Anda di halaman 1dari 14

PENDAHULUAN.

A. Latar Belakang.

Industri penyamatan kulit adalah industri yang mengolah kulit mentah(hides atau skins)
menjadi kulit jadi atau kulit tersamak (leather) dengan menggunakan bahan penyamak. Industri
penyamakan kulit merupakan salah satu industri yang didorong perkembangannya sebagai
penghasil devisa non migas. Potensi penyamakan kulit di Indonesia pada tahun 1994 terdiri dari
586 jumlah perusahaan ang terdiri dari industri kecil sebesar 489 unit dan industri menengah
sebesar 8 unit, dengan kapasitas produksi sebesar 70,994 ton.
Saat zaman Pelita VI Industri kulit dan produk kulit mempunyai investasi sebesar 3,746
milyar rupiah dengan penyerapan tenaga kerja 51,399 orang dengan jumlah Produksi 19,122
milyar rupiah dengan nilai ekspor US 7,354 juta.
Industri Penyamakan kulit sebagai salah satu Industri proses yang limbahnya masih
sering dipermasalahkanmenjadi tantangan tersendiri bagi para pengusaha kulit. Persoalan limbah
sering kali menjadi isu penting. Sejak digunakannya bahan kimia untuk penyamakan kulit, pada
saat itu pula persoalan limbah muncul. Bahan .hroom yang digunakan untuk menyamak kulit
ternyata sangat berbahaya bagi kesehatan, terutama sekali pada kulit manusia. Protes pun
mulai bermunculan karena banyaknya warga di daerah hilir sungai yang mengalami gangguan
kesehatan kulit. Persoalan limbah ini memunculkan ide dan rencana-rencana
untuk mengantisipasi peningkatan jumlah limbah yang dibuang ke sungai.
Kasus pencemaran terjadi di Sungai Siak Pekanbaru, dimana terlihat dari tingkat
Biologial Oxigen Demand (BOD) maupun Chemi.al Oxigen Demandnya (COD) yang amat
tinggi. Parameter BOD adalah kebutuhan oksigen yang diperlukan untuk membusukkan partikel-
partikel organik yang ada di sungai bersangkutan. Adapun parameter COD adalah kebutuhan
oksigen yang diperlukan untuk mengoksidasi partikel- partikel non-organik.
Akibat buangan limbah industri yang mencemari Sungai Siak, tercatat 103 jenis ikan
terancam kelestariannya karena spesies- spesies ikan tersebut sangat sensitiI terhadap
pencemaran limbah, terutama limbah kimia.
Pada proses penyamakan, semua bagian kulit mentah yang bukan colagen saja yang dapat
mengadakan reaksi dengan zat penyamak. Kulit jadi sangat berbeda dengan kulit mentah dalam
siIat organoleptis, Iisis, maupun kimiawi. Ada tiga pokok tahapan penyamatan kulit, yaitu proses
pengerjaan basah (beam house), proses penyamakan (tanning) dan penyelesaian akhir
(Finishing).
Masing- masing tahapan ini terdiri dari beberapa macam proses, setiap proses
memerlukan tambahan bahan kimia dan pada umumnya memerlukan banyak air, tergantung jenis
kulit mentah yang dignakan serta jenis kulit jadi yang dikehendaki. Hal inilah yang perlu
menjadi pertimbangan utama agar mengetahui beberapa proses suatu reaksi Iisik maupun kimia
saat pengolahan penyamakan kulit. Suatu pelaku industri atau sumberdaya manusia yang terlibat
didalamnya harus mengetahui hal tersebut karena merupakan suatu hal dasar pengetahuan utama
industriawan.


B.%::an
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui proses yang terjadi dalam
kegiatan penyamakan kulit, mulai dari bahan awal berupa kulit mentah hingga dihasilkan kulit
jadi yang siap dimanIaatkan lebih lanjut. Selain itu makalah ini juga bertujuan untuk
menganalisis perubahan-perubahan yang terjadi dalam proses penyamakan kulit, baik perubahan
Iisik, kimiawi, maupun biokimia













PEMBAHASAN
A.Bahan Bak:
Kulit hewan merupakan tenunan dari tubuh hewan yang terbentuk dari sel-sel hidup.
Sedangkan kulit mentah adalah bahan baku kulit yang baru ditanggalkan dari tubuh hewannya
sampai pada kulit yang telah mengalami proses pengawetan (William, 1974).
