2
Di Atmosfer
1. Pendahuluan
1.1Latar Belakang
Pemanasan global (global warming) dewasa ini menjadi perbincangan
internasional yang serius dan telah diagendakan sebagai salah satu topic penting
sebagai KonIerensi Tingkat Tinggi (KTT) bumi tahun 1992 di Rio de janeiro.
Adapun KTT Bumi johanesburg, 2002, konIerensi perubahan ikllim di bali akhir
2007 dan polandia tahun 2008 merupakan penjelasan skematis dalam mengakhiri
kontroversi yang terjadinya pemanasan global, sekaligus sebagai Iorum
masyarakat dunia dalam memperkuat komitmen internasional untuk mengatasinya
(Suparto, 2008).
Salah satu penyebab pemanasan global adalah meningkatnya emisi CO
2
diatmosIer. Kondisi semacam ini membuat kondisi bumi semakin panas dan
mempengaruhi keseimbangan kehidupan dimasa yang akan datang, esdikutub
mencair, permuakaan air laut naik, hingga terciptanya badai angin dan sederetan
bencana di masa yang akan datang. Membiarkan kondisi lingkungan seperti itu
berarti kita siap menelantarkan masa depan anak-anak dan cucu kita kelak dengan
warisan lingkungan yang semakin jelek (Prianto, 2007).
Pertambahan penduduk diiringi dengan laju pertumbuhan transportasi
menyebabkan tidak terkontrolnya pencemaran. Emisi gas buang kendaraan, polusi
pabrik, eIek rumah kaca dan penebangan hutan secara besar besaran merupakan
hal utama penyebab global warming. Hutan merupakan media penyerap CO
2
terbesar tetapi dalam hal ini hutan sudah tidak dapat diandalkan untuk mengurangi
polusi udara didunia dikarenakan saat ini bnyak sekali hutan yang ditebang secara
besar-besaran sehingga keberadaannya semakin hari semakin sedikit. Sehingga
harus ada komponen lain yang bisa menyerap CO
2
lebih banyak agar suhu dibumi
tidak terus naik.
Kini setelah manusia seindustrinya seantero dunia tiap hari membakar
bahan bakar Iosil dan buangannya berupa CO
2
dihamburkan keatmosIer bumi ini.
Kandungan CO
2
diatmosIer bummi terus meningkat yang membuat suhu bumi
juga semakin panas. Banyak Iakta menunjukkan bahwa sejak revolusi industry
Phytoplankton Sebagai Alternatif Pengurangan Emisi CO
2
Di Atmosfer
2. Pembahasan
Issu permanasan global ' Global Warming muncul pada dekde tahun
70-an, setelah adanya laporan hasil penelitian yang diungkapkan oleh UK-
Meterogical Agency. ari hasil pantauan yang telah dilakukan terhadap iklim
dunia, menunjukkan suatu indikasi yaitu terjadinya kenaikan suhu atmosIer bumi
yang rata-rata mencapai 0,5
0
C/100 tahun. Fenomena yang sering diistilahkan
dengan 'eIek rumah kaca, diperkirakan penyebabnya adalah CO
2
. Andil CO
2
dalam eIek rumah kaca mencapai 50 berasal dari limpahan CO
2
. Walaupun gas
CO
2
eIeknya relative rendah terhadap kenaikan suhu namun kualitasnya cukup
besar sebagai limpahan dari aktivitas manusia, dipilahkan bahwa 46 adalah
bersumber dari pembangkit energy, 24 penggunaan CFCs, 18 perusakan
hutan, 9 pertanian dan 3 dari kegiatan yang lain. Hasil penentuan terakhir dari
jenis-jenis gas tersebut yang sangat berpotensi saat ini adalah meningkatnya
limpahan CO
2
(Untung, 2008).
Menurut Nanny (2008), Pemanasan adalah adanya proses peningkatan
suhu rata-rata atmosIer , laut dan daratan bumi. Suhu rata-rata global pada
permukaan bumi telah meningkat 0,74 kurang-lebih 0,18
0
C selama seratus tahun
terakhir. IPCC (Pantergovernmental Panel On Climate Change) menyimpilkan
bahwa sebagian besar peningkatan temperature rata-rata global sejak pertengahan
abad ke-20 kemungkinan besar disebabkan oleh meningkatnya konsentrasi gas-
gas rumah kaca oleh aktiIitas manusia. Gas-gas rumah kaca ini antara lain ; uap
air, karbondioksida dan metana. Gas-gas ini menyerap dan memantulkan radiasi
gelombang yang dipancarkan bumi sehingga panas tersebut akan tersimpan pada
permukaan bumi. Hal ini kan terjadi berulang-ulang dan mengakibatkan suhu rata-
rata tahunan bumi terus meningkat.
Para ilmuan telah membuat beberapa prakiraan mengenai dampak
pemanasan global terhadap cuaca, tinggi permukaan air laut, pantai, pertanian,
kehidupan hewan liar dan kesehatan manusia. Prakiraan tersebut antara lain Iklim
Tidak Stabil, Peningkatan permukaan laut, Suhu global cenderung meningkat,
Gangguan ekologis dan ampak sosial dan politik. Iklim tidak stabil meliputi
Phytoplankton Sebagai Alternatif Pengurangan Emisi CO
2
Di Atmosfer
di seluruh massa air mulai dari permukaan laut sampai pada kedalaman tertentu
dengan intesitas cahaya yang masih memungkinkan terjadinya Iotosintesis. Energi
yang digunakan dalam proses Iotosintesis adalah cahaya matahari yang diabsorbsi
oleh pigmen hijau (kloroIi) (Fachruddin dkk, 2009).
Menurut Nyibakken (1988), Fitoplankton merupakan salah satu
komponen penting dalam suatu ekosistem karena memiliki kemampuan untuk
menyerap langsung energi matahari melalui proses Iotosintesa guna membentuk
bahan organik dari bahan-bahan anorganik yang lazim dikenal sebagai
produktivitas primer. Salah satu pigmen Iotosintesa yang paling penting bagi
tumbuhan khususnya Iitoplankton adalah kloroIil a. Produktivitas primer sangat
tergantung dari konsentrasi kloroIil. Oleh karena itu, kadar kloroIil dalam volume
air tertentu merupakan suatu ukuran bagi biomasa Iitoplankton yang terdapat
dalam perairan. engan demikian kloroIil dapat digunakan untuk menaksir
produktivitas primer suatu perairan.
Kemampuan Iitoplankton untuk berIotosintesis, seperti tumbuhan darat
lainnya, dapat dimanIaatkan seoptimal mungkin untuk menyerap CO
2
. iketahui
bahwa reaksi Iotosintesis adalah sebagai berikut:
6CO
2
6H
2
O C
6
H
12
O
6
6O
2
Berdasarkan persamaan reaksi tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa jumlah
CO
2
yang dipakai oleh Iitoplankton untuk Iotosintesis adalah sebanding dengan
jumlah materi organik C
6
H
12
O
6
yang dihasilkan. Alasan utama pemilihan
Iitoplankton sebagai biota yang dapat dimanIaatkan secara optimal untuk
mengurangi emisi CO
2
adalah karena meskipun jumlah biomasa Iitoplankton
hanya 0,05 biomassa tumbuhan darat namun jumlah karbon yang dapat
digunakan dalam proses Iotosintesis sama dengan jumlah C yang diIiksasi oleh
tumbuhan darat (50-100 PgC/th). Selain itu, sistem alga diketahui mampu
menghilangkan CO
2
(dan NOx) dari cerobong asap dimana untuk keperluan itu
diperlukan teknologi pembudidaya alga berupa Iotobioreaktor. engan teknologi
Iotobioreaktor ini, tingkat produktivitas alga dapat ditingkatkan menjadi 2 hingga
5 kali lebih tinggi dari kondisi normalnya. Gas CO
2
yang keluar dari cerobong
Phytoplankton Sebagai Alternatif Pengurangan Emisi CO
2
Di Atmosfer
menyebabkan kanker kulit, merusak mata dan diduga dapat melemahkan system
kekebalan tubuh juga merusak hasil panen dan dapat membunuh Plankton dilaut.
O
3
merupakan GRK yang tidak stabil, hanya bertahan dalam bebrapa minggu
diatmosIer. Walaupun demikian Ozon mempunyai eIek penting yang makin
meningkat. Laju peningkatannya dalam atmosIer 1 per tahun.
Fitoplankton pada umumnya memiliki karakteristik Iotosintesis yang lebih
eIisien dibanding dengan berbagai tumbuhan terestrial dan telah disarankan
menjadi salah satu alternatiI upaya pengurangan emisi karbondioksida ke
atmosIir. Penelitian-penelitian untuk menggunakan mikroalga sebagai penyerap
karbondioksida telah dilakukan di berbagai negara, khususnya dalam upaya
adaptasi dan seleksi jenis yang toleran terhadap kandungan karbondioksida tinggi
serta tingkat penyerapan karbondioksida yang tinggi juga. Misalnya jenis
mikroalga Chlorococcum littorale yang dapat tumbuh baik pada konsentrasi COz
di atas 20. Selain itu Chlorella sp. NTU-HI5 dan Chlorella Sp. NTU-H25 yang
mampu tumbuh pada aerasi yang mengandung CO
2
diatas 40 dimana pH kultur
turun hingga nilai 4. Kultur Spirulina juga telah digunakan dalam upaya
pengendalian emisi CO
2
dari system pembangkit listik . Beberapa permasalahan
yang menghambat penggunaan Iitoplankton dalam upaya pengendalian emisi CO
2
adalah turunnya nilai pH kultur pada konsentrasi CO
2
tinggi, suhu buangan gas
CO
2
yang relatiI tinggi, serta adanya gas ikutan NO
x
dan SO
x
yang kesemuanya
menghambat pertumbuhan Iitoplankton, sehingga diperlukan seleksi strain
Iitoplankton yang bersiIat toleran terhadap permasalahan tersebut. Upaya
penggunaan mikroalga untuk mitigasi peningkatan CO
2
atmosIir di Indonesia
belum pernah dilakukan. Pada penelitian ini dikaji potensi mikroalga tropis yang
diisolasi dari perairan sekitar Bogor sebagai agen penyerap karbondioksida di
udara. Sebagai tahap awal telah dilakukan uji coba untuk mengamati respon dua
jenis mikroalga, yaitu Chorella vulgaris dan Ankistrodesmus convlutus terhadap
konsentrasi CO
2
tinggi di udara (Tjandra dkk, 2005).
Phytoplankton Sebagai Alternatif Pengurangan Emisi CO
2
Di Atmosfer
3. Penutup
3.1Kesimpulan
Sebenarnya keberadaan Gas CO
2
dalam atmosIer itu sangat dibutuhkan
oleh makluk hidup dibumi. Terutama produsen primer seperti tumbuh-
tumbuhan dan tidak terkecuali Iitoplankton. Mereka memanIaatkan gas
tersebut untuk proses Iotosintesis dan menyediakan sumber karbon yang
sangat dibutuhkan oleh organisme heterotroI. Tetapi jika keberadaan gas CO
2
itu jumlahnya terlalu banyak maka akan bereIek buruk pada keadaan
dipermukaan bumi. Komposisi gas CO
2
yang berlebihan akan mengakibatkan
menimbulkan banyak eIek buruk salah satunya adalah global warming yang
dapat mengancam seluruh kelangsungan hidup organisme yang ada dibumi.
alam hal ini yang dapat mengurahi pengaruh dari global warming adalah
manusia itu sendiri dan juga tumbuh-tumbuhan serta phytoplankton yang ada
dilaut. Fitoplankton memiliki karakteristik Iotosintesis yang lebih eIisien
dibanding dengan berbagai tumbuhan yang ada didaratan dan telah disarankan
menjadi salah satu alternatiI upaya pengurangan emisi karbondioksida.
Phytoplankton yang ada dilaut tidak saja mempengaruhi iklim global tetapi
juga menerima dampak dari perubahan iklim itu sendiri. Tuurunnya nilai pH
dan peningkatan suhu pada suatu perairan yang dikarena adanya peningkatan
konsentrasi CO
2
diatmosIer ternyata dapat menghambat pertumbuhan
Iitoplankton. Sehingga harus ada seleksi jenis Phytoplankton tertentu yang
toleran terhadap kandungan karbondioksida tinggi serta tingkat penyerapan
karbondioksida yang tinggi juga. Salah satu contohnya adalah phytoplankton
dari jenis Chlorococcum littorale, Chlorella sp, Chorella vulgaris,
Ankistrodesmus convlutus dan masih banyak jenis-jenis lain yang yang perlu
diteliti agar dapat mewujudkan penggunaan phytoplankton sebagai salah satu
alternatiI upaya pengurangan emisi karbondioksida.
Phytoplankton Sebagai Alternatif Pengurangan Emisi CO
2
Di Atmosfer
aItar Pustaka
Abdullah dan Khairuddin. 2009. Emisi Gas Rumah Kaca an Pemanasan Global.
Jurnal Biocelebes, Vol.3 No.1, ISSN: 1978-6417.
Chrismadha, Tjandra dkk. 2005. Respon Fitoplankton Terhadap Peningkatan
Konsentrasi Karbondioksida Udara. LIMNOTEK, Vol. XII, No.1. 40-70.
E, Prianto. 2007. Rumah Tropis Hemat Energi Bentuk Kepedulian Global
Warming. Riptek, Vol.I No.I, Hal: 1-10.
Herawati, Endang Yuli. 2011. Phytoplankton Sebagai eposit Karbon. Orasi
Ilmiah Sebagai Guru Besar i Gedung Widyaloka Universitas
Brawijaya Kamis 12/10/2011. Online
(http://prasetya.ub.ac.id/berita/ProI-Ir-Endang-Yuli-Herawati-MS-
Phytoplankton-Sebagai-eposit-Karbon-6164-id.pdI, iakses 20
Oktober 2011).
Kusminingrum, Nanny. 2008. Potensi Tanaman alam Menyerap CO
2
an CO
Untuk Mengurangi ampak Pemanasan Global. Jurnal Pemukiman
Vol.3 No.2.
Nontji, Anugerah. 2006. Tiada Kehidupan i Bumi Tanpa Keberadaan Plankton.
LIPI: Jakarta.
Nybakken, J.W. 1988. Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologi. PT.Gramedia:
Jakarta.
Setiawan, A dkk. 2008. Teknologi Penyerapan Karbondioksida engan Kultur
Fitoplankton Pada Fotobioreakton.Hasil penelitian di Pusat Teknologi
Lingkungan-BPPT. Online: (http://assets.wwIid.panda.org/aclimate.pdI,
iakses 20 Oktober 2011).
Phytoplankton Sebagai Alternatif Pengurangan Emisi CO
2
Di Atmosfer
Suripto. 2010. Mengatasi Bahaya Global Warming. Study Kasus: KeariIan Lokal
Suku Badui-Banten-Indonesia. Online:
(http://suripto3x.Iiles.wordpress.com/tulisan-global-warming-untuk-
mp2.pdI, iakses 20 Oktober 2011).
Suwahyono, Untung. 2008. Biokenversi Karbondioksida Untuk Bahan Baku
Industri.J. Tek. Ling. Vol.9 No.1 Hal.74-78, ISSN 1441-318X.
Syah, Achmad Fachruddin dkk. 2009. Pendugaan istribusi Vertikal KloroIil-a
Berdasarkan eural etwork. Prosiding Seminar Nasional Himpunan
InIormatika Pertanian Indonesia, ISBN: 978-979-953966-0-7.
Widyorini, Niniek. 2009. Pola Struktur Komunitas Fitoplankton Berdasarkan
Kandungan Pigmennya i Pantai Jepara. Jurnal Saintek Perikanan Vol.4
No.2 Hal : 67-75.
Wijoyo, Suparto. 2008. inamika Komitmen Internasional alam Kerangka
Pengendalian Global Warming. Jurnal Legisiasi Indonesia Vol. 6 No.1.