Jakarta, JurnaI nasionaI, 10 Juni 2010 - Kamis, 10 Juni 2010
Jakarta, Jurnal Nasional.
Mantan karyawan Hotel ndonesia dan Hotel nna Wisata yang tergabung dalam Himpunan mantan dan Karyawan Hotel ndonesia-nna Wisata (HMKH) menggelar aksi di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Jakarta, Rabu (09/06). Mereka mendesak Ketua PN melakukan eksekusi Hak Jamsostek yang belum dibayar PT. Hotel ndonesia.
Kami sudah menunggu enam tahun. Tahun 2005, P4P memutuskan agar Hotel ndonesia membayar hak karyawan sesuai kesepakatan bersama Disnaker. Namun eksekusi yang kami ajukan ke PN Jakpus hingga sekarang belum direalisasikan, kata JokoSujono, Pengurus HMKH.
Menurutnya, hak pekerja telah diputuskan di P4P, Juni tahun 2005. sementara 11 Mei 2009, pegawai pengawasan ketenagakerjaan Menakertrans DK Jakarta telah menetapkan kekurangan pembayaran hak Jamsostek. karyawan sebesar Rp 1,7 miliar.
Dalam putusan itu disebutkan, bila hak kami tidak dibayar, akan ada sanksi pidana terhadap Hotel ndonesia. Dan bila dalam waktu 90 hari tidak melakukan gugatan ke PTUN, maka melewati batas gugatan, kata Joko Sujono.
Jono mengatakan, Ketua PN Jakpus menunda eksekusi hak mantan pekerja Hotel ndonesia. Alasan, perusahaan tempat mereka pernah bekerja akan balik menggugat karena sudah membayar dua tahun kekurangan Jamsostek.
Dalam aksi yang dihadiri puluhan mantan karyawan Hotel ndonesia itu, mereka menggelar sejumlah spanduk bertulisan: PN Jakpus, Jangan Tunda Eksekusi. kami Lapar. Juga sejumlah tuntutan yang dituliskan pada karton : Jangan memihak pengusaha. Kami telah punya putusan P4P. usdaIifah Fachri (usdaIifah Fachri)
hLLp//www[amsosLekcold/conLenL/newsphp?ld1193
15/11/2010 ejari Tabanan uIai Bidik asus Jamsostek Tabanan (ANTARA News) - Kejaksaan Negeri Tabanan mulai membidik kasus dugaan pemotongan dana jaminan sosial tenaga kerja (jamsostek) untuk para kepala desa di 10 kecamatan.
Kajari Tabanan Sufari kepada wartawan, Minggu mengatakan, dugaan
penyunatan dana yang mucul pada masa kepemimpinan Kajari Tabanan sebelumnya ini sempat menyulitkan pihaknya untuk mendapatkan data pengungkapan.
Namun, kini pihaknya telah melangkah maju setelah mendapat data-data yang relevan terkait masalah tersebut. Dikatakan dia, kasus Jamostek bagi para perbekel (kades) mulai menjadi perhatiannya sebab diketahui sebelumnya ada pemotongan dana tersebut dari besaran jumlah yang ditentukan.
Dana Jamsostek bagi para Perbekel itu, ujar dia, sebenarnya telah dianggarkan dalam APBD Tabanan, yang dikeluarkan melalui Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa (BPMD).
"Untuk program pemberian Jamsostek bagi para perbekel dan perangkat desa lainnya dianggarkan untuk 1.870 orang dimulai tahun 1993," paparnya.
Besaran dananya diambil lewat APBD Tabanan, namun setelah berjalan, mulai 2007, pos anggaran APBD itu dipindahkan ke Pos ADD (anggaran dana desa).
Pihaknya menengarai proses pelimpahan dana Jamsostek ke anggaran ADD inilah adanya pelanggaran. Hal itu diperkuat dengan hasil pemeriksaan BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) Baliterhadap beberapa pos ADD di APBD.
Pada 2008, program Jamsostek untuk perbekel dan perangkat desa dihapus lalu klaim Jamsostek itu dibagikan melalui BPMD.
Hanya saja, pembagian Jamsostek sebesar Rp2,13 miliar dinilai tidak adil, sebab selain hanya dibagikan kepada 844 orang, saat pembagian terdapat pemotongan dari BPMD sebesar Rp300 ribu sampai Rp 400 ribu, katanya. (ANT-166/B010)
hLLp//www[amsosLekcold/conLenL/newsphp?ld1637
03/03/2010 ejati Siapkan Langkah Hukum asus Jamsostek Semarang, DIA INDONSIA - Pihak Kej aksaan Tinggi Jawa Tengah menyatakan siap menempuh langkah hukum berikutnya setelah melayangkan somasi kepada 11 perusahaan rokok di Kudus agar menghentikan penyelenggaraan jaminan sosial tenaga kerja (jamsostek) terhadap karyawannya.
"Jika dalam batas waktu yang telah ditentukan, somasi yang telah dilayangkan tidak mendapat respons, permasalahan tersebut akan dibawa ke pengadilan," kata Kepala Kejati Jateng, Salman Maryadi di Semarang, Selasa (2/3).
Sebelas perusahaan rokok yang disomasi tersebut adalah PT Djarum, Noroyono T, PT Niko Rama Citra, PT Sukun, PT Gentong Gotri, PT Notodjoyo Mulyo, PT Tapel Kuda Kencana, CV Mulyo Raharjo, FA Sidodadi, CV Muria Mulia, dan Nikki Super T.
Pihak Kejati juga menyomasi pengurus Persatuan Pengusaha Rokok Kudus (PPRK) dan Pusat Koperasi Karyawan ndustri Rokok Kudus (PKKRK) terkait jamsostek itu.
"Mereka akan kita gugat secara perdata dan sesuai dengan UU Nomor 3 Tahun 1992 Tentang Jamsostek, juga ada ancaman pidana dalam permasalahan ini," kata Salman didampingi Asisten Perdata dan Tata Usaha Negara Kejati Jateng M Sinaga.
Salman yang dalam kasus itu bertindak sebagai kuasa hukum PT Jamsostek menj elaskan, langkah hukum ke pengadilan itu agar ada kepastian hukum terkait dengan jaminan perlindungan sosial bagi karyawan perusahaan rokok di Kudus.
"Jika mengacu kepada UU Nomor 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial disebutkan bahwa yang mempunyai wewenang mengelola jaminan sosial ada empat badan negara yaitu PT Jamsostek, Taspen, Asabri, dan Askes," katanya.
a mengatakan, empat badan tersebut memiliki wilayah kewenangan yang berbeda. Sebelas perusahaan rokok yang disomasi itu seharusnya mendaftarkan seluruh karyawannya sebagai peserta Program Jamsostek.
"Namun pada kenyataannya sebelas pabrik rokok tersebut justru menjaminkan ke PKKRK dan yang selama ini didaftarkan sebagai peserta, hanya karyawan bulanan saj a," katanya.
Karyawan harian dan borongan, katanya, tidak didaftarkan sebagai peserta jamsostek. Tindakan tersebut dinilai merugikan hak-hak karyawan.
Pada kesempatan itu ia menyatakan tidak ada masalah terkait dengan unjuk rasa ribuan karyawan perusahaan rokok di Kudus pada Senin (1/3) untuk menolak monopoli PT Jamsostek sebagai penyelenggara jaminan sosial.
Jika jamsostek selama ini dianggap kurang profesional dalam memberikan pelayanan jaminan kepada para karyawan perusahaan, katanya, hal tersebut tidak bisa menjadi alasan mereka mengalihkan program itu kepada PKKRK.
"Seandainya pengelola PKKRK lari dari kewajibannya lalu siapa yang harus bertanggungjawab," katanya.
a menj elaskan, langkah Kej ati Jateng terkait dengan kasus itu berpatokan kepada perundang-undangan.
"ndonesia negara hukum sehingga yang harus dikedepankan adalah penegakan hukum positif yang berlaku saat ini," katanya. (Ant/OL-7)