Kuli-kulit hewan mamalia seperti kulit kerbau dan kulit sapi tidak hanya berbeda pada
ukuran luas, ketebalan, susunan dan siIat-siIat serat, rupa dan rajahnya, tetapi dalam satu spesies
hewan memiliki banyak perbedaan, hal ini disebabkan oleh siIat menurun dari hewan, cara
hidup, makanan, umur dan jenis kelamin (Woodroffe, 1984).
Struktur kulit dapat dibedakan secara topograIis dan histologis. Secara topograIis kulit
hewan dibagi menjadi tiga daerah bagian, yaitu bagian krupon, bagian kepala dan leher, serta
bagian kaki, ekor juga termasuk perut. Sedangkan secara histologi kulit hewan dibagi menjadi
tiga lapisan, yaitu lapisan epidermis, lapisan korium atau curtis, dan lapisan subcutis
(1:doamidoo, 1974).
Lapisan epidermis atau lapisan tanduk merupakan bagian paling tipis yang berIungsi
sebagai pelindung bagi hewan hidup dari pengaruh luar. Lapisan korium merupakan bagian
pokok tenunan kulit. Lapisan ini sebagian besar terdiri dari jaringan serat kolagen yang dibangun
oleh tenunan pengikat. Lapisan subticus merupakan lapisan terdalam yang berIungsi sebagai
batas antara tenunan kulit dan tenunan daging. Lapisan korium terdiri dari serat-serat jaringan
pengikat seperti kolagen, elastin, dan retikula. Bagian ini bila dipanaskan pada suhu tertentu akan
mampu terhidrolisa menjadi molekul-molekul lebih pendek yang dikenal sebagai gelatin.
Komposisi kimia kulit secara umum dapat dibagai menjadi dua bagian yaitu bagian
protein dan non protein. Protein kulit terdiri dari 96 persen protein berbentuk (1ibrous protein)
dan 4 persen protein tak terbentuk (globular protein). Protein berbentuk terdiri dari kolagen,
elastin dan keratin. Sedangkan bagian non protein terdiri dari lipid, karbohidrat, protein, mineral,
dan enzim.

B.Proses Pengolahan
Penyamakan adalah proses merubah siIat kulit yang tidak stabil (kulit mentah) menjadi
stabil terhadap perlakuan-perlakuan tertentu seperti aksi bakteri, zat kimia, dan perlakuan Iisik
(A%, 1985). Bahan baku dalam proses penyamakan kulit adalah kulit mentah dengan
pengawetan garam berasal dari hewan. Menurut Fahidin (1997), proses penyamakan kulit secara
garis besar meliputi proses pra penyamakan, proses penyamakan (tanning), dan proses
penyelesaian (1inishing). Proses pra-penyamakan dan penyamakan termasuk proses basah
sedangkan proses penyelesaian termasuk proses kering.
Proses pra-penyamakan mencakup proses perendaman (soaking), pengapuran (liming),
Ileshing, reliming, pembuangan kapur (deliming), pelunakan (bating), dan pemikelan (pickle).
Proses tanning mencakup proses penyamakan (tanning) khrom dan kombinasi khrom dengan
Iormalin, proses retanning, dan proses pengeringan (drying). Pada proses retanning terdapat
beberapa bagian proses lagi yaitu proses netralisasi, proses pewarnaan (dyeing) dan proses
pelemakan (Iat liquoring). Proses penyelesaian (Iinishing) mencakup proses stacking, proses
buIIing, proses sprying, proses toogle, proses polishing, dan proses messuering.
A. Proses Pra-Penyamakan
Proses ini merupakan bagian dasar dari penyamakan kulit, bila dari proses pra
penyamakan kulit mengalami kerusakan atau cacat, maka cacat tersebut tidak dapat hilang
sampai menjadi kulit samak. Bahan baku kulit hewan mentah yang diawetkan dengan garam
diperoleh dari pengumpul, setelah dihitung jumlahnya langsung dibawa ke proses pra-
penyamakan dan diproses menurut urutan prosesnya.
1. Proses Perendaman (soaking)
Perendaman (soaking) bertujuan untuk mengembalikan kadar air yang hilang selama
proses pengawetan sedang berlangsung, sehingga kadar airnya mendekati dengan kadar air kulit
segar yang baru dipotong. Selain itu proses perendaman juga digunakan untuk membersihkan
kulit yang diawetkan dari bahan-bahan pengawet serta membersihkan kotoran-kotoran yang
melekat, misalnya bekas darah, kotoran hewan, dsb. Proses ini dilakukan dengan cara merendam
kulit dalam air yang telah dibubuhi bahan pembasah (soaking agent) dan antiseptik.
