Dan pada awal usia pra sekolah, semua gigi susu pada anak sudah pada tempatnya
sedangkan gigi permanen akan mulai muncul pada masa akhir pra sekolah.
4,5
Perkembangan Psikologis Anak Pra Sekolah
Pada masa anak pra sekolah, terlihat arah perkembangan dari suatu otonomi
ke inisiatiI, yang ditandai dengan timbulnya keinginan-keinginan baru.
Perkembangan otonomi ini berIokus pada peningkatan kemampuan anak untuk
mengontrol tubuhnya, dirinya dan lingkungannya. Anak akan sadar bahwa ia dapat
menggunakan kekuatannya untuk bergerak dan berbuat sesuai keinginannya. Ia juga
akan menggunakan kekuatan mentalnya untuk menolak atau mengambil sebuah
keputusan. Anak dengan usia pra sekolah sudah mulai mampu
mempertanggungjawabkan perbuatannya sendiri, namun anak juga akan kelihatan
berperilaku agresiI, memberontak, menentang keinginan orang lain, khususnya orang
tua. Sikap menentang dan agresiI ini sendiri sering dikaitkan dengan masa
tumbuhnya kemandirian si anak dan mungkin dapat diubah bila orang tua ataupun
pendidik mampu menunjukkan sikap konsisten dalam memperlihatkan kewibawaan
dan peraturan yang telah ditetapkan. Dan bila orang tua berhasil menerapkannya,
pada anak akan terjadi internalisasi nilai dengan tolak ukur orang tua sehingga
selanjutnya akan terjadi proses identiIikasi yang merupakan proses pengambilan
siIat, sikap, pandangan orang lain dan dijadikan sebagai cirinya sendiri.
Perilaku ngadat, ngambek, mogok akan muncul sebagai permulaan dalam
kesadaran diri anak pra sekolah, sehingga masa pra sekolah ini perlu diperhatikan
agar tidak menimbulkan sikap emosi marah dan masa bodoh pada orang tua. Karena
jika hal ini dibiarkan, perilaku anak tersebut dapat menyebabkan sikap menolak
terhadap anak pada orang tua dan perkembangan kepribadian anak pun menjadi
terhambat. Pada masa ini juga orang tua dan pendidik harus berusaha tetap
mengembangkan kepribadian anak dan membentuk perilakunya sesuai dengan
gambaran yang dicita-citakannya.
Anak dengan usia pra sekolah akan belajar menyatakan diri dan emosinya.
Dalam dirinya akan muncul rasa malu, takut, sedih, bersalah, bermusuhan, bahkan
rasa iri dan cemburu. Rasa malu dan takut sendiri biasanya muncul jika anak merasa
tidak mampu untuk mengatasi segala tindakan yang dipilihnya sendiri serta
kurangnya dukungan dari orang tua dan lingkungannya. Lalu, jika muncul rasa takut
yang tidak wajar, orang tua atau pun pendidik dapat mengatasinya dengan
memberikan rasa aman dan terlindung pada anak. Anak dengan usia pra sekolah
juga perlu bermain untuk meningkatkan kelincahan motorik maupun kemampuan
berpikirnya. Dan selain melalui permainan, anak sebaiknya juga menambah
pengetahuannya melalui jawaban dari yang diperolehnya dari orang tua dan pendidik
atas pertanyaan ataupun pengalamannya sendiri sehingga anak akan menghindari
perilaku 'coba-coba yang mungkin akan membahayakannya, yang cenderung sering
dilakukan oleh anak dengan usia pra sekolah.
6
Perkembangan Sosial Anak Pra Sekolah
Hal yang terpenting dalam perkembangan anak pra sekolah adalah
perkembangan sikap sosialnya. Sikap sosial sendiri merupakan hubungan antara
manusia dengan manusia yang lain, saling kebergantungan dengan manusia lain
dalam berbagai kehidupan bermasyarakat. Menjadi orang yang mampu
bermasyarakat sendiri memerlukan tiga proses sosialisasi yang berbeda namun saling
berkaitan, yaitu:
1. Belajar berperilaku yang dapat diterima secara sosial
Seorang anak tidak hanya harus mengetahui perilaku yang dapat diterima,
tetapi juga harus menyesuaikan perilaku dengan patokan yang dapat diterima.
