Anda di halaman 1dari 40

1

REFERAT
KURANG ENERGI PROTEIN (KEP)







Disusun Untuk Melaksanakan Tugas Kepaniteraan Klinik
SMF Ilmu Kesehatan Anak Di RSUD dr. Soebandi Jember

Oleh
Pramitha Nayana Librata
072011101032

Dosen Pembimbing
dr. H. Ahmad Nuri, Sp. A
dr. Gebyar Tri Baskoro, Sp. A
dr. Ramzi Syamlan, Sp. A


SMF ANAK RSUD DR. SOEBANDI JEMBER
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JEMBER
2011

2

Daftar Isi


HALAMAN JUDUL .................................................................................... i
DAFTAR ISI ................................................................................................ ii
PENDAHULUAN ........................................................................................ 1
DEFINISI ..................................................................................................... 2
FAKTOR PENYEBAB KEP ........................................................................ 2
KLASIFIKASI ............................................................................................. 3
PATOGENESIS ........................................................................................... 6
DIAGNOSIS ................................................................................................ 8
MANIFESTASI KLINIS .............................................................................. 9
PENATALAKSANAAN .............................................................................. 11
LAMPIRAN ................................................................................................. 33
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 35













3


PENDAHULUAN

Anak usia dibawah 5 tahun atau balita adalah golongan anak yang rentan
terhadap masalah kesehatan dan gizi, diantaranya adalah masalah kurang energi
protein (KEP) yang merupakan masalah gizi utama di Indonesia. Secara umum, di
Indonesia terdapat dua masalah gizi utama yaitu kurang gizi makro dan kurang
gizi mikro. Kurang gizi makro pada dasarnya merupakan gangguan kesehatan
yang disebabkan oleh kekurangan asupan energi dan protein. Masalah gizi makro
adalah masalah gizi yang utamanya disebabkan ketidakseimbangan antara
kebutuhan dan asupan energi dan protein (Wadana, dkk, 2008).
Gizi buruk merupakan status kondisi seseorang yang kekurangan nutrisi,
atau nutrisinya di bawah standar rata-rata. Status gizi buruk dibagi menjadi tiga
bagian, yakni gizi buruk karena kekurangan protein (disebut kwashiorkor), karena
kekurangan karbohidrat atau kalori (disebut marasmus), dan kekurangan kedua-
duanya (marasmik kwashiorkor). Gizi buruk ini biasanya terjadi pada anak balita
(bawah lima tahun) dan ditampakkan oleh membusungnya perut (busung lapar).
Zat gizi yang dimaksud bisa berupa protein, karbohidrat dan kalori.
Anak balita (bawah lima tahun) sehat atau kurang gizi dapat diketahui dari
pertambahan berat badannya tiap bulan sampai usia minimal 2 tahun (baduta).
Apabila pertambahan berat badan sesuai dengan pertambahan umur menurut suatu
standar organisasi kesehatan dunia, dia bergizi baik. Kalau sedikit dibawah
standar disebut bergizi kurang yang bersiIat kronis. Apabila jauh dibawah standar
dikatakan bergizi buruk. Jadi istilah gizi buruk adalah salah satu bentuk
kekurangan gizi tingkat berat atau akut (Universitas Sumatera Utara, 2008).
Pada tingkat makro, besar dan luasnya masalah KEP sangat erat kaitannya
dengan keadaan ekonomi secara keseluruhan. Peningkatan angka prevalensi KEP
pada balita seiring sejalan dengan menurunnya jumlah penduduk dengan
pendapatan di bawah garis kemiskinan. Pada tingkat mikro (rumah
tanggat/individu), tingkat kesehatan terutama penyakit inIeksi yang juga
4

menggambarkan keadaan sanitasi lingkungan merupakan Iaktor penentu status
gizi.
DEFINISI
Kekurangan Energi Protein (KEP) adalah keadaan kurang gizi yang
disebabkan rendahnya konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari-hari
sehingga tidak memenuhi angka kecukupan gizi.

FAKTOR PENYEBAB KEP
Penyebab KEP dikelompokkan menjadi KEP primer dan sekunder.
- Pada KEP primer\ Ketiadaan pangan merupakan penyebab KEP primer
yang mengakibatkan berkurangnya asupan. biasanya terjadi di negara
berkembang dengan latar belakang sosial ekonomi yang kurang baik
- Pada KEP Sekunder, merupakan KEP yang paling sering terjadi di negara
maju. KEP sekunder terjadi karena \penyakit akut atau kronik yang
mengakibatkan pengurangan asupan, gangguan serapan dan utilisasi
pangan serta peningkatan kebutuhan ( dan / atau kehilangan ) akan zat gizi.
Malnutrisi merupakan masalah yang menjadi perhatian internasional serta
memiliki penyebab yang saling berkaitan. Penyebab menurut kernangka
konseptual UNICEF dapat dibedakan menjadi penyebab langsung, penyebab tidak
langsung dan penyebab dasar.
3



1. Penyebab Langsung
Kurangnya jumlah dan kualitas makanan yang dikonsumsi, menderita
penyakit inIeksi, cacat bawaan dan menderita penyakit kanker. Anak yang
mendapat makanan cukup baik tetapi sering diserang atau demam akhirnya
menderita kurang gizi.
2. Penyebab tidak langsung
Ketersediaan pangan rumah tangga, perilaku (tingkat pengetahuan ibu
tentang gizi, pola asupan gizi, pola asuhan), pelayanan kesehatan, tingkat
pendapatan keluarga, tingkat pendidikan ibu, tingkat Irekuensi penyuluhan
gizi, tingkat kunjungan ke posyandu, riwayat pemberian ASI eksklusiI,
riwayat imunisasi, riwayat sakit, riwayat pemberian MP-ASI, riwayat
kelahiran dan kebersihan lingkungan tempat tinggal. Kemiskinan salah satu
6

determinan sosial ekonomi, merupakan akar dari ketiadaan pangan, tempat
pemukiman yang berjejalan, kumuh dan tidak sehat serta ketidakmampuan
mengakses Iasilitas kesehatan.
3. Penyebab Dasar
Kondisi sosial, politik dan ekonomi negara. Malnutrisi bukan hanya
permasalahan di tingkat rumah tangga, namun juga permasalahan di
tingkat negara, sehingga upaya untuk mengatasinya memerlukan tindakan
secara berkesinambungan dengan melibatkan berbagai sektor.


KLASIFIKASI
Berdasarkan lama dan jumlah kekurangan energi protein, MEP
diklasiIikasikan menjadi MEP derajat ringan (gizi kurang) dan MEP derajat berat
(gizi buruk). Gizi kurang belum menunjukkan gejala yang khas, belum ada
kelainan biokimia, hanya dijumpai gangguan pertumbuhan. Pada gizi buruk,
didapatkan 3 bentuk klinis yaitu kwashiorkor, marasmus, dan marasmus
kwashiorkor.
O Klasifikasi KEP berdasarkan WHO-NCHS
Menurut baku median WHO NCHS, KEP dibagi menjadi:
1. KEP Ringan bila berat badan menurut umur (BB/U) 70-80 dan/atau berat
badan menurut tinggi badan (BB/TB) 80-90 baku median WHO-NCHS.
2. KEP Sedang bila BB/U 60-70 baku median WHO-NCHS dan/atau BB/TB
70-80 baku median WHO-NCHS.
3. KEP Berat bila BB/U 60 baku median WHO-NCHS dan/atau BB/TB
70 baku median WHO-NCHS.

O Klasifikasi KEP menurut Gomez
Gomez ( 1956 ) merupakan orang pertama yang mempublikasikan cara
pengelompokan kasus KEP. KlasiIikasi KEP menurut Gomez didasarkan pada
berat badan terhadap umur ( BB / U ). Berat anak yang diperiksa dinyatakan
sebagai presentase dari berat anak seusia yang diharapkan pada baku acuan
7

dengan menggunakan persentil ke 50 baku acuan Havard. Berdasarkan sistem ini,
KEP diklasiIikasikan menjadi 3 tingkatan, yaitu derajat I, II, III.

