perselisihan Bisnis
Kritik atas CSR akan menyebabkan suatu alasan dimana akhirnya
bisnis perusahaan dipersalahkan. Contohnya, ada kepercayaan bahwa
program CSR seringkali dilakukan sebagai suatu upaya untuk
mengalihkan perhatian masyarakat atas masalah etika dari bisnis utama
perseroan.
2.5 Etika Bisnis

Apabila moral merupakan sesuatu yang mendorong orang untuk
melakukan kebaikan etika bertindak sebagai rambu-rambu (sign) yang merupakan
kesepakatan secara rela dari semua anggota suatu kelompok. Dunia bisnis yang
bermoral akan mampu mengembangkan etika (patokan/rambu-rambu) yang
menjamin kegiatan bisnis yang seimbang, selaras, dan serasi.
Etika sebagai rambu-rambu dalam suatu kelompok masyarakat akan dapat
membimbing dan mengingatkan anggotanya kepada suatu tindakan yang terpuji
(good conduct) yang harus selalu dipatuhi dan dilaksanakan. Etika di dalam bisnis
1 | M A n A ! L M L n S u M 8 L 8 u A ? A M A n u S l A

sudah tentu harus disepakati oleh orang-orang yang berada dalam kelompok bisnis
serta kelompok yang terkait lainnya.
Etika bisnis merupakan studi yang dikhususkan mengenai moral yang
benar dan salah. Studi ini berkonsentrasi pada standar moral sebagaimana
diterapkan dalam kebijakan, institusi, dan perilaku bisnis (Velasquez, ).
Dunia bisnis, yang tidak ada menyangkut hubungan antara pengusaha
dengan pengusaha, tetapi mempunyai kaitan secara nasional bahkan internasional.
Tentu dalam hal ini, untuk mewujudkan etika dalam berbisnis perlu pembicaraan
yang transparan antara semua pihak, baik pengusaha, pemerintah, masyarakat
maupun bangsa lain agar jangan hanya satu pihak saja yang menjalankan etika
sementara pihak lain berpijak kepada apa yang mereka inginkan. Artinya kalau
ada pihak terkait yang tidak mengetahui dan menyetujui adanya etika moral dan
etika, jelas apa yang disepakati oleh kalangan bisnis tadi tidak akan pernah bisa
diwujudkan. Jadi, jelas untuk menghasilkan suatu etika didalam berbisnis yang
menjamin adanya kepedulian antara satu pihak dan pihak lain tidak perlu
pembicaraan yang bersiIat global yang mengarah kepada suatu aturan yang tidak
merugikan siapapun dalam perekonomian.
Dalam menciptakan etika bisnis, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan,
antara lain ialah
a. Pengendalian diri
Artinya, pelaku-pelaku bisnis dan pihak yang terkait mampu mengendalikan diri
mereka masing-masing untuk tidak memperoleh apapun dari siapapun dan dalam
bentuk apapun. Disamping itu, pelaku bisnis sendiri tidak mendapatkan
keuntungan dengan jalan main curang dan menekan pihak lain dan menggunakan
keuntungan dengan jalan main curang dan menakan pihak lain dan menggunakan
keuntungan tersebut walaupun keuntungan itu merupakan hak bagi pelaku bisnis,
tetapi penggunaannya juga harus memperhatikan kondisi masyarakat sekitarnya.
Inilah etika bisnis yang "etis".
1 | M A n A ! L M L n S u M 8 L 8 u A ? A M A n u S l A