Proses perendaman menggunakan molen yang mempunyai kecepatan putar 4-6 rpm.
Kapasitas maksimum 2,5 ton kulit garaman. Kulit yang diolah ini terus diputar dengan molen
selam kurang lebih lima jam-an dicapai pH sekitar 9,5-10,5. Setelah itu kulit didiamkan semalam
(12-16 jam) agar zat-zat dan air dapat meresap ke dalam kulit secara merata.
Proses perendaman merupakan proses kimia karena melibatkan zat-zat kimia dan terjadi
proses secara kimia. Zat-zat yang banyak digunakan dalam proses perendaman adalah zat-zat
yang mempunyai siIat disinIektan dan sebagai zat pembasah, serta yang dapat digunakan sebagai
zat yang dapat mempercepat masuknya air ke dalam kulit dan terutama tidak bereaksi dengan
protein kulit. Macam-macam zat-zat tersebut, yaitu prix SW, diamol C, caustic soda (NaOH),
Na2S, molescal, cismolan, dan teepol. Zat-zat tersebut memudahkan pelemasan karena dapat
menurunkan tegangan permukaan kulit sehingga bahan pelemas mudah masuk ke dalam kulit.
Prix SW untuk kulit domba kadarnya lebih kecil dari kulit kambing dan khusus kulit
kambing ditambah pula venekol A. Diamol C digunakan untuk anti bakteri, NaOH dan Na2S
untuk mempercepat pembasahan kulit karena mammpu menyabunkan atau bereaksi dengan
lemak kulit, dan venekol A digunakan untuk melunakan kulit (khusus kulit kambing).
2. Proses Pengap:ran (iming)
Kulit yang telah direndam telah didiamkan semalam dan telah cukup kelemasannya,
dibersihkan sampai bahan-bahan kimia perendam tidak ada lagi. Kemudian dilanjutkan proses
(liming) dengan molen dan perputaran molen yang sama. Tujuan dari proses pengapuran antara
lain untuk menghilangkan epidermis dan bulu, menghilangkan kelenjar-kelenjar keringat dan
lemak, meghilangkan zat-zat kulit yang tidak diperlukan dan menghilangkan atau mempermudah
melepaskan lapisan lapisan subkutis (hypodermis) dan lapisan kutisnya (korium).
Proses pengapuran ini merupakan proses kimia dimana zat-zat kimia yang digunakan
adalah bahan kapur (Ca(OH)2) untuk membuka tenunan serat kulit, natrium sulIide (Na2S)
untuk membuang bulu dan menghilangkan epidermis, dan natrium hidrat sulIida (NaHS) disebut
juga SH. Bahan untuk pembengkakan sedikit demi sedikit pada kulit yaitu FR-62 dan sabun
pencuciannya adalah PK. Proses buang kapur biasanya menggunakan garam ammonium sulIide
(ZA). Garam ini akan memudahkan proses pembuangan kapur karena tidak ada pengendapan-
pengendapan dan tidak terjadi pembengkakan. Reaksi kimia yang terdapat dalam proses buang
kapur adalah:
Ca(OH)2 (NH4)2SO4 CaSO4 NH4OH
Proses akhir liming selain ditandai dengan bulu-bulu kulit mudah rontok, pH kulit 12,5
12,8 dan temperatur tidak lebih dari 27C. Kemudian kulit dibiarkan semalam atau selama 16-20
jam. Proses pengapuran merupakan proses kimia karena terjadi reaksi perubahan secara kimiawi
menggunakan zat kimia seperti yang dijabarkan.
3. Proses B:ang Daging (fleshing) dan B:ang B:l: (sc:dding)
Proses buang daging dan buang bulu ini merupakan proses yang terjadi secara Iisik
karena tanpa menggunakan bahan kimia, yang hanya mengubah bentuk Iisik. Proses buang
daging yang dilakukan dengan menggunakan mesin Ileshing atau mesin buang daging. Tujuan
utama dari Ileshing adalah menghilangkan siIat daging yang masih melekat pada kulit, karena
sisa daging yang tersisa itu akan menghalangi masuknya zat penyamak ke dalam kulit, sehingga
zat penyamak sulit untuk masuk sampai ke bagian tengah (korium kulit). Proses ini penting
sekali untuk dilaksanakan terutama untuk kulit-kulit yang tidak mengalami pembelahan
(splitting), seperti pada kulit sapi dan kerbau.
