Anda di halaman 1dari 8

KEBI1AKAN UPAH DI PERUSAHAAN

Ditulis pada Minggu, 17 April 2011 , Dilihat 190 kali


UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Pasal 88 s/d pasal 98 secara khusus memuat
tentang upah dan pengupahan. Pada prinsipnya bahwa penetapan upah di perusahaan adalah
merupakan otoritas pengusaha, dimana pengusaha diberi mandat untuk menyusun struktur dan
skala upah dengan memperhatikan golongan, masa kerja, pendidikan dan kompetensi (UUKK pasal
92 ayat 1).
Faktanya, dalam menetapkan upah pekerja selalu berhadapan dengan 2 (dua) kepentingan yang
saling bertentangan yaitu : human oriented dan product oriented.
Human oriented (sisi pekerja) menginginkan kesejahteraan dalam bentuk upah tinggi atau memadai
sementara dari pihak pengusaha selalu menuntut produktivitas tinggi yaitu menghasilkan produk
sebanyak-banyaknya dengan biaya serendah-rendahnya (prinsip ekonomi).
Lantas, bagaimana menetapkan upah yang ideal ? Ada beberapa hal yang harus diperhatikan
sebagai acuan dalam menetapkan upah yakni :
1. Mengacu pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2. Mempertimbangkan 2 aspek yaitu : aspek teknis dan aspek ekonomis
3. Dampaknya terhadap biaya operasional perusahaan secara keseluruhan seperti kaitannya
dengan Jamsostek, Pesangon, Pensiun, Tunjangan Hari Raya, kerja lembur dll.
Setelah kita melihat acuan penetapan upah yang harus memperhatikan golongan, masa kerja,
pendidikan dan kompetensi, diharapkan pengusaha berlaku adil, obyektiI, dan dipertimbangkan
pula agar take home pay pekerja tidak jatuh ke level rendah agar kebutuhan dasar pekerja dapat
terpenuhi.
Teknik untuk menyusun struktur dan skala upah setiap perusahaan berbeda-beda bergantung pada
kemampuan keuangan setiap perusahaan Juga cara pandang dan misi setiap pengusaha dalam
mengelola perusahaan. Ada yang mempertimbangkan hanya dari aspek teknis dan yuridis semata
tetapi ada juga sebagian pengusaha lebih mengedepankan sisi manusiawinya.
Tetapi seperti apapun bentuknya penetapan upah tersebut minimal acuannya adalah sesuai
ketentuan peraturan perundangan yang berlaku.

Penetapan Upah dan Dampaknya
1. 1amsostek
Mengikut sertakan pekerja dalam progam jaminan sosial tenaga kerja adalah hak normative yang
harus diterima dan dinikmati oleh pekerja.
Jaminan sosial tenaga kerja (Jamsostek) merupakan hak dasar pekerja yang wajib mereka terima
dalam rangka mewujudkan rasa adil, sejahtera, makmur maupun pemerataan. Progam Jamsostek
merupakan bentuk perlindungan pemerintah terhadap pekerja yang diatur dalam UU nomor 3
tahun1992 tentang jaminan sosial tenaga kerja. UU ini kemudian dikonkritkan lagi dengan
dikeluarkannya No.14 tahun 1993 tentang Progam Jamsostek yang meliputi 4 progam yaitu :
1. Jaminan Kecelakaan (JKK)
2. Jaminan Kematian (JK)
3. Jaminan Hari Tua (JHT)
4. Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK)
Hubungan antara penetapan upah dengan progam jaminan sosial tenaga kerja (Jamsostek) adalah
terletak pada perspektiI pengusaha tentang upah yang melihatnya sebagai cost. Kalau yang
dipandang sebagai biaya maka berlaku prinsip ekonomi yaitu mengeluarkan biaya sedikit tetapi
memperoleh keuntungan besar. Padahal mengikuti progam jaminan sosial tenaga kerja adalah
merupakan kewajiban pengusaha dan merupakan hak bagi karyawan.
Keterkaitannya adalah semakin tinggi upah karyawan maka besar pula iuran yang dibayarkan
pengusaha ke PT. Jamsostek.