KlasiIikasi KEP menurut Gomez
Derajat KEP Berat badan/usia ()
I (Ringan)
II (Sedang)
III (Berat)
90-76
75-61
60

Dengan cara ini marasmus tidak dapat dibedakan dengan kwasiorkor.
Akibatnya, anak yang rasio berat badan terhadap usia sangat rendah tidak
termasuk sebagai penderita KEP karena anak yang kurus ini memiliki tinggi
badan yangmrendah pula. Penggunaan nilai deIisit berdasarkan berat terhadap
usia tidak membedakan anak yang memang mempunyai berat badan kurang ( KEP
kini ) dengan mereka yang berat dan tingginya seimbang (KEP lampau),
disamping data tentang kronologis usia tidak selalu tersedia dan kalaupun ada,
data tersebut biasanya tidak valid.

O Klasifikasi KEP menurut Bengoa
Bengoa ( 1970 ) mencoba memasukkan tanda edema, tanpa memandang
deIisit berat badan. Menurut Bengoa, KEP cukup dikelompokkan menjadi 3
katagori dan seluruh penderita yang menampakkan tanda edema dinilai sebagai
KEP derajat III.
KlasiIikasi KEP menurut Bengoa
Derajat KEP Berat badan/usia ()
KEP I
KEP II
KEP III
90-76
75-61
Semua penderita edema




8

O Klasifikasi KEP menurut Wellcome Trust
Wellcome ( 1970 ) memasukkan parameter edema kedalam penilaian. Jika
deIisit berat badan pada klasiIikasi Bengoa tidak diperhatikan, Wellcome
memasukkan indikator ini kedalam komponen yang harus dinilai. Dengan
demikian, perbedaan berbagai tahapan kelainan status gizi tergambar jelas sebagai
berikut :
KlasiIikasi KEP menurut Wellcome
Berat Badan
dari baku
Edema
Tidak Ada Ada
~ 60
60
Gizi Kurang
Marasmus
Kwashiorkor
Marasmik Kwashiorkor


O Klasifikasi KEP menurut Waterlow
Waterlow ( 1973 ) membedakan antara penyakit KEP yang terjadi akut
dan menahun. Beliau berpendapat bahwa deIisit berat terhadap tinggi
mencerminkan gangguan gizi yang akut dan menyebabkan keadaan wasting
(kurus-kering), sedangkan deIisit tinggi menurut umur merupakan akibat
kekurangan gizi yang berlangsung sanga lama. Akibat yang disebut belakangan
ini mengganggu melajunya tinggi badan, hingga anak menjadi pendek (stunting)
untuk umurnya.

KlasiIikasi KEP menurut Waterlow
Gangguan Derajat Stunting
(tinggi menurut umur)
Wasting
(berat terhadap tinggi)
0
1
2
3
~ 95
95-90
89-85
85
~ 90
90-80
80-70
70


9



O Klasifikasi KEP menurut Depkes RI th 2000
Departemen kesehatan RI (2000), merekomendasikan baku WHO NCHS
untuk digunakan sebagai baku antropometris di Indonesia. KlasiIikasi KEP
menurut Depkes 2000 adalah:

O Klasifikasi KEP menurut Mc. Laren
10



PATOGENESIS

Marasmus
Untuk kelangsungan hidup jaringan, diperlukan sejumlah energi yang
dalam keadaan normal dapat dipenuhi dari makanan yang diberikan. Kebutuhan
ini tidak terpenuhi pada masukan yang tidak adekuat yang dapat disebabkan oleh
diet yang kurang, kebiasaan makan tidak tepat, atau kelainan metabolik. Karena
itu, untuk memenuhi kebutuhan energi tersebut maka digunakan cadangan protein
sebagai sumber energi. Penghancuran jaringan tidak saja mencukupi kebutuhan
energi, tetapi juga memungkinkan sintesis glukosa dan metabolit esensial lainnya,
seperti berbagai asam amino. Karena itu pada marasmus kadang-kadang
11

ditemukan kadar asam amino yang normal, sehingga hati masih dapat membentuk
cukup albumin.

Kwashiorkor
Karbohidrat dan lemak merupakan zat penghasil tenaga. Kekurangan
karbohidrat dan lemak akan meningkatkan metabolisme sehingga akan terjadi
pengecilan otot (muscle wasting) dan jaringan lemak. Protein diet akhirnya
dipecah untuk memenuhi kebutuhan energi. Jika kurang protein dalam diet, akan
timbul kekurangan berbagai asam amino untuk sintesis albumin. Oleh karena
dalam diet terdapat cukup karbohidrat, maka produksi inslin akan meningkat dan
sebagian asam amino dari dalam serum yang jumlahnya sudah kurang tersebut
akan disalurkan ke otot. Berkurangnya asam amino dalam serum merupakan
penyebab kurangnya pembentukan albumin oleh hepar, sehingga timbul edema.

Kekurangan protein dapat mengganggu sintesis protein tubuh dengan
akibat: gangguan pertumbuhan, atroIi otot, penurunan kadar albumin serum
sehingga terjadi edema dan ascites, anemia, penurunan antibodi sehingga mudah
inIeksi, sintesis enzim menurun sehingga terjadi gangguan pencernaan dan
metabolisme.
Mekanisme oedema pada kwashiorkor:














Me!intake piotein
Plpoalbumlnemla
Menurunnya volume plasma
Menurunnya CC
Me!Lekanan arLerl Me! RBF uan uFR
Me;ienin angiotensin
Me; aluosteion
Me; ieabsoibsi aii uan gaiam LksLravasasl calran
Me!tekanan hiuiostatik peiitubulei
Me! beban filtiasi aii uan gaiam
LuLMA
12

Marasmik Kwashiorkor
Marasmik kwashiorkor terjadi karena makanan sehari-hari tidak cukup
mengandung protein dan energi. Pada akhirnya menimbulkan gejala campuran
antara penyakit marasmus dan kwashiorkor. Pada marasmik kwashiorkor terjadi
perubahan yang nyata komposisi tubuh.
O Cairan tubuh total: Tubuh mengandung lebih banyak cairan akibat
menghilangnya lemak, otot, dan jaringan lain
O Cairan ekstrasel: dengan edema maka lebih banyak cairan ekstrasel
pada tubuh
O Kalium total tubuh: kalium menurun
O Mineral lain: natrium meningkat, IosIor inorganik meningkat, Mg
menurun

ANAMNESIS DAN PEMERIKSAAN FISIK
Pada saat pasien KEP datang \harus kita tanyakan hal-hal sebagai berikut :
Awal :
- Kejadian mata cekung yang baru saja muncul
- Lama dan Irekuensi muntah atau diare\serta tampilan dari bahan muntah
atau diare
- Saat terakhir kencing
- Sejak kapan kaki dan tangan teraba dingin
Lanjutan :
- Kebiasaan makan sebelum sakit
- Makan/minum/menyusui saat sakit
- Jumlah makanan dan cairan yang didapat beberapa hari terakhir
- Kontak dengan penderita campak dan tb paru
- Pernah sakit campak dalam 3 bulan terakhir
- Kejadian dan penyebab kematian kakak atau adik
- Berat badan lahir
- Tumbuh kembang dan riwayat imunisasi
- Apakah ditimbang setiap bulan di posyandu
- Apakah sudah mendapatkan imunisasi lengkap

Pemeriksaan Iisik
- Apakah anak tampak sangat kurus/edema/pembengkakan kedua kaki
13

- Tanda-tanda terjadinya syok
- Suhu tubuh : hipotermia atau demam
- Kehausan
- \Irekuensi pernaIasan
- Berat badan dan tinggi badan serta panjang badan
- Pembesaran hati dan adanya kekuningan pada mata
- Perut kembung, suara usus seperti pukulan pada permukaan air
- Pucat sangat berat
- Gejala pada mata
- Telinga, mulut, dan tenggorokan
- Kulit tanda-tanda inIeksi dan adanya purpura
- Tampilan tinja

DIAGNOSIS
Ditegakkan berdasarkan tanda dan gejala klinis serta pengukuran
antropometri.
Pengukuran antropometri yang digunakan:
1. BBI berdasarkan umur:
O 0-12 bulan: n 9
2
O 1-6 tahun: 2n 8
O 6-12 tahun: 7n-5
2
Untuk bayi jika BBL diketahui:
O 5 bulan: 2 X BBL
O 1 tahun: 3 X BBL
O 2,5 tahun: 4 X BBL