Khusus untuk kulit domba, setelah Ileshing dilanjutkan dengan scudding (buang bulu)
yaitu bulu-bulu halus yang masih menempel. Proses ini dilakukan dengan cara mengikis akar-
akar bulu yang tertinggal pada lubang rambut (Iolikel rambut), sehingga dengan sendirinya bulu-
bulu halus tersebut akan rontok.
4. Proses Reliming
Proses ini merupakan proses yang terjadi secara kimia karena menggunakan bahan-bahan
kimia seperti venekol dan air kapur dimana terjadi reaksi kimia. Proses selanjutnya adalah
reliming yaitu pengapuran kembali, yang bertujuan untuk melemaskan dan melembutkan kulit.
Kulit direndam dalam bak yang berisi air kapur dan venekol. Lama perendaman untuk kulit
kambing adalah 2/3 malam dan untuk domba satu malam. Semua kulit harus terendam agar
dicapai kelemasan yang merata.
5. Proses Deliming (Pemb:angan ap:r)
Setelah direndam dalam bak reliming, kulit diangkat dan dimasukkan dalam molen untuk
proses selanjutnya yaitu proses deliming (pembuangan kapur). Tujuan dari proses deliming
adalah untuk menurunkan pH kulit supaya kulit siap menerima proses-proses selanjutnya.
Kulit yang telah dimasukkan dalam molen, mempunyai pH awal 10-12, terlebih dahulu
dicuci dengan air, ZA, Alchem, sabun PK. Kemudian diukur pH-nya, bila telah mencapai 10,5,
maka proses deliming dapat dilakukan. Proses deliming menggunakan zat kimia yang bersiIat
asam seperti asam Iormiat, garam ammonium sulIat (NH
4
)
2
SO
4
atau sering disebut ZA, natrium
bisulIit. Oleh karena itu, proses ini termasuk proses kimia dimana akan terjadi reaksi kimia
antara zat-zat kimia yang diberikan dengan kapur yang masih tersisa di kulit dengan cara
mengikatnya. Kecepatan putaran molen yang digunakan lebih cepat dari proses soaking dan
liming, yaitu antara11-12 rpm. Akibat dari timbangannya zat-zat bersiIat asam, maka akhir
proses deliming memberikan pH 8,1.
6. Proses Bating (Pel:nakan/Pengikisan Protein)
Proses deliming selesai, kulit tanpa dicuci lagi dilanjutkan dengan proses bating. Proses
bating dilakukan untuk membuka tenunan kulit lebih sempurna dengan sistem enzim. Proses ini
dilakukan untuk membuat kulit yang halus dan lemas. Tujuan dari proses bating ini adaalah
untuk menghilangkan sisa-sisa akar bulu dan pigmen, menghilangkan sisa-sisa lemak yang tidak
tersabun, menghilangkan daya perasa kulit agar kulit tidak mudah mengadakan kontraksi
terhadap apa saja, menghilangkkan sisa kapur yang masih tertinggal, dan membuka tenunan kulit
lebih sempurna dengan menggunakan enzim.
Proses yang terjadi merupakan proses kimia karena menggunakan zat kimia yang terjadi
reaksi secara kimiawi dengan bantuan enzim. Bahan bating yang banyak dan umum digunakan
adalah Oropon, yaitu suatu bahan yang terbuat dari enzim pankreas dan garam ammonium
sebagai aktivator dan serbuk gergaji sebagai media. Proses bating ini hanya menggunakan zat
kimia alchemy dan enzim nutron serta sabun PK. Sedangkan molen dan perputaran yang
digunakan sama dengan proses deliming. Proses bating dianggap cukup bila didapat pH sekitar
8 dan permukaan kulit bila ditekan, maka kembalinya akan lama, serta kulit didapati
gelombung-gelembung udara.
