Anda di halaman 1dari 25

Daftar Isi Kata Pengantar

2
I.

Definisi Kinerja dan Manajemen Kinerja 3 4

II. Prinsip Dasar Penerapan Manajemen Kinerja

III. Siklus Manajemen Kinerja IV. Permasalahan dan Kendala dalam Penerapan Manajemen

Kinerja

7 8

V. Kiat Praktis Penerapan Manajemen Kinerja

VI. Definisi Mutu dan Manajemen Mutu

9
VII. Mutu Harus Berfokus pada Kebutuhan Pelanggan

12
VIII.

Prinsip-prinsip Manajemen Mutu 12 13

IX. Prinsip Manajemen Mutu Menurut Masaake Imae

X. Kontrol Organisasi

16
XI. 7 Pilar untuk Peningkatan Mutu dan Kinerja Bisnis

20 Daftar Pustaka 23

Mengelola Kinerja dan Mutu


I. Definisi Kinerja dan Manajemen Kinerja Kinerja merupakan terjemahan dari bahasa Inggris Performance. Kinerja pada dasarnya merupakan hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Dalam hal ini, pegawai bisa belajar seberapa besar kinerja mereka melalui sarana informasi seperti komentar baik dari mitra kerja. Namun demikian penilaian kinerja yang mengacu kepada suatu sistem formal dan terstruktur yang mengukur, menilai dan mempengaruhi sifat-sifat yang berkaitan dengan pekerjaan perilaku dan hasil termasuk tingkat ketidakhadiran. Fokus penilaian kinerja adalah untuk mengetahui seberapa produktif seorang karyawan dan apakah ia bisa berkinerja sama atau lebih efektif di masa yang akan datang. Begitu pentingnya masalah kinerja pegawai ini, sehingga tidak salah bila inti pengelolaan sumber daya manusia adalah bagaimana mengelola kinerja SDM. Mengelola manusia dalam konteks organisasi berarti mengelola manusia agar dapat menghasilkan kinerja yang optimal bagi organisasi. Oleh karenanya kinerja pegawai ini perlu dikelola secara baik untuk mencapai tujuan organisasi, sehingga menjadi suatu konsep manajemen kinerja (performance management). Menurut definisinya, manajemen kinerja adalah suatu proses strategis dan terpadu yang menunjang keberhasilan organisasi melalui pengembangan performansi SDM. Dalam manajemen kinerja kemampuan SDM sebagai kontributor individu dan bagian dari kelompok dikembangkan melalui proses bersama antara manajer dan individu yang lebih berdasarkan kesepakatan daripada instruksi. Kesepakatan ini meliputi tujuan (objectives), persyaratan pengetahuan, keterampilan dan kemampuan, serta pengembangan kinerja dan perencanaan pengembangan pribadi. Manajemen kinerja bertujuan untuk dapat memperkuat budaya yang berorientasi pada kinerja melalui pengembangan keterampilan, kemampuan dan potensi-potensi yang dimiliki oleh SDM. Sifatnya yang interaktif ini akan meningkatkan motivasi dan memberdayakan SDM dan membentuk suatu kerangka kerja dalam pengembangan kinerja. Manajemen kinerja juga dapat menggalang partisipasi aktif setiap anggota organisasi untuk mencapai sasaran organisasi melalui penjabaran sasaran individu maupun kelompok sekaligus mengembangkan protensinya agar dapat mencapai sasarannya itu. Berdasarkan tugasnya ini, manajemen kinerja dapat dijadikan landasan bagi promosi, mutasi dan evaluasi, sekaligus penentuan kompensasi dan penyusunan program pelatihan. Manajemen kinerja juga dapat dijadikan
3

umpan balik untuk pengembangan karier dan pengembangan pribadi SDM. Keunggulan manajemen kinerja adalah penentuan sasaran yang jelas dan terarah. Di dalamnya terdapat dukungan, bimbingan, dan umpan balik agar tercipta peluang terbaik untuk meraih sasaran yang menyertai peningkatan komunikasi antara atasan dan bawahan. Hal ini karena pada dasarnya manajemen kinerja merupakan proses komunikasi berkelanjutan antara atasan dan bawahan dengan tujuan untuk memperjelas dan menyepakati hal-hal :

Fungsi pokok pekerjaan bawahan. Bagaimana pekerjaan bawahan berkontribusi pada pencapaian tujuan organisasi. Pengertian efektif dan berhasil dalam pelaksanaan pekerjaan bawahan. Bagaimana bawahan dapat bekerja sama dengan atasan dalam rangka efektivitas pelaksanaan pekerjaan bawahan. Bagaimana mengukur efektivitas (baca : kinerja) pelaksanaan pekerjaan bawahan. Berbagai hambatan efektivitas dan alternatif cara untuk menyingkirkan hambatan-hambatan tersebut.

Manajemen kinerja sangat bermanfaat bagi pihak atasan, bawahan dan organisasi. Bagi atasan, manajemen kinerja mempermudah penyelesaian pekerjaan bawahan sehingga atasan tidak perlu lagi repot mengarahkan dalam kegiatan sehari-hari karena bawahan sudah tahu apa yang harus dilakukan dan apa yang harus dicapai serta mengantisipasi kemungkinan hambatan yang muncul. Bagi bawahan, manajemen kinerja membuka kesempatan diskusi dan dialog dengan atasan berkaitan dengan kemajuan pekerjaannya. Adanya diskusi dan dialog memberikan umpan balik untuk memperbaiki kinerja sekaligus meningkatkan keahliannya dalam menyelesaikan pekerjaan. Selain itu manajemen kinerja juga memberdayakan bawahan karena ia tidak perlu sedikit-sedikit mohon petunjuk kepada atasan karena telah diberikan arahan yang jelas sejak awal. Bagi organisasi, manajemen kinerja memungkinkan keterkaitan antara tujuan organisasi dan tujuan pekerjaan masing-masing bawahan. Selain itu, manajemen kinerja mampu untuk memberikan argumentasi yang relatif kuat untuk setiap keputusan yang menyangkut SDM. II. Prinsip Dasar Penerapan Manajemen Kinerja Untuk dapat menerapkan manajemen kinerja dalam suatu organisasi, diperlukan adanya prasyarat dasar yang harus dipenuhi dalam suatu organisasi, yaitu :
1. Adanya suatu indikator kinerja (key performance indicator) yang