b. Pengembangan tanggung jawab sosial (so.ial responsibility)
Pelaku bisnis disini dituntut untuk peduli dengan keadaan masyarakat, bukan
hanya dalam bentuk "uang" dengan jalan memberikan sumbangan, melainkan
lebih kompleks lagi. Artinya sebagai contoh kesempatan yang dimiliki oleh
pelaku bisnis untuk menjual pada tingkat harga yang tinggi sewaktu terjadinya
excess demand harus menjadi perhatian dan kepedulian bagi pelaku bisnis dengan
tidak memanIaatkan kesempatan ini untuk meraup keuntungan yang berlipat
ganda. Jadi, dalam keadaan excess demand pelaku bisnis harus mampu
mengembangkan dan memaniIestasikan sikap tanggung jawab terhadap
masyarakat sekitarnya.
.. Mempertahankan jati diri dan tidak mudah untuk terombang-
ambing oleh pesatnya perkembangan informasi dan teknologi
Bukan berarti etika bisnis anti perkembangan inIormasi dan teknologi, tetapi
inIormasi dan teknologi itu harus dimanIaatkan untuk meningkatkan kepedulian
bagi golongan yang lemah dan tidak kehilangan budaya yang dimiliki akibat
adanya tranIormasi inIormasi dan teknologi.
d. Men.iptakan persaingan yang sehat
Persaingan dalam dunia bisnis perlu untuk meningkatkan eIisiensi dan kualitas,
tetapi persaingan tersebut tidak mematikan yang lemah, dan sebaliknya, harus
terdapat jalinan yang erat antara pelaku bisnis besar dan golongan menengah
kebawah, sehingga dengan perkembangannya perusahaan besar mampu
memberikan spread eIIect terhadap perkembangan sekitarnya. Untuk itu dalam
menciptakan persaingan perlu ada kekuatan-kekuatan yang seimbang dalam dunia
bisnis tersebut.
e. Menerapkan konsep ~pembangunan berkelanjutan"
Dunia bisnis seharusnya tidak memikirkan keuntungan hanya pada saat sekarang,
tetapi perlu memikirkan bagaimana dengan keadaan dimasa mendatang.
Berdasarkan ini jelas pelaku bisnis dituntut tidak meng-"ekspoitasi" lingkungan
1 | M A n A ! L M L n S u M 8 L 8 u A ? A M A n u S l A

dan keadaan saat sekarang semaksimal mungkin tanpa mempertimbangkan
lingkungan dan keadaan dimasa datang walaupun saat sekarang merupakan
kesempatan untuk memperoleh keuntungan besar.
f. Menghindari sifat 5K (Katabele.e, Kongkalikong, Koneksi, Kolusi
dan Komisi)
Jika pelaku bisnis sudah mampu menghindari sikap seperti ini, kita yakin tidak
akan terjadi lagi apa yang dinamakan dengan korupsi, manipulasi dan segala
bentuk permainan curang dalam dunia bisnis ataupun berbagai kasus yang
mencemarkan nama bangsa dan negara.
g. Mampu menyatakan yang benar itu benar
Artinya, kalau pelaku bisnis itu memang tidak wajar untuk menerima kredit
(sebagai contoh) karena persyaratan tidak bisa dipenuhi, jangan menggunakan
"katabelece" dari "koneksi" serta melakukan "kongkalikong" dengan data yang
salah. Juga jangan memaksa diri untuk mengadakan 'kolusi" serta memberikan
"komisi" kepada pihak yang terkait.
h. Menumbuhkan sikap saling per.aya antara golongan pengusaha kuat
dan golongan pengusaha kebawah
Untuk menciptakan kondisi bisnis yang "kondusiI" harus ada saling percaya
(trust) antara golongan pengusaha kuat dengan golongan pengusaha lemah agar
pengusaha lemah mampu berkembang bersama dengan pengusaha lainnya yang
sudah besar dan mapan. Yang selama ini kepercayaan itu hanya ada antara pihak
golongan kuat, saat sekarang sudah waktunya memberikan kesempatan kepada
pihak menengah untuk berkembang dan berkiprah dalam dunia bisnis.
i. Konsekuen dan konsisten dengan aturan main yang telah disepakati
bersama
Semua konsep etika bisnis yang telah ditentukan tidak akan dapat terlaksana
apabila setiap orang tidak mau konsekuen dan konsisten dengan etika tersebut.
1 | M A n A ! L M L n S u M 8 L 8 u A ? A M A n u S l A

Mengapa? Seandainya semua ketika bisnis telah disepakati, sementara ada
"oknum", baik pengusaha sendiri maupun pihak yang lain mencoba untuk
melakukan "kecurangan" demi kepentingan pribadi, jelas semua konsep etika
bisnis itu akan "gugur" satu semi satu.

