Anda di halaman 1dari 12

TEKNIK PEMBESARAN

UDANG VANNAMEI (Litopenaeus vannamei) SECARA TRADISIONAL


DI UNIT PELAKSANA TEKNIS BALAI BUDIDAYA AIR PAYAU BANGIL



OIeh :
TETRIANA SEPTININGTIAS
NIM. 0810850021







FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2011


BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar BeIakang
Udang putih (L. vannamei merupakan spesies introduksi yang dibudidayakan di
ndonesia. Udang putih yang dikenal masyarakat dengan vanname ini berasal dari Perairan
Amerika Tengah. Negara-negara di Amerika Tengah dan Selatan seperti Ekuador,
Venezuela, Panama, Brasil, dan Meksiko sudah lama membudidayakan jenis udang yang
dikenal juga dengan pasific white shrimp ini. Di ndonesia, udang putih baru diintroduksi dan
dibudidayakan mulai awal tahun 2000-an dengan menunjukkan hasil yang
menggembirakan. Masuknya udang putih ini telah menggairahkan kembali usaha
pertambakan ndonesia yang mengalami kegagalan budidaya akibat serangan penyakit,
terutama bintik putih (white spot. Bintik putih telah menyerang tambak-tambak udang windu
baik yang dikelola secara tradisional maupun intensif meskipun telah menerapkan teknologi
tinggi dengan fasilitas yang lengkap. Di Lampung, udang putih mulai menjadi spesies
alternatif bagi petambak untuk dibudidayakan. Beberapa perusahaan besar yang bergerak
dalam agrobisnis udang mulai mencoba membudidayakan udang putih untuk meningkatkan
produktifitas tambaknya. Begitu juga dengan tambak-tambak tradisional dan semi intensif
mulai mengalihkan jenis spesies yang dibudidayakan dengan udang putih (Supono, 2008.
Udang putih mempunyai beberapa keunggulan dibanding spesies udang lainnya.
Berdasarkan penelitian Boyd dan Clay (2002 dalam Supono (2008, produktivitasnya
mencapai lebih dari 13.600 kg/ha. Produktivitas yang tinggi ini karena udang putih
mempunyai beberapa keunggulan dibanding spesies jenis lainnya, antara lain : tingkat
kelulushidupan tinggi, ketersediaan benur yang berkualitas, kepadatan tebar tinggi, tahan
penyakit dan konversi pakan rendah.
Menurut Kordi (2007, nama ilmiah udang vanname yang lama adalah Penaeus
vanname atau P. vanname. Namun klasifikasi terbaru diganti menjadi Litopenaeus
vannamei atau L. vannamei.
Udang Putih (L. vannamei termasuk dalam crustacea yang tergolong dalam ordo
Decapoda seperti halnya lobster dan kepiting serta udang-udang lainya. Kata decapoda
berasal dari kata deca = 10, poda = kaki, hewan ini juga memiliki karapas yang berkembang
menutupi bagian kepala dan dada menjadi satu (cephalothorax. Famili Penaeidae yang
menetaskan telurnya di luar tubuh, setelah dikeluarkan oleh betina dan udang ini juga
memiliki tanduk (rostrum. Genus penaeus yang ditandai dengan adanya gigi pada bagian
atas dan bawah rostrum juga ditandai dengan hilangnya bulu cambuk (setae pada
tubuhnya. Secara khusus udang ini memiliki 2 gigi pada tepi rostrum bagian ventral dan 8-9
gigi pada tepi rostrum bagian dorsal. Subgenus Litopenaeus, ditandai dengan adanya organ
seksual (thelycum yang terbuka tanpa adanya tempat penampung sperma pada spesies
betina. Nama-nama lain dari udang putih Litopenaeus vannamei adalah Pacific white
shrimp, West coast white shrimp, Penaeus vannamei, Camaron blanco Langostino, White
leg shrimp (FAO, Crevette pattes blanches (FAO, Camaron pati blanco (FAO
(Anonymous, 2010.
Masalah yang dihadapi dalam melakukan usaha pembesaran udang vannamei adalah
penyakit, pertumbuhan lambat, pertumbuhan tidak merata, serta mortalitas yang tinggi.
Sehingga timbul input yaitu perbaikan kualitas air, pemilihan bibit yang baik, penumbuhan
plankton, pemberantasan hama dan penyakit. Dan output yang dihasilkan yaitu udang
dengan GR (growth rate yang cepat, SR (survival rate yang tinggi dan kualitas individu
yang baik.
Oleh karena itu diperlukan usaha untuk mengetahui dan menguasai semua aspek dalam
pembesaran udang vannamei (L. vannamei) secara tepat melalui pelaksanaan Praktek
Kerja Lapang. Dengan berhasilnya kegiatan pembesaran ini, berarti akan menghasilkan
individu udang yang berkualitas.