7. Proses !icking (Pemikelan/Pengemasan)
Setelah kulit selesai dari proses, maka selanjutnya masuk ke proses pemikelan (pi.kling),
yaitu proses untuk menghentikan kegiatan enzim. Proses pemikelan bertujuan untuk
mengasamkan kulit (menurunkan pH dari 8 menjadi 2,25-2,5), tetapi kulit dalam keadaan tidak
bengkak, sehingga bakteri pembusuk tidak dapat hidup dan Iiksasi bahan penyamak dapat
diperlambat. Menurut Rao dan Olivannan (1979), pemikelan dilakukan dengan tujuan untuk
mengasamkan kulit sampai pH tertentu sebelum dilakukan proses penyamakan khrom, dengan
demikian pengerutan yang mungkin terjadi akibat terlalu reaktiInya bahan penyamak khrom
dengan kulit dapat dihindarkan.
Proses pemikelan termasuk proses kimia karena digunakan zat-zat kimia dan terjadinya
reaksi secara kimiawi. Zat-zat kimia yang digunakan bersiIat asam seperti asam Iormiat
(HCOOH), asam dapur (NaCl) yang berIungsi sebagai buIIer atau penahan terjadinya
kebengkakan pada proses pickling (pengasaman). Ditambahkan pula anti jamur dan antiseptic
yaitu diamol C dan busan L 30 serta sedikit minyak LSW. Menurut Fahidin (1977), ada beberapa
bahan yang digunakan dalam proses pemikelan, antara lain:
Asam; digunakan untuk mengasamkan kulit. Asam yang digunakan antara lain asam semut,
asam Iormiat, sam sulIat, asam cuka, asam oksalat, dan HCL.
Garam; digunakan untuk menahan pembengkakan kulit karena adanya asam. Garam yang
dipakai adalah garam dapur (NaCl).
Setelah proses pemikelan, maka terhadap kulit tersebut dilakukan pengukuran luas kulit dan
sortasi serta pemisahan jenis kulitnya. Ukuran luas kulit terbagi dua yaitu ukuran besar di atas
7,1 It2, dan ukuran kecil di bawah sama dengan 7,1 It2.
B. Proses Penyamakan (%anning)
Proses tanning merupakan kelanjutan dari proses pra penyamakan, setelah terlebih dahulu
kulit mangalami sortasi. Tanning merupakan suatu rentetan pengerjaan pada kulit dengan
zat.bahan kimia penyamak, sehingga kulit yang semula labil terhadap pengaruh kimia, Iisik, dan
biologis menjadi stabil pada tingkat tertentu.
1. Proses Penyamakan hrom dan Formalin
Kulit dari sortasi terlebih dahulu dilakukan pemikelan ulang agar kondisi kulit seperti
yang diinginkan. Pada proses penyamakan ini ada dua macam yaitu pertama hanya
menggunakan bahan penyamak khrom dan kedua menggunakan kombinasi dari khrom dengan
Iormalin.
Awal proses pH kulit 2,2 , setelah dilakukan pencucian dengan menggunakan sabun
PK, garam, an air, pH kulit sekitar 2,5-3. Kemudian dimasukkan sodium Iormat, sodium
bikarbonat (soda kue) hingga pH 6-6,6. Setelah pH tersebut tercapai ditambahkan univik, yaitu
bahan untuk melunakkan kulit, garam dan asam sulIat (h2SO4) hingga didapat pH 2,8-3,
ditambahkan lagi imprappel, yaitu bahan untuk bleaching (pemutihan) kulit, sehingga kulit
berwarna kunig bersih, dan sodium hiposulIat. Sodium hiposulIat ini digunakan untuk
memutihkan kulit dari warna kunig dan menghilangkan bau, lalu dilanjutkan dengan pemasukan
bahan penyamak khrom dan garam. Bila cara penyamakannya kombinasi, maka ditambahkan
bahan penyamak Iormalin dan sodium asetat serta soda es, maka akan dicapai pH 6-7, tetapi bila
hanya penyamakan dengan khrom, maka pH yang dicapai 3-8,4 karena tidak ditambahkan soda
es yang bersiIat basa. Dari penjabaran diatas jelas proses penyamakan khrom dan Iormalin
merupakan proses kimia.
2. Proses Pen:r:nan adar Air dan Pengetaman
Kulit yang telah selesai dari proses samak khroom dan Iormalin masih mengandung
banyak air, sehingga untuk menguranginya perlu dilakukan pemerasan terhadap kulit dengan
cara diberikan tekanan kepada seluruh permukaan kulit dengan menggunakan mesin samping.
Kulit yang telah berkurang kadar airnya, untuk mendapatkan tebal kulit tersamak sesuai
engan yang diinginkan, kemudian dilakukan pengetaman/penyerutan dengan menggunakan
mesin shaving. Bila kadar air kulit masih cukup tinggi, maka pisau silinder mesin shaving akan
sulit untuk mengeetan/menyerut karena kulit licin oleh air.
