Anda di halaman 1dari 7

NON FINANCIAL PERFORMANCE MEASUREMENT

Survey dari 128 perusahaan memperlihatkan bagaimana perusahaan menggunakan 3 pengukuran yaitu pengukuran kinerja finansial, non finansial, dan subjective. Tujuan dari 3 pengukuran tersebut adalah untuk memahami lebih baik bagaimana perbedaan jenis pengukuran kinerja dapat berkontribusi dan berdampak langsung pada strategi manajemen. Ditemukan bahwa jenis pengukuran memiliki dampak yang berbeda pada tindakan karyawan seperti pengambilan risiko, upaya dalam inovasi, penekanan relatif pada jangka pendek vs panjang, dan kecenderungan untuk melakukan permainan sistem evaluasi kinerja. Penggunaan pengukuran kinerja Non Finansial diterima dengan baik karena pengukuran kinerja memiliki peranan penting dalam menjalankan sebuah organisasi. Hal ini termasuk dalam menerjemahkan strategi ke dalam perilaku, memantau kemajuan, menyediakan umpan balik, dan memotivasi karyawan melalui pengukuran berdasarkan penghargaan dan sanksi. Dengan munculnya realitas kompetitif baru seperti kustomisasi meningkat, fleksibilitas, dan adanya tanggapan cepat terhadap harapan pelanggan, serta praktek-praktek manufaktur baru seperti Just in Time dan manajemen kualitas total, banyak pendapat bahwa akuntansi berbasis sistem pengukuran kinerja tidak lagi memadai. Pada dekade lalu berbagai langkah-langkah pengukuran dan sistem telah dilaksanakan untuk mengatasi keterbatasan akuntansi berdasarkan pengukuran pada lingkungan. Sebuah contoh yang menonjol pendekatan baru ini adalah sistem pengukuran kinerja yang terintegrasi , seperti dengan menggunakan balanced scorecard. Tujuan dari artikel atau kasus ini adalah menyelidiki penggunaan relatif dari keuangan, kuantitatif non finansial dan pengukuran kinerja subjektif oleh sampel dari 128 perusahaan. Istilah "pengukuran subyektif" digunakan untuk mengambarkan pengukuran nonfinansial yang berasal dari pertimbangan subjektif. Namun akuntansi berbasis sistem pelaporan tradisional cenderung terstruktur bersama lini departemen. Ketidakcocokan antara akar penyebab dan struktur pelaporan, berfokus pada dampak dari agregat keuangan bukan operasi. Hal ini dapat menyebabkan manajer menghindari tanggung jawab, dalam upaya untuk mengoptimalkan secara lokal, dan