1.2 Maksud dan Tujuan
Maksud dari pelaksanaan Praktek Kerja Lapang ini adalah untuk mengaplikasikan ilmu
yang diperoleh dibangku perkuliahan dan memberikan pengetahuan dan pengalaman
lapang dalam bidang perikanan kepada mahasiswa.
Tujuan dari Praktek Kerja Lapang ini adalah agar mahasiswa mendapatkan
pengetahuan, pengalaman dan ketrampilan kerja lapang secara langsung serta bisa
membandingkan dengan pengetahuan yang diperoleh di bangku kuliah, melalui kegiatan
pembesaran Udang Vannamei (L. vannamei di UPT Balai Budidaya Air Payau Bangil
Pasuruan, Jawa Timur.

1.3 Tempat dan Waktu
Praktek Kerja Lapang ini dilaksanakan di UPT Balai Budidaya Air Payau Bangil
Pasuruan, Jawa Timur pada bulan Juli Agustus 2011.


BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 KIasifikasi dan MorfoIogi Udang Vannamei
Menurut Amri dan Kanna (2008, bahwa taksonomi udang vannamei dapat
diklasifikasikan sebagai berikut:
Filum : Arthopoda
Kelas : Crustacea
Ordo : Decapoda
Famili : Penaidae
Genus : Litopeaeus
Spesies : Litopenaeus vannamei
Morfologi udang vannamei terdiri atas kepala udang vannamei terdiri atas antenula,
antena, madibula dan 2 pasang maxillae. Kepala udang vanname juga dilengkapi dengan 3
pasang maxilliped dan 5 pasang kaki berjalan (peripoda atau kaki sepuluh (decapoda.
Abdomen terdiri dari dari 6 ruas. Pada bagian abdomen terdapat 5 pasang kaki renang dan
sepasang uropods (mirip ekor yang membentuk kipas bersama-sama telson. Menurut
Haliman dan adijaya (2005, sifat-sifat penting udang vannamei adalah sebagai berikut : aktif
pada kondisi gelap (nokturnal, dapat hidup pada kisaran salinitas lebar (euryhaline, suka
memangsa sesama jenis (kanibal, tipe pemakan lambat, tetapi terusmenerus(continous
feeder, menyukai hidup didasar tambak (bentik, mencari makan lewat organ sensor
(chemoreseptor (Pradikta, 2009.
Penaeus vannamei, biasa juga disebut sebagai udang putih dan masuk ke dalam famili
Penaidae. Anggota famili ini menetaskan telurnya di luar tubuh setelah telur dikeluarkan oleh
udang betina. Udang Penaeid dapat dibedakan dengan jenis lainnya dari bentuk dan jumlah
gigi pada rostrumnya. Penaeid vannamei memiliki 2 gigi pada tepi rostrum bagian ventral
dan 8-9 gigi pada tepi rostrum bagian dorsal (Erwinda, 2008.
2.2 Persiapan Lahan
Menurut Amri (2003, konstruksi tambak seperti tanggul, pintu air, dan papan pengarah
pintu air perlu dilakukan penutupan dari kerusakan atau kebocoran. Tanah dasar kemudian
dilakukan pengeringan sekitar 1-2 minggu, tergantung dari kondisi cuaca. Kemudian tanah
yang telah kering dilakukan pembalikan tanah sekitar 15-20 cm kemudian dilakukan
pengapuran tanah dasar tambak dan juga tanggul bagian dalam. Pemberantasan hama
dilakukan dengan diberikan racun organik dan anorganik. Proses pengisian air tambak
dilakukan setelah pemberantasan hama dan penyakit dengan disertai pemberian pupuk TSP
: Urea = 1:3 dengan tujuan penumbuhan pakan alami.

