Anda di halaman 1dari 11

Daftar Isi Bab I Pendahuluan a. Latar belakang b. Rumusan masalah c. Tujuan d. Manfaat Bab II Tinjauan pustaka a.

Tindak kekerasa b. Keluarga c. Skizofrenia d. Kepribadian

SKIZOFRENIA
Skizofrenia adalah gangguan mental yang parah, membuat individu yang menderitanya menjadi tidak berdaya.1 Skizofrenia merupakan sindroma heterogen yang diagnosisnya ditegakkan berdasarkan sekumpulan simtom yang dinyatakan karakteristik untuk skizofrenia.1 Skozofrenia lebih banyak diderita pada pasien laki-laki daripada perempuan dan penderita laki-laki akan lebih parah dari perempuan.2

GEJALA SKIZOFRENIA Kay dan kawan-kawan membagi gejala skizofrenia atas3,4: 1. Gejala positif Waham Kekacauan proses pikir Perilaku halusinasi

Gaduh gelisah Waham/ ide kebesaran Kecurigaan/ kejaran permusuhan

2. Gejala negative Afek tumpul Penarikan emosional Penarikan diri dari hubungan social secara pasif/ apatis Kesulitan dalam pemikiran abstrak Kurangnya spontanitas dan arus percakapan Pemikiran stereotipik

3. Gejala psikopatologi umum Kekhawatiran somatik Ansietas Rasa bersalah Ketegangan ( tension) Mannerism dan sikap tubuh Depresi Retardasi motorik Tidak kooperatif Isi pikiran yang tidak biasa Disorientasi Perhatian buruk Kurangnya daya nilai dan tilikan Gangguan dorongan kehendak Pengendalian impuls yang buruk

Preokupasi pikiran

KRITERIA DIAGNOSIS SKIZOFRENIA

Skizofrenia ditandai adanya distorsi pikian dan persepsi yang mendasar dan adanya afek yang tidak wajar atau tumpul.5

Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia edisi ketiga (PPDGJ III) membagi gejala skizofrenia dalam kelompok6: a. Thought echo, thought insertion, thought withdrawal, dan thought broadcasting. b. Waham dikendalikan, waham dipengaruhi, sikap tubuh yang pasif, yang jelas merujuk pada pergerakan tubuh atau pergerakan anggota gerak, atau pikiran, perbuatan atau perasaan khusus , dan persepsi delusional. c. Suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus terhadap perilaku pasien atau mendiskusikan perihal pasien di antara mereka sendiri, atau jenis suara haluainasi lain yang berasal dari stau bagian tubuh d. Waham-waham menetap jenis lain yang menurut budayanya dianggap tidak wajar serta sama sekali mustahil, seperti misal mengenai identitas keagamaan atau politik, atau kekuatan dan kemampuan manusia super ( misal mampu mengendalikan cuaca, atau berkomunikasi dengan makhluk asing dari dunia lain). e. Halusinasi yang menetap dalam setiap modalitas, apakah disertai baik oleh waham yang mengambang/melayang maupun yang setengah berbentuk tanpa kandungan afektif yang jelas, ataupun oleh ide-ide yang berlebihan yang menetap atau apabila terjadi setiap hari selama berminggu-minggu atau berbulan-bulan terus-menerus. f. Arus pikiran yang terputus atau yang mengalami sisipan yang berakibat inkoherensi atau pembicaraan yang tidak relevan, atau neologisme.

g. Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh gelisah, sikap tubuh tertentu atau fleksibilitas serea, negativism , mutisme, dan stupor. h. Gejala negatif, seperti sikap apatis, pembicaraan terhenti, dan respons emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan sosial dan menurunnya kinerja sosial, tapi harus jelas bahwa semua hal tersebut tidak disebabkan oleh depresi atau medikasi neuroleptika.

i.

Suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu keseluruhan dari beberpa aspek perilaku perorangan, bermanifestasi sebagai hilangnya minat, tak bertujuan, sikap malas, sikap berdiam diri dan penarikan diri secara social.