terukur secara kuantitatif dan jelas batas waktunya. Ukuran ini harus dapat menjawab berbagai permasalahan yang dihadapi oleh
4

organisasi tersebut. Jika perusahaan yang berorientasi pada profit, maka ukurannya adalah ukuran finansial seperti omset penjualan, laba bersih, pertumbuhan penjualan dan lain-lain. Sedangkan pada organisasi nirlaba seperti organisasi pemerintahan maka ukuran kinerjanya adalah berbagai bentuk pelayanan kepada masyarakat. Semua harus terukur secara kuantitatif dan dapat dimengerti oleh berbagai pihak yang terkait, sehingga bila nanti dievaluasi dapat diketahui apakah kinerja sudah dapat mencapai target atau belum. Michael Porter, profesor dari Harvard Business of School menyatakan bahwa kita tidak bisa memanajemeni sesuatu yang tidak dapat kita ukur. Organisasi yang tidak memiliki indikator kinerja biasanya tidak bisa diharapkan untuk mampu mencapai kinerja yang memuaskan pihak yang berkepentingan (stakeholders). 2. Semua ukuran kinerja tersebut biasanya dituangkan dalam suatu bentuk kesepakatan antara atasan dan bawahan yang sering disebut sebagai suatu kontrak kinerja (performance contract). Dengan adanya kontrak kinerja, maka atasan bisa menilai apakah si bawahan sudah mencapai kinerja yang diinginkan atau belum. Kontrak kinerja ini berisikan suatu kesepakatan antara atasan dan bawahan mengenai indikator kinerja yang ingin dicapai, baik mengenai sasaran pencapaiannya maupun jangka waktu pencapaiannya. Ada dua hal yang perlu dicantumkan dalam kontrak kinerja yaitu sasaran akhir yang ingin dicapai (lag) serta program kerja untuk mencapainya (lead). Keduanya perlu dicantumkan supaya pada saat evaluasi nanti berbagai pihak bersikap secara fair, dan tidak melihat hasil akhir semata, namun juga proses kerjanya. Bisa saja seorang bawahan belum mencapai semua hasil kerja yang ditargetkan, tetapi dia sudah melaksanakan semua program kerja yang sudah digariskan. Tentu saja atasan tetap harus memberikan reward untuk dedikasinya, walaupun sasaran akhir belum tercapai. Hal ini juga bisa menjadi dasar untuk perbaikan di masa mendatang (continuous improvement). 3. Terdapat suatu proses siklus manajemen kinerja yang baku dan dipatuhi untuk dikerjakan bersama, yaitu : - Perencanaan kinerja, berupa penetapan indikator kinerja lengkap dengan berbagai strategi dan program kerja yang diperlukan untuk mencapai kinerja yang diinginkan. - Pelaksanaan, di mana organisasi bergerak sesuai dengan rencana yang telah dibuat, jika ada perubahan akibat adanya perkembangan baru maka lakukan perubahan tersebut. - Evaluasi kinerja, yaitu menganalisis apakah realisasi kinerja sesuai dengan rencana yang sudah ditetapkan sebelumnya. Semuanya ini harus serba kuantitatif. 4. Adanya suatu sistem reward and punishment yang bersifat konstruktif dan konsisten dijalankan. Konsep reward ini tidak selalu harus bersifat finansial, tetapi bisa juga berupa bentuk lain seperti promosi, kesempatan pendidikan dan lain-lain. Reward and punishment diberikan setelah melihat hasil realisasi kinerja, apakah
5

sesuai dengan indikator kinerja yang telah direncanakan atau belum. Tentu saja harus ada suatu performance appraisal atau penilaian kinerja lebih dahulu sebelum reward and punishment. Penerapan punishment ini harus hati-hati, karena dalam banyak hal pembinaan jauh lebih bermanfaat. 5. Terdapat suatu mekanisme performance appraisal atau penilaian kinerja yang relatif obyektif yaitu dengan melibatkan berbagai pihak. Konsep yang sangat terkenal adalah penilaian 360 derajat, di mana penilaian kinerja dilakukan oleh atasan, bawahan, rekan sekerja, dan pengguna jasa, karena pada prinsipnya manusia itu berpikir secara subyektif, namun dengan berpikir bersama mampu untuk mengubah sikap subyektif itu menjadi mendekati obyektif, atau berpikir bersama jauh lebih obyektif daripada berpikir sendirisendiri. Ini adalah semangat dalam konsep penilaian 360 derajat. 6. Terdapat suatu gaya kepemimpinan (leadership style) yang mengarah kepada pembentukan organisasi berkinerja tinggi. Inti dari kepemimpinan seperti ini adalah adanya suatu proses coaching, counseling, dan empowerment kepada para bawahan atau sumber daya manusia di dalam manusia. Suatu aspek lain yang sangat penting dalam gaya kepemimpinan adalah sikap followership atau menjadi pengikut. Bagaimana jadinya bila semua orang menjadi komandan dalam organisasi? Bukan kinerja tinggi yang tercapai, namun kekacauan yang ada. Pada dasarnya seseorang itu harus memiliki jiwa kepemimpinan, tetapi dalam situasi yang lain dia juga harus memahami bahwa dia merupakan bagian dari sebuah sistem organisasi yang lebih besar yang harus diikuti. 7. Menerapkan konsep manajemen SDM berbasis kompetensi. Umumnya organisasi yang berkinerja tinggi memiliki kamus kompetensi dan menerapkan kompetensi itu tersebut kepada halhal yang penting, seperti manajemen kinerja, rekruitmen, seleksi, pendidikan, pengembangan pegawai, dan promosi. Kompetensi ini meliputi kompetensi inti organisasi, kompetensi perilaku, dan kompetensi teknis yang spesifik dalam pekerjaan. Jika kompetensi ini sudah dibakukan dalam organisasi, maka kegiatan manajemen SDM akan menjadi lebih transparan, dan pimpinan organisasi juga dengan mudah mengetahui kompetensi apa saja yang perlu diperbaiki untuk membawa organisasi menjadi berkinerja tinggi. III. Siklus Manajemen Kinerja Tahap-tahap dalam manajemen kinerja meliputi tahap penentuan objectives, penentuan sasaran yang berorientasi pada perilaku, menyiapkan dukungan yang diperlukan, evaluasi dan pengembangan serta memberi penghargaan. Proses manajemen kinerja melibatkan perencanaan, coaching dan review. Dalam perencanaan diidentifikasi dan ditentukan tingkat kinerja, apa sasarannya serta bagaimana perilaku untuk mencapai sasaran, Dalam coaching dilakukan evaluasi, dukungan dan pengarahan secara berkesinambungan melalui diskusi dua arah.
6