2.3 PemiIihan dan Penebaran Benih
Menurut Haliman dan Adijaya (2005, benur udang vannamei yang dibudidayakan harus
dipilih yang terlihat sehat. Pengujian benur ini dapat dilakukan dengan uji visual, mikroskopik
dan daya tahan. Benur yang akan ditebar sebelumnya dilakukan aklimatisasi terlebih
dahulu. Menurut Zaidy (2000, kantong-kantong plastik yang berisi benur diapungkan
dipermukaaan air tambak selama 15-30 menit baru kemudian diisi air sedikit demi sedikit.
Sedangkan waktu penebaran menurut Buwono (2003, sebaiknya dilaksanakan pada pagi
hari pukul 06.00 atau sore hari pukul 17.00 dimana fluktuasi beberapa parameter kualitas
airnya tidak terlalu mencolok dengan padat penebaran udang pada sistem intensif antara
30-40 ekor/m
2
.

2.4 Pergantian Air
Pergantian air tambak setelah penebaran benur dilakukan pertama kali saat benur udang
berumur 30 hari. Pada saat umur tersebut benur sudah cukup kuat melawan arus air yang
berasal dari pintu pemasukan. Sistem pergantian air tersebut akan meningkat frekuensinya
bilamana pada penebaran benur di petakan-petakan tambak tinggi. Maka suplai oksigen
terlarut harus tinggi pula supaya dapat memenuhi kebutuhan oksigen terlarut dengan
menggunakan kincir-kincir air (paddle wheel yang dioperasikan dari jam 11.00-16.00 dan
jam 18.00-06.00.
2.5 PengendaIian Hama dan Penyakit
Menurut Kordi (2007, hama yang sering menyerang budidaya udang ditambak seperti
hama pemangsa (predator, penyaing (kompetitor, perusak sarana dan pencuri.
Menurut Haliman dan Adijaya (2005, beberapa jenis penyakit yang sering menyerang
udang vannamei disebabkan oleh parasit, bakteri dan jamur dan virus.

2.6 Panen dan Pasca Panen
Menurut Kordi (2007, lama pemeliharaan udang vannamei sangat tergantung dari
tingkat pertumbuhan udang peliharaan dan ukuran benih yang ditebar. Jika benih yang
digunakan berasal dari pentokolan (lama pentokolan sekitar 20 hari, maka pembesaran di
tambak sekitar 100-120 hari (3-4 bulan. Namun, bila benih yang ditebar langsung, tanpa
pentokolan, maka waktu pemeliharaan sekitar 130-170 hari (4-6 bulan. Size udang
vannamei yang dipanen 70-80 ekor/kg. Menurut Kordi (2007, pemanenan udang vannamei
dapat dilakukan secara selektif maupun total. Pada budidaya semi intensif dan intensif
pemanenan sebaiknya dilakukan secara total. Karena bila pengelolaan selama
pemeliharaan berlangsung baik, maka jumlah udang berukuran kecil sangat sedikit. ni
berbeda dengan sistem pemeliharaan ekstensif (tradisioanal dimana pertumbuhan udang
vannamei sangat beragam, sehingga dapat dilakukan pemenenan secara selektif.