j. Menumbuhkembangkan kesadaran dan rasa memiliki terhadap apa
yang telah disepakati
Jika etika ini telah memiliki oleh semua pihak, jelas semua memberikan suatu
ketentraman dan kenyamanan dalam berbisnis.
k. Perlu adanya sebagian etika bisnis yang dituangkan dalam suatu
hukum positif yang berupa peraturan perundang-undangan
Hal ini untuk menjamin kepastian hukum dari etika bisnis tersebut, seperti
"proteksi" terhadap pengusaha lemah.
Kebutuhan tenaga dunia bisnis yang bermoral dan beretika saat sekarang ini sudah
dirasakan dan sangat diharapkan semua pihak apalagi dengan semakin pesatnya
perkembangan globalisasi dimuka bumi ini.
Dengan adanya moral dan etika dalam dunia bisnis serta kesadaran semua pihak
untuk melaksanakannya, kita yakin jurang itu akan dapat diatasi, serta optimis
salah satu kendala dalam menghadapi tahun dapat diatasi.
2.6. Prinsip-Prinsip Etika Bisnis
Berikut prinsip prinsip etika bisnis yang perlu diterapkan oleh
perusahaan:
Prinsip otonomi
Prinsip kejujuran
Prinsip berbuat baik (positiI) dan prinsip tidak berbuat jahat (negatiI)
Prinsip keadilan : adanya keseimbangan antara hak dan kewajiban
1 | M A n A ! L M L n S u M 8 L 8 u A ? A M A n u S l A

Prinsip hormat pada diri sendiri

2.7 Masalah yang Lazim Dihadapi dalam Dunia Bisnis
Standar moral para pelaku bisnis masih sangat lemah
Pada tingkat perusahaan sering terjadi konIlik kepentingan
Tidak atau belum adanya organisasi proIesi bisnis dan manajemen yang
berIungsi menegakkan kode etik bisnis dan manajemen
Peralihan dari masyarakat sedang berkembang menuju masyarakat maju
Adanya ketidak stabilan politik dalam negeri.

1 | M A n A ! L M L n S u M 8 L 8 u A ? A M A n u S l A

BAB III
KASUS DAN PEMBAHASAN
3.1 Kasus
Rabu, // : WIB
~Citibank Minta Maaf Atas Meninggalnya Irzen O.ta
Hery Winarno - detikNews
Jakarta - Beberapa anggota Komisi XI DPR meminta pihak Citibank Indonesia
meminta maaI atas adanya kasus nasabah yang meninggal dunia. Menanggapi hal
ini, Country Manager Citibank Indonesia, Syarik Mochtar pun meminta maaI.
"Saya mewakili Citibank Indonesia mengucapkan maaI yang sedalam-dalamnya
atas meninggalnya saudara Octa. Saya tahu ini sangat berat bagi keluarga korban,
kami berharap keluarga korban mau memaaIkan kami," ujar Syarik melalui
penerjemahnya.
Hal ini disampaikan Syarik dalam RDP Citibank dengan DPR dan Polri di
Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (//).
Menanggapi hal tersebut, anggota Komisi XI DPR dari PDIP AriI Budimanta
tidak cepat puas. AriI memminta agar permintaan maaI tersebut dilakukan secara
tertulis melalui media dari pihak Citibank pusat di Amerika Serikat.
"Jangan cuma Country Manager yang minta maaI. Minta maaI kepada bangsa
Indonesia karena ini melukai hati masyarakat harus datang dari kantor Citibank di
Amerika secara tertulis," usulnya.
Namun usul AriI tersebut belum sempat direspon karena rapat lantas ditutup
mengingat waktu telah menunjukkan pukul . WIB.
Seperti diketahui, penggunaan debt collector kembali menuai kecaman menyusul
tewasnya seorang nasabah Citibank. Adalah Sekjen Partai Pemersatu Bangsa
(PPB) Irzen Octa () yang tewas dalam proses pelunasan kredit kepada debt
collector Citibank.
Korban pada Selasa (/3) pagi mendatangi kantor Citibank untuk
mempertanyakan tagihan kartu kreditnya yang membengkak. Menurut korban,
tagihan kartu kredit Rp 8 juta. Namun pihak bank menyatakan tagihan kartu
kreditnya mencapai Rp juta.
Di situ, korban kemudian dibawa ke satu ruangan dan ditanya-tanya oleh 3 orang
yang merupakan orang debt collector dan orang karyawan bagian penagihan
Citibank. Dalam proses tersebut, Irzen tewas dan polisi kini sedang melakukan
investigasi. (nvc/van)
(Sumber. http.//www.detiknews.com/read/2011/04/06/012149/1609499/10/citibank-minta-maaf-
atas-meninggalnya-ir:en-octa)



1 | M A n A ! L M L n S u M 8 L 8 u A ? A M A n u S l A

3.2 Identifikasi Kasus

Berdasarkan kasus di atas ditemukan identiIikasi masalah yang berupa:
Irzen Octa, nasabah kartu kredit Citibank, yang saat itu datang dengan tujuan
untuk bernegosiasi dengan karyawan outsourcing dari Citibank. Namun niat baik
Irzen Octa ternyata tidak ditanggapi dengan adil oleh pihak Citibank, terlebih debt
collectornya, sehingga yang terjadi adalah penghakiman secara tidak manusiawi
dan tindakan kekerasan yang berujung pada kematian Irzen Octa, dan hal ini tidak
diketahui oleh pihak Citibank sebagai bank kuasa dari korban.
3.3 Penyebab Masalah
O Kurang terkontrolnya sistem pendelegasian wewenang kepada pihak
ketiga (jasa outsourcing dan debt collector).
O Kurangnya respon positiI Citibank atas keluhan nasabahnya mengenai
tagihan utang.
O Citibank lepas tanggung jawab atas kepentingan para nasabahnya.
O Kurangnya kesadaran dari pihak Citibank untuk menerapkan etika dan
tanggung jawab sosial dalam melayani nasabah.
3.4 Kriteria Peme.ahan
Kriteria pemecahan masalah dalam kasus ini adalah:
O Pemecahan masalah harus dilakukan secara cepat.
O Metode dalam pemecahan masalah harus dilakukan secara eIektiI dan
eIisien berdasarkan pertimbangan waktu, tenaga dan biaya.
O Pemecahan masalah harus tepat sasaran.

3.5 Landasan Teori Pendukung Kasus

d. Tanggung Jawab Sosial Kepada Pelanggan ( Social Responbility To
Customers )
Memastikan Tanggung jawab Bisnis :
1 | M A n A ! L M L n S u M 8 L 8 u A ? A M A n u S l A

Tetapkan kode etika.
Monitor keluhan pelanggan.
Memperoleh umpan balik pelanggan

e. Prinsip-Prinsip Etika Bisnis
Berikut prinsip prinsip etika bisnis yang perlu diterapkan oleh
perusahaan:
Prinsip otonomi
Prinsip kejujuran
Prinsip berbuat baik (positiI) dan prinsip tidak berbuat jahat (negatiI)
Prinsip keadilan : adanya keseimbangan antara hak dan kewajiban
Prinsip hormat pada diri sendiri.

3.6 Alternatif Peme.ahan
. Merombak sistem manajemen perekrutan yaitu tanpa melibatkan pihak
ketiga atau outsourcing.
. Melakukan pelatihan mengenai etika dan penanganan masalah nasabah
bagi SDM Citibank.
3. Memperketat sistem pengawasan yaitu berupa penerapan sanksi bagi
pegawai yang terbukti melakukan kode etik.
. Membuat Standar Operasional Prosedure (SOP) untuk penagihan hutang
nasabah.
3.7 Analisis
Berikut analisis penulis mengenai alternative pemecahan:
. Merombak sistem manajemen perekrutan yaitu tanpa melibatkan pihak
ketiga atau outsourcing.
Pada kasus terpapar, bahwa pihak Citibank menerapkan sistem
outsourcing untuk merekrut debt collector, namun jasa debt collector
tersebut tidak hanya diberikan wewenang untuk sekedar menagih hutang
0 | M A n A ! L M L n S u M 8 L 8 u A ? A M A n u S l A

melainkan pihak Citibank memberikan kuasa penuh kepada jasa debt
collector untuk menagih hutang kepada para nasabahnya. Tidak adanya
batasan wewenang dan tanggung jawab yang jelas dari kerjasama pihak
Citibank dan jasa debt collector, memungkinkan debt collector berbuat
sesuka hati kepada nasabah Citibank. Untuk itu, sebagai alternative
pemecahan kasus yang pertama, penulis merekomendasikan Citibank
untuk melakukan perubahan pada sistem recruitment jasa debt collector,
dan melakukan sendiri perekrutan agar kegiatan pengawasan dapat
berlangsung lebih baik.
. Melakukan pelatihan mengenai etika dan penanganan masalah nasabah
bagi SDM Citibank.
Melakukan pelatihan kepada karyawan mengenai etika dan tanggung
jawab kepada nasabah, merupakan suatu keharusan bagi sector perbankan.
Karena bisnis sector perbankan adalah pada bidang jasa. Menghadirkan
pelayanan yang prima, salah satunya dengan pelayanan oleh staII yang
kompeten dan proIessional, sehingga segala keluhan nasabah atau
kebutuhan nasabah dapat ditangani dengan baik.
3. Memperketat sistem pengawasan yaitu berupa penerapan sanksi bagi
pegawai yang terbukti melakukan kode etik.
Penerapan sanksi bagi pegawai yang melakukan pelanggaran etika,
menjadi alternative pemecahan selanjutnya. Hal ini dimaksudkan membuat
eIek jera kepada para pegawai, sehingga pegawai atau personel perusahaan
dapat bekerja lebih baik dan mengedepankan proIesionalitas.
. Membuat Standar Operational Prosedure (SOP) untuk penagihan hutang
nasabah.
Standard Operational Prosedure perlu diterapkan oleh sebuah perusahaan.
Hal ini dimaksudkan agar segala kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan
tersebut terarah. Begitu pula, yang sebaiknya diterapkan oleh pihak
Citibank dalam penagihan hutang kepada nasabah, sehingga baik nasabah
maupun pihak Citibank sendiri merasa nyaman dalam menjalin hubungan
bisnis.
1 | M A n A ! L M L n S u M 8 L 8 u A ? A M A n u S l A

3.8 Solusi Terbaik
Dari beberapa alternative yang dihadirkan, penulis memilih alternative
pertama sebagai solusi terbaik pemecahan kasus, yaitu pertama merombak sistem
perekrutan. Karena pada dasarnya, pembunuhan memang terjadi bukan atas
kehendak pihak Citibank. Akan tetapi, pihak Citibank memiliki andil dalam
mendelegasikan wewenang penagihan utang kepada jasa outsourcing dan tidak
memberikan batasan yang jelas terhadap kerjasama tersebut. Sehingga
memungkinan pihak jasa debt collector melakukan hal-hal di luar kewajibannya.
Proses perekruitan pegawai, tidak sekedar pemenuhan sumber daya manusia
untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan perusahaan, melainkan meliputi proses
pembentukan karakter SDM yaitu member pengetahuan mengenai pentingnya
etika dan tanggung jawab sosial, baik kepada pihak internal perusahaan maupun
pihak eksternal perusahaan (dalam hal ini nasabah).Terutaman mengenai
penerapan prinsip-prinsip etika bisnis.

| M A n A ! L M L n S u M 8 L 8 u A ? A M A n u S l A

BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Ketersediaan sumber daya manusia tidak hanya sekedar pemenuhan secara
kuantitas. Akan tetapi, harus berorientasi pula pada pembentukan sumber daya
manusia yang berkualitas, yaitu mampu mengedepankan proIesionalitas dalam
bekerja dan mampu menerapkan etika serta tanggung jawab sosial baik pada
pihak internal maupun eksternal perusahaan.

| M A n A ! L M L n S u M 8 L 8 u A ? A M A n u S l A

DAFTAR PUSTAKA
http://www.detiknews.com/read///////citibank-minta-
maaI-atas-meninggalnya-irzen-octa
Hasibuan, Malayu. 8. Manafemen Sumber Daya Manusia. Jakarta:
Bumi Aksara
Mangkunegara, Anwar Prabu.8. Manafemen Sumber Daya Manusia
Perusahaan.Jakarta: Rosda.
Mondy, R.W., Noe, R.M...Human Resource Management.Pearson
Prentice Hall.
Siagian, Sondang P..8.Manafemen Sumber Daya
Manusia.Jakarta:Bumi Aksara.
Sudarmanto. . Kinerfa Pengembangan Kompetensi Sumber Daya
Manusia. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Moekijat. 8. Latihan dan Pengembangan Pegawai. Bandung: Alumni
Teguh, Ambar. . Manafemen Sumber Daya Manusia.. Yogyakarta:
Graha Ilmu

Anda mungkin juga menyukai