Anda di halaman 1dari 8

Prosiding Seminar Nasional ke-16 Teknologi dan Keselamatan PLTN Serta Fasilitas Nuklir Hal.

401-408

ISSN : 0854 - 2910

ANALISIS PERENCANAAN ENERGI OPSI NUKLIR DENGAN METODE AHP Suparman Pusat Pengembangan Energi Nuklir - BATAN Jl. Kuningan Barat Mp. Prapatan, Jakarta Telp./Fax:021-5204243, e-mail: superman@batan.go.id ABSTRAK ANALISIS PERENCANAAN ENERGI OPSI NUKLIR DENGAN METODE AHP. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis peran energi nuklir sebagai pembangkit listrik yang ekonomis, ramah lingkungan dan handal dalam mendukung pembangunan yang berkelanjutan. Teknik analisis yang digunakan adalah analisis hirarki (Analytical Hierarchy Process, AHP). Teknik ini terbukti berhasil dalam menyelesaikan masalah perencanaan yang melibatkan sasaran jamak (multi-objective). Solusi yang optimal dimulai dengan menganalisis peranan dari setiap sumberdaya dan menemukan cara terbaik untuk memecahkan dilema tarik ulur dari tiga faktor yaitu ekonomi, lingkungan dan aspek sosial. Tiga skenario perencanaan energi disusun yaitu skenario Non-nuklir, skenario Nuklir dan skenario CCS (Carbone Capture Storage). Dalam prinsip pembangunan yang berkelanjutan dituntut untuk tidak hanya mempertimbangkan aspek ekonomi semata, tetapi juga harus mempertimbangkan aspek lingkungan dan sosial. Analisis dilakukan untuk menentukan skenario yang paling optimal berdasarkan tiga indikator yang telah disusun terhadap ketiga skenario yang dikembangkan dalam perencanaan kelistrikan sistem Jawa-Madura-Bali (JAMALI). Berdasarkan nilai kriteria dan alternatif masing-masing skenario diperoleh hasil bahwa skenario nuklir merupakan skenario yang paling optimal dibandingkan dengan skenario lainnya dengan nilai 0,57, sedangkan Skenario CCS merupakan skenario terbaik kedua. Kata kunci: opsi nuklir, AHP, indikator pembangunan berkelanjutan ABSTRACT NUCLEAR OPTION ENERGY PLANNING ANALYSIS USING AHP METHOD. The objective of this research is to analysis nuclear energy role as economically, environmentally friendly and reliable power plant in supporting sustainable development. Analytical Hierarchy Process (AHP) was used to analysis energy planning. This tool was successfull to solve multi-objective planning. Optimal solution started with analysis the role of each resource and finds the best solution to solve trade-off among economy, environmental and social aspect. Three scenarios were developed that was Non-nuclear scenario as base case, Nuclear-scenario and Carbone Capture Storage (CCS) scenario. In the sustainable development not only consider economic aspect, but environmental and social aspect must be considered. Analysis have been done to define the most optimal scenario based on three indicators for electricity expansion planning of Jamali system three scenarios. Based on criteria and alternatif value of each scenario, found that nuclear scenario was the most optimal scenario with value 0.57. Meanwhile CCS scenario was the second best scenario. PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Sektor energi mempunyai peran sangat penting dalam mewujudkan pembangunan nasional. Oleh karena itu, pengelolaan, penyediaan dan pemanfaatan energi nasional perlu dilaksanakan secara optimal, dilandasi oleh pertimbangan obyektif mencakup berbagai aspek, yaitu ekonomi, lingkungan dan sosial. Ketiga aspek tersebut merupakan kriteria penting yang dipersyaratkan dalam pemanfaatan energi untuk pembangunan berkelanjutan (sustainable development)[1]. Pengurangan penggunaan sumber energi fosil secara konvensional merupakan konsekuensi logis untuk menurunkan emisi Gas Rumah Kaca. Namun demikian, karena tingginya ketergantungan teknologi terhadap bahan bakar fosil, ditambah masih belum kompetitifnya harga sumber energi baru dan terbarukan, menyulitkan berbagai negara, terutama negara dengan kemampuan finansial dan teknologi terbatas (seperti Indonesia), untuk beralih dari sumber energi fosil. Beberapa skenario yang kemudian dipilih adalah penetrasi bertahap penggunaan sumber energi yang mengemisikan CO2 neto yang rendah, terutama yang berasal dari sumber energi baru dan terbarukan (termasuk energi nuklir), peningkatan efisiensi energi, dan implementasi teknologi untuk menangkap dan menyimpan CO2 di dalam lapisan bumi (Carbon Capture and Storage - CCS)[2].