2. Memainkan peran sosial yang dapat diterima
Setiap kelompok sosial mempunyai pola kebiasaan yang telah ditentukan
dengan seksama oleh para anggotanya dan dituntut untuk dipatuhi.
3. Perkembangan sikap sosial
Untuk bermasyarakat atau bergaul dengan baik, anak-anak harus
menyukai aktivitas sosial. Jika mereka dapat melakukannya, mereka akan
berhasil dalam penyesuaian sosial yang baik dan diterima sebagai anggota
kelompok sosial tempat mereka menggabungkan diri.
Dan karena perilaku sosial atau perilaku yang tidak sosial perlu dibina pada
masa pra sekolah, pengalaman sosial awal akan sangat menentukan kepribadian
setelah anak menjadi dewasa. Pengalaman sosial awal sendiri dapat diperoleh dari
hubungan dengan anggota keluarga atau orang-orang di luar lingkungan rumah.
Namun, pada usia pra sekolah, pengalaman di dalam rumah jauh lebih penting
daripada pengalaman di luar rumah, dan perilaku sosial dan sikap anak
mencerminkan perilaku yang diterimanya di rumah. Contohnya saja anak-anak yang
dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang demokratis mungkin melakukan
penyesuaian sosial yang paling baik. Mereka aktiI secara sosial dan mudah bergaul.
Sedangkan anak yang dimanjakan cenderung menjadi tidak aktiI dan menyendiri.
Dan anak yang dididik dengan cara otoriter cenderung menjadi pendiam dan tidak
suka melawan, serta kreativitas mereka menjadi terhambat karena tekanan dari orang
tua.
Tapi anak dengan usia pra sekolah juga belajar melakukan hubungan sosial
dan bergaul dengan orang di luar keluarganya, terutama dengan yang umurnya
sebaya dengannya. Mereka belajar meyesuaikan diri dan bekerja sama dalam
kegiatan bermain. Hubungan antar anak akan meningkat dan hal ini sebagian
menentukan bagaimana perkembangan sosial mereka.
3
Pembahasan
Pada masa pra sekolah, pertumbuhan Iisik anak berjalan terus. Pertumbuhan
tidak sama dengan bertambahnya besar tubuh secara beraturan, melainkan suatu
penambahan yang serasi, sehingga anak merupakan suatu kesatuan yang utuh. Jadi,
walau pada masa tertentu tinggi badan si anak menjadi dua kali tinggi badannya saat
lahir, kepalanya tidak akan menjadi dua kali lebih besar.
Perkembangan gerakan anak akan berubah menjadi lebih luwes. Kemampuan
bicaranya bertambah maju dan perbendaharaan kata bertambah banyak. Anak sudah
bisa berjalan dan berbicara, sehingga lingkungan sosialnya bertambah luas karena ia
sudah bermain-main dengan teman-teman di luar lingkungan keluarganya. Anak
akan bersahabat dengan anak yang kira-kira sama siIat dan kecakapannya. Dan
Daftar Pustaka
1. Soetjiningsih. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta: EGC, 1995: 14-5
2. Riyadi S, Sukarmin. Asuhan Keperawatan pada Anak. Yogyakarta: Graha Ilmu, 2009:
2: 12-3
3. Hurlock E B, ed. Perkembangan Anak. 6th. Jakarta: Erlangga, 1991: 114, 250, 256-7,
261.
4. Papila D E, Old S W, Feldman R D. Psikologi Perkembangan. 9th. Trans. Anwar A
K. Jakarta: Kencana, 2008: 310-3.
5. Pinkham J R. Pediatric Dentistry: InIancy Through Adolescene. 3rd. India: Harcourt
Asia PTE LTD, 1999: 253-4, 260
6. Gunarsa S D, Gunarsa Y S D. Psikologi Praktis: Anak, Remaja, dan Keluarga.
Jakarta: Gunung Mulia, 1993: 8-11