Sesuai ketentuan UU No, 3 tahun 1992 maka besarnya iuran atau premi yang dibayarkan ke PT.
Jamsostek dapat dilihat pada tabel berikut :
PROGAM JAMSOSTEK DAN IURAN Jamsostek
(UU No. 3 /1992)
No Progam Iuran Beban Hak
1 JKK (0,24 - 17,74) Pemberi kerja Tenaga kerja
2 JKM 0,3 Pemberi kerja Tenaga kerja
3 JHT 5,7 Pemberi kerja Tenaga kerja
4 JPK
Lajang 3
Keluarga 6
Pemberi kerja Tenaga kerja
PT. Jamsostek adalah penyelenggara berdasarkan peraturan pemerintah PP No. 36 tahun 1995.
PERBANDINGAN IURAN JHT (JAMINAN HARI TUA) DIBEBERAPA NEGARA ASIA-
AFRIKA
NO Negara Lembaga Perubahan Pekerja Total
1 Singapura CFF 20,0 20,0 40,0
2 Malaysia EFF 12,0 11,0 23,0
3 Tanzania NPF 10,0 10,0 20,0
4 Ghana SSNIT 12,5 5,0 17,5
5 Gambia SSHF 10,5 5,0 15,0
6 Filipina SSS 4,7 3,3 8,0
7 Gabon NDDF 5,5 2,5 7,5
8 Nigeria SITF 5,5 2,5 7,5
9 Zambia NFF 3,5 3,5 7,0
10 Indonesia Jamsostek 3,7 2,0 5,7
Sumber : PT. 1amsostek

Penghitungan pembayaran Iuran 1amsostek
a. 1aminan Kecelakaan Kerja (1KK)
Kecelakaan kerja adalah kecelakaan yang terjadi berhubungan dengan kerja termasuk penyakit
yang timbul karena hubungan kerja. Demikian pula kecelakaan yang terjadi dalam perjalanan
berangkat kerja dari rumah menuju tempat kerja, dan pulang kerumah melalui jalan biasa atau
wajar dilalui.
Yang termasuk dalam Jaminan kecelakaan kerja adalah :
1. Biaya pengangkutan
2. Biaya pemeriksaan, pengobatan dan/atau perawatan

3. Biaya rehabilitasi
4. Santunan berupa uang meliputi :
4 Santunan sementara tidak mampu bekerja
4 Santunan cacat sebagian untuk selama-lamanya
4 Santunan cacat total untuk selama-lamanya baik Iisik maupun mental
4 Santunan kematian
Sesuai PP 76/2007, maksimum biaya pengobatan/perawatan adalah sebesar Rp. 12.000.000,-. Biaya
Rehabilitasi Medik adalah sebesar Rp. 2.000.000,-

Biaya Santunan Sementara Tidak Mampu Bekerja (STMB) adalah :
1. 4 bulan pertama: 100 upah
2. 4 bulan kedua: 75 upah
3. Selanjutnya: 50 upah
Biaya Santunan Cacat adalah :
1. Cacat sebagian: table x 80 bulan upah
2. Cacat Iungsi: kurang Iungsi x table x 80 bulan upah
3. Cacat total : 70 x 80 bulan upah
4. Berkala ( 24 bulan): Rp. 200.000,- per bulan
Biaya santunan kematian jaminan kecelakaan kerja :
1. Sekaligus: 60 x 80 bulan upah
2. Biaya pemakaman: Rp. 2.000.000,-
3. Berkala (24 bulan): Rp. 200.000,- per bulan