Dalam proses review dilakukan evaluasi terhadap pencapaian dan terhadap sasaran yang ditentukan dan hasilnya dijadikan sebagai umpan balik. Pengukuran kinerja merupakan salah satu hal yang mendasar dalam manajemen kinerja. manfaatnya sebagai landasan untuk memberikan umpan balik, mengidentifikasi butir-butir kekuatan untuk mengembangkan kinerja di masa mendatang, serta mengidentifikasi butir-butir kelemahan sebagai sarana koreksi dan pengembangan. Langkah ini sebagai jawaban terhadap dua persoalan utama yaitu apakah kita sudah mengerjakan hal yang benar dan apakah sudah mengerjakannya dengan baik. Persoalan utama dalam pengukuran kinerja adalah kita telah mengukur hal yang strategis dan memberi nilai tambah terhadap strategi organisasi secara keseluruhan. Masalah lain yang perlu diwaspadai adalah terlalu berorientasi pada hasil dan mengabaikan proses, sistem remunerasi yang tidak mendukung kinerja, dan pengukuran yang tidak berdasarkan pada team business structure. Evaluasi kinerja memiliki fokus yang berbeda tergantung kepada jenjang manajemennya. Bagi manajemen senior fokus evaluasi pada sasaran organisasi dan kemampuannya untuk meraih hasil yang utama. Untuk jenjang manajer madya memiliki fokus yang seimbang antara pencapaian sasaran perusahaan, kemampuan dan tugas-tugas baku. Bagi karyawan administrasi fokus evaluasi pada kemampuan mengerjakan tugas-tugas baku dan keluaran, sedangkan untuk jenjang operator terutama berfokus pada keluaran. Dalam pelaksanaan manajemen kinerja terdapat lima komponen pokok, yaitu : a. Perencanaan kinerja, di mana atasan dana bawahan berupaya merumuskan, memahami dan menyepakati target kinerja bawahan dalam rangka mengoptimalkan kontribusinya terhadap pencapaian tujuan-tujuan organisasi. Pada saat perencanaan kinerja ini atasan membantu bawahan dan menterjemahkan tujuan-tujuan organisasi ke dalam target kinerja individual dalam batasan anggaran yang tersedia. b. Komunikasi berkelanjutan antara atasan dan bawahan guna memastikan bahwa apa yang telah, sedang dan akan dilakukan bawahan mengarah pada target kinerjanya sesuai dengan kesepakatan kedua belah pihak, hal ini juga berguna untuk mengantisipasi segala persoalan yang timbul. c. Pengumpulan data dan informasi oleh masing-masing pihak sebagai bukti pendukung realisasi kinerja bawahan. Pengumpulan dapat dilakukan melalui formulir penilaian kinerja, observasi langsung maupun tanya jawab dengan pihak-pihak terkait. d. Pertemuan tatap muka antara atasan dan bawahan selama periode berjalan. Pada saat inilah bukti-bukti otentik kinerja bawahan diklarifikasi, didiskusikan, dan disimpulkan bersama sebagai kinerja bawahan pada
7

periode tersebut. e. Diagnosis berbagai hambatan efektivitas kinerja bawahan dan tindak lanjut bimbingan yang dapat dilakukan atasan guna menyingkirkan hambatan-hambatan tersebut guna meningkatkan kinerja bawahan. Dengan adanya diagnosis dan bimbingan ini, bawahan tidak merasa dipersalahkan atas kegagalan mencapai target kinerja yang telah disepakati dan sekaligus menunjukkan niatan bahwa persoalan kinerja bawahan adalah persoalan atasan juga. IV. Permasalahan dan Kendala dalam Penerapan Manajemen Kinerja Begitu bermanfaat dan powerful-nya peranan manajemen kinerja, namun dalam pelaksanaannya seringkali terdapat persoalan, baik dari sisi atasan maupun sisi bawahan. Dari sisi atasan sebagai pejabat penilai ada keengganan menerapkannya karena faktor-faktor sebagai berikut :

Formulir dan tata cara penilaian seringkali sulit untuk dimengerti di mana kriteria-kriteria yang digunakan tidak jelas pengertiannya atau memiliki pengertian yang kabur, sehingga menimbulkan multi interpretasi, dan tata caranya berbelit-belit. Atasan tidak memiliki cukup waktu untuk menerapkan manajemen kinerja, karena persoalan pertama tadi, Tidak ingin berkonfrontasi dengan bawahan, terutama mereka yang dinilai kinerjanya kurang baik. Sebab keengganan ini yaitu atasan tidak punya argumentasi yang kuat akibat tidak jelasnya kriteria penilaian yang digunakan. Selain itu atasan tidak ingin merusak hubungan baik dengan bawahan, misalnya karena satu nilai buruk, padahal hubungan baik sangat penting untuk bekerja sama dengan bawahan. Atasan kurang mengetahui rincian pekerjaan sehingga tidak mengerti aspek-aspek apa yang harus diperhatikan ketikan melakukan penilaian dengan menggunakan kriteria yang telah ditetapkan. Hal ini berpengaruh pada kemampuan atasan memberikan umpan balik secara efektif guna perbaikan kinerja bawahan. Logikanya, bagaimana ia bisa memberikan masukan bila ia tidak mengerti betul liku-liku pekerjaan bawahan.

Sedangkan keengganan dari sisi bawahan sebagai pihak yang dinilai adalah :

Pengalaman buruk di masa lalu, di mana atasan memperlakukan kinerja bawahan yang kurang baik dengan sinis atau acuh sehingga bawahan tidak mendapatkan umpan balik yang bermanfaat bagi perbaikan kinerjanya.