Untuk bayi prematur: Dalam mengukur berat dan panjang badan serta
lingkar kepala harus digunakan umur koreksi sampai anak berusia 2 tahun. Untuk
bayi prematur dengan berat 1000 gram, umur koreksi digunakan sampai anak
berusia 3 tahun. Cara menghitung umur koreksi adalah dengan cara mengurangi
umur kronologis terhadap jumlah minggu prematur.
3

Kemudian digunakan rumus: BBS x 100
BBI

Hasilnya dikategorikan sbb:
14

1. KEP Ringan: 70-80
2. KEP Sedang: 60-70
3. KEP Berat/Gizi Buruk: 60
Anak didiagnosis gizi buruk apabila:
O BB/U 60
O BB/TB -3 SD atau 70 dari median (marasmus)
O Edema pada kedua punggung kaki sampai seluruh tubuh (kwashiorkor:
BB/TB ~ -3 SD atau marasik kwashiorkor: BB/TB -3 SD)
SD: skor Standard Deviasi atau Z score. Berat badan menurut tinggi atau panjang
badan (BB/TB-PB) -2 SD menunjukkan bahwa anak berada pada batas terendah
dari kisaran normal, dan -3 SD menunjukkan sangat kurus (severe wasting).
Nilai BB/TB atau BB/PB sebesar -3SD hampir sama dengan 70 BB/TB atau
BB/PB dari rata-rata (median) anak.


MANIFESTASI KLINIS
KEP derajat ringan dan sedang
Gambaran klinis utama KEP ringan sampai sedang ialah penyusutan berat
badan yang disertai dengan penipisan jaringan lemak bawah kulit. Jika KEP
berlangsung menahun, pertumbuhan memanjang akan terhenti sehingga anak akan
bertubuh pendek. Kegiatan Iisik dan keluaran energi anak berkurang, disamping
berlangsung pula perubahan pada Iungsi kekebalan, saluran pencernaan, dan
kebiasaan.

KEP Berat
Terdapat 3 tipe yaitu marasmus, kwashiorkor, dan marasmus-kwashiorkor.
Perbedaan tipe tersebut didasarkan pada ciri-ciri atau tanda klinis dari masing-
masing tipe yang berbeda-beda.

O Marasmus
Marasmus adalah gangguan gizi karena kekurangan karbohidrat. Gejala
yang timbul diantaranya:
O Tampak sangat kurus, hingga tulang terbungkus kulit
13

O Wajah seperti orang tua
O Cengeng, rewel
O Kulit keriput , jaringan lemak subkutan sangat sedikit sampai tidak
ada (pada daerah pantat tampak seperti memakai celana
longgar/baggy pants)
O Perut cekung
O Iga ngambang
O Sering disertai penyakit inIeksi (umumnya kronis berulang), diare

O Kwashiorkor
O Edema, umumnya seluruh tubuh, terutama pada punggung kaki
(dorsum pedis)
O Wajah membulat dan sembab
O Pandangan mata sayu
O Rambut tipis, kemerahan seperti rambut jagung, mudah dicabut
tanpa rasa sakit,rontok
O Perubahan status mental, apatis, dan rewel
O Pembesaran hati
O Otot mengecil (hipotroIi), lebih nyata bila diperiksa pada posisi
berdiri atau duduk
O Kelainan kulit berupabercak merah muda yang meluas dan berubah
warna menjadei cokelat kehitaman dan terkelups (crazy pavement
dermatosis)
O Sering disertai : penyakit inIeksi, umumnya akut, anemia, diare

O Marasmik-Kwashiorkor
Gambaran klinik merupakan campuran dari beberapa gejala klinik
Kwashiorkor dan Marasmus, dengan BB/U 60 baku median WHO-
NCHS disertai edema yang tidak mencolok.
Pada setiap penderita KEP berat/Gizi buruk, selalu periksa adanya gejala
deIisiensi nutrien mikro yang sering menyertai seperti:
O Xerophthalmia (deIisiensi vitamin A)
O Anemia (deIisiensi Fe, Cu, vitamin B12, asam Iolat)
16

O Stomatitis (Vitamin B, C)

PENATALAKSANAAN
O Pelayanan Gizi
Pelayanan gizi pada anak dengan KEP Berat/Gizi buruk di rumah sakit
meliputi pelayanan rawat jalan, rawat inap, dan pelayanan rujukan. Pada dasarnya
setiap anak yang berobat atau dirujuk ke rumah sakit dilakukan pengukuran berat
badan (BB) dan tinggi badan (TB) untuk menentukan status gizinya, selain
melihat tanda-tanda klinis dan bila perlu pemeriksaan laboratorium. Penentuan
status gizi ini diperkuat dengan menanyakan riwayat makan.
Dari hasil penentuan status gizi maka direncanakan tindakan sebagai berikut:
1. KEP Ringan
Diberikan gizi dan nasehat pemberian makanan di rumah dan pemberian
vitamin. Dianjurkan untuk memberikan ASI eksklusiI (bayi6 bulan) dan
terus memberikan ASI sampai 2 tahun. Pada pasien KEP ringan yang
dirawat inap untuk penyakit lain, diberikan makanan sesuai dengan
penyakitnya dengan tambahan energi sebanyak 20 agar tidak jatuh pada
KEP sedang atau berat, serta untuk meningkatkan status gizinya. Selain
itu, obati penyakit penyerta.
2. KEP Sedang
a. Penderita rawat jalan (di RS/Puskesmas): diberikan nasehat pemberian
makanan dengan tambahan energi 20-50 dan vitamin serta teruskan
ASI bila anak 2 tahun. Pantau kenaikan berat badannya setiap 2
minggu dan obati penyakit penyerta.
b. Penderita rawat inap: diberikan makanan tinggi energi dan protein,
secara bertahap sampai dengan energi 20-50 di atas kebutuhan yang
dianjurkan (Angka Kecukupan Gizi/AKG) dan diet sesuai dengan
penyakitnya, berat badan dipantau setiap hari, selain itu diberikan
vitamin dan penyuluhan gizi. Setelah penderita sembuh dri
penyakitnya, tapi masihmenderita KEP ringan atau sedang, rujuk ke
puskesmas untuk menangani masalah gizinya.
3. KEP Berat/Gizi Buruk
Bilamana ditemukan anak dengan KEP berat/Gizi buruk harus dirawat
inap.
17


NO KEGIATAN MEKANISME UNSUR YANG
TERKAIT
PENANGGUNG
JAWAB
1. Penentuan Status Gizi
a. Klinis



Deteksi:
O Hipotermia
O Hipoglikemia
O Dehidrasi
O InIeksi
b. Antropometri
Diukur BB dan TB

c. Laboratorium
Glukosa darah, Hb,
urin, Ieses
d. Anamesis riwayat
gizi

Dilakukan pada setiap
pasien baru dan
dimonitor setiap hari.

Dilakukan pada saat
pasien baru masuk.



Penimbangan
dilakukan setiap hari


Prosedur laboratorium.