Yang dimaksud dengan cacat akibat kecelakaan :
adalah keadaan hilang atau berkurangnya Iungsi anggota badan yang secara langsung atau tidak
langsung mengakibatkan hilang atau berkurangnya kemampuan untuk menjalankan pekerjaan.
Pembayaran iuran untuk kecelakaan kerja bergantung pada kelompok mana perusahaan tersebut.
Sesuai PP No.14 tahun 1993 Tentang Penyelenggara Progam Jaminan Sosial Tenaga Kerja bab 111
pasal 9 ayat 1 huruI a mengatakan : Jaminan kecelakaan kerja yang perincian besarnya iuran
berdasakan kelompok jenis usaha sebagaimana tercantum dalam lampiran 1 sbb:
1. Kelompok I: 0,024 dari upah sebulan
2. Kelompok II: 0,54 dari upah sebulan
3. Kelompok III: 0,89 dari upah sebulan
4. Kelompok IV : 1,27 dari upah sebulan
5. Kelompok V: 1,74 dari upah sebulan
Pengelompokan pembayaran iuran ke Jamsostek berdasarkan tingkat resiko kecelakaan yang akan
terjadi di setiap jenis usaha, semakin tinggi resiko bahaya kecelakaan maka semakin tinggi pula
beban iuran yang dibayar ke PT. Jamsostek.
Contoh :
Upah sebulan yang diterima pekerja adalah sebesar Rp. 1.100.000,- maka iuran yang harus dibayar
ke PT. Jamsostek untuk Jaminan kecelakaan kerja (JKK untuk kategori kelompok II) adalah : 0,54
x Rp. 1.100.000,- Rp. 5.940,- Iuran tersebut merupakan tanggungan pemberi kerja

b. 1aminan kematian (1K)
Jaminan kematian diberikan kepada keluarga atau ahli waris bagi pekerja yang meninggal dunia
bukan akibat dari kecelakaan berupa :
1. Biaya Pemakaman
2. Santunan berupa uang

Mengenai besarnya nilai uang santunan untuk pekerja yang meninggal dunia bukan karena
kecelakaan kerja berdasarkan PP No.76 tahun 2007 adalah sebesar :
1. Untuk biaya pemakaman Rp. 2.000.000,-
2. Santunan kematian (sekaligus) Rp. 10.000.000,-
3. Santunana berkala 24 bulan Rp. 200.000,-/bulan
Pembayaran untuk jaminan kematian dibebankan ke pemberi kerja dengan ketentuan sesuai PP No.
14 tahun 1993 Tentang penyelenggara Jaminan sosial tenaga kerja (Jamsostek) Bab III pasal 9 ayat
1 huruI b yaitu dibayar 0,30 dari upah pekerja sebulan.
Contoh :
Upah pekerja/buruh yang diterima dalam sebulan sebesar Rp.1.100.000,- maka iuran yang harus ke
PT. Jamsostek adalah 0,30 x Rp.1.100.000,- Rp. 3.300,- iuran tersebut merupakan tanggungan
pemberi kerja.