401

Ananalisis Perencanaan Energi Opsi Nuklir ................. (Suparman)

Tradisi dalam melakukan perencanaan energi adalah dengan menentukan satu sasaran utama yang akan dioptimalkan seperti biaya terendah. Cara optimasi dengan sasaran (objective function) tunggal sudah tidak banyak lagi digunakan sejak krisis minyak tahun 1973[3]. Pada saat ini sudah beralih ke sasaran jamak yang merupakan kombinasi antara sumber daya energi, kondisi perekonomian, dan dampak lingkungan serta aspek sosial. Persoalannya adalah bagaimana menyusun sasaran-sasaran tunggal tersebut kemudian diteliti hubungannya dan disusun kerangka kerja yang diformulasikan dalam konsep dasar hirarki. Konsep tersebut memuat hubungan dari sasaran tunggal tersebut yang menjadi perhatian penyusun kebijakan. Perkembangan yang penting dari metode ini adalah mengangkat sasaran yang biasanya pada peringkat bawah seperti dampak sosio-ekonomi dan lingkungan ke tingkat yang penting untuk diperhatikan. Hal ini memperlihatkan bahwa telah bergesernya tujuan dari penyusunan kebijakan dari yang mikro menuju yang makro[3]. Tujuan Kegiatan Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis peran energi nuklir sebagai pembangkit listrik yang ekonomis dan ramah lingkungan untuk perencanaan energi jangka panjang berkelanjutan dan meningkatkan penerimaan terhadap nuklir sebagai sumber energi yang akrab lingkungan. Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi masukan pemerintah dalam menyusun kebijakan di bidang energi. Batasan Penelitian Pada penilitian ini hanya diambil satu indikator untuk masing-masing kriteria. Untuk kriteria ekonomi hanya dipertimbangkan besarnya biaya pengembangan sistem, kriteria lingkungan hanya mempertimbangkan emisi CO2, dan kriteria Sosial hanya mempertimbangkan keandalan pasokan. METODE AHP Untuk menganalisis skenario yang paling optimal dari aspek ekonomi, lingkungan dan sosial, seperti yang disyaratkan dalam pembangunan yang berkelanjutan dan pengurangan pemanasan global, diterapkan metode AHP. Teknik ini terbukti berhasil dalam menyelesaikan masalah perencanaan yang melibatkan sasaran jamak (multi-objective). Pendekatan yang digunakan pada metode ini adalah membandingkan secara berpasangan faktor sasaran yang tidak dapat dikuantifikasikan.

AHP adalah prosedur yang berbasis matematis yang sangat baik dan sesuai untuk kondisi evaluasi atribut-atribut kualitatif. Atributatribut tersebut secara matematik dikuantitatif dalam satu set perbandingan berpasangan. Kelebihan AHP dibandingkan dengan yang lainnya karena adanya struktur yang berhirarki, sebagai konsekuensi dari kriteria yang dipilih, sampai kepada sub-sub kriteria yang paling mendetail. Memperhitungkan validitas sampai dengan batas toleransi inkonsistensi berbagai kriteria dan alternatif yang dipilih oleh para pengambil keputusan. Pada dasarnya langkah-langkah dalam metode AHP meliputi : 1) Menyusun hirarki dari permasalahan yang dihadapi. Persoalan yang akan diselesaikan, diuraikan menjadi unsur-unsurnya, yaitu kriteria dan alternatif, kemudian disusun menjadi struktur hierarki. Tujuan yang akan dicapai adalah menentukan opsi terbaik dari perencanaan energi dengan kriteria indikator pembangunan yang berkelanjutan. Ada kriteria utama yaitu: aspek ekonomi, lingkungan dan sosial. Masing-masing kriteria hanya ada satu sub-kriteria. Kriteria ekonomi disini hanya dipertimbangkan biaya pengembangan, kriteria lingkungan hanya mempertimbangkan emisi CO2, dan kriteria sosial disini diambil keandalan pasokan. Walau keandalan pasokan dapat dimasukkan sebagai kriteria ekonomi, karena dapat menimbulkan dapat secara finansial, namun keandalan pasokan akan juga berdampak secara sosial.

Tujuan

Optimasi Perencanaan Energi Berkelanjutan

Kriteria

Ekonomi

Lingkungan

Sosial

Alter natif

Skenario Dasar

Skenario Nuklir

Skenario CCS

Gambar 1. Struktur hierarki AHP perencanaan energi berkelanjutan 2) Penilaian Kriterian dan Alternatif Kriteria dan alternatif dinilai melalui perbandingan berpasangan. Menurut Saaty, untuk berbagai persoalan, skala 1 sampai 9 adalah skala terbaik dalam mengekspresikan pendapat. Nilai dan definisi pendapat kualitatif dari skala

402

Prosiding Seminar Nasional ke-16 Teknologi dan Keselamatan PLTN Serta Fasilitas Nuklir Hal. 401-408

ISSN : 0854 - 2910

perbandingan Saaty dapat dilihat pada Tabel 1 berikut: Tabel 1. Skala nilai perbandingan berpasangan[4] Nilai Keterangan 1 Kriteria/alternatif A sama penting dengan kriteria/alternatif B 3 A sedikit lebih penting dari B 5 A jelas lebih penting dari B 7 A sangat jelas lebih penting dari B 9 Mutlak lebih penting dari B 2, 4, 6, 8 Apabila ragu-ragu antara dua nilai yang berdekatan Perbandingan dilakukan berdasarkan kebijakan pembuat keputusan dengan menilai tingkat kepentingan satu elemen terhadap elemen lainnya. Proses perbandingan berpasangan, dimulai dari tingkat hirarki paling tinggi, dimana suatu kriteria digunakan sebagai dasar pembuatan perbandingan. Susunan dari elemen-elemen yang dibandingkan tersebut dapat dilihat pada Gambar 2. Untuk menentukan nilai kepentingan relatif antar elemen digunakan skala bilangan dari 1 sampai 9 seperti pada Tabel 1. Penilaian ini dilakukan oleh seorang pembuat keputusan yang ahli dalam bidang persoalan yang sedang dianalisa dan mempunyai kepentingan terhadapnya. A1 A1 A2 : : An A11 A21 : : an1 A2 A12 A12 : : an2 ... ... ... : : ... A3 A1n A2n : : ann

bentuk angka (kuantitatif). Nilai-nilai perbandingan relatif kemudian diolah untuk menentukan peringkat relatif dari seluruh alternatif. Kriteria kualitatif dan kriteria kuantitatif dapat dibandingkan sesuai dengan penilaian yang telah ditentukan untuk menghasilkan ranking dan prioritas. Masingmasing perbandingan berpasangan dievaluasi dalam Saatys scale 1 . Interpretasi pembobotan Saatys scale tersebut disajikan pada Tabel 2 berikut: Tabel 2. Skala AHP dan definisinya[4]
Skala 1 3 5 7 9 2, 4, 6, 8, 1/1,3,5,7,9 Definisi dari Importance Sama pentingnya (Equal Importance) Sedikit lebih penting (Slightly more Importance) Jelas lebih Penting (Materially more Importance) Sangat jelas penting (Significantly more Importance) Mutlak lebih penting (Absolutely more Importance) Ragu-ragu antara dua nilai yang berdekatan (Compromise values) Tidak dapat dijelaskan

Untuk setiap kriteria dan alternatif, perlu dilakukan perbandingan berpasangan (pairwise comparisons). Nilai-nilai perbandingan relatif kemudian diolah untuk menentukan peringkat relatif dari seluruh alternatif. Baik kriteria kualitatif, maupun kriteria kuantitatif, dapat dibandingkan sesuai dengan judgement yang telah ditentukan untuk menghasilkan bobot dan prioritas yang dihitung dengan manipulasi matriks atau penyelesaian matematik. LANGKAH PENELITIAN Penelitian dimulai dengan menyusun skenario untuk memenuhi kebutuhan energi listrik khususnya di sistem Jamali. Optimasi pengembangan sistem kelistrikan dilakukan dengan menggunakan model WASP (Wien Automatic System Planning)[5]. Beberapa data masukan diperlukan seperti sumberdaya energi, teknologi energi (pemroses dan pemakai), biaya investasi, biaya pemeliharaan dan operasi, serta kebutuhan energi. Data tersebut merupakan data dasar yang digunakan sebagai masukan ke dalam model, sedangkan hasil keluaran model ini adalah penyediaan energi, termasuk jenis pembangkit, yang memberikan biaya minimal. Selanjutnya hasil keluaran model ini merupakan dasar untuk melakukan analisis lebih lanjut yaitu dengan indikator pembangunan berkelanjutan.

Gambar 2. Matriks perbandingan berpasangan Apabila suatu elemen dibandingkan dengan dirinya sendiri maka diberi nilai 1. Jika elemen i dibandingkan dengan elemen j mendapatkan nilai tertentu, maka elemen j dengan elemen i merupakan kebalikannya. 3) Penentuan Prioritas Untuk setiap kriteria dan alternatif, kita harus melakukan perbandingan berpasangan (pairwaise comparison) yaitu membandingkan setiap elemen dengan elemen lainnya pada setiap tingkat hirarki secara berpasangan sehingga didapat nilai tingkat kepentingan elemen dalam bentuk pendapat kualitatif. Untuk mengkuantifikasikan pendapat kualitatif tersebut digunakan skala penilaian sehingga akan diperoleh nilai pendapat dalam

403

Ananalisis Perencanaan Energi Opsi Nuklir ................. (Suparman)

Proyeksi Beban Puncak Data Teknis dan Ekonomi Pembangkit WASP (model perencanaan

pembangkit yang rendah karbon, seperti PLTU dengan dilengkapi CCS.


Skenario

HASIL DAN PEMBAHASAN Aspek Ekonomi (Biaya Pengembangan) Pada skenario dasar besarnya biaya investasi yang diperlukan adalah sebesar 109,570 juta USD. Skenario nuklir memerlukan biaya investasi yang sedikit lebih besar dari skenario dasar yaitu sebesar 109,887 juta USD. Sedangkan untuk skenario CCS biaya investasi yang diperlukan lebih besar dari skenario dasar maupun skenario nuklir yaitu sebesar 110,139 juta USD. Tabel 3. Biaya pengembangan Skenario Dasar Nuklir CCS Biaya Pengembangan (juta USD) 109,570 109,887 110,139

Hasil Pengembangan

Analisis indikator pembangunan

Gambar 1. Alur penelitian Langkah penelitian adalah sebagai berikut: Menyusun perencanaan pengembangan pembangkit listrik berdasarkan kaidah biaya termurah (least cost) berdasar proyeksi kebutuhan energi yang direpresentasikan dalam beban puncak untuk sistem kelistrikan Jawa Madura Bali (JAMALI) 2. Melakukan analisis hirarki dengan indikator pembangunan yang berkelanjutan sebagai kriteria, yaitu aspek ekonomi, sosial dan lingkungan. 1. Hasil keluaran dari model WASP adalah solusi sistem pasokan energi guna memenuhi kebutuhan berdasarkan kaedah termurah (least cost). Dari hasil ini kemudian dilakukan analisis hirarki (AHP) dari setiap skenario dengan menggunakan indikator pembangunan yang berkelanjutan yang meliputi: aspek sosial, ekonomi dan lingkungan. Secara garis besar proses penelitian dapat dilihat pada Gambar 1. Keterkaitan antara pemenuhan kebutuhan energi dan lingkungan merupakan permasalahan utama dalam perencanaan jangka panjang. Kebutuhan energi dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti pertumbuhan ekonomi, pertumbuhan penduduk, gaya hidup serta kemajuan teknologi. Dalam mencari solusi yang tepat guna memenuhi permintaan energi, disusun beberapa skenario pasokan energi. Skenario dikaitkan dengan isu pembangunan berkelanjutan dan pemanasan global, yaitu: 1. Skenario dasar (reference case), yaitu skenario dimana kondisi saat ini menjadi acuan studi. Diasumsikan kondisi tidak berubah (bussiness as usual, BAU) sampai akhir tahun studi. 2. Skenario Nuklir, yaitu skenario dimana dilakukan pembatasan emisi gas CO2 dengan pemanfaatan energi nuklir (PLTN) 3. Skenario pembangkit alternatif, yaitu skenario dengan menerapkan sistem

Peningkatan kebutuhan investasi untuk skenario nuklir dapat dipahami karena PLTN memerlukan biaya investasi yang cukup besar dibandingkan dengan biaya investasi untuk PLTU batubara. Secara umum, biaya investasi PLTN adalah sebesar dua kali biaya investasi PLTU batubara. Namun, PLTN mempunyai keunggulan dalam biaya operasi dan perawatan yang jauh lebih murah dibandingkan dengan PLTU batubara. Sehingga biaya atau ongkos pembangkitan listrik PLTN kompetitif dengan PLTU batubara. Pada skenario CCS biaya pengembangan juga meningkat dibandingkan dengan skenario dasar maupun skenario nuklir. Untuk skenario CCS diasumsikan menggunakan PLTU superkritis berdaya 1000 MWe yang dilengkapi dengan CCS. Besarnya biaya investasi untuk pembangkit ini diperkirakan sebesar dua kali biaya PLTU tanpa CCS yaitu sebesar 2800 USD/kWe. Aspek Lingkungan (Emisi CO2) Perhitungan besarnya emisi CO2 yang dihasilkan oleh pembangkit listrik didasarkan pada besarnya faktor emisi pembangkit per satuan energi listrik (gram CO2/kWh). Data yang digunakan dalam penelitian ini sebagaian mengacu pada informasi dari studi yang dilakukan oleh IAEA dan sebagian dari hasil survey langsung dari para operator pembangkit. Nilai faktor emisi pembangkit ini berasal dari berbagai jenis pembangkit yang ada seperti, PLT Air, PLT

404

Prosiding Seminar Nasional ke-16 Teknologi dan Keselamatan PLTN Serta Fasilitas Nuklir Hal. 401-408

ISSN : 0854 - 2910

Panas Bumi, PLT Gas, PLT Gas Uap, PLTU Batubara, PLTU Minyak, PLTU Gas, dan PLTD. Faktor emisi persatuan energi listrik yang digunkan mengambil nilai rata-rata dari data yang ada. Tabel 4. menunjukkan besarnya faktor emisi dari pembangkit berdasarkan jenis bahan bakar yang digunakan. Tabel 4. Faktor Emisi untuk berbagai pembangkit listrik[6] Faktor Emisi Jenis Pembangkit (gram CO2/kWh PLTA 120 Batubara 1136 Gas 563.5 LNG 636 MFO 756.5 HSD 763.5 Panas Bumi 100 Nuklir 15 Kontributor terbesar terhadap emisi CO2 adalah pembangkit berbahan bakar batubara, minyak, dan gas. Sedangkan pembangkit lainnya seperti PLTA dan PLT Panas Bumi dan Nuklir mendekati hampir zero emission. Selanjutnya, berdasarkan data-data tersebut diperoleh besarnya emisi CO2 untuk setiap satuan energi listrik yang produksi oleh pembangkit. Hasil perhitungan ditunjukkan pada Table 5. Skenario Dasar Nuklir CCS Tabel 5. Emisi CO2 Emisi CO2 (juta ton) 5.019 4.810 4.754

600

CO2 (Juta ton)

500 400 300 200 100 0


2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025

Skenario dasar

Skenario Nuklir

SkenarioTahun CCS

Gambar 2. Emisi CO2 untuk berbagai skenario Aspek Sosial (Keandalan) Mengingat listrik merupakan salah satu sumber energi utama bagi aktifitas ekonomi secara keseluruhan, maka ketersediaan listrik juga akan berpengaruh cukup nyata terhadap aktifitas masyarakat. Kecenderungan meningkatnya konsumsi listrik seiring dengan meningkatnya ekonomi nasional menunjukkan kaitan cukup erat antara penggunaan listrik dengan aktifitas perekonomian. Dalam kondisi pasokan dapat mencukupi permintaan (demand) yang ada, maka tidak timbul masalah. Masalah akan timbul jika permintaan yang meningkat tidak diimbangi dengan pasokan yang cukup, mungkin karena adanya gangguan pada pembangkit, sehingga harus dilakukan pemadaman listrik pada wilayahwilayah tertentu. Kondisi ini sangat terasa pada akhir-akhir ini. Tingkat keandalan pasokan listrik tergantung pada besarnya kapasitas cadangan (reserve margin) dan keandalan pembangkit. Semakin besar kapasitas cadangan yang dimiliki maka akan semakin andal dan tinggi tingkat keselamatan pasokan listrik. Dilain pihak, semakin tinggi kapasitas cadangan membutuhkan biaya investasi yang semakin besar pula, yang pada akhirnya akan membuat harga listrik tinggi. Oleh karena itu perlu adanya pertimbangan ekonomi dan teknis dalam menentukan tingkat keandalan sistem. Tentunya semua pihak tidak menginginkan adanya pasokan listrik yang sering terganggu. Pasokan yang tidak kontinu akan mengakibatkan kerugian pada masyarakat pengguna (konsumen). Jika terjadi kekurangan pasokan berarti ada permintaan yang tidak dapat dipenuhi oleh sistem atau ada energi tak terlayani (Energy Not Served, ENS). Kehilangan beban ini akan menimbulkan dampak, baik ekonomi maupun sosial. Dampak ekonomi dapat dirasakan dari hilangnya produksi dan bahan baku pada sektor industri, mengakibatkan ketidaknyamanan pada sektor

Untuk skenario dasar, total sampai akhir studi besarnya emisi CO2 adalah sebesar 5.019 juta ton. Skenario nuklir akan dapat mengurangi emisi CO2 sebesar 4,2% menjadi 4.810 juta ton. Sedangkan skenario CCS dapat mengurangi emisi CO2 sebesar 5,3% dari skenario dasar menjadi sebesar 4.754 juta ton. Pada skenario nuklir pengurangan emisi CO2 tidak begitu signifikan mengingat jumlah PLTN yang berkotribusi hanya sekitar 6%. Untuk skenario CCS dapat mengurangi lebih banyak mengingat untuk CCS dianggap tidak ada sama sekali emisi CO2.

405

Ananalisis Perencanaan Energi Opsi Nuklir ................. (Suparman)

rumah tangga sebagai akibat langsung. Sementara dampak lain seperti adanya tindak kejahatan, kerugian industri akibat adanya penundaan atau pembatalan pesanan barang-barang disebabkan oleh penyerahan yang terlambat, merupakan dampak secara tidak langsung. Jadi keandalan pasokan listrik atau ketersediaan yang mencukupi merupakan indikator dari pengembangan kelistrikan. Indikator kecukupan pasokan listrik memang dapat menjadi bagian dari kriteria ekonomi, yang merupakan dampak langsung. Namun ketersediaan juga akan dapat menjadi indikator kriteria sosial dari akibat tak langsung kekurangan pasokan listrik. Dari pengembangan ketiga skenario semua menggunakan kriteria keandalan yang sama, sehingga tingkat keandalan sistem akan sama. Maka untuk mengukur tingkat keandalan tidak menggunakan ukuran sistem, namun dengan melihat masing-masing pembangkit yang menjadi alternatif pengembangan sistem kelistrikan. Untuk skenario dasar, pembangkit utama adalah PLTU, maka sebagai acuan tingkat ketersediaan adalah tingkat ketersediaan pembangkit PLTU. Skenario nuklir menggunakan acuan tingkat ketersediaan PLTN dan untuk skenario CCS menggunakan tingkat ketersediaan PLTU superkritis. Data teknis yang ada tingkat ketersediaan atau juga sering disebut sebagai faktor kapasitas, PLTN menempati urutan pertama dengan faktor ketersediaan bisa mencapai 90%. Sedangkan PLTU batubara bisa mencapai 80% dan PLTU superkritis bisa mencapai 85%. Dalam studi ini penilaian kriteria didasarkan pada pertimbangan sedikit lebih mengutamakan faktor lingkungan dan sosial dibandingkan dengan faktor ekonomi. Sehingga penilaiaan kriteria untuk pengembangan kelistrikan JAMALI didasarkan pada nilai kriteria berikut: [Lingkungan] Emisi CO2 sedikit lebih penting daripada [Ekonomi] Biaya Pengembangan [Sosial] Keandalan Pasokan sedikit lebih penting daripada [Ekonomi] Biaya Pengembangan [Sosial] Keandalan Pasokan diantara sama penting dan sedikit lebih penting daripada [Lingkungan] Emisi CO2 Sedangkan penilaian alternatif, berdasarkan hasil pengembangan skenario, diperoleh nilai rasio masing-masing skenario terhadap skenario dasar seperti ditunjukkan pada tabel 6. Dari nilai ini kemudian diterjemahkan kedalam kriteria alternatif.

Tabel 6. Hasil perbandingan terhadap skenario dasar Skenario Dasar Biaya CO2 Faktor ketersediaan 1,000 1,000 1,000 Nuklir 1,003 0,958 1,200 CCS 1,005 0,947 1,067

Kriteria Ekonomi (Biaya Pengembangan) Skenario Nuklir sedikit lebih penting daripada Skenario Non Nuklir Skenario CCS sedikit lebih penting daripada Skenario Non Nuklir Skenario CCS diantara sama penting dan sedikit lebih penting daripada Skenario Nuklir Kriteria Lingkungan Skenario Nuklir sedikit lebih penting daripada Skenario Non Nuklir Skenario CCS sedikit lebih penting daripada Skenario Non Nuklir Skenario CCS diantara sama penting dan sedikit lebih penting daripada Skenario Nuklir Kriteria Sosial Skenario Nuklir jelas lebih penting daripada Skenario Non Nuklir Skenario CCS sedikit lebih penting daripada Skenario Non Nuklir Skenario Nuklir jelas lebih penting daripada Skenario CCS Berdasarkan nilai kriteria dan alternatif masing-masing skenario diperoleh hasil bahwa skenario nuklir merupakan skenario yang paling optimal dibandingkan dengan skenario lainnya dengan nilai 0,568. Sedangkan Skenario CCS merupakan skenario terbaik kedua, seperti ditunjukkan pada Gambar 3.
0.6 0.5 0.4 0.3 0.2 0.1 0 Skenario Non Nuklir Skenario Nuklir Skenario CCS 0.415 0.568 0.478

Gambar 3. Ranking skenario

406

Prosiding Seminar Nasional ke-16 Teknologi dan Keselamatan PLTN Serta Fasilitas Nuklir Hal. 401-408

ISSN : 0854 - 2910

Solusi optimal yang dihasilkan oleh program m WASP hanya berdasarkan pada aspek ekonomi yaitu biaya pengembangan terendah atau termurah (least cost). Kalau hanya berdasarkan kriteria ekonomi saja, tentunya pengembangan sistem pembangkit yang murah biaya investasinya seperti PLTU batubara akan menjadi solusi terbaik. Namun pertimbangan lain yang tak kalah penting dalam pengembangan sistem kelistrikan adalah aspek lingkungan dan sosial. Dalam prinsip pembangunan yang berkelanjutan dituntut untuk tidak hanya mempertimbangkan aspek ekonomi semata, tapi juga harus mempertimbangkan aspek lingkungan dan sosial. Dengan hanya mempertimbangkan aspek ekonomi semata, memang akan mendapatkan solusi yang murah, namun biasanya tidak atau kurang memperhatikan dampak lingkungan maupun sosial. Sesuatu yang murah bukan merupakan solusi yang optimal kalau akan menimbulkan dampak lain yang secara tidak langsung akan mengakibatkan kerugian secara ekonomi. Dampak lingkungan maupun sosial secara tidak langsung juga akan berdampak secara finansial. Seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4, hasil pilihan terbaik dari alternatif solusi yang lebih sedikit mempertimbangkan kriteria ekonomi lebih dari kriteria lingkungan dan sosial, maka pilihan terbaik jatuh pada skenario dasar dengan nilai 0,6. Skenario dasar merupakan skenario termurah karena tidak ada upaya untuk mengurangi dampak lingkungan maupun dampatk sosial. Dampak lingkungan dari beroperasinya pembangkit fosil secara langsung akan berdampak pada lingkungan. Dampak lingkungan ini secara tidak langsung akan merugikan secara finansial. Sebagai contoh, berkurangnya produktivitas petani karena adanya pencemaran lingkungan. Beberapa studi menunjukkan kaitan antara produktivitas dengan pencemaran lingkungan.
0.7 0.6 0.5 0.4 0.3 0.2 0.1 0 S kenario Non Nuklir Skenario Nuklir Skenario C CS 0.632 0.445 0.401

Dampak sosial, karena kurang andalnya sistem pembangkit, juga secara tidak langusng akan berdampak secara finansial. Akibat dari adanya gangguan pasokan listrik, karena kurang andalnya sistem pembangkit, sangat dirasakan kalangan industri. Kerugian finansial dapat dihitung dari terganggunya produksi maupun kerusakan barang akibat dari gangguan pasokan listrik. Energi nuklir yang mempunyai keunggulan dalam aspek lingkungan namun secara finansial cukup mahal, akan diuntungkan dengan bobot kriteria lingkungan yang sedikit dianggap lebih penting dari kriteria ekonomi. Pada penilitian ini hanya diambil satu indikator untuk masing-masing kriteria. Untuk kriteria ekonomi hanya dipertimbangkan besarnya biaya pengembangan sistem, kriteria lingkungan hanya mempertimbangkan emisi CO2, dan kriteria Sosial hanya mempertimbangkan keandalan pasokan. Masih banyak indikator yang belum dibicarakan disini. Tentunya hasil analisis akan berbeda kalau jumlah indikator yang dipertimbangkan lebih banyak lagi. Pada kriteria ekonomi misalnya, selain indikator biaya pengembangan, yang merupakan salah satu indikator harga energi, masih ada indikator lain seperti harga listrik. KESIMPULAN Dari uraian dan analisis yang telah dilakukan dapat diambil beberapa kesimpulan antara lain: 1. Dalam prencanaan energi yang mempertimbangkan tidak hanya mempertimbangkan kriteria ekonomi semata, namun juga mempertimbangkan aspek lingkungan dan sosial, maka energi nuklir akan menjadi solusi terbaik. 2. Hasil analisis perencanaan dengan metode AHP didapatkan bahwa skenario Nuklir merupakan skenario paling optimal, disusul dengan skenario CCS dan skenario NonNuklir. DAFTAR PUSTAKA 1. 2. Energy Indicators For Sustainable Development: Guidelines And Methodologies, IAEA, 2005 Kementerian Negara Lingkungan Hidup (KLH), Rencana Aksi Nasional untuk Mitigasi dan Adaptasi terhadap Perubahan Iklim, KLH, 2007 Zuhal, Ketenagalistrikan Indonesia, Ganea Prima, April 1995 Saaty, R.W., The Analytic Hierarchy Process- What It Is and How It Used, Journal

Gambar 4. Hasil ranking dengan mempertimbangkan kriteria ekonomi

3. 4.

407

Ananalisis Perencanaan Energi Opsi Nuklir ................. (Suparman)

5.

6.

of Mathematical Modelling Vol. 9 no. 3-5, 1987. p. 161-176. Anonim, Wien Automatic System Planning (WASP), A Computer Code For Power Generating System Expansion Planning, Version WASP-IV, Users Manual, International Atomic Energy Agency, Vienna, 2001 Joseph V. Spadaro, et.al, Greenhouse Gas Emissions Of Electricity Generation Chains, Assessing The Difference, IAEA bulletin, 2000

TANYA JAWAB Pertanyaan: Bagaimana mempertimbangkan criteria sosial dalam AHP? (Suroso, PTRKN BATAN) Jawaban: Kriteria sosial dalam studi ini dikaitkan dengan ketersediaan pasokan energi. Karena ketersediaan energi akan berdampak secara tidak langsung pada aspek sosial masyarakat sebagai contoh, terjadi kekurangan pasokan listrik akan berakibat pada terjadinya pemadaman, sehingga berakibat pada kehidupan masyarakat

408

Anda mungkin juga menyukai