PEDOMAN DIAGNOSTIK: Untuk menegakkan diagnosis skizofrenia harus ada sedikitnya satu simtom tersebut di atas yang amat jelas (dan biasanya dia simtom atau lebih, apabila simtom tersebut kurang tajam atau kurang jelas) dari simtom yang termasuk salah satu kelompok (a) sampai dengan (d) tersebut di atas, atau paling sedikit dua simtom dari kelompok (e) sampai dengan (h) yang harus selalu ada secara jelas selama kurun waktu satu bulan atau lebih.5

SUBTIPE SKIZOFRENIA Diagnostic and Statistical manual of Mental Disorder Fourth Edition Text Revised (DSM-IV-TR) membagi skizofrenia atas subtype secara klinik, berdasrkan kumpulan simtom yang paling menonjol.1

Pembagian subtype skizofrenia:6 1. Tipe katatonik Yang menonjol simtom katatonik. 2. Tipe disorganized Adanya kekacauan dalam bicara dan perilaku, dan afek yang tidak sesuai atau datar. 3. Tipe paranoid Simtom yang menonjol merupakan adanya preokupasi dengan waham atau halusinasi yang sering. 4. Tipe tak terinci Adanya gambaran simtom fase aktif, tetapi tidak sesuai dengan criteria untuk skizofrenia katatonik, disorganized, atau paranoid. Atau semua criteria utnuk skizofrenia katatonik, disorganized, dan paranoid terpenuhi. 5. Tipe residual Merupakan kelanjutan dari skizofrenia, akan tetapi simtom fase aktif tidak lagi dijumpai.

PERJALANAN SKIZOFRENIA Skizofrenia dapat dilijat sebagai suatu gangguan yang berkembang melalui fase-fase9: 1. Fase premorbid Pada fase ini, fungsi-fungsi individu masih dalam keadaan normative. 2. Fase prodromal Adanya perubahan dari fungsi-fungsi pada fase premorbid menuju saat muncul simtom psikotik yang nyata. Fase ini dapat berlangsung dalam beberapa minggu atau bulan, akan tetapi lamanya fase prodromal ini rerata antara 2 sampai 5 tahun.6 Pada fase ini, individu mengalami kemunduran dalam fungsi-fungsi yang mendasar (pekerjaan social dan rekreasi) dan muncul simtom yang nonspesifik, misal gangguan tidur.

3. Fase psikotik Berlansung mulai dengan fase akut, lalu adanya perbaikan memasuki fase stabilitasi dan kemudia fase stabil o Pada fase akut dijumpai gambaran psikotik yang jelas, misalnua dijumpai adanya waham, halusinasi, gangguan proses piker, dan pikiran yang kacau. Simtom negates sering menjadi lebih parah dan individu biasanya tidak mampu untuk mengurus dirinya sendiri secara oantas. Fase stabilisasi berlangsung selama 6-18 bulan, setelah dilakukan acute treatment

Pada fase stabil terlihat simtom negative dan residual dari simtom positif. Di mana simtom pisitif bisa masih ada, dan biasanya sudah kurang parah dibandingkan pada fase akur. Pada beberapa individu bisa dinjumpai asimtomatis, sedangkan individu lain mengalami simtom nonpsikotik misalnya, merasa tegang (tension ), ansietas, depresi, atau insomnia.

PEMAKAIAN ANTIPSIKOTIK Skizofrenia adalah suatu gangguan yang berlangsung lama dan fase psikotiknya memiliki6: Fase akut Fase stabilisasi

Fase stabil

Penanggulangan memekai antipsikotik diindikasikan terhadap semua fase tersebut6

Antipsikotik dibedakan atas7: 1. Antipsikotik tipikal (antipsikotik generasi pertama) Klorpromazin Flufenazin Tioridazin Haloperidol Dan lain-lain

2. Antipsikotik atipikal (antipsikotik generasi ke dua) Klozapin Alanzapin Risperidon Quetapin Aripiprazol Dan lain-lain

Pemakaian antipsikotik dalam menanggulangi skizofrenia telah mengalami pergeseran. Awalnya pilihan pertama jatuh pada antipsikotik tipikal, namun sekrang telah bergeser pada antipsikotik atipikal, yang lebih baik dalam menanggulani simtom negative dan kemunduran kognitif.8

Adanya perbedaan efek samping yang nyata antara antipsikotik atipikal dan antipsikotik tipikal. Antipsikotik atipikal:

Menimbulkan lebih sedikit efek samping neurologis

Lebih besar kemungkinan dalam menimbulkan efek samping metabolic, misalnya eprtambahan berat badan, diabetes mellitus, atau sindrom metabolic.10

Penanggulangan memakai antipsikotik diusahan sesegera mungkin, bila memungkinkan secara klinik, karenan eksaserbasi psikotik akut melibatkan distress emosional, perilaku individu membahayakan diri sendiri, orang lain, dan merusak sekitar.7 Individu terlebih dahulu menjalani pemeriksaan kondisi fisik, tanda-tanda vital, dan pemeriksaan laboratorium dasar sebelum memperoleh antipsikotik.8

PENANGGULANGAN BERDASARKAN FASE

Penanggulangan skizofrenia memakai antipsikotik berdasarkan fase6: 1. Fase akut lamanya 4-8 minggu Simtom psikotik akut: halusinasi, waham, pembicaran, dan perilaku yang kacau Target penanggulangan : mengurangi simtom psikotik dan melindungi individu dari perilaku psikotik yang berbahaya.

2. Fase stabilisasi Lamanya 2-6 bulan Simtom mulai berkunang, akan tetapi individu masih vulnerable untuk mendapat serangnan ulang, bila dosis dikurangi atau adanya stressor pskikososial, serta memperhatikan adanya perbaikan dari fungsi-fingsi individu. Target penanggulangan: mengurangi simtom yang masuh ada dan merencanakan pengobatan jangka panjang.

3. Fase stabil -

Lamanya tidak terbatas Simtom positif sudah minimal atau tidak dijumpai lagi, dan simtom negative masih dominan pada gambaran klinik individu. Target penanggulangan: mencegah muncul kembali psikosis, emgnurangu simtom negative dan memfasilitasi individu untuk rehabilitase social.

Dafter pustaka

1. First M.B., Tasman A. Skizophrenia. In: DSM-IV-TR Mental disorders Diagnosis, Etiology an Treatment. London: Wiley, 2004. P. 640-700. 2. Miyamoto S., La Mantia A.S., Dncan E.E., et al. Recent Advances in The neurobiology of schizophrenia: Molecular Intervension, 2003; 3: 27-39. 3. Kay S.R. Positive and Negative Symptoms in Schizophrenia, Assessment and Research. Newyork: Bruner/mazel Publisher, 1991. P. 86-91. 4. Pedoman Definisi PANSS (positive and negative Symptom Scale). Jakarta: penerbit FkUI, 1994. 5. Stahl S.M. Essential Psychopharmacology Neuroscientific Basis and Practical Applications. 2nd ed. Cambridge: Cambridge University Press, 1001. p. 365-99. 6. Dirjen Yanmed Depkes RI. Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indom=nesia. Edisi ketiga. Jakarta: Depkes RI, 1993. 7. Herz M.I., Marder S.R. Schizophrenia Comperhensive Treatment and Management. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins, 2002. 8. Lehman A.F., Lieberman J.A., Dixon LB., et al. Practice Guideline for The Treatment of Patients with Schizophrenia. 2nd ed. Arlington: American Psychiatric Association, 2004.

Child abuse dan Skizofrenia Efek yang dapat ditimbulkan dari kekerasan pada masa anak-anak terhadap perkembangannya di masa yang akan datang memberikan dampak yang besar. Berdasarkan dari beberapa jurnal yang menelliti kaitan antara child abuse dan skizofrenia, dimana data tersebut merupakan gabungan antara sexual abuse, physical abuse, dan emotional abuse serta ada beberapa yang memasukan verbal abusedidapatkan beberapa data seperti terlampir di bawah ini:

I.

Data diambil dari anak-anak ( n=1612, dengan jumlah perempuan= 1327) yang mengalami pelecehan sexual.

Metode yang digunakan: anak-anak yang diteliti berusia 16 tahun atau lebih muda dari usia tersebut. dimana semua subjek penelitian lahir pada tahun 1991-1950 yang mengalami pelecehan sexual. Dibandingkan dengan kelomppok control yang memiliki usia yang sama dengan kelomppok studi. Penelitian kohort. Hasil yang didapatkan: ada keterkaitan antara child sexual abuse dengan munculnya gangguan mental pada saat dewasa, seperti meningkatnyamajor affect disorder gangguan cemas, gangguang kepribadian. Namun tidak didapatkan data yang cukup untuk mengatakan adanya keterkaitan antara child sexual abuse dengan kejadian skizofrenia pada saat dewasa. Dari jurnal yang berjudul impact of child sexual abuse on mental health : prospective study in males and females.

II.

Data : subjek penelitian yang diikutkan adalah subjek yang mendertia skizofrenia yang telah mengalami pengobatan untuk episode pertamanya di klinik dan tetep dipantau meskipun pasien tidak lagi dirawat. Dimana subjek penelitian telah didiagnosis menderita skizofrenia dengan menggunakan criteria DSM IV, subjek penelitian juga tidak pernah mengalami gejala sikotik sebelumnya dan tidak pernah mendapat pengobatan sebelumnya. Dimana criteria eksklusi termasuk penggunaan obat-obatan terlarang dan lakohol Hasil yang didapat: bahwa adanya child bause pada masa anak-anak berkaitan dengan adanya gejala positive pada pasien-pasien tersebut dibandingkan dengan gejala negative. Dimana gejala positif yang terkuat adalah gejala halusinasi. Dari jurnal yang berjudul the effects of childhood trauma in patirnts with firs episode skizo

III.

Metode: berdasrakan pengumpulan data dari penelitian-penelitian orang lain. Hasil yang didapat: adanya trauma pada masa anak-anak ( dimana trauma tersebut termasuk Child abuse ) meningkatkan risiko terjadinya psikosis dan skizofrenia. Dimana adanya gejala yang kuat, terutama gejala halusinasi dan delusi. Dari jurnal childhood terauma, psikosis dan skizo: a literature rivew with theoretical and clinical implications

Penyebab skizofrenia

Genetic dan lingkungan. Skizofrenia terjadi pada populasi umum sebesar 1 %, namun skizofrenia terjadi pada 10 % dengan kerabat tingkat pertama, seperti orang tua, dan saudara. Orang-orang dengan kerabat tingkat ke 2 seperti paman dan bibi serta saudara sepupu mempunyai kemungkinan yang lebih besar untuk berkembangnya skizofrenia disbanding dengan populasi umum. Insiden ini juga meningkat pada orang kembar, dimana mereka memiliki kemungkinan sebesar 40-65 persen mengalami gangguan. Namun dibutuhkan lebih dari sekedara perubahan genetic untuk menyebabkan seseorang menderita skizofrenia. Factor lingkungan juga memegang peranan penting dalam hal ini. Para ahli berfikir bahwa dibutuhkan interaksi antara perubahan genetic dan lingkungan untuk menjadikan seseorang mengalami skizofrenia. Banyak sekali factor lingkungan yang berperan dalam terkjadinya hal terssebut seperti, terserang virus dan malnutrisi sebelum kelahiran, masalah dalam persalinan, dan factor-faktor lain yang masih belum dapat diketahui penyebabnya. Secara geneetik, gen yang berperan telah ditemukan. Gen tersebut adalah BDNF-Val66Met (brain-derived neurotrophic factor) polimorfisme berkaitan dengan psikosis . dimana BDNF merupakan neurotropin yang memicu pertumbuhan dan diferensiasi dari pertumbuhan neuron pada saraf pusat dan system saraf tepi. Telah dibuktikan bahwa adanya stress pada awal kehidupan dapat mempengaruhi ekspresi BDNF dan mempunyai efek jangka panjang terhadap maturasi neuron pada tahap selanjutnya. Berdasarkan fakta yang ada dari hasil penelitian baru-baru ini, telah ditemukan, bahwa orang dengan skizofrenia cenderung untuk memiliki tingkat mutasi gen yang lebih tinggi. perbedaan gen ini melibatkan banyak gen dan kemungkinan berpengaruh terhadap perkembangan otak. berdasarkan penelitian ini ada katian antara gen BDNF-Val66Met dengan skizofrenia. Jornal no 10. Different brain chemistry and structure. Para ilmuwan berfikir bahwa adanya ketidakseimbangan reaksi kimia di dalam otak yang berkaitan dengan berbagai macam neurotransmitter seperti dopamin dan glutamat dan tidak menutup kemungkinan adanya neurotransmitter lain yang berperan dalam terjadinya skizofrenia. Neurotransmitter memungkinkan otak dapat berkomunikasi antar sel. Otak penderita skizofrenia tampak berbeda dengan orang yang normal, sebagai contoh adalah adanya cairan yang memenuhi ronggan otak bagian tengah, yaitu ventrikel, yang luasnya lebih besar pada penderita skizofrenia. Begitu pula dengan bagian lainnya, seperti daerah abu-abu yang lebih sedikit disbanding dengan orang normal, begitu pula beberapa daerah di otak yang memiliki tingkat keaktifan yang lebih rendah dari orang yang normal.

daftar pustaka

http://www.nimh.nih.gov/health/publications/schizophrenia/schizophrenia-booket-2009.pdf

Anda mungkin juga menyukai