c. 1aminan Hari Tua (1HT)
Jaminan hari tua adalah suatu bentuk jaminan akumulasi tabungan yang berasal dari iuran tenaga
kerja dan perusahaan. JHT ini akan diterima oleh tenaga kerja pada saat hari tuanya. Jumlah JHT
yang akan diterima pekerja adalah sebesar akumulasi iuran ditambah dengan hasil
pengembangannya. Seorang pekerja mendapatkan uang Jaminan Hari Tuanya apabila sudah
mencapai usia Pensiun.
Kapan seorang pekerja/buruh dikatakan Pensiun? Dengan mangacu kepada UU No. 3 Tahun 1992,
seorang dikatakan pension apabila sudah mencapai usia 55 tahun. Artinya bahwa begitu seorang
pekerja/buruh sudah mencapai usia 55 tahun maka haknya sudah boleh diambil walaupun masa
kerjanya baru beberapa tahun. Kriteria usia pensiun di perusahaan bisa diatur berdasarkan
kesepakatan antara pihak perusahaan dengan pekerja dan dituangkan dalam Perjanjian Kerja
Bersama. Kriteria tersebut bias berdasarkan masa kerja dan atau juga berdasarkan Usia.
Contoh :
Seorang pekerja dikatakan pensiun apabila sudah mencapai usia 55 tahun atau sudah mencapai
masa kerja minimal 25 tahun berturut-turut di Perusahaan tersebut. Artinya kalau seorang
pekerja/buruh sudah mencapai usia 55 tahun maka secara otomatis dikategorikan pensiun maka
haknya di PT. Jamsostek boleh langsung diambil (Jaminan Hari Tuanya). Sebaliknya walaupun
seorang pekerja/buruh belum mencapai usia 55 tahun tetapi masa kerja sudah mencapai 25 tahun
berturut-turut di perusahaan tersebut juga dikategorikan pension tetapi khusus untuk haknya di PT.
Jamsostek, tidak langsung diambil tetapi menunggu masa tenggang 6 bulan sejak dinyatakan
berhenti kerja.Peraturan Jamsostek menetapkan bahwa JHT ditanggung oleh pemberi kerja dan
pekerja. Pemberi kerja dibebankan untuk membayar sebesar 3,70 sedangkan pekerja menaggung
sebesar 2.
Contoh :
Upah yang diterima pekerja dalam sebulan adalah Rp. 1.100.000,- maka :
2 x Rp. 1.100.000,- Rp. 22.000,-
(dibayar pekerja/buruh)
3,70 x Rp.1.100,000,- Rp.40.700,-
(dibebankan ke pengusaha) maka totaliuran JHT perbulan yang dibayarkan
ke PT. Jamsostek adalah Rp.22.000,- Rp. 40.700,- Rp.62.700,- / bulan.

d. 1aminan pemeliharaan kesehatan (1PK)
Jaminan Pemeliharaan kesehatan adalah bentuk perlindungan oleh pengusaha kepada pekerja dan
keluarganya. Pemeliharaan kesehatan yang dimaksud adalah penaggulangan dan pencegahan
ganguan kesehatan yang memerlukan pemeriksaan, pengobatan dan/atau perawatan termasuk
kehamilan dan persalinan. Untuk rawat inap, bagi pekerja atau anggota keluarganya maksimal 60
(enam puluh) hari termasuk ICU/ICCU untuk setiap jenis penyakit dalam satu tahun.
Jumlah hari perawatan ICU/ICCU maksimal 20 hari. Standar rawat inap ditetapkan sbb :

1. RS Pemerintah menepati 2 kelas


2. RS swasta menempati kelas 3
Sedangkan untuk pelayanan persalinan (partus), diberikan kepada tenaga kerja atau istri tenaga
kerja yang melahirkan anak setelah hamil sekurang-kurangnya 26 minggu.
Pertolongan persalinan bagi tenaga kerja atau istri tenaga kerja dilakukan pada pelayanan kesehatan
tingkat pertama atau rumah bersalin dengan Ketentuan :
1. Persalinan kesatu, kedua, ketiga
2. Bagi tenaga kerja yang sudah mempunyai 3 anak ketika mulai masuk kepesertaan tidak
berhak mendapatkan pertolongan
3. Untuk persalinan dengan penyulit yang memerlukan tindakan spesialistik maka berlaku
ketentuan rawat inap di rumah sakit.
4. Rawat inap minimum 3 hari dan maksimum 5 hari.
( Biaya persalinan normal ditetapkan Rp. 500.000,- )