Bawahan tidak suka dikritik, terutama bila dikaitkan dengan kinerjanya. Hal ini mungkin karena poin pertama, di mana atasan hanya bisa mengkritik tanpa memberikan jalan keluar yang jelas. Ada rasa takut karena ketidakjelasan kriteria dan standar penilaian sehingga baik buruknya kinerja bawahan menjadi sangat subyektif (unsur suka atau tidak suka atasan terhadap bawahan amat dominan terhadap nilai kinerja bawahan), padahal hasil penilaian kinerja menentukan banyak hal penting bagi bawahan, di antaranya kenaikan pangkat, gaji dan perolehan bonus/insentif. Bawahan tidak mengerti betul manfaat diterapkannya manajemen kinerja seperti yang telah diuraikan sebelumnya. Hal ini karena kurang sosialisasi peran penting manajemen kinerja bagi keberhasilan organisasi.

V. Kiat Praktis Penerapan Manajemen Kinerja Supaya berhasil dalam menerapkan manajemen kinerja ada kiat-kiat sebagai berikut : a. Sederhana, termasuk di dalamnya formulir penilaian yang isinya mudah dimengerti dan tata cara penilaian yang tidak berbelit-belit. Kesederhanaan ini penting untuk mencegah keengganan berbagai pihak yang akan menerapkannya. b. Seminimal mungkin menggunakan dokumen cetak karena di samping biaya, akan mengurangi kesan kesederhanaan manajemen kinerja. Bagaimana dapat dikatakan sederhana bila formulir untuk penilaian terdiri dari 10 lembar ukuran dobel folio? c. Seminimal mungkin menggunakan waktu kerja. Hal ini terkait dengan dua butir pertama karena manajemen kinerja yang sederhana dan tidak banyak menggunakan dokumen cetak biasanya tidak membutuhkan banyak waktu. d. Senyaman mungkin penerapannya bagi sebanyak mungkin pihak. Nyaman mungkin bersifat sangat relatif, namun ketiga butir di atas bisa dijadikan patokan kenyamanan, ditambah dengan pengkomunikasian apa saja manfaat manajemen kinerja dan menyiapkan pihak-pihak yang terlibat dalam implementasi manajemen kinerja (melalui pelatihan atau sejenisnya) sehingga pada saatnya tidak ada kendala kompetensi baik dari sisi penilai maupun dari sisi yang dinilai. e. Memenuhi keinginan atasan, bawahan dan organisasi, yaitu adanya perbaikan kinerja bawahan, unit kerja dan organisasi.

VI. Definisi Mutu dan Manajemen Mutu


9

Mutu adalah paduan sifat-sifat barang atau jasa, yang menunjukkan kemampuannya dalam memenuhi kebutuhan pelanggan, baik kebutuhan yang dinyatakan maupun yang tersirat. Pengertian Mutu Dugaan dan penafsiran yang sering timbul bahwa "mutu" diartikan sebagai sesuatu yang : - Unggul dan bermutu tinggi - Mahal harganya - Kelas, tingkat atau bernilai tinggi Dugaan dan penafsiran tersebut di atas kurang tepat untuk dijadikan dasar dalam menganalisa dan menilai mutu suatu produk atau pelayanan. Tidak jauh berbeda dengan kebiasan mendefinisikan "mutu" dengan cara membandingkan satu produk dengan produklainnya. Misalnya jam tangan Seiko lebih baik dari jam tangan Alba. Kedua pengertian mutu tersebut pada dasarnya mengartikan tingkat keseragaman yang dapat diramalkan dan diandalkan, disesuaikan dengan kebutuhan serta dapat diterima oleh pelanggan (custumer). Secara singkat mutu dapat diartikan: kesesuaian penggunaan atau kesesuaian tujuan atau kepuasan pelanggan atau pemenuhan terhadap persyaratan. Manajemen mutu merupakan sebuah filsafat dan budaya organisasi yang menekankan kepada upaya menciptakan mutu yang konstan melalui setiap aspek dalam kegiatan organisasi. Manajemen mutu membutuhkan pemahaman mengenai sifat mutu dan sifat sistem mutu serta komitmen manajemen untuk bekerja dalm berbagai cara. Manajemen mutu sangat memerlukan figure pemimpin yang mampu memotivasi agar seluruh anggota dalam organisai dapat memberikan konstribusi semaksimal mungkin kepada organisasi. Hal tersebut dapat dibangkitkan melalui pemahaman dan penjiwaan secara sadar bahwa mutu suatu produk atau jasa tidak hanya menjadi tanggung jawab pimpinan, tetapi menjadi tanggung jawab seluruh anggota dalam organisasi. Empat usaha
10

mendasar untuk menghasilkan mutu :

1. ciptakan situasi menang-menang, bukan kalah-menang. 2. utamakan menumbuhkan motivasi intrinsik dalam diri setiap orang. 3. berorientasilah pada proses dan hasil jangka panjang. 4. utamakan mengembangkan kerja sama, bukan persaingan. Kita Ada harus tiga memiliki tipe sikap peduli terhadap yang mutu kerja untuk mengembangkan bisnis menjadi semakin maju maka seorang wirausaha. kepemimpinan bersikap mempengaruhi menyimpangnya mutu kerja akibat sikap toleransi yang dimiliki. Sikapsikap tersebut yakni: 1. Pimpinan yang sangat mudah memberikan toleransi terhadap mutu kerja yang dihasilkan oleh karyawan di perusahaannya. Hal ini sangat merusak komitmen terhadap mutu yang telah disepakati dan dijalan di perusahaan. Akibat dari tindakan toleransi ini yang dilakukan terus menerus oleh pimpinan maupun para pekerja dalam perusahaan adalah akan terjadi pergeseran cara pandang terhadap mutu, kinerja, dan budaya kerja dalam perusahaan tersebut. Tindakan ini sangat beralasan karena sekali saja memberikan sikap toleransi maka di situ awal dari penyimpangan standar mutu yang telah dibuat. Contoh sikap yang harus dilakukan adalah ketika kondisi fisik dan mental semua karyawan dalam keadaan baik, fasilitas kerja sudah cukup memadai, manajemen kompensasi sangat layak, dan pelatihan kerja kerap diadakan untuk mendukung kinerja karyawan. Bila dalam kinerja karyawan terjadi mutu kerja yang rendah dan berulang-ulang maka karyawan bersangkutan siap menerima sanksi dari perusahaan berupa demosi, mutasi atau bahkan dikeluarkan. 2. Pimpinan yang memiliki standar mutu rendah. Sikap ini dilakukan oleh pimpinan yang memberikan toleransi terhadap karyawan bermutu rendah karena alasan yang tidak mau direpotkan atau ingin cepat selesai. Pimpinan tersebut akan merasa terganggu oleh ulah karyawan yang bermutu kerja rendah kalau syarat-syarat pemenuhan mutu kerja
11

