Anda di halaman 1dari 2

Kamis, 13 Januari 2011, 07:49 WB

faizequran.com

lustrasi
Oleh Nur Faizin M___


Pada dasarnya manusia dilahirkan memiliki karakter yang fitrah. Rasulallah SAW bersabda, "Setiap bayi dilahirkan di atas fitrah." (HR
Bukhari Muslim). Allah SWT juga menegaskan bahwa setiap jiwa manusia telah berjanji untuk beriman kepada-Nya dan tidak
menyekutukan-Nya. Firman Allah: "Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan
Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): `Bukankah Aku ini Tuhanmu?' Mereka menjawab: `Betul (Engkau
Tuhan kami), kami menjadi saksi'."(QS al-A`raf [7]: 172)

Namun, fitrah manusia tidak selamanya dapat dijaga sehingga setiap Muslim dapat menjadi pribadi-pribadi yang bersih dan jujur serta
berakhlak karimah. Kemurnian fitrah manusia dapat dengan mudah terkontaminasi oleh pendidikan yang diberikan orang tua,
masyarakat sekitar, dan bahkan sistem yang mendukung seseorang menjadi pribadi yang kehilangan karakternya.

Pribadi-pribadi yang kehilangan fitrahnya akan membentuk komunitas yang tidak berkarakter; mereka akan menjadi masyarakat
jahiliyah dan cenderung plagiasi. Dalam konteks seperti itulah Allah SWT mengutus Nabi Muhammad SAW kepada orang-orang
jahiliyah yang hidupnya hanya mengikuti nenek moyang mereka yang tersesat dan menyembah berhala.

Rasulallah SAW mulai mendidik karakter jahiliyah masyarakat Arab waktu itu dengan meluruskan ideologi atau keyakinannya. Beliau
meluruskan kemusyrikan mereka dengan paradigma tauhid, yaitu meyakini bahwa hanya ada satu Tuhan yang berhak disembah dan
menjadi tujuan hidup seluruh manusia di muka bumi. Karakter tauhid inilah yang menjadi landasan pendidikan karakter yang diajarkan
oleh Rasulallah SAW dalam seluruh ajaran-ajarannya. Syariat atau aturan serta undang-undang tidak serta-merta diterapkan oleh
Rasulallah SAW. Undang-undang atau sistem yang tidak dilandasi oleh ideologi atau paradigma yang lurus pasti tidak efektif. Oleh
sebab itu, Rasulallah SAW baru mendirikan suatu komunitas setelah beliau mampu mendidik generasi Muhajirin dan Anshar yang
berkarakter di Madinah.

Pendidikan karakter yang terpenting adalah pendidikan moral dan etika. Rasulallah SAW sendiri pun menegaskan hal itu dalam
sabdanya, "Aku hanya diutus untuk menyempurnakan akhlak karimah." (HR Ahmad dan yang lain). Menumbuhkan kembali akhlak
karimah haruslah menjadi kompetensi dalam proses pendidikan karakter setiap bangsa.

Strategi Rasulullah SAW tersebut patut dijadikan teladan oleh bangsa kita. Tanpa paradigma yang tepat tentang hidup dan tujuannya,
undang-undang dan sistem apa pun yang dibuat menjadi sia-sia belaka. Kita semestinya mampu menjaga kemurnian karakter,
meluruskannya jika salah, membentuk sistem yang tidak merusaknya, serta mengawasinya dengan sebaik-baiknya. Wallahu a`lam.
(Dimuat di Republika)

OIeh Imam Nur Suharno


Dikisahkan bahwa malaikat maut (zrail) bertemu dengan Nabi Sulaiman AS. a datang dengan bentuk manusia sehingga tak seorang
pun yang mengetahui kedatangannya selain Nabi Sulaiman. Saat itu Nabi Sulaiman sedang berkumpul dengan beberapa orang
sahabatnya. Saat malaikat maut hendak pergi ia memandang salah seorang sahabat Nabi Sulaiman dengan pandangan yang aneh,
lalu pergi.

Setelah malaikat maut pergi, sahabat Nabi Sulaiman itu bertanya, "Wahai Nabiyullah, mengapa ia memandangiku seperti itu?" Jawab
Nabi Sulaiman, "Ketahuilah, dia itu adalah malaikat maut."

Kemudian sahabat Nabi Sulaiman itu berkata, "Wahai Nabi, tiupkanlah angin dengan kencang, sehingga angin itu membawaku ke
puncak negeri ndia, sesungguhnya aku berfirasat buruk."

"Apakah engkau akan lari dari takdir jika maut akan menjemputmu?" tanya Nabi Sulaiman. "Sesunguhnya Allah memerintahkan kita
untuk mencari sebab-sebabnya. Dan, aku yakin bahwa engkau akan mengabulkan permintaanku." kata sahabat Nabi Sulaiman itu.
Kemudian, Nabi Sulaiman memerintahkan kepada angin untuk membawanya ke tempat yang diinginkan.

Selang beberapa saat malaikat maut datang, Nabi Sulaiman bertanya, "Apa urusanmu dengan salah seorang sahabatku, mengapa
engkau pandangi dia seperti itu?"

Malaikat maut menjawab, "Aku memandanginya seperti itu dikarenakan ia tercatat didaftar kematian bahwa ia akan mati di sebuah
negeri di ndia. Aku heran, bagaimana ia dapat pergi ke sana sedangkan ia ada bersamamu? Kemudian, di tempat yang telah
ditentukan, pada waktu yang telah digariskan kulihat ia datang kepadaku dan kucabut nyawanya."

Kisah di atas mengingatkan kepada kita bahwa malaikat maut akan selalu mengintai siapa saja yang masa kontraknya akan berakhir di
dunia ini. Jika masa kontraknya habis maka tak seorang pun dapat lari darinya. ".. Maka, apabila telah datang waktunya mereka tidak
dapat mengundurkannya barang sesaat pun dan tidak dapat (pula) memajukannya." (QS al-A'raf [7]: 34).

Dalam ayat lain Allah SWT menegaskan, "Dan datanglah sakaratul maut dengan sebenar-benarnya. tulah yang kamu selalu lari
daripadanya." (QS Qaf [50]: 19).
Lari kepada dokter bila sakit menimpa, lari kepada makan bila rasa lapar datang, lari kepada minum bila rasa haus menghampiri. Lalu,
lari kepada siapa bila kematian akan menjemputmu?

Sungguh, tak seorang pun dapat lari darinya sekalipun berada di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh. "Di mana saja kamu berada,
kematian akan mendapatkan kamu, kendatipun kamu di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh." (QS an-Nisa' [4]: 78).

Oleh karena itu, sebelum masa kontrak berakhir, "Bersegeralah kamu beramal sebelum datang tujuh perkara: kemiskinan yang
memperdaya, kekayaan yang menyombongkan, sakit yang memayahkan, tua yang melemahkan, kematian yang memutuskan, dajjal
yang menyesatkan, dan kiamat yang sangat berat dan menyusahkan." (HR Tirmidzi). Wallahu a'lam.

Anda mungkin juga menyukai