Wawancara

Dokter



Dokter




Perawat/dietisien
/ tenaga gizi


Dokter/analis

Dietisien/tenaga
gizi

Dokter



Dokter/ Kepala
ruangan



Kepala ruangan


Dokter yang
merawat/ analis

Dietisien/ tenaga
gizi
2. Intervensi
a. Klinis





b. Diet

Mengatasi:
O Hipoglikemia
O Hipotermia
O Dehidrasi
O InIeksi

O Menentukan
preskripsi diet
O Menerjemahkan
preskripsi diet
ke dalam jenis
dan jumlah
bahan makanan

Dokter
perawat




Dokter
dietisien/
perawat

Dokter





Dokter
Dietisien/ perawat
18

O Pemantauan
konsumsi
makanan
O Pemantauan
status gizi
O Penyuluhan gizi
O Pemberian diet
O Persiapan
pulang
O Penyuluhan gizi
di rumah
O Memberikan
rujukan ke
puskesmas
3. Pelaporan Perkembangan :
Pemeriksaan Iisik,
laboratorium,
antropometri dan
asupan makanan
Dokter/Dietisien/
Perawat
Dokter/ Dietisien/
Kepala ruangan

Pada tata laksana rawat inap penderita KEP Berat terdapat 5 aspek penting
yang perlu diperhatikan:
A. Prinsip dasar pengobatan rutin KEP Berat/Gizi Buruk (10 langkah
utama)
B. Pengobatan penyakit penyerta
C. Pemantauan dan evaluasi perawatan
D. Pemulangan dan tindak lanjut
E. Tindakan pada kegawatan


0 LANGKAH UTAMA PENATALAKSANAAN KEP
1. Atasi/cegah hipoglikemia
2. Atasi/cegah hipotermia
3. Atasi/cegah dehidrasi
4. Koreksi gangguan keseimbangan elektrolit
19

5. Obati/cegah inIeksi
6. Koreksi deIisiensi nutrient mikro
7. Mulai pemberian makananawal (nitial Refeeding)
8. Fasilitasi tumbuh kejar ('atch-up Growth)
9. Lakukan stimulasi sensorik dan emosional
10.Persiapan pulang
Bagan dan jadwal pengobatan sebagai berikut:
No. FASE STABILISASI TRANSISI REHABILITASI
Hari
ke 1-3
Hari
Ke 4-7
Minggu ke-2 Minggu ke 3-7
1. Hipoglikemia -------~
2. Hipotermia -------~
3. Dehidrasi -------~
4. Elektrolit -------------------~
5. InIeksi -------------------~
6. Mikronutrien Tanpa Fe dengan Fe
7. Makanan awal
8. Tumbuh kejar
9. Stimulasi sensoris -------------------~
10. Persiapan pulang

Langkah ke- Pengobatan/Pencegahan Hipoglikemia
Semua anak dengan gizi buruk berisiko hipoglikemia (kadar gula darah
3 mmol/L atau 54 mg/dL) sehingga setiap anak dengan gizi buruk harus diberi
makan atau larutan glukosa/gula pasir 0 segera setelah masuk rumah sakit.
Hipoglikemia dan hipotermia biasanya terjadi bersama-sama, seringkali sebagai
tanda adanya inIeksi. Periksa kadar gula darah bila ada hipotermia (suhu aksiler
35,5
0
C). Jika terdapat hipoglikemia maka ditangani. Jika Iasilitas tidak ada untuk
memeriksa kadar gula darah maka semua anak gizi buruk harus dianggap
menderita hipoglikemia dan ditangani sesuai panduan.
Tatalaksana
1. Segera beri F-75 pertama atau modiIikasinya bila penyediaannya
memungkinkan. Jika F-75 pertama tidak dapat disediakan dengan cepat,
20

berikan 50 ml (pemberian sekaligus) larutan glukosa atau gula 10 (1
sendok teh gula dalam 5 sendok makan air) secara oral atau pipa naso-
gastrik.
2. Lanjutkan pemberian F-75 setiap 2-3 jam selama minimal 2 hari
3. Bila masih mendapatkan ASI teruskan pemberian ASI di luar jadwal
pemberian F-75.
4. Jika anak tidak sadar (letargis), berikan larutan glukosa 10 secara
intravena (bolus) sebanyak 5 ml/kgBB atau larutan glukosa/gula pasir 50 ml
dengan NGT.
5. Berikan antibiotik (lihat langkah 5)
Pemantauan
Bila kadar glukosa darah rendah, ulangi pemeriksaan gula darah dengan darah
dari ujung jari atau tumit setelah 30 menit. Sekali diobati, kebanyakan anak akan
stabil dalam 30 menit.
O Bila hasilnya hipoglikemia, ulangi pemberian 50 ml (bolus) larutan
glukosa 10, dan teruskan pemberian setiap 30 menit sampai stabil
O Ulangi pemeriksaan gula darah bila suhu rectal 35,5
0
C dan/atau
kesadaran menurun, mungkin terjadi hipoglikemia disebabkan oleh
hipotermia, sehingga ditangani keadaan hipoglikemia dan hipotermia
tersebut.
Pencegahan Mulai segera pemberian makanan awal (F-75) setiap 2 jam (langkah
6), atau jika perlu, lakukan rehidrasi terlebih dahulu jika ada dehidrasi. Pemberian
makan harus teratur sesuai jadwal.



Langkah ke-2 Pengobatan/Pencegahan Hipotermia
Diagnosis Suhu aksilar 35,5
o
C
1. Hangatkan anak dengan pakaian atau selimut sampai menutup kepala,
letakkan dekat lampu (tidak mengarah langsung kepada anak) atau
21

pemanas (jangan gunakan botol air panas) atau peluk anak langsung pada
dada atau perut ibu, selimuti (metoda kanguru). Bila menggunakan lampu
listrik, letakkan lampu pijar 40 W dengan jarak 50 cm dari tubuh anak.
2. Berikan antibiotika (lihat langkah 5)
3. Segera beri makan F-75 (jika perlu, lakukan rehidrasi lebih dahulu)
Pemantauan
O Periksa suhu aksilar tiap 2 jam sampai suhu mencapai ~36,5
0
C, bila
memakai pemanas ukur setiap 30 menit, hentikan bila suhu telah mencapai
36,5
0
C.
O Pastikan anak selalu terbungkus selimut sepanjang waktu, terutama malam
hari.
O Bila ada hipotermia, periksa kemungkinan hipoglikemia (periksa kadar
gula darah)
Pencegahan
O Letakkan tempat tidur di area yang hangat, di bagian ruangan yang bebas
angin dan pastikan anak selalu tertutup pakaian/selimut. Ganti pakaian dan
seprai yang basah, jaga agar anak dan tempat tidur tetap kering. Hindarkan
anak dari suasana dingin. Biarkan anak dipeluk orang tuanya selama tidur
terutama di malam hari.
O Beri makan F-75 atau modiIikasinya setiap 2 jam, mulai sesegera
mungkin, sepanjang hari (lihat langkah 6, pemberian makan awal)
O Hindari paparan langsung dengan udara (mandi atau pemeriksaan medis
terlalu lama)




Langkah ke-3 Pengobatan/Pencegahan Dehidrasi
Diagnosis Cenderung terjadi diagnosis berlebihan mengenai dehidrasi dan
derajat keparahannya pada anak gizi buruk karena sulit jika hanya menggunakan
gejala klinis saja. Anak dengan diare cair bila gejala dehidrasinya tidak jelas,
anggap sebagai dehidrasi ringan. Hipovolemia dapat terjadi bersamaan dengan
22

terjadinya edema. Karena tidaklah mudah untuk memperkirakan status dehidrasi
pada KEP Berat/gizi buruk dengan menggunakan tanda-tanda klinis saja, maka
anggap semua anak KEP Berat/gizi buruk dengan diare encer mengalami
dehidrasi sehingga harus ditatalaksana rehidrasi.
Tatalaksana
1. Jangan menggunakan 'jalur intravena/iv untuk rehidrasi kecuali pada
keadaan syok/renjatan. Lakukan pemberian cairan inIus dengan hati-hati,
teesan perlahan-lahan untuk menghindari beban sirkulasi dan jantung.
(Lihat penanganan kegawatan).
2. Berikan larutan garam/elektrolit khusus yaitu Resomal (Rehydration
Solution Ior Malnutrition atau penggantinya. Cairan rehidrasi oral standar
WHO mengandung terlalu banyak natrium dan kurang kalium untuk
digunakan pada penderita KEP Berat/gizi buruk. Cairan resomal diberikan
sebanyak 5 ml/kgBB setiap 30 menit untuk 2 jam pertama secara oral atau
lewat pipa NGT. Setelah 2 jam, berikan Resomal 5-10 ml/kgBB/jam
selang seling dengan F-75 dengan jumlah yang sama setiap jam selama 10
jam. Selanjutnya berikan F-75 secara teratur setiap 2 jam.
3. Jika masih diare, beri Resomal setiap kali diare. Untuk usia 1 th: 50-100
ml tiap BAB, usia ~ 1 th: 100-200 ml setiap BAB.
Resomal
Resomal mengandung 37,5 mmol Na, 40 mmol K, dan 3 mmol Mg per liter.
BAHAN 1UMLAH
Oralit WHO* 1 sachet (200 ml)
Gula pasir 10 g
Larutan mineral-mix** 8 ml
Ditambah air sampai menjadi 400
*2,5 g NaCl, 2,9 g trisodium citrate dihydrate, 1,5 g KCl, 13,5 g glukosa dalam 1L
`` Lihat resep larutan mineral mix
Jika larutan Resomal tidak tersedia, sebagai pengganti dapat digunakan larutan
sebagai berikut:
BAHAN 1UMLAH
23