yang sesuai dengan standar perusahaan harus terpenuhi. Jadi pimpinan berpendapat mengapa karyawan yang harus disalahkan bahkan diberi sanksi manakala jumlah dan unsur-unsur pendukung mutu tidak cukup. 3.Pimpinan yang sepertinya tidak peduli tentang faktor-faktor standar mutu yang mempengaruhi kinerja karyawan. Pemimpin seperti ini adalah pemimpin yang sudah tahu standar mutu dan kinerja di perusahaan yang dia kelola tetapi tidak peduli terhadap keberhasilan dari standar mutu dan kinerja yang harus dihasilkan. Hal ini terjadi karena ketidakpuasan pimpinan terhadap kebijakan mutu yang telah disepakati atau ketidakpuasan terhadap pimpinan mereka. Menanggapi fenomena di atas pendekatan yang harus dilakukan adalah mengupas sumber masalah satu demi satu yang dipandang relatif lebih kompleks. Karena yang menjadi sasaran utama perbaikan mutu kerja tidak saja karyawan tetapi juga pimpinan yang mengelola perusahaan tersebut. Dalam rangka menetapkan standar baku tentang mutu dan batasbatas toleransi yang bisa diterima dalam hal mutu kerja karyawan oleh perusahaan maka perlu dibentuk komisi mutu. Pembentukan komisi mutu organisasi ini memiliki tugas sebagai berikut: Membantu Pimpinan memikirkan dan merancang hal-hal yang perlu diperbaiki dan merekomendasi standar mutu yang dapat diterapkan dalam mencapai kinerja yang baik bagi perusahaan. komisi mutu terdiri dari orang-orang yang berpengalaman dalam bidang mutu dan standar kinerja perusahaan, masih memiliki waktu dan kepedulian pada mutu perusahaan. Mencari, melengkapi, dan membuat berbagai data, informasi, prosedur, formulir, jadwal pelatihan dan audit yang berkaitan dengan mutu kinerja perusahaan. Merekomendasikan atas prioritas perbaikan mutu yang harus segera dikerjakan. Merekomendasikan kepada pimpinan fasilitas-fasilitas yang diperlukan untuk perbaikan mutu dan kinerja perusahaan.
12

Bentuk komitmen dari karyawan bisa diujudkan dengan beberapa hal seperti tercantum di bawah ini: 1. Komitmen dalam mencapai visi,misi, dan tujuan organisasi. 2. Komitmen dalam melaksanakan pekerjaan sesuai dengan prosedur kerja dan standar mutu organisasi. 3. Komitmen dalam mengembangkan mutu sumberdaya manusia dan mutu produk perusahaan. 4. Komitmen dalam mengembangkan kebersamaan tim kerja secara efektif dan efisien 5. Komitmen untuk berdedikasi pada organisasi secara kritis, skeptis dan rasional.

VII. Mutu Harus Berfokus pada Kebutuhan Pelanggan Prinsip mutu, yaitu memenuhi kepuasan pelanggan (customer satisfaction). Dalam manajemen mutu, pelanggan dibedakan menjadi dua, yaitu: - Pelanggan internal (di dalam organisasi) - Pelanggan eksternak (di luar organisasi) Pada pengertian manajemen tradisional, yang dimaksud pelanggan adalah pelanggan eksternal (di luar organisasi). Mengapa pelanggan internal menjadi perhatian manajemen mutu? Jawabnya, adalah apabila pribadi yang ada di dalam organisasi tersebut dilayani dengan baik, otomatis mereka akan melayani pelanggan eksternal secara baik pula. Organisasi dikatakan bermutu apabila kebutuhan pelanggan bisa dipenuhi dengan baik. Dalam arti bahwa pelanggan internal, missal guru, selalu mendapat pelayanan yang memuaskan dari petugas TU, Kepala Sekolah selalu puas terhadap hasil kerja guru dan guru selalu menanggapi keinginan siswa. VIII. Prinsip-prinsip Manajemen Mutu
13

Manajemen mutu adalah aspek dari seluruh fungsi manajemen yang menetapkan dan melaksanakan kebijakan mutu. Pencapaian mutu yang diinginkan memerlukan kesepakatan dan partisipasi seluruh anggota organisasi, sedangkan tanggung jawab manajemen mutu ada pada pimpinan puncak. Untuk melaksanakan manajemen mutu dengan baik dan menuju keberhasilan, diperlukan prinsip-prinsip dasar yang kuat. Prinsip dasar manajemen mutu terdiri dari 8 butir, sebagai berikut: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Setiap orang memiliki pelanggan Setiap orang bekerja dalam sebuah sistem Semua sistem menunjukkan variasi Mutu bukan pengeluaran biaya tetapi investasi Peningkatan mutu harus dilakukan sesuai perencanaan Peningkatan mutu harus menjadi pandangan hidup Manajemen berdasarkan fakta dan data

8. Fokus pengendalian (control) pada proses, bukan hanya pada hasil out put http://sekolah.8k.com/blank.html

IX. Prinsip Manajemen Mutu Menurut Masaake Imae Prinsip Manajemen Mutu sebagaimana yang dikemukakan Masaake Imae ( 1971) yang ditulis dalam bukunya berjudul 10 QC Maxims yang kemudian juga menjadi acuan dalam standar ISO 9001. Instisari dari sepuluh prinsip itu dapat dijelaskan secara singkat sbb : 1.Terapkan PDCA dalam Setiap Tindakan Pengendalian dan perbaikan mutu merupakan kegiatan yang berkelanjutan yang harus dijalankan secara sistematis dengan menerapkan pendekatan manajemen (PDCA) PLAN, DO, CHECK and ACTION ( Urutan Prioritas) dari setiap Karakteristik Setelah memahami ekspektasi pelanggan terhadap karakteristik mutu produk, kita dapat melanjutkan pertanyaan ketiga tentang bagaimana kepentingan relatif ( urutan prioritas ) dari setiap karakteristik itu. Untuk menjawab pertanyaan ini, kita dapat menggunakan suatu alat yang

14

populer dewasa ini, yaitu: Penyebaran Fungsi Mutu ( Quality Function Deployment = QFD ). Dalam kenyataan , karakteristik mutu yang diinginkan oleh pelanggan, tingkat ekspektasi pelanggan dan kepentingan relatif dari setiap kreteria dapat saling bertentangan, sebagai misal : Mobil dengan akselerasi cepat dan hemat dalam penggunaan bahan bakar merupakan karakteristik yang diinginkan pelanggan, namun memiliki trade off di antara kedua karakteristik itu. Restoran dengan pelayanan prima, makanan yang enak, dan harga yang rendah, merupakan karakteristik mutu yang dinginkan oleh pelanggan, namun saling bertentangan dengan satu dan lainnya. Sistem komputer dengan keamaman tinggi dan akses yang mudah, merupakan karakteristik mutu yangdiinginkan pelanggan, namun saling bertentangan antara satu dengan yanglkainnya engineering design yang aman, andal, efesien, dan tidak mahal merupakan karakteristik mutu yang dinginkan pelanggan, namun).

2.Kendalikan kegiatan sejak awal Pengendalian mutu hendaknya dilakukan sejak awal atau sedini mungkin pada setiap proses, sebab keterlambatan pengendalian akan menjadi penerobosan yang tidak perlu yang sebenarnya dicegah.

3.Jangan menyalahkan orang lain Sikap menyalahkan orang lain tidak akan menyelesaikan masalah. Sebaliknya akan menimbulkan masalah baru. Bila ditemukan masalah, jangan mencari siapa yang bersalah.Tetapi pikirkanlah penyebab terjadinya masalah dan temukan langkah-langkah perbaikannya.

4.Bertindak berdasarkan prinsip prioritas Prinsip prioritas adalah prinsip mengutamakan yang utama, atau mendahulukan yang penting dalam melakukan suatu tindakan. Sebelum bertindak, pertimbangkan tingkat kepentingan dari apa yang akan dilakukan. Bila tindakan itu terkait dengan pemecahan masalah, prioritas hendaknya diberikan pada masalah yang paling penting atau paling besar
15

pengaruhnya dalam pencapaian tujuan. Biasanya dalam pemecahan masalah juga berlaku prinsip pareto atau prinsip 20:80, artinya dalam pemecahan suatu masalah, hendaknya prioritas diberikan pada 20% penyebab utamanya yang menimbulakn dampak perbaikan 80%.

5.Proses berikutnya adalah Pelanggan Pelanggan adalah proses berikutnya yang menerima atau menggunakan jasa atau produk dari proses sebelumnya. Dalam rangkaian diagram diatas, A sampai L adalah pelanggan. Konsep hubungan pelangganpemasok ini bisa diaplikasikan secara internal maupun secara eksternal.Secara internal, setiap proses adalah pelanggan saat menerima hasil kerja dari unit lain. Secara eksternal semua mata rantai produk, mulai dari distributor, agen, pengecer sampai pembeli atau pemakai langsung suatu produk atau jasa adalah termasuk dalam pengertian hubungan pelanggan-pemasok. Setiap proses berikutnya memiliki empat hal pokok yang sangat penting dan menjadi fokus pemikiran bagi proses sebelumnya.Empat hal pokok itu adalah kebutuhan, persyratan, harapan, dan persepsi.Kedua pihak hendaknya sebelumnya harus memikirkan apa yang dibutuhkan, diisyaratkan, diharapakan dan dipersepsikan oleh proses berikutnya. Upaya sistematis untuk mengidentifikasi dan memenuhi empat hal pokok itu dinamakan fokus pelanggan.

6.Setiap Tindakan Perbaikan Diikuti Pencegahan Tindakan koneksi adalah tindakan awal untuk menghilangkan fenomena dari suatu kondisi yang tidak diinginkan. Kondisi yang tidak diinginkan adalah masalah. Misalnya terjadi penyimpangan berat produk. Setelah penyimpanagan dikoreksi, selanjutnya perlu dianalisa secara lebih teliti sampai ditemukan akar penyebab yang paling dalam. Bila akar penyebab telah dapat diidentifikasi, maka selanjutnya dipikirkan alternatif cara yang paling efektif untuk mencegah terulangnya masalah yang sama.Tindakan koreksi dan tindakan pencegahan idealnya dilakukan bersamaan terhadap suatu maslah.Contoh tindakan pencegahan pada contoh kasus di atas misalnya melakukan kalibrasi secara berkala terhadap mesin pengantongan dan menyediakan prosedur untuk pemeliharaan preventif.

16

Apa yang dikatakan standar ISO 9001 tentang perbaikan? Perusahaan harus mengambil langkah-langkah untuk mengeliminasi penyebab terjadinya ketidak sesuaian agar masalah yang sama tidak terulang kembali.Tindakan yang diambil haruslah dengan dampak yang ditimbulkan. Apa yang dikatakan standar tentang pencegahan? Perusahaan harus memastikan langkah-langkah yang diambil untuk menghilangkan penyebab-penyebab ketidak sesuaian untuk pencegahan yang diambil haruslah sesuai dengan dampak potensi yang ditimbulkan. Fokus sistem manajemen mutu pada hakekatnya adalah mencegah terjadinya kegagalan pada seluruh tahapan mulai input,proses sampai outpru akhir dengan pendekatan sistematik holistik, sinergistik dan antisipatif.

7.Berbicara berdasarkan Data Data adalah dasar untuk melakukan suatu tinadakan. Dalam penyelesaian masalah data menjadi landasan bertindak agar keputusan yang diambil tepat dan benar. Agar pemanfaatan data dapat tepat dan benar maka pendekatan statistik sangat dianjurkan dalam sistem manajemen mutu industri otomotif ISO / TS 16949 penerapan statistik merupakan keharusan.

