Anda di halaman 1dari 8

1

BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang

Sesuai dengan kodrat yang dimiliki oleh manusia bahwa manusia
diciptakan sebagai individu dan mahkluk sosial. Sebagai individu, manusia
diciptakan dengan mempunyai ciri yang berbeda antara yang satu dengan yang
lainnya. Dengan demikian, manusia atau individu dapat dikenali oleh orang lain
dengan mengenal ciri ciri tertentu yang dimilikinya. Sebagai mahkluk sosial,
manusia merupakan bagian dari masyarakat di sekitarnya. Bagian lingkungan
terkecil yang mempengaruhi pola kehidupan manusia adalah keluarga (Iamily).
Setelah itu, individu tersebut mulai melakukan interaksi dengan lingkungan yang
lebih luas, yaitu lingkungan masyarakat sekitarnya. Hal ini mengartikan bahwa
seluruh tingkah laku manusia tidak akan lepas dari kehidupan masyarakat yang
ada di sekelilingnya. Hal ini mengartikan pula bahwa individu tersebut hidup
bersama dalam suatu kelompok masyarakat tertentu.

Dalam keadaan hidup bersama ini masyarakat menciptakan sesuatu yang
dapat dijadikan sebagai pedoman hidup. Sesuatu yang diciptakan itu bisa berupa
benda-benda (artiIak), peraturan dan nilai nilai yang dipakai secara kolektiI.
Dengan mempergunakan kematangan dirinya, maka masyarakat tersebut
menciptakan suatu bentuk budaya tertentu. SpesiIikasi budaya yang dimiliki oleh
masyarakat tertentu akan berbeda dengan budaya yang dimiliki oleh masyarakat
lainnya (Herr, 1999). Dengan demikian, budaya akan dapat dipakai sebagai salah
satu cara untuk mengenal masyarakat tertentu (Goldenweiser, 1963; Vontress,
2002).


2

BAB II
PEMABAHSAN
2.1Pengertian Konsling Lintas Budaya
Dalam praktik sehari-hari, konselor pasti akan berhadapan dengan klien
yang berbeda latar belakang sosial budayanya. Dengan demikian, tidak akan
mungkin disamakan dalam penanganannya (Prayitno, 1994). Perbedaan-
perbedaan ini memungkinkan terjadinya pertentangan, saling mencurigai, atau
perasaan-perasaan negatiI lainnya. Pertentangan, saling mencurigai atau perasaan
yang negatiI terhadap mereka yang berlainan budaya siIatnya adalah alamiah atau
manusiawi. Sebab, individu akan selalu berusaha untuk bisa mempertahankan atau
melestarikan nilai-nilai yang selama ini dipegangnya. Jika hal ini muncul dalam
pelaksanaan konseling, maka memungkinkan untuk timbul hambatan dalam
konseling.
Dalam mendeIinisikan konseling lintas budaya, kita tidak akan dapat lepas
dari istilah konseling dan budaya. Dalam pengertian konseling terdapat empat
elemen pokok yaitu:
1. danya hubungan,
2. danya dua individu atau lebih,
3. danya proses,
4. Membantu individu dalam memecahkan masalah dan membuat keputusan.
Sedangkan dalam pengertian budaya, ada tiga elemen yaitu:
1. Merupakan produk budidaya manusia,
2. Menentukan ciri seseorang,
3. Manusia tidak akan bisa dipisahkan dari budayanya.
3

