Anda di halaman 1dari 11

Phytoplankton Sebagai Alternatif Pengurangan Emisi CO

2
Di Atmosfer

1. Pendahuluan

1.1Latar Belakang
Pemanasan global (global warming) dewasa ini menjadi perbincangan
internasional yang serius dan telah diagendakan sebagai salah satu topic penting
sebagai KonIerensi Tingkat Tinggi (KTT) bumi tahun 1992 di Rio de janeiro.
Adapun KTT Bumi johanesburg, 2002, konIerensi perubahan ikllim di bali akhir
2007 dan polandia tahun 2008 merupakan penjelasan skematis dalam mengakhiri
kontroversi yang terjadinya pemanasan global, sekaligus sebagai Iorum
masyarakat dunia dalam memperkuat komitmen internasional untuk mengatasinya
(Suparto, 2008).
Salah satu penyebab pemanasan global adalah meningkatnya emisi CO
2


diatmosIer. Kondisi semacam ini membuat kondisi bumi semakin panas dan
mempengaruhi keseimbangan kehidupan dimasa yang akan datang, esdikutub
mencair, permuakaan air laut naik, hingga terciptanya badai angin dan sederetan
bencana di masa yang akan datang. Membiarkan kondisi lingkungan seperti itu
berarti kita siap menelantarkan masa depan anak-anak dan cucu kita kelak dengan
warisan lingkungan yang semakin jelek (Prianto, 2007).
Pertambahan penduduk diiringi dengan laju pertumbuhan transportasi
menyebabkan tidak terkontrolnya pencemaran. Emisi gas buang kendaraan, polusi
pabrik, eIek rumah kaca dan penebangan hutan secara besar besaran merupakan
hal utama penyebab global warming. Hutan merupakan media penyerap CO
2

terbesar tetapi dalam hal ini hutan sudah tidak dapat diandalkan untuk mengurangi
polusi udara didunia dikarenakan saat ini bnyak sekali hutan yang ditebang secara
besar-besaran sehingga keberadaannya semakin hari semakin sedikit. Sehingga
harus ada komponen lain yang bisa menyerap CO
2
lebih banyak agar suhu dibumi
tidak terus naik.
Kini setelah manusia seindustrinya seantero dunia tiap hari membakar
bahan bakar Iosil dan buangannya berupa CO
2
dihamburkan keatmosIer bumi ini.
Kandungan CO
2
diatmosIer bummi terus meningkat yang membuat suhu bumi
juga semakin panas. Banyak Iakta menunjukkan bahwa sejak revolusi industry
Phytoplankton Sebagai Alternatif Pengurangan Emisi CO
2
Di Atmosfer

awal abad lalu, kandungan CO


2
diatmosIer terus meningkat yang mengancam
kelestarian global. Apa pula yang dapat menyerap kembali CO
2
itu untuk
meredam pemanasan global ? jawabannya adalah tumbuhan yang dapat
berIotosintesis, termasuk dan tak kalah pentingnya adalah Iitoplankton laut.
Namun meskipun alam lewat dinamika ekosistemnya dapat meredam pemanasan
global, keariIan manusia diperlukan unutk terus menerus memperlakukan alam ini
dengan semena-mena yang b\mengakibatkan bencana lingkungan yang
dampaknya akan dirasakan sampai generasi-generasi mendatang (Nontji, 2006).
1.2 Rumusan Masalah
O Apakah pengertian global warming itu ?
O Apa penyebab terjadinya global warming di bumi ?
O ampak apa saja yang ditimbulkan dari global warming ?
O Apa peranan plankton dalam mengurangi dampak global warming
di bumi ?
O Apakah dampak dari global warming terhadap organisme
Phytoplankton ?
1.3Tujuan Penulisan
Agar dapat lebih memahami dan mengetahui apa itu global warming
berserta penyebab dan dampak yang ditimbulkan. Selain itu juga untuk
mengetahui peranan plankton dalam mengurangi dampak dari global warming
serta dampak apa saja yang dapat berimbas pada plankton karena adanya
global warming ini.





Phytoplankton Sebagai Alternatif Pengurangan Emisi CO
2
Di Atmosfer

2. Pembahasan

Issu permanasan global ' Global Warming muncul pada dekde tahun
70-an, setelah adanya laporan hasil penelitian yang diungkapkan oleh UK-
Meterogical Agency. ari hasil pantauan yang telah dilakukan terhadap iklim
dunia, menunjukkan suatu indikasi yaitu terjadinya kenaikan suhu atmosIer bumi
yang rata-rata mencapai 0,5
0
C/100 tahun. Fenomena yang sering diistilahkan
dengan 'eIek rumah kaca, diperkirakan penyebabnya adalah CO
2
. Andil CO
2

dalam eIek rumah kaca mencapai 50 berasal dari limpahan CO
2
. Walaupun gas
CO
2
eIeknya relative rendah terhadap kenaikan suhu namun kualitasnya cukup
besar sebagai limpahan dari aktivitas manusia, dipilahkan bahwa 46 adalah
bersumber dari pembangkit energy, 24 penggunaan CFCs, 18 perusakan
hutan, 9 pertanian dan 3 dari kegiatan yang lain. Hasil penentuan terakhir dari
jenis-jenis gas tersebut yang sangat berpotensi saat ini adalah meningkatnya
limpahan CO
2
(Untung, 2008).
Menurut Nanny (2008), Pemanasan adalah adanya proses peningkatan
suhu rata-rata atmosIer , laut dan daratan bumi. Suhu rata-rata global pada
permukaan bumi telah meningkat 0,74 kurang-lebih 0,18
0
C selama seratus tahun
terakhir. IPCC (Pantergovernmental Panel On Climate Change) menyimpilkan
bahwa sebagian besar peningkatan temperature rata-rata global sejak pertengahan
abad ke-20 kemungkinan besar disebabkan oleh meningkatnya konsentrasi gas-
gas rumah kaca oleh aktiIitas manusia. Gas-gas rumah kaca ini antara lain ; uap
air, karbondioksida dan metana. Gas-gas ini menyerap dan memantulkan radiasi
gelombang yang dipancarkan bumi sehingga panas tersebut akan tersimpan pada
permukaan bumi. Hal ini kan terjadi berulang-ulang dan mengakibatkan suhu rata-
rata tahunan bumi terus meningkat.
Para ilmuan telah membuat beberapa prakiraan mengenai dampak
pemanasan global terhadap cuaca, tinggi permukaan air laut, pantai, pertanian,
kehidupan hewan liar dan kesehatan manusia. Prakiraan tersebut antara lain Iklim
Tidak Stabil, Peningkatan permukaan laut, Suhu global cenderung meningkat,
Gangguan ekologis dan ampak sosial dan politik. Iklim tidak stabil meliputi
Phytoplankton Sebagai Alternatif Pengurangan Emisi CO
2
Di Atmosfer

gunung-gunung es mencair dan mengecilkan daratan, meningkatnya suhu dingin


pada malam hari, musim tanam lebih panjang dan berubahnya daerah hangan
menjadi lebih lembab. Peningkatan permukaan laut disebabkan menghangatnya
suhu permukaan laut sehingga volumenya akan membesar dan menaikkan tinggi
permukaan laut, selain dari pencairan gunung es Greenland. Suhu global
cenderung meningkat yang akan memberikan dampak menurunnya hasil pangan
(pertanian) di wilayah tropis. Gangguan ekologis adalah hilangnya beberapa
spesies yang tidak mampu beradaptasi dengan suhu yang semakin hangat.
Sedangkan, dampak pemanasan global terhadap sosial antara lain munculnya
penyakit-penyakit yang berhubungan dengan panas (heat stroke) dan kematian,
kelaparan dan malnutrisi. Munculnya penyakit yang berhubungan dengan bencana
alam seperti diare, malnutrisi, deIisiensi mikronutrien, trauma psikologis, penyakit
kulit, dan lain-lain (Suripto, 2010).
Upaya pengurangan pemanasan global dengan program penghijauan saat
ini banyak digalakkan di seluruh dunia. Hal ini tentu saja akan memberikan
dampak positiI. Namun daratan yang hanya mencapai 1/3 dari permukaan bumi
saat ini lebih banyak digunakan untuk kepentingan pembangunan dan pemenuhan
kebutuhan penduduk dunia yang jumlahnya terus meningkat dengan kebutuhan
yang semakin kompeleks. Perlu alternatiI lain untuk bisa melakukan pengurangan
pemanasan global dengan memanIaatkan media lain yaitu dengan pemanIaatan
lautan yang merupakan lahan yang masih belum bisa ditempati manusia dan
merupakan tempat tinggal produsen primer terbesar di dunia yaitu phytoplankton.
Biomas plankton dan keanekaragaman phytoplankton, berisi cadangan karbon
yang sangat besar dan dapat memberikan keseimbangan siklus karbon bagi
keperluan seluruh makhluk hidup di muka bumi. Salah satu jenis plankton yaitu
phytoplankton mempunyai peluang potensial untuk menyerap karbondioksida
(CO
2
) melalui proses Iotosintesis. Phytoplankton berada dalam berbagai bentuk
dan simbion, sehingga perannya sangat vital dalam kehidupan dan rantai energi di
laut. Misalnya,phytoplankton jenis zooxanthellae melakukan simbiosis dengan
binatang karang dan mampu menyerap CO
2
menjadi karbonat yang selanjutnya
tersimpan dalam bentuk kerangka kapur. Sebagian besar phytoplankton akan
segera mati dan tergantikan oleh proses reproduksi. Jika bisa dikendalikan,
Phytoplankton Sebagai Alternatif Pengurangan Emisi CO
2
Di Atmosfer