bisa terlibat dalam perilaku disfungsional untuk memaksimalkan kinerja jangka pendek dengan mengorbankan efektivitas jangka panjang dan daya saing. Selain itu diakui bahwa kekurangan dari pengukuran non finansial adalah hasil yang tidak efektif dari pelaksanaan dan penggunaan. Hal yang penting adalah desain yang efektif dalam penggunaan sistem pengukuran kinerja membutuhkan karakteristik investigasi yang sistematis dan seimbang, kekuatan, dan kelemahan dari pengukuran kinerja finansial dan non-finansial. Karakteristik pengukuran kinerja subjektif penting karena semakin dipromosikan oleh banyak aspek kerja dan kinerja tidak mudah diukur. Kualitas pelaksanaan inisiatif lebih baik didukung oleh pengukuran non finansial daripada pengukuran finansial, dapat lebih efektif untuk inisiatif kualitas, dapat berkomunikasi secara signifikan di seluruh organisasi, dan mengetahui tingkat penggunaan oleh perusahaan-perusahaan yang menekankan kualitas: kepuasan karyawan, kepuasan pelanggan, pelatihan karyawan, perputaran karyawan, keterampilan karyawan, semangat karyawan, dan efisiensi desain produk baru. Ada perbedaan yang signifikan dari satu perbandingan per pengukuran atribut. Pertama, dibandingkan dengan ukuran finansial, pengukuran nonfinansial memberikan dorongan terbesar untuk mengambil risiko dan inovasi dan juga lebih efektif membatasi short- termism dan gamesmanship. Dibandingkan dengan financial dan pengukuran non finansial,pengukuran subjektif dilihat sebagai yang paling efektif membatasi shorttermism dan gamesmanship. Kedua, pengukuran non finansial ini tidak dilihat signifikan, berbeda dari pengukuran finansial dalam kontribusi untuk operasional dan pengambilan keputusan strategis dan kapasitas untuk menyelaraskan intra (align intra) dan tujuan antardepartemen. Namun, tindakan subyektif terlihat sebagai yang paling tidak efektif di antara tiga jenis pengukuran sepanjang dimensi (kecuali untuk "keputusan strategis"). Penjelasan untuk ini adalah bahwa beban untuk evaluasi kinerja masih ditempatkan pada keuangan. Meskipun kinerja keuangan dapat diukur lebih akurat, biasanya mencerminkan dampak agregat dan beberapa faktor, mungkin relatif terkendali (misalnya, penyimpangan kinerja keuangan yang disebabkan oleh guncangan pasar). Sebaliknya, kinerja non finansial dan evaluasi subjektif mungkin lebih memiliki pengukuran presisi yang lebih rendah, mereka lebih terfokus pada komponen operasi yang dapat dikendalikan oleh manajer.

Akuntansi merupakan aktivitas penilaian dan pengukuran. Apa itu Pengukuran? Apa yang diukur? Mengapa dilakukan pengukuran?

Menurut Yaya, dkk (2009:92) pengukuran adalah proses penetapan jumlah uang untuk mengakui dan memasukkan setiap unsur laporan keuangan dalam neraca dan laporan keuangan. Unsur-unsur yang dapat diukur tersebut antara lain adalah komponen dari laporan keuangan seperti aktiva, kewajiban, pendapatan, beban, keuntungan atau kerugian . Pengukuran menjadi aktivitas yang penting pada akuntansi, karena suatu unsur, baik finansial maupun non-finansial hanya dapat diakui pada laporan keuangan apabila telah dinilai dan diukur sesuai dengan aturan yang terstandarisasi. Selain itu dengan dilakukannya pengukuran yang terstandar, maka hasilnya dapat digunakan untuk membantu proses pengambilan putusan, saat dihadapkan dengan beberapa pilihan alternatif.

Pengukuran Finansial merupakan pengukuran yang paling penting VS Pengukuran Non Finansial lebih penting karena merupakan pemicu peforma finansial.

Pengukuran nonfinancial lebih penting karena inilah pemicu performa finansial. Perusahaan yang hanya menggunakan financial data memiliki keterbatasan dalam pengukuran kinerja, sehingga nonfinancial menjadi lebih penting, karena nonfinancial measurement mempertimbangkan kepuasan konsumen, dan inovasi, sedangkan financial tidak. Jika perusahaan lebih mementingkan financial performance maka perusahaan tersebut tidak dapat bertahan pada persaingan industri yang ketat, karena perusahaan tersebut tidak memiliki competitive advantage. Nonfinancial measurement lebih penting karena dengan penambahan nilai nonfinancial terhadap

perhitungan financial, perusahaan dapat mengkomunikasikan tujuan dan mengatur strategi jangka panjang. Menurut Chow dan Stede pada penelitiannya dalam The Use and Usefulness of Nonfinancial Performance Measures (2006), pengukuran finansial dan pengukuran non finansial mempunyai kelebihan dan kekuranggannya sendiri. Berikut adalah hasil dari penelitian yang dilakukan pada 128 perusahaan sampel*: FINANCIAL Kecenderungan Mendorong manipulasi jangka pendek dalam bisnis di luar control perusahaan sportifitas mengambil resiko berkurang atau NON FINANCIAL untuk Mendorong keberanian dalam mengambil resiko Mendorong proses inovasi