3. Proses Retanning
Proses Retanning merupakan proses pengulangan kembali penyamakan (tanning) dari
bahan kombinasi khrom dan Iormalin, sehingga kulit menjadi sempurna hasilnya. Proses
retannig ini dilakukan setelah terlebih dahulu kulit dicuci dengan asam Iormat dan Iormalin.
Kemudian dimasukkan air hangat dengan zat kimia sellasol, belge dan kembali ditambah asam
Iormat, maka didapat pH 3,8. Setelah pH tersebut dicapai, dimasukkan kembali bahan
penyamak cromosol B dan minyak jenis GLH dan L 86. Proses ini menggunakan jenis molen
yang berbeda dengan proses penyamkan dan kecepatan putarnya 8-10 rpm.
4. Proses Netralisasi
Proses metralisasi merupakan lanjutan dari proses retanning yang menggunakan jenis
molen dan perputaran yang sama dengan retanning. Zat kimia yang digunakan adalah sodium
Iormat (basa lemah) daan soda kue (basa kuat). Tujuan dilakukannya netralisasi adalah untuk
menetralisasi asam-asam yang ada pada kulit yang berasal dari pemikelan dan hidrolisa zat
penyamak khrom itu ssendiri, agar pada saat Iat liquor (peminyakan) dan dyeing (pewarnaan)
minyak dan zat warna yang digunakan dapat masuk ke kulit pada pH 4,5-5.
5. Proses Pewarnaan Dasar
Metoda yang digunakan untuk melarutkan warna dasar adalah dengan menambahkan
sedikit air pada powder warna dasar hingga dasar pada kulit termasak agar dapat memperindah
penampakan kulit samaknya. Zat kimia yang digunakan adalah bahan cat celup yang mempunyai
bermacam warna tergantung yang diinginkan, misalnya kuning, light blure, snoe blure, merah,
hitam, dsb.
6. Proses Peminyakan (Fat Liq:or)
Setelah kulit mengalami netralisasi dan pewarnaan dasar, maka terakhir kulit harus
melalui proses Iat liquor atau peminyakan. Proses ini mempunyai tujuan antara lain adalah:
a. Pelican serat-serat kulit, sehingga kuit lebih tahan terhadap gaya tarikan atauu gaya
mekanik lainnya.
b. Menjaga serat kulit agar tidak lengket satu dengan yang lainnya, sehingga kulit lebih
lunak dan lemas.
c. Memperkecil daya serap kulit.
Zat kimia yang digunakan adalah minya, dengan merk GLH, L 86 dan MC, yang dapat
teremulasi serta asam Iormat. Molen yang digunakan sama dengan proses retanning, begitupula
dengan kecepatan putarnya.
C. Proses Penyelesaian (inishing)
Proses 1inishing (penyelesaian) merupakan tahapan akhir proses penyamakan kulit. Pada
Iinishing hanya dilakukan perlakuan secara Iisik/mekanis terhadap kulit. Oleh karena itu, proses
Iinishing juga dapat dikatakan proses kering, artinya sudah tidak menggunakan air sebagai media
prosesnya.
1. Proses Pengeringan (7ing)
Kulit setelah dari proses retanning, pada proses 1at liquoring dilakukan pengeringan
(drying) yang bertujuan untuk menurunkan kadar air bebas pada kulit sacara bertahap tanpa
merusak kulit, zat penyamak, dan minyak yang ada di dalam kulit dan untuk menghentikan
semua proses kimia di dalam kulit. Kadar air kulit yang ada menjadi 3-14 persen (Fahidin, 1977).
Metoda pengeringan yang digunakan adalah kulit dipetangkan pada bambu-bambu dalam suatu
ruang dengan diberi angina tau hanya diangin-anginkan saja. Cara kedua adalah dengan
menggunakan mesin pengering (.ounter .urrent drying).
2. Proses Pelemasan ($9acking)
Kulit yang telah dikeringkan mempunyai permukaan yang keras dan serat-seratnya rapat,
maka untuk membuat kulit menjadi lemas perlu dilakukan proses pelemasan (sta.king) atau
disebut juga proses peregangan. Tujuan dari proses ini adalah untuk mencapai kelemasan kulit
yang diinginkan. Proses pelemasan ini menggunakan mesin pelemasa dimana cara pelemasannya
dilakukan dari atas ke bawah, dari arah leher ke bagian krupon terus ke ekor dan mengikuti arah
tumbuhnya bulu.
