PROSPEK DAYA SAING USAHA KECIL DALAM PERKEMBANGAN EKONOMI INDONESIA TAHUN 2012 Di era globalisasi ini, Perdagangan

bebas merasuki hampir diseluruh negara dan hampir tidak mungkin untuk menghindarinya. Tak terkecuali indonesia. Dengan adanya sistem pasar bebas yang masuk ke indonesia akan semakin menyingkirkan UKM lokal. Padahal berbagai kegiatan UKM di indonesia menjadi tumpuan rakyat indonesia. Perdagangan bebas Indonesia dimulai dengan C h i n a A S E A N F r e e T r a d e A r e a (CAFTA) antara Indonesia-Cina terhitung mulai Januari 2010. CAFTA akan memungkinkan membangun industri di dua negara ASEAN dengan menggunakan local content s e b e s a r 4 0 % d a n b i s a m e n j u a l p r o d u k n y a d i p a s a r A S E A N dengan bea masuk sebesar 0 - 5%. Selain itu, adanya border trade dan pasar regional Indonesia Malaysia Thailand Growth Triangle (IMTGT), Singapura Johor Riau (SIJORI) dan Brunai Indonesia Malaysia Philipina- East Asia Grovsth Ares (BIMP-EACA) telah mendorong terjadinya penyelundupan, karena batang barang-barang yang seharusnya hanya diperdagangkan di wilayah setempat ternyata diperdagangkan ke wilayah lain. Demikian pula tersebarnya wilayah Indonesia, hambatan tarif dan non tarif terkait ketentuan kesehatan, Iingkungan, standarisasi, dan persyaratan lainnya mengakibatkan mahalnya biaya produksidan distribusi, sehingga daya saing produk Indonesia menjadi rendah. Banyaknya hambatan dalam pengembangan industri nasional mengakibatkan rendahnya produktivitas dan lemahnya daya saing produk nasional, sehingga industri nasional cenderung melemah. Perdagangan bebas yang diterapkan indonesia dengan china menjadi ancaman utama UKM lokal. Produk-produk china membanjiri pasar indonesia dengan harga murah dan kualitas yang cukup baik mengakibatkan permintaan pasar terhadap nasional semakin berkurang. UKM lokal yang kalah bersaing mengakibatkan pengurangan tenaga kerha untuk menekan biaya produksi, berarti tingkat pengangguran di indonesia meningkat dan kemiskinan bertambah. Berbagai hambatan dihadapi perusahaan UKM, mulai dari kurangnya pengetahuan mengenai pemasaran yang optimal, rendahnya daya saing dengan serbuan produk impor, hingga kesulitan modal untuk ekspansi perusahaan. Produk UKM memang dikeluhkan oleh masyarakat karena harganya yang lebih mahal dibanding produk sejenis buatan Cina. Mungkin salah satu upaya agar produk tersebut bisa diserap di pasaran sendiri ialah melalui pemberian keringanan pajak terhadap produk UKM tersebut agar menjadi lebih murah. Dan juga campur tangan pemerintah dalam regulasi perbankan agar bank bank swasta mau memberikan kredit termasuk kepada pelaku UKM. Tentunya jika banyak produk UKM yang terserap dipasaran sendiri akan berdampak pada peningkatan jumlah tenaga kerja yang terserap. Salah satu indikator meningkatnya perekonomian sutu negara ialah mennurunnya jumlah pengangguran. Usaha kecil dan menengah (UKM) memegang peranan penting dalam ekonomi Indonesia, baik ditinjau dari segi jumlah usaha (establishment) maupun dari segi penciptaan lapangan kerja. Berdasarkan survei yang dilakukan oleh BPS dan Kantor Menteri Negara untuk Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (Menegkop & UKM),

usaha-usaha kecil termasuk usaha-usaha rumah tangga atau mikro (yaitu usaha dengan jumlah total penjualan (turn over) setahun yang kurang dari Rp. 1 milyar), pada tahun 2000 meliputi 99,9 persen dari total usaha-usaha yang bergerak di Indonesia. Sedangkan usaha-usaha menengah (yaitu usaha-usaha dengan total penjualan tahunan yang berkisar antara Rp. 1 Milyar dan Rp. 50 Milyar) meliputi hanya 0,14 persen dari jumlah total usaha. Dengan demikian, potensi UKM sebagai keseluruhan meliputi 99,9 per sen dari jumlah total usaha yang bergerak di Indonesia. Jadi prospek daya saing usaha kecil dan menengah dalam perkembangan ekonomi di Indonesia pada tahun-tahun yang akan datang masih terbuka sangat lebar apabila banyak pihak yang mendukung perkembangang ukm local di Indonesia ini. Apalagi searang pemerintah sedang gencar-gencarnya mempromosikan produk local kepada masyrakat.