Oralit 1 sachet (200 ml)
Gula pasir 10g
Bubuk KCl 0,8 g
Ditambah air sampai menjadi 400 ml

Karena larutan pengganti tidak mengandung Mg, Zn, dan Cu maka dapat
diberikan MgSO4 40 IM 1x/hari dengan dosis 0,3 ml/kgBB, maksimum 2
ml/hari.
Larutan Mineral Mix digunakan pada pembuatan F-75, F-100 dan Resomal
Jika tidak ada larutan mineral-mix siap pakai, buat larutan dengan bahn berikut:
BAHAN 1UMLAH (g)
KCl 89,5
Tripotassium citrate 32,4
Magnesium klorida (MgCl2.6H2O) 30,5
Seng asetat (Zn asetat. 2H2O) 3,3
Tembaga sulIat (CuSO4. 5H2O) 0,56
Air: tambahkan menjadi 1000
Jika ada tambahkan juga selenium (0,01 g natrium selenat, NaSeO4.10H20) dan
iodium (0,005 g kalium iodida) per 1000 ml. Larutkan bahan ini dalam air matang
yang sudah didinginkan. Simpan dalam botol steril dan masukkan dalam lemari
es, buang jika sudah berkabut. Buatlah larutan baru setiap bulan.Tambahkan 20
ml larutan mineral-mix pada setiap pembuatan 1000 ml F-75 atau F-100, 8 ml
untuk cairan Resomal.
Jika tidak mungkin untuk menyiapkan larutan mineral-mix dan juga tidak tersedia
larutan siap pakai, beri K, Mg dan Zn secara terpisah:
1. Untuk pembuatan Resomal, gunakan 45 ml larutan KCl 10 sebagai
pengganti 40 ml larutan mineral mix, sedangkan untuk pembuatan F-75
dan F-100 gunakan 22,5 ml larutan KCl 10 sebagai pengganti 20 ml
larutan mineral mix.
2. Berikan larutan Zn-asetat 1,5 secara oral dengan dosis 1 ml/kgBB/hari.
3. Beri MgSO4 40 IM 1x/hari dengan dosis 0,3 ml/kgBB/hari, maksimum 2
ml.
24

Pemantauan
O Lakukan penilaian atas kemajuan proses rehidrasi setiap jam selama 2
jam pertama, kemudian setiap jam untuk 10 jam selanjutnya dengan
memantau: denyut nadi, pernaIasan, Irekuensi kencing dan jumlah
produksi urin, Irekuensi BAB/diare/muntah
O Adanya Irekuensi napas dan nadi yang berkurang, diuresis, kembalinya air
mata, mulut basah, kecekungan mata dan ubun-ubun besar yang
berkurang, dan perbaikan turgor kulit, merupakan tanda bahwa rehidrasi
telah berlangsung. Tetapi, pada KEP berat perubahan ini seringkali tak
terlihat walaupun rehidrasi telah tercapai, sehingga sangat penting untuk
memantau berat badan.
O PernaIasan dan denyut nadi cepat dan menetap selama rehidrasi
menunjukkan adanya inIeksi atau kelebihan cairan. Jika ditemukan tanda
kelebihan cairan: Irekuensi pernaIasan meningkat 5X/menit dan nadi
meningkat 15X/menit, edema dan pembengkakan kelopak mata
bertambah, hentikan segera pemberian cairan/Resomal dan nilai kembali
setelah 1 jam.
Pencegahan
Cara mencegah dehidrasi akibat diare berkelanjutan sama dengan pada
anak dengan gizi baik (Rencana Terapi A) kecuali penggunaan Resomal sebagai
pengganti larutan oralit standar.
O Teruskan pemberian Iormula khusus (F-75) (langkah 6)
O Ganti cairan yang hilang dengan Resomal/pengganti (jumlah sama).
Sebagai pedoman, berikan resomal/pengganti sebanyak 50-100 ml setiap
kali BAB cair
O Bila masih mendapat ASI teruskan

Langkah ke-4 Koreksi Gangguan Keseimbangan Elektrolit
Pada semua KEP berat terjadi deIisiensi kalium (K) dan magnesium (Mg)
yang paling sedikit perlu 2 minggu atau lebih untuk pemulihan. Terdapat
kelebihan natrium (Na) total tubuh walaupun kadar Na serum rendah. Edema
23

dapat diakibatkan oleh keadaan ini. Jangan obat edema dengan diuretikum.
Berikan:
O Gangguan elektrolit diberikan Kalium dan Magnesium yang sudah
terkandung di dalam larutan mineral mix yang ditambahkan ke dalam F-
75, F-100, atau Resomal. Atau:
4 Tambahkan Kalium 2-4 mEq/kgBB/hari (150-300 mg
KCl/kgBB/hari)
4 Tambahkan Mg 0,3-0,6 mEq/kgBB/hari (7,5-15 mg
MgCl2/kgBB/hari)
O Untuk rehidrasi, berikan cairan rendah natrium (Resomal/pengganti)
O Siapkan makanan tanpa diberi garam/rendah garam.

Langkah ke-5 Pengobatan dan Pencegahan Infeksi
Pada KEP Berat/gizi buruk, tanda yang biasanya menunjukkan adanya
inIeksi seperti demam seringkali tidak tampak. Karenanya pada setiap KEP berat
beri secara rutin antibiotik. Hipoglikemia dan hipotermia merupakan tanda inIeksi
berat.
Berikan:
O Antibiotik spektrum luas
O Vaksinasi campak bila umur anak ~6 bulan dan belum pernah
mendapatkannya. Atau jika anak berumur ~ 9 bulan dan sudah pernah
diberi vaksin sebelum berumur 9 bulan. Tunda pemberian bila ada syok.
Catatan: Beberapa ahli memberikan metronidazol (7,5 mg/kgBB) setiap 8 jam
selama 7 hari sebagai tambahan pada antibiotik spektrum luas guna mempercepat
perbaikan mukosa usus dan mengurangi kerusakan oksidatiI dan inIeksi sistemik
akibat pertumbuhan bakteri anaerobik dalam usus halus.
Pilihan antibiotik spektrum luas:
Bila tanpa komplikasi atau tidak ada infeksi nyata
Kotrimoksasol 25 mg SMZ 5 mg TMP/kgBB setiap 12 jam suspensi pediatri
secara oral, selama 5 hari
Bila anak sakit berat (apatis, letargi) atau ada komplikasi (hipoglikemia
hipotermia, infeksi kulit, saluran nafas atau saluran kencing)
Ampisilin 50 mg/kgBB/im/iv setiap 6 jam selama 2 hari, dilanjutkan dengan
amoxicillin oral 15 mg/kgBB setiap 8 jam selama 5 hari. Bila amoksisilin tidak
26

ada, teruskan ampicillin 50 mg/kgBB setiap 6 jam secara oral pada hari ke3-7.
Dan Gentamycin 7,5 mg/kgBB/im/iv sekali sehari selama 7 hari. Bila dalam 48
jam tidak trdapat kemajuan klinis, tambahkan KloramIenikol 25 mg/kgBB/im/iv
setiap 6 jam selama 5 hari. Jika anak anuria/oliguria, tunda pemberian gentamycin
dosis ke-2 sampai ada diuresis untuk mencegah eIek samping toksis gentamycin.
Jika diduga meningitis, lakukan pungsi lumbal untuk memastikan dan
obati dengan KloramIenikol 25 mg.kgBB/6 jam selama 10 hari. Jika ditemukan
inIeksi spesiIik lainnya (seperti pneumonia, tuberkulosis, malaria, disentri, inIeksi
kulit, atau jaringan lunak), beri antibiotik yang sesuai. Obat antituberkulosis hanya
diberikan bila anak terbukti atau sangat diduga menderita tuberkulosis. Jika
terbukti adanya inIestasi cacing, beri mebendazol (100 mg.kgBB) selama 3 hari
atau albendazol (20 mg/kgBB dosis tunggal). Beri mebendazol setelah 7 hari
perawatan, meski belum terbukti adanya inIestasi cacing.
Pemantauan
Bila anoreksia menetap setelah 5 hari pengobatan antibiotik, lengkapi
pemberian hingga 10 hari. Bila masih tetap ada, nilai kembali anak secara
lengkap, termasuk lokasi inIeksi, kemungkinan adanya organisme yang resisten,
serta apakah vitamin dan mineral telah diberikan dengan benar.