Dari proses pelemasan terdapat tiga aliran proses yaitu pertama dari pelemasan menuju
bu11ing, yaitu penghalusan kulit dengan amplas, lalu pokeshing, yaitu penghalusan dengan
menggunakan bedak agar permukaan kulit lebih mengkilat, kemudian masuk ke toogle, yaitu
pementangan kulit dengan cara ditarik agar didapat luas permukaan kulit yang maksimal dan
kulit tidak akan mengkerut lagi. Dari toogle menuju proses messuering, yaitu merapika kulit
dengan cara menggunting pinggiran-pinggiran kulit sehingga dengan lebih rapid-an dilakukan
pengukuran kembali terhadap luas kulit.
Kedua dari pelemasan menuju bu11ing lalu ke toogle dan messuering. Ketiga dari sta.king
langsung menuju toogle dan messuering. Keempat dari stacking kemudian sprying, yaitu
penyemprotan kulit agar permukaan kulit mengkilat dan bercahaya dan biasanya proses ini hanya
untuk produk garment masuk ke toogle dan messuering. Kulit samak yang telah dirapikan dan
diukur luasnya, dikemas dengan plastik kemudian dibawa ke pabrik pembuat produk jadinya,
yaitu produk sarung tangan golI dan garment.
C.PRODU YANG DIHASILAN
Kulit samak dapat dihasilkan dari kulit hewan yang berbulu seperti kelinci dan kambing
ataupun kulit hewan yang bersisik seperti ular dan reptil lainnya. Kulit bulu kelinci dapat
dimanIaatkan sebagai bahan baku pembuatan boneka, mainan anak-anak, selendang, tas wanita,
aksesori rambut, sepatu bayi, topi, sarung tangan, gantungan kunci, kerajinan, dan interior mobil.
Kulit samak yang berasal dari kulit kambing dapat dapat diolah menjadi jaket, mantel, selendang,
topi, dan kerajinan.
Kulit samak yang berasal dari kulit hewan bersisik seperti ular, buaya, dan biawak dapat
dimanIaatkan menjadi tas kulit, sepatu, dompet, sabuk, topi, sarung telepon seluler, tempat kartu
nama, bahkan taplak meja. Untuk menambah variasi, tas yang berasal dari kulit reptil ini dapat
dimodiIikasi dengan kain batik, bahan rotan, dan eceng gondok.
Limbah dari selama proses penyamakan kulit juga dapat dimanIaatkan sebagai pakan
ternak, pupuk, lem, kayu, asbes, hardboard, Bahan pembuat karpet dan lain sebagainya.





ESIMPULAN
Industri penyamakan kulit adalah industri yang mengolah kulit mentah (hides atau skins)
menjadi kulit jadi atau kulit tersamak (leather) dengan menggunakan bahan penyamak. Dalam
Industri penyamakan kulit, ada tiga pokok tahapan penyamakan kulit, yaitu Proses Pengerjaan
basah (beam house), Proses Penyamakan (tanning), Penyelesaian akhir (1inishing). Masing-
masing tahapan ini terdiri dari beberapa macam proses dimana setiap proses memerlukan
tambahan bahan kimia dan pada umumnya memerlukan banyak air, tergantung jenis kulit
mentah yang digunakan serta jenis kulit jadi yang dikehendaki.
DAF%AR PUS%AA
Akademi Teknologi Kulit. 1985. Pengetahuan Dasar Teknologi Penyamakan
Kulit.ATK,Departemen Perindustrian, Yogyakarta.
Fahidin. 1977. Pengolahan Hasil Ternak Unit Pengolahan Kulit. Deparrttemen Pertanian, Badan
Pendidikan Latihan dan Penyuluhan Pertanian, Sekolah Pertanian Pembangunan
(SNAKMA), Bogor






















TUGAS MAKALAH DOSEN : Ibu Erliza Hambali
SATUAN PROSES




PENYAMAAN ULI%

OLEH KELOMPOK :
FAMULLA ROYALDI F34090099
NIZAR ZAKARIA F34090136
M SYAFRUDDIN BS F34090160








DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011

Anda mungkin juga menyukai