8.Perbaikan Diawali dengan Penetapan Sasaran Tujuan dari suatu tindakan haruslah jelas dan ditentukan sejak awal agar efektivitas tindakan dapat dinilai secara objektif. Sistem manajemen mutu ISO 9001 mensyaratkan perusahaan untuk menetapkan tujuan. Dikatakan : sasaran-sasaran muttu, termasuk sasaran lainnya yang diperlukan untuk mencapai kesesuaian produk ditetapkan pada unit-unit fungsional pada berbagai tingkatan dalam perusahaan.Sasaran mutu dibuat spesifik dan sejalan dengan kebijakan mutu.

Sasaran perlu ditetapkan agar evaluasi keberhasilan dapat dilakukakn setelah perbaikan.Dalam penetapan sasaran biasanya digunakan prinsip SMART.

17

S =Spesific : sasaran harus jelas dan spesifik M =Measurable : sasaran harus dapat diukur A =Attainable : sasaran harus realistis dan mungkin dicapai R =Reasonable : harus ada alasan terhadap pemilihan sasaran. T =Time : sasaran harus dicapai dalam waktu yang telah ditentukan.

9.Market in Concept Konsep dasar merupakan suatu pendekatan dalam pengembangan produk dengan memfokusakan perhatian pada kebutuhan pasar, bukan pada apa yang mampu diproduksi atau dibuat oleh perusahaan. Hampir sama dengan konsep fokus pelanggan, konsep pasar lebih menekankan pada kebutuhan pasar.Sebelum memproduksi secara massal sebaiknya prusahaan meliti kebutuhan pasar.Secara lebih fokus kebutuhan pasar berarti melihat kebutuhan,persyratan, harapan, calon pelanggan pad segmen yang menjadi terget.

10.Biasakan Mencatat, Membuat Prosedur dan Menetapkan Standar. Menyediakan prosedur tertuilis dan penetapan standar mutu/hasil kerja harus selalu dijadikan kebiasaan dalam setiap kegiatan, sehingga tidakan pengendalian dan penungkatan mutu dapat lebih konsisten dan mudah dilakukan. X. Kontrol Organisasi Kontrol organisasi adalah proses sistematis yang digunakan manajer untuk mengatur aktivitas organisasi agar tetap konsisten dengan pengharapan yang telah dibuat dengan rencana, target dan standar kinerja. Memilih standar dan ukuran yaitu organisasi fokus pada pengukuran dan pengawasan kinerja keuangan seperti penjualan, pendapatan dan keuntungan. Kartu skor berimbang berisi 4 perspektif utama yaitu kinerja keuangan, layanan pelanggan, proses bisnis internal dan kapasitas organisasi untuk belajar dan tumbuh. Model Kontrol Umpan Balik Metode ini memerlukan standar kauntitas dan kualitas yang layak dari keluaran yang diharapakan (output). Informasi tersebut harus
18

merepresentasikan karakteristik dari keluaran. Misalnya memperbaiki proses produksi ketika banyak produk yang dikembalikan oleh pelanggan dikarenakan cacat/rusak. Langkah-langkah kontrol umpan balik 1) Membangun standar kinerja 2) Mengukur kinerja yang ada 3) Membandingkan kinerja dengan standar 4) Lakukan tindakan koreksi

Aplikasi Untuk Anggaran Anggaran merupakaan laporan yang berisi laporan pengeluaran terkini dan terencana.

Jenis-jenis anggaran 1. Anggaran biaya 2. Anggaran pendapatan 3. Anggaran kas 4. Anggaran modal

Kontrol Keuangan Seorang manajer harus mengawasi kinerja keuangan yang ditunjukkan dalam organisasi.

Laporan keuangan Berisikan informasi yang digunakan untuk mengontrol keuangan dari sebuah organisasi. - Neraca keuangan yaitu menunjukkan posisi keuangan sebuah perusahaan yang berhubungan dengan aktiva dan kewajiban dalam waktu tertentu.
19

- Laporan laba/rugi yaitu meringkas kinerja keuangan untuk interval, biasanya peeriode satu tahun.

Analisis Keuangan Menafsirkan Angka Seorang manajer harus mampu mengevaluasi sebuah laporan keuangan yang membandingkan kinerja perusahaan dengan data terdahulu atau norma-norma industri. Hal ini berfokus pada rasio, statistik yang menunjukkan hubungan. Rasio sendiri dinyatakan sebagai fraksi atau proporsi. Jenis-jenis Rasio: - Rasio likuiditas adalah perbandingan keuangan yang menunjukkan kemampuan organisasi untuk memenuhi kewajiban utangnya. - Rasio aktivitas adalah rasio keuangan yang menukur kinerja internal organisasi yang berhubungan dengan aktivitas penting yang ditentukan oleh manajemen. - Rasio keuntungan adalah rasio keuangan yang menggambarkan keuntungan milk perusahaan yang berkenaan dengan sumber daya keuntungan (misalnya penjualan atau jumlah aset). - Rasio laverage adalah aktivitas pendanaan dengan uang pinjaman.

Filosofi Kontrol Yang Berubah-Ubah Pendekatan yang dilakukan manajer untuk mnjalankan kontrol terus menerus berubah dalam banyak organisasi, banyak perusahaan yang mengadopsi proses kontrol desentralisasi daripada hierarki. 1. Pendekatan hierarki versus pendekatan desentralisasi Kontrol hierarki merupakan penggunaan aturan, kebijakan hierarki wewenang dan alat formal lainnya untuk memengaruhi perilaku pegawai dan menilai kinerja Kontrol desentralisasi merupakan penggunaan budaya perusahaan, norma kelompok dan fokus terhadap tujuan daripada aturan dan prosedur, untuk mencapai tujuan-tujuan organisasi.

20

2. Manajemen buka-buku Berbagai informasi keuangan dan hasil-hasilnya dengan semua pegawai di organisasi. Tujuan dari manajemen buka buku adalah untuk membuat setiap pegawai berpikir dan bertindak seperti seorang pemillik bisnis.

3. Manajemen kualitas total (TQM) Komitmen seluruh anggota perusahaan untuk menanamkan kualitas ke dalam setiap aktivitas dengan cara melakukan perbaikan terus-menerus.