Sehingga konseling lintas budaya (.ross-.:t:re .o:nseing) mempunyai


arti suatu hubungan konseling yang terdiri dari dua peserta atau lebih, berbeda
dalam latar belakang budaya, nilai-nilai dan gaya hidup (S:e et a daam S:ette et
a 1991, Atkinson, daam Herr, 1939). DeIinisi singkat yang disampaikan oleh
Sue dan tkinson tersebut ternyata telah memberikan deIinisi konseling lintas
budaya secara luas dan menyeluruh.
2.2Tujuan
gar Konselor dapat menyadari keberadaan budaya klien dan sensitiI
terhadap kebudayaan klien, sehingga dapat menghargai perbedaan dan hal itu
dapat membuat konselor merasa nyaman dengan perbedaan yang ada antara
dirinya dan klien dalam bentuk ras, etnik, kebudayaan, dan kepercayaan. Dan juga
supaya konselor dapat memahami bagaimana ras, kebudayaan, etnik, dan
sebagainya yang mungkin mempengaruhi struktur kepribadian, pilihan karir,
maniIestasi gangguan psikologis, perilaku mencari bantuan, dan kecocokan dan
ketidakcocokan dari pendekatan konseling.
2.3ungsi
Bagi seorang konselor, konseling lintas budaya ini berIungsi memahami
dampak yang mungkin terjadi dari perbedaan budaya ini. Pengetahuan mereka
tentang perbedaan komunikasi, bagaimana gaya komunikasi ini mungkin akan
menimbulkan perselisihan atau membantu perkembangan dalam proses konseling
pada klien, dan bagaimana cara mencegah dampak yang mungkin terjadi itu,
sehingga konselor dapat mengentaskan permasalahan yang sedang dialami klien
akan tetapi tidak hanya berusaha membantu klien keluar dari masalahnya saja
konselor pun berusaha memelihara dan mengembangkan potensi-potensi dari
dalam diri klien khususnya kesadarannya terhadap keragaman budaya sehingga
akan dapat lebih menghargai agama, keyakinan dan nilai yang dimiliki oleh orang
lain, termasuk atribut dan hal-hal yangbersiIat tabu, karena hal tersebut
mempengaruhi pandangan seseorang.
4

Selain itu, konseling lintas budaya berIungsi membantu seorang konselor dalam
melakukan pendekatan sesuai dengan keragaman budaya tersebut dalam
melaksanakan konseling.
3.4Dimensi-Dimensi Sosial Budaya
1) Pengertian
Dimensi sosial budaya merupakan sesuatu yang melekat pada kebudayaan
yang diadopsi secara turun temurun oleh penerusnya dan hal ini sangat berkaitan
erat dengan nilai adat istiadat. Pada dasarnya dimensi kebudayaan sangat sulit
diubah, hal ini membutuhkan proses yang berkepanjangan, karena berkaitan
dengan pola pikir masyarakat dan kebiasaan yang mereka anggap benar.
dapun nilai yang dipahami dari dimensi tersebut antara lain :
1. Nilai kebersamaan sosial yaitu masyarakat yang secara bersama-sama
bekerja bakti membersihkan makam dan membuat umbul-umbul.
2. Nilai religi yaitu hubungan manusia dengan Tuhan dapat terjalin dengan
baik.
3. Nilai keamanan yaitu masyarakat bisa terbebas dari rasa cemas, takut
ataupun khawatir sehingga akan merasa nyaman.
4. Nilai ekonomi yaitu denan tetap melaksanakan upacara masyarakat akan
lebih mudah dan biasa memenuhi kebutuhan hidupnya.

2) Proses Pembudayaan
Pembudayaan yaitu proses pemberian (transfer) nilai-nilai budaya dan
agama kepada seseorang, sehingga yang bersangkutan memiliki prilaku yang
sopan, berbudaya, bermoral dan beretika. Proses pembudayaan dan pengetahuan
berlangsung dalam keluarga dan lingkungan sekitar yang bersangkutan.
Proses pembudayaan (enk:t:rasi) adalah upaya membentuk perilaku dan
sikap seseorang yang didasari oleh ilmu pengetathuan, keterampilan sehingga
setiap individu dapat memainkan perannya masing-masing. Proses pembudayaan

terjadi dalam bentuk pewarisan tradisi budaya dari satu generasi kepada generasi
berikutnya dan adopsi tradisi budaya oleh orang yang belum mengetahui budaya
tersebut sebelumnya. Pewarisan tradisi budaya dikenal sebagai proses enkulturasi
(en.:t:ration) sedangkan adopsi tradisi budaya dikenal sebagai proses akulturasi
(a.:t:ration).
Proses pembudayaan enkulturasi biasanya terjadi secara inIormal dalam
keluarga, komunitas budaya suatu suku, atau budaya suatu wilajah. Proses
pembudayaan enkulturasi dilakukan oleh orang tua atau orang yang dianggap
senior terhadap anak-anak, atau terhadap orang yang dianggap lebih muda. Tata
krama, adat istiadat, keterampilan suatu suku/keluarga biasanya diturunkan
kepada generasi berikutnya. Sementara itu, proses akulturasi biasanya terjadi
secara Iormal melalui pendidikan seseorang yang tidak tahu, diberi tahu dan
disadarkan akan keberadaan suatu budaya, dan kemudian orang tersebut
mengadopsi budaya tersebut; misalnya seseorang yang baru pindah ke tempat
baru, maka ia akan mempelajari bahasa, budaya, dan kebiasaan dari masyarakat
ditempat baru tersebut, lalu ia akan berbahasa dan berbudaya, serta melakukan
kebiasaan sebagaimana masyarakat itu.
3) Proses Sosialisasi

Berger mendeIinisikan sosialisasi sebagai a pro.ess by whi.h a .hid
earns to be parti.ipant member of so.iety proses dimana seorang anak belajar
menjadi anggota yang berpartisipasi dalam masyarakat (Berger, 1978.116).
DeIinisi ini disajikannya dalam suatau pokok bahasan berjudul so.iety in man,
dari sini tergambar pandangannya bahwa melalui sosialisasi masyarakat
dimasukkan ke dalam manusia. Sehingga dapat kita katakan sosialisasi adalah
proses seorang belajar menjadi anggota masyarakat yang berpartisiIasi secara
aktiI.



6


Proses sosialisasi terjadi empat tahap yaitu :
a) Persiapan
Pada tahap ini anak mualai belajar mengambil peranan orang-orang
disekeliling terutama orang yang paling dekat (keluarga)
b) Meniru
Pada tahap ini anak tidak hanya mengetahui peranan yang harus dijalankan
tetapi harus mengetahui peranan yang dijalankan orang lain.
c) Bertindak
Pada tahap ini anak dianggap mampu mengambil peranan yang dijalankan
orang lain dalam masyarakat luas.
d. Menerima norma
Pada tahan ini anak telah siap menjalankan peranan orang lain, ia mulai
memiliki kesadaran akan tanggung jawab.

Sosialisasi disini juga merupakan proses yang membantu individu agar
belajar menyesuaikan diri bagaimana cara hidup, cara berIikir dengan
kelompoknya agar dapat berperan dan berIungsi dalam kelompoknya.
4) Proses Personalisasi
Setiap pribadi adalah unik, maka tiap-tiap individu itu memiliki perbedaan
satu sama lain maka ada kalanya individu ini ingin perbedaan yang ia miliki itu
diakui oleh sekelilingnya dan hal itu membuatnya memiliki keunikan tersendiri
yang membuatnya berbeda dari yang lain.



BAB III
PENUTUP
3.1Kesimpulan

1. Konseling merupakan suatu proses untuk membantu individu mengatasi
hambatan-hambatan perkembangn dirinya,dan untuk mencapai
perkembangan yang optimal kemampuan pribadi yang dimilikinya ,proses
tersebuat dapat terjadi setiap waktu. (Division oI Conseling Psychologi).
2. Tokoh pendidikan nasional bapak Ki Haiar Dewantara (19) memberikan
deIinisi budaya sebagai berikut: Budaya berarti buah budi manusia, adalah
hasil perjuangan manusia terhadap dua pengaruh yang kuat, yakni alam
dan jaman (kodrat dan masyarakat), dalam mana terbukti kejayaan hidup
manusia untuk mengatasi berbagai bagal rintangan dan kesukaran didalam
hidup penghidupannya, guna mencapai keselamatan dan kebahagiaan,
yang pada lahirnya bersiIat tertib dan damai.
3. Konseling lintas budaya memiliki tiga elemen yaitu:
a. konselor dan klien berasal dari latar belakang budaya yang berbeda,
dan melakukan konseling dalam latar belakang budaya (tempat) klien;
b. konselor danklien berasal dari latar belakang budaya yang berbeda,
dan melakukan konseling dalamlatar belakang budaya (tempat)
konselor; dan
c. konselor dan klien berasal dari latar belakang budaya yang berbeda,
dan melakukankonseling di tempat yang berbeda pula.



DATRA PUSTAKA

Prayitno. 19. Profesionaisasi Konseing dan Pendidikan Konseor. Jakarta:
Depdikbud.

http://abrahamzakky.blogspot.com/2009/02/proses-sosialisasi-dan-interaksi-
sosial.html

http://cybercounselingstain.bigIorumpro.com/konseling-lintas-budaya-
I34/dimensi-dimensi-sosial-budaya-t6.htm

http://karyaboy.blogspot.com/200/02/konseling-lintas-budaya.html

http://hudaita.blogspot.com/2009/09/proses-pembudayaan-melalui-
pendidikan.html

Anda mungkin juga menyukai