Anda di halaman 1dari 10

PAPER BEDAH MULUT ANEMIA

OLEH : CENDRANATA W.O ARINDAH HADI (020710114) (020710117)

CHRISTINE WIDJAJA (020710118)

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA

2011

Anemia
Definisi Anemia adalah sindroma klinis yang ditandai oleh adanya penurunan hematokrit, hemoglobin dan jumlah eritrosit dalam darah. Harga normal kadar hemoglobin Umbilikus 5-10 tahun Dewasa : Pria Wanita : 13,6-17,5 g/dl : 11,5-15,5 g/dl : 17,0 + 3,0 g/dl : 11,0 + 1,5 g/dl

Kadar hemoglobin kurang dari batas minimal dikatakan anemia sedangkan yang melebihi batas maksimal dikatakan polisitemia. Siklus pembentukan eritrosit Pada orang normal eritrosit dibuat dalam sumsum tulang dan setelah mencapai umur yang dewasa (mature) baru beredar dalam sirkulasi darah. Umur rata-rata dari eritrosit dalam sirkulasi darah berkisar antara 120 hari. Sesudah mencapai usia tersebut eritrosit dikatabolisir dalam jaringan RES (Reticulo Endothelial System), dimana hemoglobin akan pecah menjadi bagian-bagiannya yaitu pigmen empedu; zat besi; dan protein globin. Bahan-bahan ini akan digunakan lagi dalam sintesa eritrosit lebih lanjut. Jumlah dari sel darah merah yang berada dalam sirkulasi tergantung dari pembentukan dan pemecahannya. Dalam keadaan normal pemecahan eritrosit seimbang dengan pembentukan. Gangguan dari proses keseimbangan ini akan menimbulkan kekurangan atau kelebihan eritrosit.

Patogenesis

Anemia timbul apabila pemecahan / pengeluaran eritrosit lebih besar daripada pembentukan atau pembentukannya sendiri yang menurun. Oleh karenanya anemia dapat terjadi melalui mekanisme sebagai berikut : 1. Perdarahan (pengeluaran eritrosit yang berlebih) 2. Pemecahan eritrosit yang berlebihan (hemolisis) 3. Pembentukan eritrosit yang berkurang. Perdarahan Pada penderita yang mengalami perdarahan baik yang akut ataupun yang kronis walaupun pembentukan eritrosit dalam batas normal, namun oleh karena pengeluaran eritrosit yang berlebihan, maka jumlah eritrosit yang beredar dalam sirkulasipun menjadi berkurang , dan terjadilah anemia. Pemecahan eritrosit yang berlebihan Anemia dalam golongan ini lebih dikenal sebagai anemia hemolitik. Berbagai macam keadaan yang dapat menjadi penyebab dari anemia hemolitik adalah sebagai berikut : A. Faktor yang berasal dari luar eritrosit (ekstrakorpuskuler) 1. 2. 3. 4. 5. Reaksi antigen antibodi Obat-obatan dan bahan-bahan kimia Roda paksa pada eritrosit Pemecahan oleh limpa yang berlebihan (hipersplenisme) Keracunan logam

B. Faktor yang berasal dari dalam eritrosit sendiri (intrakorpuskuler), keadaan ini bisa terjadi pada : 1. Herediter (bawaan), misalnya kelainan bawaan dari membran eritrosit, kekurangan enzim pembentukan eritrosit dan sebagainya. 2. Didapat

Pembentukan Eritrosit yang berkurang

Apabila oleh karena sesuatu sebab pembentukan eritrosit yang dewasa berkurang, maka jumlah eritrosit yang berada dalam sirkulasi darah pun berkurang dan timbul anemia. Anemia dalam golongan ini dapat terjadi akibat beberapa keadaan sebagai berikut : 1. Kekurangan bahan baku yang diperlukan untuk pembentukan eritrosit, yaitu misalnya kekurangan zat besi, vitamin B12, asam folat, protein, vitamin C. 2. Kekurangan eritroblast (eritrosit yang paling muda) 3. Infiltrasi sel-sel ganas ke dalam sumsum tulang yang mendesak sistem eritroid, misalnya yang terjadi pada penderita leukemia , multiple mieloma, limfoma maligna, mielofibrosis mieloid metaplasia dan sebagainya. 4. Anemia jenis sideroblastik (kelainan bawaan yang menyangkut sel eritrosit) 5. Beberapa penyakit yang berasal dari kelenjar buntu, misalnya penyakit gondok, penyakit anak ginjal serta penyakit kelenjar pituitaria 6. Penyakit ginjal yang kronis 7. Penyakit hati 8. Penyakit kronis yang lain baik yang infeksi maupun yang non infeksi Gejala-gejala klinis dari anemia Perlu ditekankan bahwa anemia bukanlah merupakan penyakit tertentu dalam artidisease entity akan tetapi hanyalah merupakan sindroma klinik yang ditimbulkan akibat sesuatu proses patologis dalam tubuh yang merupakan underlying disease (penyakit dasar). Dalam menerangkan gejala-gejala anemia tidak lepas dari gejala-gejala penyakit dasarnya. Dasar fisiologis dari timbulnya gejala-gejala dari anemia adalah sebagai berikut : salah satu fungsi eritrosit adalah sebagai alat transport oksigen dengan adanya hemoglobin di dalamnya. Apabila eritrosit kurang berarti kadar hemoglobinpun berkurang dan akhirnya timbullah anoksia dari jaringan target organ.