Teknik-teknik TQM Penerapan manajemen kualitas total terdiri atas penggunaan beragam teknik diantaranya 1) siklus kualitas 2) tolak ukur 3) prinsip six sigma 4) siklus waktu yang berkurang 5) perbaikan terus-menerus

Tren Dalam Kendali Mutu Berikut Ini Merupakan Tren Besar Dalam Kendali Mutu 1) Standar Kualitas Internasional 2) Sistem Kontrol Keuangan Baru 3) Pertambahan Nilai Ekonomi (Eva) 4) Pertambahan Nilai Pasar (Mva) 5) Pembiayaan Berbasis Aktivitas (Abc) Pengendalian persediaan dapat dilakukan dalam berbagai cara, antara lain dengan menggunakan analisis nilai persediaan. Dalam analisis ini persediaan dibedakan berdasarkan nilai investasi yang terpakai dalam
21

satu periode. Biasanya persediaan dibedakan dalam tiga kelas, yaitu A, B, dan C, sehingga analisis ini dikenal Kriteria masing-masing kelas dalam klasifikasi ABC, sebagai berikut: Kelas A persediaan yang memiliki nilai volume tahunan rupiah yang tinggi. Kelas ini mewakili sekitar 70% dari total nilai persediaan, meskipun jumlahnya hanya sedikit, bisa hanya 20% dari seluruh item. Persediaan yang termasuk dalam kelas ini memerlukan perhatian yang tinggi dalam pengadaannya karena berdampak biaya yang tinggi. Pengawasannya harus dilakukan secara intensif Kelas B persediaan yang memiliki nilai volume tahunan rupiah yang menengah. Kelas ini mewakili sekitar 20% dari total nilai persediaan tahunan, dan sekitar 30% dari seluruh item. Disini diperlukan teknik pengendalian yang moderat. Kelas C persediaan yang memiliki nilai volume tahunan rupiah yang rendah, yang hanya mewakili sekitar 10% dari total nilai persediaan, tetapi terdiri dari sekitar 50% dari seluruh item. Disini diperlukan teknik pengendalian yang sederhana, pengendaliannya hanya dilakukan sesekali saja.sebagai klasifikasi ABC.

6) Tata Kelola Perusahaan

Sumber : Buku New Era of Management Buku 2, Richard L. Daft

http://managementgroup.blog.perbanas.ac.id/2011/06/12/artikel-ttgmengelola-kinerja-dan-mutu/ XI. 7 Pilar untuk Peningkatan Mutu dan Kinerja Bisnis Dalam tulisan ringkas kali ini, kita akan membincangkan 7 pilar atau kriteria Malcolm Baldrige tersebut. Pilar pertama adalah Leadership. Kriteria ini ingin melihat bagaimana para leader di organisasi menampilkan kapasitasnya : bagaimana mereka menetapkan visi dan tujuan organisasi dan kemudian mengkomunikasikannya kepada setiap anggota. Juga apakah leaders di organisasi memiliki kecakapan untuk mengelola dan menginspirasi anak buahnya untuk mencapai keunggulan kinerja.
22

Pilar kedua : Strategic Planning. Kriteria ini mau melihat bagaimana proses perumusan strategi ditetapkan di lingkungan organisasi. Dan yang tak kalah penting : apakah konten strategi itu secara tepat merespon dinamika perubahan lingkungan bisnis?

Pilar ketiga : Customer Focus. Apakah produk dan layanan yang disediakan oleh organisasi sudah bagus? Atau hanya bermutu ala kadarnya? Apakah produk atau layanan yang dibentangkan oleh organisasi selalu segar nan inovatif; dan membuat para pelanggan bisa tersenyum riang? Atau sebaliknya : selalu menebarkan ketidak-andalan dan kualitas yang pas-pasan?

Pilar keempat : Performance Measurement (Penilaian Kinerja) Apakah setiap leaders di tempat organisasi sudah memiliki key performance indicators (KPI) yang jelas dan terukur? Dan apakah key indicators itu selalu direview secara periodik untuk melihat progress dan mengambil corrective action (jika targetnya meleset)? Pengelolaan kinerja dengan indikator yang jelas merupakan salah satu tanda munculnya performance-based culture yang kuat di sebuah organisasi.

Pilar kelima : People Focus. Seberapa jauh perhatian dan komitmen manajemen organisasi terhadap pengembangan mutu SDM-nya? Elemen ini juga mau melihat apakah organisasi telah memberikan skema reward yang fair dan atraktif kepada segenap anggotanya. Kontribusi angggota yang melejit hanya akan merebak jika sebuah organisasi punya kebjiakan people focus yang solid dan konsisten.

Pilar keenam : Proses Manajemen. Kriteria ini mau mengukur bagaimana organisasi mendesain dan mengelola proses kerja kunci? Apakah setiap alur proses sudah didesain dengan ramping dan efisien? Atau masih banyak proses kerja yang terlalu
23

birokratis, tidak saling terkoordinasi dengan baik, dan justru menimbulkan banyak silang sengketa diantara berbagai bagian/departemen?

Pilar yang ketuju atau yang terakhir : Result. Pilar yang ketuju ini mau melihat bagaimana hasil akhir kinerja organisasi : apakah makin kompetitif, makin efektif, dan makin mengkilap kinerja seluruh aspek organisasinya?

Melalui 7 pilar diatas kita bisa menakar dimana level kinerja organisasi Anda. 7 Pilar ini juga sangat membantu jika sebuah organisasi hendak melakukan proses transformasi menuju ke arah yang lebih menjulang. Artinya, 7 kriteria diatas dapat digunakan sebagai peta, sebagai roadmap, jika organisasi hendak merumuskan action plan-nya.

http://forum.vibizportal.com/archive/index.php?t-17256.html

http://sekolah.8k.com/rich_text_5.html

http://www.anggaran.depkeu.go.id/web-print-list.asp?ContentId=373

Sumber : http://www.pdambandarmasih.com/forumpdam/index.php?topic=10.0 POLITEKNIK TELKOM BANDUNG Pengantar Manajamen Bisnis pengarang SAMPURNO WIBOWO, S.E., M.Si 2 Juli 2008

Sumber Gambar: http://www.jeffayres.co.uk/Graphics/QualityManagement.jpg 24

http://manajemenmutuyes.blogspot.com/

POLITEKNIK TELKOM BANDUNG Pengantar Manajamen Bisnis pengarang SAMPURNO WIBOWO, S.E., M.Si

25

Anda mungkin juga menyukai