sejumlah besar phytoplankton yang sudah menyerap CO


2
, bisa dikirim ke dasar
laut sebagai karbon. Saat ini banyak penelitian para ahli untuk mengembangkan
cara menampung CO
2
melalui phytoplankton dan menyimpan di dasar laut.
"Mudah mudahan usaha ini segera berhasil dan memperlambat dampak negatiI
dari perubahan iklim (Endang,2011).

Karena ukurannya mikroskopis, tak dapat dilihat dengan mata telanjang
orang sering mengabaikan atau tak menyadari betapa pentingnya Iitoplankton
dalam kaitannya dengan iklim global. Fitoplankton seperti halnya tumbuhan darat,
mempunyai kemampuan untuk berIotosintesis dimana CO
2
(karbondioksida).
ikonsumsi unutk menghasilkan senyawa organic yang merupakan dasar bagi
hampir semua makluk hidup dilaut. Karena Iitoplankton didunia mempunyai total
biomasa yang sangat besar maka akan sangat banyak pula CO
2
dari atmosIer yang
dapat diserap oleh Iitoplankton. Padahal CO
2
merupakan salah satu komponen gas
rumah kaca (Green House Gas) yang dapat menyimpan bahang (heat) yang sangat
mempengaruhi suhu atmosIer dibumi ini. Gas rumah kaca menyerap radiasi inIra
merah yang panas dan menghambat pemantulannya keluar system palanet bumi
sehingga radiasi tersebut kembali keplanet bumi. Peningkatan konsentrasi
inIramerah disistem planet bumi akan menyebabkan peningkatan suhu global.
engan kata lain makin banyak CO
2
diatmosIer bumi maka makin banyak pula
bahang yang tertangkap dan bumi pun semakin panas. Baru belakangan ini orang
mendapat kejelasan bahwa banyaknya CO
2
dari atmosIer yang dapat diserap oleh
Iitoplankton kurang lebih sama banyaknya dengan yang diserap oleh tumbuhan
darat seperti hutan, semak, padang rumput dalam keseluruhannya. Jadi
Iitoplankton sebenarnya sangat berperan dalam pengendalian iklim global
(Niniek, 2009).

Fitoplankton adalah organisme laut yang melayang dan hanyut dalam air
serta mampu berIotosintesis. Fitoplankton sebagai tumbuhan yang mengandung
pigmen kloroIil, mampu melakukan reaksi Iotosintesis, dimana air dan
karbondioksida dengan adanya sinar matahari dari garam-garam hara dapat
menghasilkan senyawa organik seperti karbohidrat. Fitoplankton bisa ditemukan
Phytoplankton Sebagai Alternatif Pengurangan Emisi CO
2
Di Atmosfer

di seluruh massa air mulai dari permukaan laut sampai pada kedalaman tertentu
dengan intesitas cahaya yang masih memungkinkan terjadinya Iotosintesis. Energi
yang digunakan dalam proses Iotosintesis adalah cahaya matahari yang diabsorbsi
oleh pigmen hijau (kloroIi) (Fachruddin dkk, 2009).
Menurut Nyibakken (1988), Fitoplankton merupakan salah satu
komponen penting dalam suatu ekosistem karena memiliki kemampuan untuk
menyerap langsung energi matahari melalui proses Iotosintesa guna membentuk
bahan organik dari bahan-bahan anorganik yang lazim dikenal sebagai
produktivitas primer. Salah satu pigmen Iotosintesa yang paling penting bagi
tumbuhan khususnya Iitoplankton adalah kloroIil a. Produktivitas primer sangat
tergantung dari konsentrasi kloroIil. Oleh karena itu, kadar kloroIil dalam volume
air tertentu merupakan suatu ukuran bagi biomasa Iitoplankton yang terdapat
dalam perairan. engan demikian kloroIil dapat digunakan untuk menaksir
produktivitas primer suatu perairan.
Kemampuan Iitoplankton untuk berIotosintesis, seperti tumbuhan darat
lainnya, dapat dimanIaatkan seoptimal mungkin untuk menyerap CO
2
. iketahui
bahwa reaksi Iotosintesis adalah sebagai berikut:
6CO
2
6H
2
O C
6
H
12
O
6
6O
2

Berdasarkan persamaan reaksi tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa jumlah
CO
2
yang dipakai oleh Iitoplankton untuk Iotosintesis adalah sebanding dengan
jumlah materi organik C
6
H
12
O
6
yang dihasilkan. Alasan utama pemilihan
Iitoplankton sebagai biota yang dapat dimanIaatkan secara optimal untuk
mengurangi emisi CO
2
adalah karena meskipun jumlah biomasa Iitoplankton
hanya 0,05 biomassa tumbuhan darat namun jumlah karbon yang dapat
digunakan dalam proses Iotosintesis sama dengan jumlah C yang diIiksasi oleh
tumbuhan darat (50-100 PgC/th). Selain itu, sistem alga diketahui mampu
menghilangkan CO
2
(dan NOx) dari cerobong asap dimana untuk keperluan itu
diperlukan teknologi pembudidaya alga berupa Iotobioreaktor. engan teknologi
Iotobioreaktor ini, tingkat produktivitas alga dapat ditingkatkan menjadi 2 hingga
5 kali lebih tinggi dari kondisi normalnya. Gas CO
2
yang keluar dari cerobong
Phytoplankton Sebagai Alternatif Pengurangan Emisi CO
2
Di Atmosfer

asap selanjutnya dapat langsung disambungkan ke Iotobioreaktor dan


dimanIaatkan oleh alga untuk pertumbuhannya melalui mekanisme Iotosintesis
(Setiawan dkk, 2008).
Fitoplankton laut tidak saja mempengaruhi iklim global tetapi juga
menerima dampak dari perubahan iklim itu sendiri. Suatu studi yang disponsori
oleh NASA telah menunjukan bahwa produktiIitas Iitoplankton didunia kini telah
berkurang sejak tahun 1980an dan karenanya lebih sedikit karbon yang diserap
yang akan dipengaruhi pula daur karbon (Carbon Cycle) di bumi. Penelitian
menunjukkan bahwa produktivitas bersih Iitoplankton (Net Primary Productivity)
dunia telah berkurang dengan rata-rata sekitar 6 dalam dua dekade terakhir ini.
itengarai ini adalah sebagai akibat perubahan iklim global misalnya karena
meningkatnya suhu diatmosIer bumi.semakin banyak bukti dalam beberapa
decade terakhir ini dari penjuru dunia yang menunjukkan bahwa plankton
(Iitoplankton dan zooplankton) telah menunjukkan perubahan-perubahan secara
sistematis, baik dalam kelimpahannya maupun dalam komunitasnya sebagai
dampak dari perubahan iklim global. Bahkan mungkin lebih baik daripada
variable lingkungan lainnya karena respons komunitas plankton yang tidak linier
yang dapat memperbesar respons terhadap gangguan-gangguan lingkungan yang
kecil sekalipun. Oleh sebab itu makin banyak perhatian sekarang diberikan pada
pentingnya pengumpulan data-data plankton berjangka panjang diberbagai
penjuru dunia. Kedepan diharapkan plankton dapat dijadikan sebagai 'penjaga
terdepan yang dapat memberikan petunjuk lebih baik akan perubahan iklim
global (Nontji, 2006).
Menurut Abdullah dan Khairuddin (2009), KloroIlourokarbon (CFC)
adalah gas buatan tidak beracun,tidak mudah terbakar dan amat stabil sehingga
banyak digunakan dalam berbagai alat. Ada 2 jenis CFC yang umum dugunakan
yakni CFC-11 dan CFC-12. Gas CFC-11 dapat tetap berada dalam atmosIer
sekitar 60 tahun dan CFC-12 dapat tetap berada dalam atmosIer sekitar 130 tahun.
Keduanya merupakan GRK yang amat kuat laju peningkatannya dalam atmosIer
0,4 per tahun. Ozon terdapat secara alami diatmosIer O3 pada StratosIer yang
sering disebut dengan 'Lapisan Ozon menyerap radiasi ultraviolet. Radiasi ini
Phytoplankton Sebagai Alternatif Pengurangan Emisi CO
2
Di Atmosfer

menyebabkan kanker kulit, merusak mata dan diduga dapat melemahkan system
kekebalan tubuh juga merusak hasil panen dan dapat membunuh Plankton dilaut.
O
3
merupakan GRK yang tidak stabil, hanya bertahan dalam bebrapa minggu
diatmosIer. Walaupun demikian Ozon mempunyai eIek penting yang makin
meningkat. Laju peningkatannya dalam atmosIer 1 per tahun.
Fitoplankton pada umumnya memiliki karakteristik Iotosintesis yang lebih
eIisien dibanding dengan berbagai tumbuhan terestrial dan telah disarankan
menjadi salah satu alternatiI upaya pengurangan emisi karbondioksida ke
atmosIir. Penelitian-penelitian untuk menggunakan mikroalga sebagai penyerap
karbondioksida telah dilakukan di berbagai negara, khususnya dalam upaya
adaptasi dan seleksi jenis yang toleran terhadap kandungan karbondioksida tinggi
serta tingkat penyerapan karbondioksida yang tinggi juga. Misalnya jenis
mikroalga Chlorococcum littorale yang dapat tumbuh baik pada konsentrasi COz
di atas 20. Selain itu Chlorella sp. NTU-HI5 dan Chlorella Sp. NTU-H25 yang
mampu tumbuh pada aerasi yang mengandung CO
2
diatas 40 dimana pH kultur
turun hingga nilai 4. Kultur Spirulina juga telah digunakan dalam upaya
pengendalian emisi CO
2
dari system pembangkit listik . Beberapa permasalahan
yang menghambat penggunaan Iitoplankton dalam upaya pengendalian emisi CO
2

adalah turunnya nilai pH kultur pada konsentrasi CO
2
tinggi, suhu buangan gas
CO
2
yang relatiI tinggi, serta adanya gas ikutan NO
x
dan SO
x
yang kesemuanya
menghambat pertumbuhan Iitoplankton, sehingga diperlukan seleksi strain
Iitoplankton yang bersiIat toleran terhadap permasalahan tersebut. Upaya
penggunaan mikroalga untuk mitigasi peningkatan CO
2
atmosIir di Indonesia
belum pernah dilakukan. Pada penelitian ini dikaji potensi mikroalga tropis yang
diisolasi dari perairan sekitar Bogor sebagai agen penyerap karbondioksida di
udara. Sebagai tahap awal telah dilakukan uji coba untuk mengamati respon dua
jenis mikroalga, yaitu Chorella vulgaris dan Ankistrodesmus convlutus terhadap
konsentrasi CO
2
tinggi di udara (Tjandra dkk, 2005).




Phytoplankton Sebagai Alternatif Pengurangan Emisi CO
2
Di Atmosfer

3. Penutup
3.1Kesimpulan
Sebenarnya keberadaan Gas CO
2
dalam atmosIer itu sangat dibutuhkan
oleh makluk hidup dibumi. Terutama produsen primer seperti tumbuh-
tumbuhan dan tidak terkecuali Iitoplankton. Mereka memanIaatkan gas
tersebut untuk proses Iotosintesis dan menyediakan sumber karbon yang
sangat dibutuhkan oleh organisme heterotroI. Tetapi jika keberadaan gas CO
2

itu jumlahnya terlalu banyak maka akan bereIek buruk pada keadaan
dipermukaan bumi. Komposisi gas CO
2
yang berlebihan akan mengakibatkan
menimbulkan banyak eIek buruk salah satunya adalah global warming yang
dapat mengancam seluruh kelangsungan hidup organisme yang ada dibumi.
alam hal ini yang dapat mengurahi pengaruh dari global warming adalah
manusia itu sendiri dan juga tumbuh-tumbuhan serta phytoplankton yang ada
dilaut. Fitoplankton memiliki karakteristik Iotosintesis yang lebih eIisien
dibanding dengan berbagai tumbuhan yang ada didaratan dan telah disarankan
menjadi salah satu alternatiI upaya pengurangan emisi karbondioksida.
Phytoplankton yang ada dilaut tidak saja mempengaruhi iklim global tetapi
juga menerima dampak dari perubahan iklim itu sendiri. Tuurunnya nilai pH
dan peningkatan suhu pada suatu perairan yang dikarena adanya peningkatan
konsentrasi CO
2
diatmosIer ternyata dapat menghambat pertumbuhan
Iitoplankton. Sehingga harus ada seleksi jenis Phytoplankton tertentu yang
toleran terhadap kandungan karbondioksida tinggi serta tingkat penyerapan
karbondioksida yang tinggi juga. Salah satu contohnya adalah phytoplankton
dari jenis Chlorococcum littorale, Chlorella sp, Chorella vulgaris,
Ankistrodesmus convlutus dan masih banyak jenis-jenis lain yang yang perlu
diteliti agar dapat mewujudkan penggunaan phytoplankton sebagai salah satu
alternatiI upaya pengurangan emisi karbondioksida.




Phytoplankton Sebagai Alternatif Pengurangan Emisi CO
2
Di Atmosfer

aItar Pustaka

Abdullah dan Khairuddin. 2009. Emisi Gas Rumah Kaca an Pemanasan Global.
Jurnal Biocelebes, Vol.3 No.1, ISSN: 1978-6417.
Chrismadha, Tjandra dkk. 2005. Respon Fitoplankton Terhadap Peningkatan
Konsentrasi Karbondioksida Udara. LIMNOTEK, Vol. XII, No.1. 40-70.
E, Prianto. 2007. Rumah Tropis Hemat Energi Bentuk Kepedulian Global
Warming. Riptek, Vol.I No.I, Hal: 1-10.
Herawati, Endang Yuli. 2011. Phytoplankton Sebagai eposit Karbon. Orasi
Ilmiah Sebagai Guru Besar i Gedung Widyaloka Universitas
Brawijaya Kamis 12/10/2011. Online
(http://prasetya.ub.ac.id/berita/ProI-Ir-Endang-Yuli-Herawati-MS-
Phytoplankton-Sebagai-eposit-Karbon-6164-id.pdI, iakses 20
Oktober 2011).
Kusminingrum, Nanny. 2008. Potensi Tanaman alam Menyerap CO
2
an CO
Untuk Mengurangi ampak Pemanasan Global. Jurnal Pemukiman
Vol.3 No.2.
Nontji, Anugerah. 2006. Tiada Kehidupan i Bumi Tanpa Keberadaan Plankton.
LIPI: Jakarta.
Nybakken, J.W. 1988. Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologi. PT.Gramedia:
Jakarta.
Setiawan, A dkk. 2008. Teknologi Penyerapan Karbondioksida engan Kultur
Fitoplankton Pada Fotobioreakton.Hasil penelitian di Pusat Teknologi
Lingkungan-BPPT. Online: (http://assets.wwIid.panda.org/aclimate.pdI,
iakses 20 Oktober 2011).


Phytoplankton Sebagai Alternatif Pengurangan Emisi CO
2
Di Atmosfer

Suripto. 2010. Mengatasi Bahaya Global Warming. Study Kasus: KeariIan Lokal
Suku Badui-Banten-Indonesia. Online:
(http://suripto3x.Iiles.wordpress.com/tulisan-global-warming-untuk-
mp2.pdI, iakses 20 Oktober 2011).
Suwahyono, Untung. 2008. Biokenversi Karbondioksida Untuk Bahan Baku
Industri.J. Tek. Ling. Vol.9 No.1 Hal.74-78, ISSN 1441-318X.
Syah, Achmad Fachruddin dkk. 2009. Pendugaan istribusi Vertikal KloroIil-a
Berdasarkan eural etwork. Prosiding Seminar Nasional Himpunan
InIormatika Pertanian Indonesia, ISBN: 978-979-953966-0-7.
Widyorini, Niniek. 2009. Pola Struktur Komunitas Fitoplankton Berdasarkan
Kandungan Pigmennya i Pantai Jepara. Jurnal Saintek Perikanan Vol.4
No.2 Hal : 67-75.
Wijoyo, Suparto. 2008. inamika Komitmen Internasional alam Kerangka
Pengendalian Global Warming. Jurnal Legisiasi Indonesia Vol. 6 No.1.

Anda mungkin juga menyukai