Langkah ke-6 Mulai Pemberian Makanan


Pada Iase stabilisasi, pemberian makanan (Iormula) harus secara hati-hati
karena keadaan Iaali anak masih lemah (kerusakan mukosa usus dan enzim).
Pemberian makanan harus dimulai segera setelah anak dirawat dan dirancang
sedemikian rupa sehingga energi dan protein cukup untuk memenuhi metabolisme
basal.
Prinsip pemberian makanan awal adalah:
O Porsi kecil tapi sering dengan Iormula rendah laktosa dan hipoosmolar
O Berikan secara oral/nasogastrik
O Energi: 80-100 kal/kgBB/hari
O Protein: 1-1,5 g/kgBB/hari
O Cairan 130 ml/kgBB/hari (100ml/kgBB/hari bila terdapat edema)
O Bila masih mendapat ASI, tetap diberikan tetapi pastikan bahwa jumlah F-
75 yang ditentukan harus dipenuhi. Berikan Iormula dengan cangkir/gelas.
Bila anak terlalu lemah berikan dengan sendok/pipet.
27

Jadwal pemberian F-75:
Hari Ke- Frekuensi Volume/kgBB/Pemberian Volume/kgBB/hari
1-2 Setiap 2 jam 11 ml 130 ml
3-5 Setiap 3 jam 16 ml 130 ml
6 dst Setiap 4 jam 22 ml 130 ml
Pada anak dengan selera makan baik dan tanpa edema, jadwal pemberian
makanan pada Iase stabilisasi ini dapat diselesaikan dalam 2-3 hari saja (1 hari
untuk setiap tahap). Bila asupan makanan tidak mencapai dari 80
kkal/kgBB/hari berikan sisa Iormula melalui pipa nasogastrik. Jangan beri
makanan lebih 100 kkal/kgBB/hari pada Iase stabilisasi ini.
Pantau dan catat (setiap hari):
O Jumlah yang diberikan dan sisanya
O Muntah
O Frekuensi buang air besar dan konsistensi tinja
O Berat badan
Resep Formula WHO F-75 dan F-00
Bahan makanan Per 1000 ml F-75 F-75(sereal) F-100
Susu skim bubuk gram 25 25 85
Gula pasir gram 100 70 50
Tepung beras/maizena gram - 35 -
Minyak sayur gram 27 27 60
Larutan elektrolit ml 20 20 20
Tambahan air s/d ml 1000 1000 1000
Nilai Gizi/1000 ml
Energi Kkal 750 750 1000
Protein gram 9 11 29
Laktosa gram 13 13 42
Kalium mMol 40 42 63
Natrium mMol 6 6 19
Magnesium mMol 4,3 4,6 7,3
28

Zn mg 20 20 23
Tembaga mg 2,5 2,5 2,5
energi protein - 5 6 12
energi lemak - 32 32 53
Osmolaritas mOsm/l 413 334 419
Cara Membuat Formula WHO (F-75, F-00)
Campurkan gula dan minyak sayur, aduk sampai rata dan masukkan susu bubuk
sedikit demi sedikit, aduk sampai berbentu gel. Tambahkan air hangat dan larutan
mineral mix sedikit demi sedikit sambil diaduk sampai homogen dan volumenya
menjadi 1000 ml. Larutan ini bisa langsung diminum atau dimasak selama 4
menit. Untuk F-75 yang menggunakan campuran tepung beras atau maizena
larutan harus dididihkan (5-7 menit) dan mineral mix ditambahkan setelah larutan
mendingin. Bila tersedia blender, semua bahan dicampurkan sekaligus dengan air
hangat secukupnya. Setelah tercampur homogen baru ditambahkan air hingga
volume menjadi 100 ml.
RESEP FORMULA MODIFIKASI
FASE STABILISASI REHABILITASI
Bahan Makanan
F-75
I
F-75
II
F-75
II
M-/2` F-00 M-I` M-II` M-III`
Susu skim bubuk (g) 25 - - 100 - 100 100 -
Susu Iull cream (g) - 35 - - 110 - - 120
Susu sapi segar (ml) - - 300 - - - - -
Gula pasir (g) 70 70 70 50 50 50 50 75
Tepung beras (g) 35 35 35 - - - - -
Minyak sayur (g) 27 17 17 35 30 50 - -
Margarin (g) - - - - - - 50 50
Larutan elektrolit (ml) 20 20 20 - 20 - - -
Tambahan air s/d (ml) 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000
Catatan: *M Modisco ( ModiIied Dried Skimmed Milk Coconut Oil)
Selama Iase stabilisasi, diare secara perlahan berkurang dan BB mulai
naik, tetapi pada penderita dengan edema BB-nya akan turun dulu bersamaan
dengan menghilangnya edema, baru kemudian BB mulai naik. Jika diare berlanjut
29

atau memburuk walaupun pemberian nutrisi sudah berhati-hati, lihat bab diare
persisten.

Langkah ke-7 Fasilitasi Tumbuh Kejar
Pada masa rehabilitasi, dibutuhkan berbagai pendekatan secara gencar agar
tercapai masukan makanan yang tinggi dan pertambahan berat badan ~ 50 gram
/minggu. Awal Iase rehabilitasi ditandai dengan munculnya nafsu makan,
biasanya 1-2 minggu setelah dirawat dan edema minimal atau hilang. Transisi
secara perlahan dianjurkan untuk menghindari resiko gagal jantung dan intoleransi
saluran saluran cerna yang dapat terjadi bila anak mengkonsumsi makanan dalam
jumlah banyak secara mendadak.
Pada periode transisi, dianjurkan untuk merubah secara perlahan-lahan
dari Iormula khusus awal ke Iormula khusus lanjutan: Ganti Iormula khusus awal
(F-75: energi 75 kkal dan protein 0,9-1,0 g per 100 ml) dengan Iormula khusus
lanjutan (F-100: energi 100 kkal dan protein 2,9 gram per 100 ml). Beri F-100
dengan sejumlah yang sama dengan F-75 dalam jangka waktu 48 jam. Kemudian
naikkan 10 ml setiap kalipemberian, sampai hanya sedikit Iormula tersisa atau
anak tidak mampu menghabiskan. Biasanya hal ini terjadi pada saat tercapai
jumlah 30 ml/kgBB/kali (200 ml/kgBB/hari). ModiIikasi bubur/makanan
keluarga dapat digunakan asalkan dengan kandungan energi dan protein yang
sama.
Kebutuhan Gizi Menurut Fase Pemberian Makan
Zat Gizi Fase Stabilisasi Fase Transisi Fase Rehabilitasi
Energi 100 kkal/kgBB/hr 150 kkal/kgBB/hr 150-200
kkal/kgBB/hr
Protein 1-1,5 g/kgBB/hr 2-3 g/kgBB/hr 4-6 g/kgBB/hr
Cairan 130 ml/kgBB/hr
Atau
100 ml/kgBB/hr
Bila ada edema
150 ml/kgBB/hr 150-200 ml/kgBB/hr

Pemantauan selama masa transisi: Irekuensi naIas dan Irekuensi denyut
nadi. Gejala dini gagal jantung: Bila terjadi peningkatan detak naIas ~5x/menit
dan denyut nadi ~25x/menit dalam pemantauan 2 kali dengan jarak 4 jam
30

berturutan. Maka kurangi volume pemberian Iormula. Setelah normal, ulangi
menaikkan volume seperti di atas. Caranya: kurangi volume makanan menjadi
100 ml/kgBB/hari selama 24 jam, kemudian tingkatkan perlahan-lahan menjadi
115 ml/kgBB/hari selama 24 jam berikutnya, 130 ml/kgBB/hari selama 48 jam
berikutnya. Selanjutnya tingkatkan 10 ml tiap kali makan sebagaimana dijelaskan
sebelumnya.
Setelah periode transisi dilampaui, anak diberi:
O Makanan/Iormula dengan jumlah tidak terbatas dan sering
O Energi: 150-220 kkal/kgBB/hari
O Protein 4-6 gram/kgBB/hari
O Bila anak masih mendapat ASI, teruskan, tetapi juga beri Iormula,
karena energi dan protein ASI tidak akan mencukupi untuk tumbuh
kejar.
Pemantauan setelah periode transisi: Kemajuan dinilai berdasarkan
kecepatan pertambahan berat badan, timbang anak setiap pagi sebelum diberi
makan, kemudian dievaluasi. Dapat digunakan pilihan cara sebagai berikut:
a. Kenaikan berat badan setiap minggu
9
. Bila kenaikan BB:
O Kurang (50 g/minggu), perlu reevaluasi menyeluruh. Cek apakah
asupan makanan telah mencapai target atau apakan inIeksi telah dapat
diatasi
O Baik (~ 50 g/minggu), lanjutkan pemberian makanan
b. Kenaikan berat badan setiap 3 hari dalam gram/kgBB/hari
10
. Bila kenaikan
O Kurang ( 5 g/kgBB/hari), anak membutuhkan reevaluasi
menyeluruh.
O Sedang (5-10 g/kgBB/hari), periksa apakah target asupan
terpenuhi, atau mungkin ada inIeksi yang tidak terdeteksi.
O Baik (~10 g/kgBB/hari), lanjutkan pemberian makanan.

Langkah-8 Koreksi Defisiensi Mikro Nutrien
Semua KEP berat menderita kekurangan vitamin dan mineral. Walaupun
anemia biasa dijumpai, jangan terburu-buru memberikan preparat Fe, tetapi
tunggu sampai anak mau makan dan berat badannya mulai naik (biasanya setelah
31

minggu ke-2). Pemberian besi pada masa awal dapat memperburuk keadaan
inIeksinya.
Berikan setiap hari
O Suplementasi multivitamin
O Asam Iolat 1 mg/hari (5 mg pada hari pertama, selanjutnya 1 mg/hari)
O Seng (Zn) 2 mg/kgBB/hari
O Tembaga (Cu) 0,3 mg/kgBB/hari
O Bila BB mulai naik (mulai Iase rehabilitasi): Fe 3 mg/kgBB/hari atau
sulIas Ierrosus 10 mg/kgBB/hari
O Vitamin A oral pada hari I : umur 6 tahun: 50.000 IU, 6-12 bulan:
100.000 IU, 1-5 tahun: 200.000 IU, kecuali bila dapat dipastikan anak
sudah mendapat suplementasi vit.A pada 1 bulan terakhir. Bila ada
tanda/gejala deIisiensi vitamin A, berikan vitamin dosis terapi pada
hari ke 1,2 dan 14.


Langkah ke-9 Berikan Stimulasi Sensorik dan Dukungan Emosional
Pada KEP berat terjadi keterlambatan perkembangan mental dan perilaku,
karenanya berikan:
O Kasih sayang
O Lingkungan yang ceria
O Terapi bermain terstruktur selama 15-30 menit/hari
O Aktivitas Iisik segera setelah anak cukup sehat
O Keterlibatan ibu (menghibur, memberi makan, memandikan, bermain)

Langkah-0 Tindak Lanjut di Rumah
Bila gejala klinis sudah tidak ada dan telah tercapai BB/TB -2 SD (setara
dengan ~80) atau BB anak sudah mencapai 80 BB/U (tetapi anak mungkin
masih mempunyai BB/U rendah karena beperawakan pendek), dapat dikatakan
anak sembuh. Pola pemberian makan yang baik dan stimulasi harus tetap
dilanjutkan di rumah setelah penderita dipulangkan.
Peragakan kepada orang tua:
O Pemberian makan yang sering dengan kandungan energi dan nutrien
yang padat
O Terapi bermain terstruktur
32

Sarankan:
1. Membawa anaknya kembali untuk kontrol secara teratur:
O Bulan I: 1x/minggu
O Bulan II: 1x/2 minggu
O Bulan III: 1x/bulan
2. Pemberian suntikan/imunisasi dasar dan ulangan (booster)
3. Pemberian Vit A setiap 6 bulan
Beberapa pertimbangan agar perawatan di rumah berhasil:
Anak seharusnya telah menyelesaikan pengobatan antibiotik, mempunyai
naIsu makan yang baik, menunjukkan kenaikan berat bdan yang baik, edema
sudah hilang atau setidaknya sudah berkurang. Ibu dan pengasuh sebaiknya
mempunyai waktu untuk mengasuh anak, memperoleh pelatihan mengenai
pemberian makan yang tepat (jenis, jumlah dan Irekuensi), mempunyai sumber
daya untuk member makan anak, jika tidak mungkin nasihati tentang dukungan
yang tersedia. Penting untuk mempersiapkan orang tua dalam hal perawatan di
rumah.

PENGOBATAN PENYAKIT PENYERTA
. Defisiensi vit A
Penyakit mata yang diakibatkan kekurangan vitamin A disebut
xerophtalmia. Penyakit ini merupakan penyebab kebutaan yang paling sering
terjadi pada anak-anak di Indonesia yang umumnya terjadi pada usia 2-3
tahun. Hal ini karena setelah disapih anak tidak diberi makanan yang
memenuhi syarat gizi, sementara anak belm bisa mengambil makanan sendiri.
KlasiIikasi Xerophtalmia, yaitu:
O XN: Buta senja (night blindness only)
O X1A:Konjungtiva mengering (confunctiva xerosis)
O X1B: Bercak Bitot dan konjungtiva mengering (itot spot
confunctiva xerosis)
O X2: Kornea mengering (cornea xerosis)
O X3A: Ulserasi kornea kornea mengering
O X3B: Keratomalasia
O XS: Parut kornea (cornea scars) akibat sembuh dari luka
O XF: Xerophtalmia Iundus
33

Tingkatan X1A sampai X2 siIatny reversibel, sedangkan X3A sampai
dengan tahap selanjutnya bersiIat irreversibel.
Jika anak mempunyai gejala deIisiensi vitamin A, lakukan hal seperti
di bawah ini:
Gejala Tindakan

Hanya bercak Bitot saja Tidak memerlukan obat tetes
mata
Nanah atau peradangan Beri tetes mata kloramIenikol
atau tetrasiklin
Kekeruhan pada kornea Tetes mata kloramIenikol
0,25-1 atau tetrasiklin 1
4x sehari, selama 7-10 hari
Ulkus pada kornea Tetes mata atropine 1 1
tetes 3 x sehari selama 3-5
hari. Jika perlu kedua jenis
obat tetes mata tersebut dapat
diberikan secara bersamaan
Jangan menggunakan sediaan yang berbentuk salep
Gunakan kassa penutup mata yang dibasahi larutan garam normal,
gantilah kassa setiap hari
Beri anak vitamin A secara oral pada hari ke-1, 2 dan 14 atau sebelum
pulang dan bila terjadi perburukan keadaan klinis dengan dosis:
Umur~ 1 tahun : 200.000 SI/kali
Umur 6-12 bulan : 100.000 SI/kali
Umur 6 bulan : 50.000 SI/kali


2. Dermatosis
O Kompres dengan larutan KMnO4 0,01 selama 10 menit/hari
O Beri salep/krim (Zn dengan minyak kastor) pada daerah yang
kasar, dan bubuhi gentian violet (atau jika tersedia salep
nistatin) pada lesi kulit yang pecah-pecah
O Usahakan daerah perineum tetap kering.
34

O Umumnya terdapat deIisiensi seng: beri preparat Zn per oral
3. Parasit/cacing Jika terbukti adanya inIestasi cacing, beri
Mebendazole 100 mg/kgBB selama 3 hr atau albendazol (20 mg/kgBB
dosis tunggal). Beri mebendazol setelah 7 hari perawatan, walau belum
terbukti adanya inIestasi cacing.
4. Diare persisten
a. Giardiasis dan kerusakan mukosa usus: Sering kerusakan mukosa
usus dan Giardiasis merupakan penyebab melanjutnya diare. Jika
mungkin lakukan pemeriksaan mikroskopis atas specimen Ieses.
Jika ditemukan kista atau troIozoit Giardia lamblia beri
Metronidazol 7,5 mg/kgBB setiap 8 jam selama 7 hari.
b. Intoleransi laktosa: Diare jarang disebabkan oleh intoleransi
laktosa saja. Tatalaksana ini hanya diberikan jika diare terus-
menerus ini mnghambat perbaikan secara umum. Formula F-75
sudah merupakan Iormula rendah laktosa. Pada kasus tertentu ganti
Iormula dengan yoghurt atau susu Iormula bebas laktosa, dan pada
Iase rehabilitasi Iormula yang mengandung susu diberikan kembali
secara bertahap.
c. Diare osmotik: Jika diare makin memburuk pada pemberian F-75
maka gunakan F-75 berbahan dasar serealia yang osmolaritasnya
lebih rendah. Kemudian berikan F-100 untuk tumbuh kejar secara
bertahap.
5. TBC Lakukan tes Tuberkulin dan Roentgen Ioto thorax. Bila positiI
atau sangat mungkin TB, obati sesuai pedoman pengobatan TB.


PEMANTAUAN DAN EVALUASI KUALITAS PERAWATAN
. Audit Mortalitas
Jika saat kematian pada:
O 24 jam I : hipoglikemi, hipotermia, sepsis, anemia berat, dehidrasi,
pemberian cairan rehidrasi yang kurang tepat (jumlah kurang atau
kelebihan)
33

O 72 jam: volume Iormula terlalu banyak, pemilihan Iormula kurang
tepat
O Malam hari: hipotermi, hipoglikemia
O Saat mulai pemberian F-100: peralihan terlalu cepat pada Iase
transisi, dari Iormula awal ke Iormula tumbuh kejar.
2. Kenaikan BB pada Fase Rehabilitasi
Jika kenaikan BB tidak adekuat, maka kemungkinan penyebabnya
antara lain:
O Pemberian makanan tidak adekuat
O DeIisiensi nutrien
O InIeksi tidak terdeteksi atau tidak tertangani secara
adekuat
O HIV/AIDS
O Masalah psikologik

PEMULANGAN DAN TINDAK LAN1UT
Rehabilitasi dianggap lengkap bila: gejala klinis menghilang, BB/U
minimal 70 atau BB/TB mencapai ~ -2SD setara ~ 80. Berikan contoh
kepada orang tua menu dan cara membuat makanan kaya energi dan padat gizi
serta Irekuensi pemberian makanan yag sering dan terapi bermain yang
terstruktur. Sarankan melengkapi imunisasi dasar dan atau ulangan dan mengikuti
program pemberian vitamin A.
Anak KEP berat yang pulang sebelum rehabilitasi tuntas: di rumah harus
diberikan makanan tinggi energi (150 kkal/kgBB/hari) dan tinggi protein (4-6
gram/hari), beri makanan minimal 5x/hr, beri makanan selingan tinggi kalori di
antara waktu makan, makanan harus habis, beri suplementasi vitamin/mineral, dan
ASI diteruskan
Tindak lanjut bagi anak yang pulang sebelum sembuh: Jika anak
dipulangkan lebih awal, buat rencana untuk tindak lanjut sampai anak sembuh.
Hubungi unit rawat jalan, pusat rehabilitasi gizi, klinik kesehatan lokal untuk
melakukan supervisis atau pendampingan. Anak harus ditimbang secara teratur
setiap minggu. Jika ada kegagalan kenaikan berat badan dalam waktu 2 minggu
berturut-turut atau terjadi penurunan berat badan, anak harus dirujuk kembali ke
rumah sakit.

TINDAKAN PADA KEGAWATAN
36

. Syok
O bisa karena sepsis atau dehidrasi
O berikan cairan D5 / Nacl 0,9 (1:1) atau larutan Ringer dengan
kadar dextrose 5sebanyak 15ml/kgBB dalam 1 jam I, kemudian
dievaluasi.
O Jika terjadi perbaikan klinis kemungkinan karena dehidrasi. Ulangi
pemberian cairan seperti di atas untuk 1 jam berikutnya, kemudian
lanjutkan dengan pemberian Resomal per oral/nasogastrik, 10
ml/kgBB/jam selama 10 jam, selanjutnya beri Iormula khusus F75
O Jika tidak ada perbaikan klinis kemungkinan karena sepsis. Berikan
cairan rumat ml/kgBB/jam dan berikan transIuse darah 10
ml/kgBB secara perlahan-lahan dalam 3 jam. Kemudian mulailah
pemberian Iormula F75.
2. Anemia berat
O TransIusi diperlukan bila
4 Hb 4 g/dl
4 Hb 4-6 g/dl disertai distress pernaIasan atau tanda gagal
jantung
Pada anak gizi buruk, transIusi harus diberikan secara lebih lambat
dalam volume lebih kecil dibanding anak sehat. Beri: FWB 10
ml/kg BB secara lambat dalam 3 jam atau PRC bila ada tanda
gagal jantung Beri Iurosemid 1 mg/kg BB/IV saat awal transIusi.
Hentikan semua pemberian cairan lewat oral/NGT selama anak
ditransIusi. Monitor Irekuensi nadi dan pernaIasan setiap 15 menit
selama transIusi. Jika terjadi peningkatan (Irekuensi naIas
meningkat 5X/menit atau nadi 25x/menit) maka perlambat
rransIusi. Jika Hb tetap rendah setelah transIusi, jangan ulangi
transIusi dalam 4 hari.

Kriteria sembuh
Setelah keadaan yang mengancam jiwa teratasi, naIsu makan membaik,
edema dan lesi kulit hilang, penderita telah dapat tersenyum dan beriteraksi
dengan lingkungannya dan pertambahan berat badan telah mencapai kecepatan
maksimal. Idealnya mereka boleh dirujuk ke klinik gizi atau pusat rehabilitasi
37

untuk kelanjutan pengobatan. Para ibu atau pengasuh harus mengerti pentingnya
diet tinggi kalori dan protein hingga tercapai penyembuhan sempurna. Jika proses
ini dapat diselenggarakan dirumah, penderita diperbolehkan pulang, sementara
perawatan di klinik gizi atau pusat rehabilitasi gizi dilanjutkan secara teratur, atau
kunjungan petugas gizi dari rumah ke rumah. Kriteria sembuh yang paling praktis
adalah pertambahan berat badan. Hampir semua penderita yang telah sembuh total
memiliki rasio berat terhadap tinggi seperti yang diharapkan (Subekti, dkk, 2008).
























38

LAMPIRAN

Gambar 1. Marasmus


Gambar 2. Kwashiorkor
39


Gambar 3. Dermatosis

Gambar 4. Bercak Bitot

Gambar 5. Corneal xerosis

Gambar 6. Corneal ulceration
40

DAFTAR PUSTAKA


Almatsier, S. 2009. !rinsip Dasar lmu Gi:i. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2006. uku agan Tatalaksana Anak
Gi:i uruk. Jakarta: Direktorat Bina Gizi Masyarakat.

Dinkes. 2009. !edoman Tatalaksana KE! pada Anak di Rumah Sakit
Kabupaten/Kota. http://www.gizi.net/pedoman-gizi/pd-kep-kab-kota.shtml
|1 Mei 2011|.

Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2010. !edoman !elayanan Medis. Jakarta:
Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia.

Mardiah. 2008. Studi !emberian makanan Tambahan !endamping AS
(M!AS)pada Usia awah 2 Tahun (ADUTA). Bogor: Institut Pertanian
Bogor.

Pudjiadi, Solihin. 2008. lmu Gi:i Klinis pada Anak. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.

World Health Organization. 1999. Management of Severe Malnutrition . a manual
for physicians and other senior health worker. Geneva: WHO

World Health Organization. 2003. Guideline fir the inpatient treatment for
severely malnourished children. Geneva: WHO

World Health Organization. 2009. !elayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit.
!edoman bagi Rumah Sakit Rufukan Tingkat !ertama di Kabupaten/Kota.
Jakarta: WHO Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai