Anda di halaman 1dari 9

MODEL OPTIMAL WATER ALLOCATION SYSTEM FOR GONDANG'S RESERVOIR BASED ON LINEAR AND INTEGER LINEAR PROGRAMMING Created

by : ERNANDA, HERU ( ) Subject: Keyword: Irigasi Model Optimization Reservoir Integer Linear Programming Water Resource Scheduling Water Irrigation Crop Pattern

Salah satu pola operasi yang sangat kompleks dalam pengembangan pemberdayaan sumber air adalah sistem pembagian air. Pelaksanaan sistem pembagian air pada saat ini, dilakukan secara konvensional berdasarkan pada keterbatasan sumber daya alam, terutama sumber air, tanpa memperhatikan tingkat produksi dan keuntungan. Pendekatan tingkat produksi dan nilai keuntungan dalam sistem pembagian air waduk dilakukan kombinasi teknik optimasi dan teknik simulasi. Hasil output kombinasi teknik optimasi dan simulasi yang dinyatakan dengan tingkat peluang dari faktor kendala ketersediaan air, merupakan hambatan bagi manajemen operasi sumber daya air, karena faktor ketersediaan air sangat dipengaruhi oleh fluktuasi iklim. Pada saat ketersediaan air berkurang, pelaksanaan manajemen operasi sumber daya air dilakukan dengan sistem pembagian air secara giliran, dengan keputusan memberikan air irigasi atau tidak memberikan air irigasi. Oleh karena itu dilakukan kajian optimasi alokasi pembagian air dan pengambilan t keputusan dari output kombinasi teknik optimasi dan simulasi. Tujuan penelitian ini adalah mengembangkan suatu model pembagian air waduk yang merupakan kombinasi program linier, program linier integer dan simulasi dengan fungsi tujuan keuntungan usahatani, dalam sistem pembagian air waduk yang meliputi optimasi alokasi pembagian air tampungan waduk dan keputusan pemberian air dalam sistem pembagian air secara giliran. Kajian Model Pembagian Air Waduk dilakukan di Waduk Gondang dengan luas layanan sebesar 7260 Ha di Daerah Kabupaten Lamongan. Sumber air utama bagi daerah layanan Waduk Gondang ini berasal dari Waduk Gondang dan waduk-waduk lapangan (Waduk German, Waduk Balong Ganggang, Waduk Gempol dan Waduk Mojomanis). Waduk Gondang dan waduk-waduk lapangan merupakan rangkaian waduk yang saling berhubungan, pada musim kemarau daerah layanan waduk lapangan pada umumnya tidak dapat dipenuhi oleh waduk lapangan, sehingga perlu dilakukan suplesi dari Waduk Gondang. Hasil kajian model alokasi pembagian air tampungan waduk menunjukkan alternatip terbaik dari koefisien tampungan musim kemarau sebesar 0,30% dengan beda resiko intensitas tanaman sebesar 5,9% dan beda resiko keuntungan Rp. 497 juta. Pada alternatip koefisien tampungan yang terbaik, model pembagian air secara giliran menunjukkan penurunan tingkat ketersediaan air mengakibatkan kerugian

usahatani pada berbagai pola operasi dan musim tanam, dengan nilai kerugian maksimum sebesar Rp. 8.6S8 juta pada tingkat ketersediaan 20% dari ketersediaan normal. http://digilib.its.ac.id/ITS-Master-3100001012429/1194

PEMODELAN MANAJEMEN AIR TANAH DENGAN MENGGUNAKAN METODE STOKASTIK FINITE ELEMENT Created by : Mas Agus Mardyanto, Agus Slamet, Atiek Moesriati, Rachmat Boedi Santoso, Adhi Yuniarto ( ) Subject: Keyword: [ Description ] Dengan makin berkurangnya sumberdaya air permukaan, khususnya pada musim kemarau, maka air tanah menjadi alternatif penyediaan air yang potensial untuk keperluan domestik, industri, maupun pertanian. Walaupun air tanah merupakan sumber air yang terperbaharui, tetapi, air tanah bukannya sumber yang tidak terbatas. Selain itu, dengan adanya pencemaran air tanah baik oleh limbah domestik, pertanian, maupun industri, menyebabkan potensi penggunaan air tanah menurun. Hal ini mendorong perlunya dilakukan manajemen air tanah yang memadai agar air tanah dapat dimanfaatkan seoptimal mungkin dengan tetap menjaga kelestarian lingkungan. Dalam studi ini akan dilakukan pemodelan manajemen air tanah dimana parameter air tanah diperlakukan sebagai bilangan acak (random). Metode stokastik finite element akan digunakan dalam pemodelan ini. Dengan melakukan pemodelan menggunakan metode ini maka dapat diperoleh gambaran bagaimana me-manage air tanah agar secara kualitas dan kuantitas kondisi lingkungan tetap terjaga. Selain itu, karena pemodelan dengan metode stokastik ini belum banyak dilakukan, maka dengan adanya studi jni diharapkan dapat menambah pengetahuan di bidang studi air tanah. Pemodelan dilakukan dengan menggunakan model hipotetik. Hasil pemodelan menunjukkan bahwa model dapat menghasilkan estimate dari konduktivitas hidrolik yang memadai. Hasil estimasi ini telah dipergunakan untuk melakukan manajemen air tanah dengan berbagai skenario dengan hasil yang memuaskan. Air bawah tanah Stokastik finite element

Date Create Type Format Language Identifier

: 18/03/2008 : Text : pdf ; 91 pages : Indonesian : ITS-Research-3100007069465

Collection ID : 3100007069465 Call Number : ITS 553.79 Pem p

Masalah Yang Dihadapi Padi SRI


LADANG INFO PERTANIAN>Berita>Masalah Yang Dihadapi Padi SRI Pengembangan padi SRI (System of Rice Intensification) yang terkenal dengan motonya More Rice with Less Water atau hasil beras meningkat dengan penggunaan air yang lebih sedikit, sampai saat ini masih mengalami kendala teknis dan non-teknis di tingkat lapangan. Dengan melihat keistimewaan sistem ini, terutama dari segi produktifitas dan efisiensi pengairan (yang identik dengan potensi perluasan areal irigasi), beberapa perbaikan sistem harus dilakukan agar pengembangannya dapat dilaksanakan seluasluasnya. Mari kita lihat terlebih dahulu beberapa keistimewaan sistem SRI ini bagi pengembangan budidaya padi sawah : 1. SRI hanya membutuhkan benih yang jauh lebih sedikit, yaitu 5 sampai 10 kg perhektar yang berbanding 40 60 kg pada sistem konvensional. Hal ini akan mendorong petani untuk menggunakan benih padi unggul bersertifikat karena tidak perlu mengeluarkan uang banyak untuk membelinya. 2. Produktifitas dengan sistem SRI telah terbukti secara signifikan meningkat dengan tingkat B/C ratio (perbandingan nilai hasil terhadap biaya) yang lebih baik dibanding sistem konvensional. Hal ini jelas akan meningkatkan pendapatan petani. 3. Sistem pengairan yang intermitten / terputus sampai kondisi tanah kering meretak akan memperbaiki lingkungan mikro bagi tanah sehingga secara pasti akan memperbaiki kondisi tanah, baik fisik, kimia maupun biologi. Hal ini dapat dipercepat apabila pemupukannya menggunakan pupuk organik. Beberapa artikel penelitian membuktikan bahwa kandungan mikro organisme pada tanah yang ditanami padi SRI mengalami peningkatan kualitas. Tentu saja harus diperhatikan pula proses pengembalian serasah padi pada tanah asalnya. 4. Penggunaan air yang jauh lebih sedikit dibanding dengan sistem konvensional akan memperbaiki efisiensi pengairan dan dengan demikian memiliki potensi bagi perluasan areal irigasi. Dengan demikian SRI sangat menunjang program ekstensifikasi areal irigasi yang merupakan sumber utama ketahanan pangan (terutama beras). Sampai saat ini, areal irigasi yang ada masih banyak yang belum mampu mengairi padi 100% pada musim tanam kedua (kemarau). Namun demikian, ternyata pengembangan SRI di banyak areal irigasi masih menghadapi beberapa kendala yang cukup mengganggu, yaitu :

1. Metoda penanaman dengan bibit muda dan hanya satu bibit pertitik tanam dianggap masih merepotkan bagi petani. Hal ini terutama dialami pada daerahdaerah yang kekurangan buruh tani. Biasanya daerah seperti ini adalah daerah yang berada tidak jauh dari perkotaan karena banyak buruh tani yang bekerja sambilan di kota sebagai tukang atau buruh industri, atau juga di daerah yang terpencil dimana jumlah penduduk masih kurang. Selain itu, banyak pula daerah yang buruh taninya merupakan pendatang musiman yang belum familier dengan SRI sehingga hasil tanamnya kurang baik. Hal ini tentunya membutuhkan pembinaan yang lebih cermat. 2. Petani yang baru pertama kali melaksanakan SRI banyak yang mengeluhkan pertumbuhan gulma yang jauh lebih banyak dibanding dengan sistem konvensional. Hal ini dapat dimengerti karena pengeringan akan mendorong benih gulma tumbuh dengan leluasa (pada jenis gulma yang berkembang melalui biji atau umbi). Oleh karena itu pengembangan SRI perlu disertai dengan pembinaan pengendalian gulma yang baik (pada pelaksanaan demplot SRI sangat disarankan utuk menggunakan lalandak dalam mengendalikan gulma). 3. SRI masih menyebakan kebingunan dalam sistem pembagian air karena belum adanya panduan yang pasti mengenai hal ini. Dalam hal perencanaan, operasional irigasi dengan SRI belum mempunyai angka dasar hidrologi yang baku, sehingga para ahli hidrologi masih belum dapat merencanakan sistem pembagian air yang ideal. Penelitian akan hal ini sangat diperlukan guna mendapatkan angka koefisien yang baku. Pembagian air irigasi dalam SRI juga sangat menuntut sistem pertanaman serempak, terutama pada satu petak tersier yang sama. Dilain pihak, sistem pertanaman serempak ini sampai sekarang belum dapat dilaksanakan secara optimal sekalipun pada sistem konvensional. 4. Selain SRI, sistem Jajar Legowo yang dikombinasikan dengan pupuk organik dan juga padi Hibrida yang menggunakan sistem pengairan konvensional yang juga memberikan hasil produksi yang relatif sama, menjadi pesaing utama bagi pengembangan SRI. Pada akhirnya, betatapapun banyaknya kelebihan yang dimiliki SRI, beberapa penyesuaian budaya, kebijakan pembangunan, maupun teknis, sangat diperlukan. Yang jelas, dengan kondisi lahan irigasi yang ada di Indonesia, SRI masih sangat diharapkan dapat dikembangkan secara luas terutama pada daerah irigasi yang pemenuhan airnya terbatas seperti di wilayah-wilayah Timur Indonesia. http://bpp-cp.com/2010/04/09/masalah-yang-dihadapi-padi-sri/

Irigasi
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Irigasi merupakan upaya yang dilakukan manusia untuk mengairi lahan pertanian. Dalam dunia modern, saat ini sudah banyak model irigasi yang dapat dilakukan manusia. Pada zaman dahulu, jika persediaan air melimpah karena tempat yang dekat dengan sungai atau sumber mata air, maka irigasi dilakukan dengan mengalirkan air tersebut ke lahan pertanian. Namun demikian, irigasi juga biasa dilakukan dengan membawa air dengan menggunakan wadah kemudian menuangkan pada tanaman satu per satu. Untuk irigasi dengan model seperti ini di Indonesia biasa disebut menyiram. Sebagaimana telah diungkapkan, dalam dunia modern ini sudah banyak cara yang dapat dilakukan untuk melakukan irigasi dan ini sudah berlangsung sejak Mesir Kuno.

Irigasi Mesir Kuno dan Tradisional Nusantara


Sejak Mesir Kuno telah dikenal dengan memanfaatkan Sungai Nil. Di Indonesia, irigasi tradisional telah juga berlangsung sejak nenek moyang kita. Hal ini dapat dilihat juga cara bercocok tanam pada masa kerajaan-kerajaan yang ada di Indonesia. Dengan membendung kali secara bergantian untuk dialirkan ke sawah. Cara lain adalah mencari sumber air pegunungan dan dialirkan dengan bambu yang bersambung. Ada juga dengan membawa dengan ember yang terbuat dari daun pinang atau menimba dari kali yang dilemparkan ke sawah dengan ember daun pinang juga.

[sunting] Sistem Irigasi Zaman Hindia Belanda


Sistem irigasi adalah salah satu upaya Belanda dalam melaksanakan Tanam Paksa (Cultuurstelsel) pada tahun 1830. Pemerintah Hindia Belanda dalam Tanam Paksa tersebut mengupayakan agar semua lahan yang dicetak untuk persawahan maupun perkebunan harus menghasilkan panen yang optimal dalam mengeksplotasi tanah jajahannya. Sistem irigasi yang dulu telah mengenal saluran primer, sekunder, ataupun tersier. Tetapi sumber air belum memakai sistem Waduk Serbaguna seperti TVA di Amerika Serikat. Air dalam irigasi lama disalurkan dari sumber kali yang disusun dalam sistem irigasi terpadu, untuk memenuhi pengairan persawahan, di mana para petani diharuskan membayar uang iuran sewa pemakaian air untuk sawahnya.

[sunting] Waduk Jatiluhur 1955 di Jawa Barat dan Pengalaman TVA 1933 di Amerika Serikat
Tennessee Valley Authority (TVA) [1] yang diprakasai oleh Presiden AS Franklin D. Roosevelt pada tahun 1933 merupakan salah satu Waduk Serba Guna yang pertama dibangun di dunia [2]. Resesi ekonomi (inflasi) tahun 1930 melanda seluruh dunia, sehingga TVA adalah salah satu model dalam membangun kembali ekonomi Amerika Serikat. Isu TVA adalah mengenai: produksi tenaga listrik, navigasi, pengendalian banjir, pencegahan malaria, reboisasi, dan kontrol erosi, sehingga di kemudian hari, Proyek

TVA menjadi salah satu model dalam menangani hal yang mirip. Oleh sebab itu, Proyek Waduk Jatiluhur merupakan tiruan yang hampir mirip dengan TVA di AS tersebut. Waduk Jatiluhur terletak di Kecamatan Jatiluhur, Kabupaten Purwakarta (9 km dari pusat Kota Purwakarta). Bendungan itu dinamakan oleh pemerintah Waduk Ir. H. Juanda, dengan panorama danau yang luasnya 8.300 ha. Bendungan ini mulai dibangun sejak tahun 1957 oleh kontraktor asal Perancis, dengan potensi air yang tersedia sebesar 12,9 milyar m3/tahun dan merupakan waduk serbaguna pertama di Indonesia.

[sunting] Jenis Irigasi


[sunting] Irigasi Permukaan
Irigasi Permukaan merupakan sistem irigasi yang menyadap air langsung di sungai melalui bangunan bendung maupun melalui bangunan pengambilan bebas (free intake) kemudian air irigasi dialirkan secara gravitasi melalui saluran sampai ke lahan pertanian. Di sini dikenal saluran primer, sekunder, dan tersier. Pengaturan air ini dilakukan dengan pintu air. Prosesnya adalah gravitasi, tanah yang tinggi akan mendapat air lebih dulu.

[sunting] Irigasi Lokal


Sistem ini air distribusikan dengan cara pipanisasi. Di sini juga berlaku gravitasi, di mana lahan yang tinggi mendapat air lebih dahulu. Namun air yang disebar hanya terbatas sekali atau secara lokal.

[sunting] Irigasi dengan Penyemprotan


Penyemprotan biasanya dipakai penyemprot air atau sprinkle. Air yang disemprot akan seperti kabut, sehingga tanaman mendapat air dari atas, daun akan basah lebih dahulu, kemudian menetes ke akar.

[sunting] Irigasi Tradisional dengan Ember


Di sini diperlukan tenaga kerja secara perorangan yang banyak sekali. Di samping itu juga pemborosan tenaga kerja yang harus menenteng ember.

[sunting] Irigasi Pompa Air


Air diambil dari sumur dalam dan dinaikkan melalui pompa air, kemudian dialirkan dengan berbagai cara, misalnya dengan pipa atau saluran. Pada musim kemarau irigasi ini dapat terus mengairi sawah.

[sunting] Irigasi Tanah Kering dengan Terasisasi


Di Afrika yang kering dipakai sustem ini, terasisasi dipakai untuk distribusi air.

[sunting] Pengalaman Penerapan Jenis Irigasi Khusus


[sunting] Irigasi Pasang-Surut di Sumatera, Kalimantan, dan Papua
Dengan memanfaatkan pasang-surut air di wilayah Sumatera, Kalimantan, dan Papua dikenal apa yang dinamakan Irigasi Pasang-Surat (Tidal Irrigation). Teknologi yang diterapkan di sini adalah: pemanfaatan lahan pertanian di dataran rendah dan daerah rawa-rawa, di mana air diperoleh dari sungai pasang-surut di mana pada waktu pasang air dimanfaatkan. Di sini dalam dua minggu diperoleh 4 sampai 5 waktu pada air pasang. Teknologi ini telah dikenal sejak Abad XIX. Pada waktu itu, pendatang di Pulau Sumatera memanfaatkan rawa sebagai kebun kelapa. Di Indonesia terdapat 5,6 juta Ha dari 34 Ha yang ada cocok untuk dikembangkan. Hal ini bisa dihubungkan dengan pengalaman Jepang di Wilayah Sungai Chikugo untuk wilayah Kyushu, di mana di sana dikenal dengan sistem irigasi Ao-Shunsui yang mirip.

[sunting] Irigasi Tanah Kering atau Irigasi Tetes


Di lahan kering, air sangat langka dan pemanfaatannya harus efisien. Jumlah air irigasi yang diberikan ditetapkan berdasarkan kebutuhan tanaman, kemampuan tanah memegang air, serta sarana irigasi yang tersedia. Ada beberapa sistem irigasi untuk tanah kering, yaitu:

(1) irigasi tetes (drip irrigation), (2) irigasi curah (sprinkler irrigation), (3) irigasi saluran terbuka (open ditch irrigation), dan (4) irigasi bawah permukaan (subsurface irrigation).

Untuk penggunaan air yang efisien, irigasi tetes [3] merupakan salah satu alternatif. Misal sistem irigasi tetes adalah pada tanaman cabai. Ketersediaan sumber air irigasi sangat penting. Salah satu upaya mencari potensi sumber air irigasi adalah dengan melakukan deteksi air bawah permukaan (groundwater) melalui pemetaan karakteristik air bawah tanah. Cara ini dapat memberikan informasi mengenai sebaran, volume dan kedalaman sumber air untuk mengembangkan irigasi suplemen. Deteksi air bawah permukaan dapat dilakukan dengan menggunakan Terameter.

[sunting] Pengalaman Sistem Irigasi Pertanian di Niigata Jepang


Sistem irigasi pertanian milik Mr. Nobutoshi Ikezu di Niigata Prefecture. Di sini terlihat adanya manajemen persediaan air yang cukup pada pengelolaan pertaniannya. Sekitar 3 km dari tempat tersebut tedapat sungai besar yang debit airnya cukup dan tidak berlebih. Air sungai dinaikan ke tempat penampungan air menggunakan pompa berkekuatan besar. Air dari tempat penampungan dialirkan menggunakan pipa-pipa air bawah tanah berdiameter 30 cm ke pertanian di sekitarnya. Pada setiap pemilik sawah terdapat tempat

pembukaan air irigasi tersebut. Pembagian air ini bergilir berselang sehari, yang berarti sehari keluar, sehari tutup. Penggunaannya sesuai dengan kebutuhan sawah setempat yang dapat diatur menggunakan tuas yang dapat dibuka tutup secara manual. Dari pintu pengeluaran air tersebut dialirkan ke sawahnya melalui pipa yang berada di bawah permukaan sawahnya. Kalau di tanah air kita pada umumnya air dialirkan melalui permukaan sawah. Sedangkan untuk mengatur ketinggian air dilakukan dengan cara menaikan dan menurunkan penutup pintu pembuangan air secara manual. Pembuangan air dari sawah masuk saluran irigasi yang terbuat dari beton sehingga air dengan mudah kembali ke sungai kecil, tanpa merembes terbuang ke bawah tanah. Pencegahan perembesan air dilakukan dengan sangat efisien.

[sunting] Pengalaman Irigasi Perkebunan Kelapa Sawit


Ketersediaan air merupakan salah satu faktor pembatas utama bagi produksi kelapa sawit. Kekeringan menyebabkan penurunan laju fotosintesis dan distribusi asimilat terganggu, berdampak negatif pada pertumbuhan tanaman baik fase vegetatif maupun fase generatif. Pada fase vegetatif kekeringan pada tanaman kelapa sawit ditandai oleh kondisi daun tombak tidak membuka dan terhambatnya pertumbuhan pelepah. Pada keadaan yang lebih parah kekurangan air menyebabkan kerusakan jaringan tanaman yang dicerminkan oleh daun pucuk dan pelepah yang mudah patah. Pada fase generatif kekeringan menyebabkan terjadinya penurunan produksi tanaman akibat terhambatnya pembentukan bunga, meningkatnya jumlah bunga jantan, pembuahan terganggu, gugur buah muda, bentuk buah kecil dan rendemen minyak buah rendah. Manajemen irigasi perkebunan kelapa sawit, yaitu: membuat bak pembagi, pembangunan alat pengukur debit manual di jalur sungai, membuat jaringan irigasi di lapang untuk meningkatkan daerah layanan irigasi suplementer bagi tanaman kelapa sawit seluas kurang lebih 1 ha, percobaan lapang untuk mengkaji pengaruh irigasi suplementer (volume dan waktu pemberian) terhadap pertumbuhan vegetatif kelapa sawit dan dampak peningkatan aliran dasar (base flow) terhadap performa kelapa sawit pada musim kemarau, identifikasi lokasi pengembangan dan membuat untuk 4 buah Dam Parit dan upscalling pengembangan dam parit di daerah aliran sungai. http://id.wikipedia.org/wiki/Irigasi

Anda mungkin juga menyukai