Mendorong pencapaian focus Memudahkan penyatuan tujuan antar departemen dari luar Lebih terpengaruh oleh factor Tidak terlalu terpengaruh factor

Dari table diatas dapat dilihat bahwa, masing masing pengukuran memiliki kelebihan dan kekurangannya masing masing. Tapi menurut kelompok kami, non finansial masih lebih baik. Menurut Collins pada bukunya Good to Great, perusahaan yang dapat bersaing dan bertahan pada kompetisi persaingan yang semakin ketat ini adalah perusahaan yang dapat menjadikan dirinya unik, serta akan terus mengembangkan ide kreatif dan inovasi. Pada pengukuran finansial, poin vital ini tidak dapat diperhitungkan, sehingga menekan kreatifitas dan inovasi dari perusahaan karena pengukuran finansial hanya akan terusa menekan pada hal seperti tingginya penjualan, pemotongan biaya dsb yang hanya berfokus jangka pendek. Definisi dari CSR menurut World Business Council for Sustainable Development (WBCSD) adalah : " CSR merupakan suatu komitmen berkelanjutan oleh dunia usaha untuk bertindak etis dan memberikan kontribusi kepada pengembangan ekonomi dari komunitas setempat ataupun masyarakat luas, bersamaan dengan peningkatan taraf hidup pekerjanya beserta seluruh keluarganya" Penelitian terbaru yang dilakukan oleh Hill et. al (2007) memberikan gambaran yang mendukung pelaksanaan CSR sebagian bagian dari strategi bisnis

perusahaan. Hill et. al melakukan penelitian terhadap beberapa perusahaan di Amerika Serikat, Eropa 17/36 dan Asia yang melakukan praktik CSR lalu menghubungkannya dengan value perusahaan yang diukur dari nilai saham perusahaan-perusahaan tersebut. Penelitian mereka menemukan bahwa setelah mengontrol variabel-varaibel lainnya perusahan-perusahaan yang melakukan CSR, pada jangka pendek (3-5 tahun) tidak mengalami kenaikan nilai saham yang signifikan, namun, dalam jangka panjang (10 tahun), mengalami kenaikan nilai saham yang sangat signifikan dibandingkan dengan perusahaan yang tidak melakukan praktik CSR. Jadi dapat disimpulkan CSR dapat menciptakan value bagi perusahaan, terutama dalam jangka panjang. Menurut kelompok kami, kedua laporan sama-sama memiliki pengaruh dalam menentukan keputusan investor, namun laporan yang lebih menentukan adalah laporan non financial, misalnya saja dengan melihat laporan CSR, dimana investor dapat mengetahui bagaimana tanggung jawab perusahaan terhadap lingkungannya serta image perusahaan di mata stakeholder, sehingga dapat menilai kenaikan dan penurunan harga saham perusahaan. Banyak pihak yang berpendapat (artikel) bahwa yang mendatangkan kesuksesan bagi perusahaan adalah intangible assets seperti CSR and customer loyalty, dibandingkan dengan hard assets yang ada pada neraca. Hal ini disebabkan karena perusahaan bukan lagi sebagai entitas yang hanya mementingkan dirinya sendiri saja sehingga mengasingkan diri dari lingkungan masyarakat di tempat mereka bekerja, melainkan sebuah entitas usaha yang wajib melakukan adaptasi kultural dengan lingkungan sosialnya. Tren global lainnya dalam pelaksanaan CSR di bidang pasar modal adalah penerapan indeks yang memasukkan kategori saham-saham perusahaan yang telah mempraktikkan CSR. Sebagai contoh, New York Stock Exchange memiliki Dow Jones Sustainability Index (DJSI) bagi saham-saham perusahaan yang dikategorikan memiliki nilai corporate sustainability dengan salah satu kriterianya adalah praktik CSR. Begitu pula London Stock Exchange yang memiliki Socially Responsible Investment (SRI) Index dan Financial Times Stock Exchange (FTSE) yang memiliki FTSE4Good sejak 2001. Inisiatif ini mulai diikuti oleh otoritas bursa saham di Asia, seperti di Hanseng Stock Exchange dan Singapore Stock Exchange. Konsekuensi dari

adanya indeks-indeks tersebut memacu investor global seperti perusahaan dana pensiun dan asuransi yang hanya akan menanamkan dananya di perusahaanperusahaan yang sudah masuk dalam indeks.

Pengukuran Kinerja Finansial VS Non Finansial yang lebih mencerminkan kinerja Perusahaan yang sesungguhnya.
Data dari laporan non financial mencerminkan intangible assets perusahaan.
Sedangkan pada data finansial tidak menunjukkan intangible assets yang merupakan

salah satu kunci sukses dalam industri. Melalui indikator non financial, maka intangible assets dapat terukur juga. Indikator non finansial dapat menjadi indicator yang lebih baik bagi kinerja finansial di masa depan. Indikator non finansial memberikan sinyal pada manajer untuk memaksimalkan kinerja. Dengan adanya ukuran non finansial khususnya CSR, manajer dapat mengetahui di area mana ia harus melakukan perbaikan karena suatu perusahaan dalam melaksanakan aktivitasnya harus mendasarkan keputusannya tidak semata berdasarkan faktor keuangan, melainkan juga harus berdasarkan konsekuensi sosial dan lingkungan, untuk saat ini maupun untuk kelanjutan perusahaan dalam jangka panjang. CSR adalah bukan hanya sekedar kegiatan amal, di mana CSR mengharuskan suatu perusahaan dalam pengambilan keputusannya agar dengan sungguh-sungguh memperhitungkan akibat terhadap seluruh pemangku kepentingan (stakeholder) perusahaan, termasuk lingkungan hidup. Hal ini mengharuskan perusahaan untuk membuat keseimbangan antara kepentingan beragam pemangku kepentingan eksternal dengan kepentingan pemegang saham, yang merupakan salah satu pemangku kepentingan internal. Laporan CSR yang dibuat oleh perusahaan nantinya akan diaudit oleh auditor lingkungan. Meskipun auditor lingkungan juga terkadang bisa disogok sehingga auditor menjadi tidak independen, tetapi penilaian dari hasil CSR ini sendiri juga akan melibatkan penilaian dari konsumen. Sehingga laporan CSR tidak mungkin banyak meneyeleweng dari kenyataan yang terjadi, karena konsumen mengawasi dampak kegiatan operasional perusaaan terhadap lingkungan.

Apakah performa dapat diakali? Masih perlukah pengukuran? Mengapa? Bagaimana caranya agar laporan tersebut reliable?
Pengukuran tetap diperlukan, karena tanpa adanya pengukuran kita tidak akan dapat mengetahui kinerja dan valuasi dari suatu perusahaan. Hanya saja, memang kita tidak dapat langsung percaya dengan apa yang tertera di depan, tapi juga tetap skeptis dalam membaca laporan keuangan. Cara agar hasil dari pengukuran finansial dan non finansial dapat menjadi lebih reliable adalah dengan menggunakan jasa audit untuk melakukan pemeriksaan. Karena dengan adanya audit, baik pada laporan keuangan juga laporan CSR, akal-akalan tersebut dapat dibatasi dan diminimalkan.

OPINI KELOMPOK

Pengukuran non financial lebih penting karena dapat memicu performa finansial. Non financial dalam hal ini adalah CSR, dimana CSR ini juga mempertimbangkan kepuasan konsumen dan inovasi sehingga perusahaan dapat mengkomunikasikan tujuan yang sesuai dengan kepentingan pihak internal (pemegang saham) maupun pihak eksternal (masyarakat) serta mengatur strategi jangka panjang untuk mencapai tujuan tersebut.

Anda mungkin juga menyukai