BAB 3
PEMBAHASAN

3.1 Persiapan Lahan
3.1.1 Perbaikan dan PengoIahan Lahan
Persiapan lahan untuk budidaya pembesaran udang vannamei, hal pertama yang
dilakukan adalah memperbaiki pematang yang rusak, yang berlubang sehingga membuat air
bisa merembes keluar dari tambak dan mengurangi jumlah air di dalam tambak tersebut. Hal
ini dinamakan dengan istilah tujah borot. Setelah dilakukan tujah borot, dilakukan
pengangkatan lumpur pada dasar tambak ke atas pematang. Kemudian dilakukan
pembalikan tanah dasar tambak, hal ini bertujuan untuk mengurangi kadar toksisitas pada
perairan. Setelah itu tanah dikeringkan selama 5 7 hari sampai tanah retak retak untuk
mengurangi senyawa senyawa asam sulfida dan senyawa beracun yang terjadi selama
tambak terendam air, memungkinkan terjadinya pertukaran udara dalam tambak sehingga
proses mineralisasi bahan organik yang diperlukan untuk pertumbuhan kelekap dapat
berlangsung, serta untuk membasmi hama penyakit dan benih - benih ikan liar yang bersifat
predator ataupun kompetitor.
3.1.2 Pengapuran
Pengapuran dilakukan menggunakan kapur tohor dengan dosis 300 kg / ha,
pengapuran ini bertujuan untuk menaikkan pH tanah dalam tambak tersebut. Kapur ditebar
merata ke seluruh petakan tambak, dan terutama ditebar pada petakan yang terdapat
banyak lumpur biasanya terdapat di depan pintu air, hal ini dilakukan karena di dalam
lumpur tersebut terdapat banyak amonia yang dapat menyebabkan pH rendah. Setelah
dilakukan pengapuran, air dimasukkan ke dalam tambak melalui pintu air hingga ketinggian
air mencapai 60 cm.
3.1.3 Pemberantasan Hama
Pemberantasan hama di dalam tambak menggunakan saponin dengan dosis 10 ppm
jika pada musim kemarau, dan 15 ppm pada saat musim penghujan. Saponin ini dapat
mematikan semua jenis ikan yang tidak diinginkan (liar. Cara pemberian saponin yaitu
dengan merendam saponin tersebut di dalam air selama sehari semalam atau 24 jam,
kemudian ditebar merata ke seluruh petakan.
3.1.4 Pemupukan
Pemupukan tambak dilakukan dengan pupuk SP. 36 sebanyak 50 100 kg/ha atau
tergantung kualitas air tambak, terutama jumlah plankton. Pemupukan ini dilakukan untuk
menumbuhkan pakan alami di dalam tambak.

3.2 PemeIiharaan
3.2.1 Penebaran Benih
Penebaran benih udang vannamei dilakukan setelah pakan alami terlihat di dalam
tambak, kurang lebih 1 2 minggu setelah pemupukan. Penebaran diusahakan pada
salinitas rendah, sekitar 5 15 ppm. Sebelum ditebar, benih di cek kualitasnya dengan uji
PCR untuk mengetahui apakah benih udang tersebut bebas virus atau tidak. Selain tes
PCR, dilakukan juga tes stres air tawar, yang berfungsi untuk melihat kekebalan dari benih
udang tersebut. Tes ini dilakukan dengan cara memasukkan sampel benih ke dalam air
tawar 0 ppm, kemudian dihitung SR nya. Apabila SR lebih dari 80 %, berarti benih termasuk
baik.
Setelah didapatkan hasil benih yang baik dan siap tebar, benih diadaptasikan suhu
terlebih dahulu, dengan cara kantong plastik benur diapungkan di permukaan air tambak
sampai di dalam kantong tersebut terdapat embun atau uap air yang menunjukkan bahwa
suhu sudah sama. Kemudian dilakukan adaptasi salinitas, dengan cara kantong plastik
benur dibuka, dan diisi air dari petakan tambak sampai benih tersebut dapat beradaptasi
dengan sempurna, hal ini ditandai dengan keluarnya benih dari kantong.
3.2.2 Pergantian Air
Pergantian air tergantung pada pasang surut air laut setiap 2 minggu sekali atau
juga tergantung pada kualitas air. Apabila kualitas air masih baik, pergantian air tidak perlu
dilakukan.
3.2.3 PengendaIian Hama dan Penyakit
Pencegahan hama dan penyakit dapat dilakukan dengan mengecek kualitas air
secara berkala selama 2 minggu sekali. Kualitas air yang diukur antara lain suhu, salinitas,
NH
3
, DO, alkalinitas serta jumlah plankton. Selain itu, dilakukan uji PCR setiap 1 bulan
sekali.
Jika ada tanda tanda serangan wabah penyakit, air pada tambak di buang hingga
50% dan kemudian diganti dengan air yang baru. Namun jika ada serangan virus pada
tambak tersebut, dilakukan eradikasi dengan cara pemberian kaporit dalam tambak yang
terkena virus, lalu di biarkan sampai bau kaporit tidak tercium lagi. Diasumsikan hilangnya
bau kaporit, adalah matinya virus. Setelah virus sudah mati, air dalam tambak bisa dibuang,
karena sudah tidak mengandung virus.

3.3 Pemanenan
Pemanenan dilakukan dengan dua sistem, panen selektif serta panen total. Panen
selektif dilakukan apabila ukuran komoditas yang dibudidaya tidak sama, dan untuk
mengetahui kondisi udang dan diperuntukkan pada petakan tambak dengan luas 3 ha.
Sedangkan panen total dilakukan apabila terjadi serangan penyakit, atau dilakukan pada
petakan yang lebih kecil 1 ha.

BAB 4
PENUTUP

4.1 KesimpuIan
- kegiatan pembesaran terdiri atas persiapan lahan, pemeliharaan serta pemanenan
- persiapan lahan terdiri atas perbaikan pematang, pengeriangn tanah, pengapuran,
pemasukan air, pemberantasan hama, serta pemupukan
- pemeliharaan terdiri atas penebaran benih, pergantian air, serta pengendalian hama
dan penyakit
- pemanenan terdiri atas panen selektif dan panen total
- kualitas air yang diukur dalam usaha pembesaran ini adalah suhu, salinitas,
amoniak, DO, alkalinitas, serta jumlah plankton

4.2 Saran
Saran yang dapat disampaikan dalam kegiatan pembesaran udang vannamei di UPT
PBAP Bangil ini adalah untuk memaksimalkan upaya pencegahan terhadap penyakit,
terutama virus. Karena, sampai saat ini belum ditemukan cara untuk mengobati udang yang
terkena virus, sehingga cara satu satunya yang dapat dilakukan adalah melakukan
pencegahan (preventif.

DAFTAR PUSTAKA

Amri. 2003. Budidaya Udang Windu Secara Intensif. Agromedia Pustaka. Jakarta

Amri dan Kanna. 2008. Budidaya Udang Vaname Secara Intensif, Semi Intensif, dan
TradisionaI. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta

Anonymous. 2010. TeknoIogi Budidaya Udang. http://mengenaludangwindu.
blogspot.com. Diakses 19 Maret 2011

Arikunto, S. 2002. Prosedur PeneIitian : Suatu Pendekatan Praktek. Penerbit Rineka
Cipta. Jakarta

Erwinda, Y. E. 2008. Pembenihan Udang Putih (!enaeus vannamei) Secara Intensif.
Sekolah lmu dan Teknologi Hayati nstitut Teknologi Bandung. Bandung

Haliman dan Adijaya. 2005. Pembudidayaan dan Prospek Pasar Udang Putih yang
Tahan Penyakit Udang Vannamei. Penebar Swadaya. Jakarta

Hasan, . 2002. Pokok-Pokok Materi MetodoIogi PeneIitian dan ApIikasinya. Ghalia
ndonesia. Jakarta

Hendrajat E. A dan Markus M dan Hidayat S. 2007. Budidaya Udang Vannamei
(Litopenaeus vannamei) PoIa TradisionaI PIus di Kabupaten Maros, SuIawesi
SeIatan. Media Akuakultur Volume 2 Nomor 2 Tahun 2007.
http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin. Diakses tanggal 25 Mei 2011

Kordi K. M. G. H. 2007. PemeIiharaan Udang Vannamei. ndah. Surabaya

Natzir. 1983. Metode PeneIitian. Ghalia ndonesia. Jakarta

Pradikta, A. N. 2009. Teknik Pembesaran Udang Vannamei (Litopenaeus vannamei)
Secara Intensif pada PT Sumber Sewu Samudera Desa PaIukuning Kecamatan
Muncar Kabupaten Banyuwangi Jawa Timur. http://www.aps.apsidoarjo.ac.id/.
Diakses tanggal 29 April 2011

Supono, W. 2008. EvaIuasi Budidaya Udang Putih (Litopenaeus Vannamei) Dengan
Meningkatkan Kepadatan Tebar Di Tambak Intensif. Seminar Hasil Penelitian dan
Pengabdian Kepada Masyarakat. Universitas Lampung. http://www.lemlit.unila.ac.id.
Diakses 29 April 2011

Surachmad, W. 1985. Dasar dan Teknik Research: Pengantar MetodoIogi IImiah.
Tarsito. Bandung

Suryabrata. 1994. MetodoIogi PeneIitian. CV Rajawali. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai