Anda di halaman 1dari 8

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Pembangunan nasional pada hakekatnya adalah pembangunan manusia seutuhnya yang harus dimulai sedini dan seawal mungkin, yakni sejak manusia itu berada dalam kandungan dan semasa balita. Pembinaan kesehatan anak usia dini, sejak masa kandungan hingga usia balita untuk melindungi anak dari ancaman kematian dan kesakitan yang dapat membawa cacat serta untuk membina, membekali dan memperbesar potensinya menjadi manusia tangguh. Dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) 1993 telah diamanatkan bahwa pembangunan kesehatan diarahkan untuk

meningkatkan kualitas sumber daya manusia serta kualitas kehidupan dan usia harapan hidup manusia. Peningkatan kualitas sumber daya manusia bermula dari kualitas anak sejak dalam kandungan sampai dengan anak melampaui usia balita dengan selamat (DepKes RI, 2000). Pembangunan kesehatan merupakan bagian integral dari

pembangunan nasional yaitu untuk tercapainya kemampuan hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajad kesehatan yang optimal. Tujuan pembangunan kesehatan telah ditetapkan dalam undang-undang RI No.23 tahun 1992 pasal 3 yaitu pembangunan kesehatan bertujuan untuk

meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap orang agar mewujudkan derajad kesehatan masyarakat yang optimal (DepKes RI, 2003). Derajad kesehatan masyarakat yang optimal dapat diwujudkan dengan diselanggarakan upaya-upaya kesehatan yaitu upaya pendekatan peningkatan kesehatan (promotif) pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan penyakit (kuratif) dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif) yang dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan (Noer, 2000). Anak merupakan harapan masa depan yang akan melanjutkan pembangunan di suatu Negara. Masa perkembangan tersebut dalam kehidupan anak terjadi pada masa balita. Masa balita merupakan masa yang paling rentan terhadap serangan penyakit. Terjadinya gangguan kesehatan pada masa tersebut, dapat berakibat negatif bagi pertumbuhan dan perkembangan anak itu seumur hidupnya bahkan menyebabkan kematian, salah satu penyakit yang menyebabkan kematian balita adalah penyakit diare. (Soetjiningsih, 2008). Menurut data organisasi kesehatan dunia atau Word Health Organizatition (WHO) diare adalah penyebab nomor satu kematian balita di seluruh dunia sedangkan di Indonesia Diare adalah pembunuh balita nomor dua setelah infeksi saluran pernapasan akut. Sementara UNICEF (Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk urusan Anak) memperkirakan bahwa, setiap 30 detik ada satu anak yang meninggal dunia karena diare. (Hassan, 2002).

Di Indonesia, sekitar 162 ribu balita meninggal setiap tahun atau sekitar 460 balita setiap harinya. Penyakit diare di Negara maju walaupun sudah terjadi perbaikan kesehatan dan ekonomi masyarakat, tetapi insiden diare tetap tinggi dan masih menjadi masalah kesehatan. Diare di Negara berkembang menyebabkan kematian sekitar 3 juta penduduk setiap tahun. Di Afrika anal-anak terserang diare 7 kali setiap tahunnya di banding di Negara berkembang lainnya mengalami seranngan diare 3 kali setiap tahun (Mustopa Z, 2007). Data dari Direktorat Penyehatan Lingkungan Departemen Kesehatan menyebutkan pada tahun 2001 angka kematian rata-rata yang diakibatkan diare adalah 23 per 100.000 penduduk, sedangkan angka tersebut lebih tinggi pada anak-anak berusia di bawah lima tahun yaitu 75 per 100.000 penduduk. Hasil surkesnas pada tahun 2001 mendapatkan angka kematian bayi 9,4 % dan kematian balita 13,2%. Kematian anak berusia di bawah tiga tahun 19 per 100.000 anak meninggal karena diare setiap tahunnya (DepKes RI, 2003). Diare merupakan penyakit yang ditandai dengan bertambahnya frekuensi berak lebih dari biasanya (tiga kali atau lebih per hari) yang disertai perubahan bentuk dan konsistensi tinja dari penderita. Diare disebabkan infeksi oleh mikroorganisme termasuk bakteri, virus dan parasit lainya seperti jamur, cacing dan protozoa (Depkes RI, 2002). Penyakit diare perlu diwaspadai terutama menyerang balita (Widjaja dkk,2003).

Dampak negatif diare pada balita antara lain adalah menghambat proses tumbuh kembang anak yang pada akhirnya dapat menurunkan kualitas hidup anak. Penyakit diare di masyarakat (Indonesia) lebih dikenal dengan istilah muntaber. Penyakit ini mempunyai konotasi yang mengerikan serta menimbulkan kecemasan dan kepanikan warga masyarakat, karena bila tidak segera diobati, dalam waktu singkat ( 48 jam) penderita akan meninggal (Triatmodjo, 2008). Kematian yang diakibatkan oleh diare lebih sering karena tubuh mengalami dehidrasi, yaitu gejala kekurangan cairan dan elektrolit. Tandatanda dehidrasi diantaranya anak memperlihatkan gejala kehausan, berat badan turun, dan elastisitas kulit berkurang. Ini bisa dilakukan dengan cara mencubit kulit dinding perut. Bila terjadi dehidrasi, maka kulit dinding perut akan lebih lama kembali pulih (Siswono, 2001). Tingkat pengetahuan dan peran ibu menjadi sangat penting, karena didalam merawat anaknya, ibu sering kali berperan sebagai pelaksana dan pembuat keputusan dalam pengasuhan anak, yaitu dalam hal memberi makan, memberi perawatan kesehatan dan penyakit, memberi stimulasi mental. Dengan demikian bila ibu berperilaku baik dan pengetahuan ibu juga baik mengenai diare dan cara perawatannya, ibu sebagai pelaksana dan pembuat keputusan dalam pengasuhan, diharapkan dapat memberikan pencegahan dan pertolongan pertama pada diare dengan baik (Titi Slaryo dkk, 2004).

Banyak factor yang diduga menyebabkan terjadinya penyakit diare pada bayi dan balita di Indonesia. Salah satu factor resiko yang sering diteliti adalah factor lingkunan yang meliputi sarana air bersih (SAB), sanitasi, jamban, saluran pembuangan air limbah (SPAL), kualitas bakteriologis air, dan kondisi rumah. Data terakhir menunjukan bahwa kualitas air minum yang buruk menyebabkan 300 kasus diare per 1.000 penduduk. Di Kota Bengkulu sendiri angka kejadian Diare pada balita terbanyak adalah di wilayah kerja Puskesmas Sukamerindu Kota Bengkulu dengan angka klinis mencapai 660 pada tahun 2008, dan pada tahun 2009 angka klinis mencapai 576, disusul pada urutan kedua pada tahun 2008 yaitu Puskesmas Pasar Ikan dengan angka klinis mencapai 367, dan pada tahun 2009 mengalami perubahan di Puskesmas Nusa Indah dengan angka klinis 466, serta urutan ketiga pada Tahun 2008 yaitu Puskesmas Nusa Indah dengan angka klinis 304, dan pada tahun 2009 kejadian diare pada balita juga mengalami Perubahan yaitu di Puskesmas Anggut Atas dengan angka klinis 459. Dari data tersebut dapat kita simpulkan bahwa angka kejadian tertinggi diare pada balita di Bengkulu terdapat di wilayah kerja Puskesmas Sukamerindu. (DinKes Kota, 2009) Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kota Bengkulu (2008), dari 3.170 balita yang terkena diare di Bengkulu, terdapat di wilayah kerja puskesmas sukamerindu sebanyak 660 kasus. Tahun 2009 dari 3.434 balita

yang terkena diare di Bengkulu, sebanyak 576 kasus juga di wilayah kerja Puskesmas Sukamerindu. Berdasarkan survei awal data yang di dapat dari Puskesmas Sukamerindu kota Bengkulu, pada hari kamis tanggal 22 April 2010. Pada tahun 2010 dari bulan januari sampai maret ditemukan sebanyak 189 kasus dari seluruh kunjunngan pasien anak sebanyak 1664 orang. Berdasarkan hal di atas, penulis tertarik untuk meneliti Gambaran Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang Diare Pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Sukamerindu Kota Bengkulu Pada Tahun 2010

1.2 Rumusan Masalah 1.2.1. Identifikasi masalah Dari uraian latar belakang, maka rumusan masalah penelitian ini adalah masih tingginya angka kejadian diare pada balita. 1.2.2. Pertanyaan masalah Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka pertanyaan masalah pada penelitian ini adalah bagaimanakah gambaran pengetahuan ibu mengenai diare pada balita?

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum. Adapun tujuan penelitian adalah untuk mengetahui gambaran pengetahuan ibu tentang diare pada balita di wilayah kerja puskesmas sukamerindu. 1.3.2. Tujuan Khusus. Untuk mengetahui gambaran tingkat pengetahuan ibu tentang diare pada balita, yang meliputi: pengertian, penyebab, tanda dan gejala, komplikasi, cara perawatan dan cara pencegahan diare.

1.4 Manfaat Penelitian 1. Bagi Peneliti. Dapat mengetahui gambaran pengetahuan ibu mengenai diare pada balita. 2 Bagi puskesmas sukamerindu. Diharapkan dapat memberikan informasi yang dapat digunakan dalam menyusun dan merencanakan program-program puskesmas kedepan. 3 Bagi institusi akademi keperawatan Provinsi Bengkulu. Dapat menambah literatur kepustakaan mengenai diare pada balita. 4 Bagi responden. Diharapkan dapat memperoleh pengetahuan mengenai diare pada balita. 5 Bagi peneliti lain. Dapat menjadi data dasar bagi peneliti lain atau peneliti selanjutnya.

Anda mungkin juga menyukai