Gejala-gejala yang timbul adalah akibat dari anoksia jaringan tersebut atau reaksi kompensasi dari target organ terhadap anoksia. Pada umumnya gejala dari anemia akan timbul apabila kadar hemoglobin lebih kecil atau sama dengan 7,0 g/dl. Organ demi organ gejala-gejala dari anemia adalah sebagai berikut : 1. Gejala dari sistem kardiorespirasi Gejala yang paling menonjol dari penderita anemia adalah berasal dari organ ini. Dengan adanya anoksia maka timbullah kompensasi dari jantung guna memenuhi kebutuhan oksigen tersebut dan terjadilah palpitasi, takikardia, serta denyutan prekordial yang pada dasarnya adalah manifestasi dari denyut jantung yang bertambah cepat. Berat ringannya manifestasi anemia dari organ ini tergantung dari hal-hal sebagai berikut : a. Derajat dari anemianya.Gejala baru timbul apabila kadar Hb kurang dari 7,0 g/dl. Makin berat anemianya gejala makin bertambah berat pula. b. Cepatnya timbul anemia, makin cepat makin berat gejala dari organ ini. Hal ini dapat diterangkan oleh karena pada anemia yang timbulnya sangat cepat , tubuh organ tidak sempat beradaptasi. Sedangkan pada anemia yang kronis timbul adaptasi dari organorgan yang bersangkutan hingga gejala-gejala nampak lebih ringan. c. Ada atau tidaknya penyakit jantung sebelumnya, pada orang normal respon yang terjadi akibat anemia adalah cepat lelah atau sesak napas pada waktu bekerja. Akibat aliran darah yang cepat pada anemia bisa timbul sistolik murmur pada semua ostia dari jantunhg. Bila pada penderita tersebut terdapat penyakit jantung maka gejala-gejala akan nampak lebih berat dan tidak jarang terjadi kegagalan faal jantung akibat anemia yang dikenal dengan anemia heart failure 2. Gejala dari sistem saraf Akibat dari anoksia pada organ ini dapat timbul sakit kepala, pusingpusing , badan terasa ringan, perasaan dingin, telinga berdenging, mata berkunang-kunang, kelemahan otot, lekas lelah.

3. Gejala dari sistem saluran pencernaan makanan Akibat anoksia dapat timbul tidak suka makan, mual-muntah, flatulensi, perasaan tidak enak pada perut bagian atas, obstipasi, dan diare. 4. Gejala dari sistem urogenital. Akibat anoksia dapat timbul gangguan haid, kadang hipermenorrhoe dan libido berkurang. 5. Pada jaringan epitel Akibat anoksia nampak pucat yang mudah dilihat pada kelopak mata (konjungtiva) ,mulut dan kuku , elastisitas kulit berkurang ,rambut tipis. Klasifikasi anemia 1. Berdasarkan patofisiologi a. Perdarahan b. Hemolisis c. Kegagalan sumsum tulang 2. Berdasarkan morfologi sel darah merah a. Hipokrom-mikrositer (MCH menurun, MCV menurun) b. Normokrom-normositer (MCH-MCV normal) c. Makrositer(MCH-MCV meningkat)

PCV MCV = Eri Hb MCH = Eri Hb MCHC = PCV X 100 % (32-36) X 10 pg (27-31 pg) X 10 FL (80-97 FL)

Diagnosis Anemia 1. Anamnesa keluhan anemia dan penyebabnya terutama perdarahan 2. Pemeriksaan fisik yang penting meliputi anemia, perdarahan, ikterus, pembesaran hati, limpa, kelenjar getah bening dan kelainan fisik dari penyakit dasarnya. 3. Pemeriksaan laboratorium yang meliputi pemeriksaan darah lengkap (Hb, HCT, RBC, WBC, PLT ), Indeks eritrosit (MCV,MCH, MCHC). Hapusan darah tepi dan pemeriksaan penunjang untuk menentukan penyebab dari anemia. Pengobatan anemia 1. Cari penyebabnya dan berikan pengobatan yang memadai. 2. Bila anemia timbul sekunder akibat penyakit lain, dengan pengobatan penaykit dasarnya anmia akan membaik. Pada anemia jenis ini umumnya tidak diperlukan obat antianemia kecuali bila progresif dan timbul keluhan. 3. Transfusi darah hanya diberikan pada : a. Perdarahan akut yang disertai dengan perubahan hemodinamik b. Pada anemia kronis, progresif dan terdapat keluhan (Packed Red Cell) 4. Bila terdapat kegagalan faal jantung penderita harus istirahat total dan diberikan diuretika. Penatalaksanaan Bedah Mulut pada Pasien Anemia Apabila melakukan anestesi umum, batas pra bedah minimum untuk kasus kedaruratan adalah : Hematokrit 30 ml/dl Hemoglobin 10 gr/dl

Batas pra bedah elektif minimum Hematokrit 35-45 ml/dl Hemoglobin 12-15 gr/dl

Dinding miokard kemungkinan tidak dapat merespon kerusakan dari anestesi. Oleh karena itu sebelum dilakukan tindakan tersebut, kadar hemoglobin harus ditingkatkan, bila dibutuhkan waktu yang segera bisa dilakukan dengan transfusi. Operasi dengan anestesi umum, sebaiknya tidak dilakukan bila kadar hemoglobin kurang dari 10 g/dl. Pada keadaan darurat, anemia dapat ditangani dengan pemberian transfusi darah, hal ini seharusnya hanya diberikan untuk pasien muda dan sehat. Sel darah merah mencegah resiko dari kelebihan cairan dan dapat diberikan pada pasien tua dalam keadaan darurat. Secara umum juga diberikan diuretik untuk menurunkan resiko kegagalan jantung kongestif. Pasien seharusnya sudah stabil minimal 24 jam sebelum operasi dan harus diperhatikan bahwa estimasi kadar hemoglobin 12 jam setelah transfusi tidak dapat diandalkan. Untuk anemia dengan kekurangan vitamin B12 ada kemungkinan kontraindikasi penggunaan nitrous oksida. Faktor penatalaksanaan yang patut dipertimbangkan untuk penderita anemia terpusat pada penurunan kemampuan darah untuk mengangkut oksigen dan pada beberapa kasus mengenai kecenderungan rusaknya mekanisme pertahanan seluler. Perubahan rongga mulut pada penderita anemia 1. Anemia defisiensi besi, anemia ini biasanya menyebabkan perubahan pada lidah yaitu atrofi pada papila lidah. Selain itu, akan terasa burning sensation pada lidah, karena permukaan pada lidah halus dan mengkilat. Apabila terjadi ulser pada pasien ini biasanya persisten dan lebih lama dari pada pasien yang lain. Karena penyembuhan lukanya lebih lama. 2. Anemia defisiensi B12 (anemia pernisiosa), pada 50-60% ditemukan atrofi glositis. Atrofi glositis disebabkan karena hilangnya papila filiform, fungiform dan sirkumvalata, sehingga menyebabkan lidah terasa licin, mengkilat, sensitif dan kemerahan. 3. Anemia defisiensi asam folat, pada penderita ini biasanya ditemukan angular cheilitis, sekitar 15% dari pasien ditemukan RAS (recurrent apthous stomatitis)

4.

Anemia hemolitik, perubahan rongga

mulut pada penderita ini biasanya terjadi deposisi dari kerusakan hemoglobin pada jaringan rongga mulut atau perubahan warna pada gingiva. (pucat)

Daftar Pustaka Boediwarsono,dkk. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Airlangga University Press. Surabaya. Pedersen,G.W. 1988. Buku Ajar Praktis Bedah Mulut. EGC:Jakarta. Scully C<Cawson RA. 1998. Medical Problems in Dentistry. 4th edition. Wright Oxford : United Kingdom. Sonis S, Facio R, Fang L. 1995. Principles and Practice of Oral Medicine. 2nd ed. W.B.Saunders : Philadelphia.

10

Anda mungkin juga menyukai