2. Pesangon
Ada kaitannya antara upah seorang pekerja dengan pesangon jika pekerja bersangkutan diputus
hubungan kerjanya (PHK).
Uang pesangon adalah pemberian berupa uang dari pengusaha kepada pekerja sabagai akibat
adanya pemutusan hubungan kerja. Jumlah uang yang diberikan sebagai uang pesangon bergantung
pada jenis PHK. (Jenis PHK dan kompensasi pesangon akan dibahas pada bab tersendiri). Dalam
hal ini akan dibahas bagaimana keterkaitan penetapan upah karyawan dengan pengaruhnya
terhadapa nilai pesangon.
UUKK No. 13 tahun 2003 pasal 94 mengamanatkan kepada pengusaha untuk membuat komponen
upah yang terdiri dari upah pokok dan tunjangan tetap. Upah pokok paling sedikit 75 dari total
tambahan tunjangan tetap.
Contoh :
Upah si A perbulan Rp. 4.950.000,- terdiri dari :
Gaji pokok : Rp. 2.600.000,-
Tunjangan Keluarga: Rp. 400.000,-
Tunjangan Jabatan: Rp. 400.000,-
Tunjangan tidak tetap :
Tunjangan Transport: Rp 400.000.-
Tunjangan Hadir: Rp 500.000.-
Tunjangan Kesehatan : Rp 650.000.-
Ketika si A di PHK maka yang dipakai untuk menghitung pesangon adalah upah pokok di tambah
tunjangan tetap yaitu :
Rp. 2.600.000,- Rp. (Rp. 400.000,- Rp 400.000,-) Rp. 3.400.000,-

3. Pensiun
Seorang pekerja dikatakan Pensiun apabila berheti bekerja karena sudah mencapai usia tertentu
yakni apakah karena usia kelahiran tertentu atau mencapai usia masa kerja tertentu yang disepakati
oleh pengusaha dan pekerja.
Ada 2 (dua) hal yang berkaitan dengan pensiun, yakni :
a. Mekanisme pembayaran iuran progam pensiun.
Mengikuti progam pensiun siIatnya IakultatiI; artinya boleh dilaksanakan progam pensiun dan
boleh tidak dilaksanakan. Jika perusahaan menyertakan pekerja pada progam pensiun ada dua
kemungkinan :
1. Pertama, iuran pensiun ditanggung seluruhnya oleh pengusaha yang prosentasenya
ditetapkan dalam perjanjian kerja bersama (PKB) atau peraturan perusahaan (PP).

2. Kedua, iuran pensiun ditanggung oleh pekerja dan pengusaha yang masing-masing
prosentasenya ditetapkan dalam PKB atau PP.

Contoh 1 :
Iuran pensiun yang seluruhnya ditanggung oleh perusahaan,
Upah pokok ditambah tunjangan tetap yang diterima pekerja dalam sebulan adalah sebesar
Rp.1.700.000,-.
Berdasarkan kesepakatan antara pekerja dan pengusaha yang tertuang dalam perjanjian kerja
bersama bahwa pengusaha membayar premi pensiun untuk setipa karyawannya adalah sebesar 10
dari upah pokok ditambah tunjangan tetap yang diterima pekerja per bulannya.
Maka premi yang dibayar pengusaha tiap bulannya adalah 10 X Rp. 1.700.000,- Rp.170.000,-
Contoh 2 :
Iuran pensiun ditanggung oleh perusahaan dan pekerja dalam PKB atau PP disepakati bahwa
pekerja dan pengusaha masing-masing membayar 5 dari upah pokok dan tunjangan tetap yang
diterima setiap pekerja. A mendapat gaji tetap ditambah tunjangan tetap sebesar Rp. 2.000.000,- per
bulan.
Maka besarnya iuran pensiun untuk A adalah sbb :
Yang ditanggung pekerja : 5 X Rp. 2.000.000,- Rp. 100.000,-
Yang ditanggung oleh pengusaha : 5 X Rp. 2.000.000,- Rp. 100.000,-

b. Dampak Iuran Pensiun Terhadap Perhitungan Pesangon
UUKK No.13 tahun 2003 pasal 167 membahas tantang pekerja yang mencapai usia pensiun dan
kompensasi pesangonnya.
Pertanyaannya adalah :
1. Kapan seorang pekerja dikategorikan pensiun?
2. Berapa kompensasi uang pesangon ketika seorang pekerja di PHK kerena mencapai usia
tertentu?
3. Bagaimana cara menghitung kompensasi uang pesangon ketika seorang pekerja tidak di
ikut-sertakan dalam progam pensiun?
UUKK No.13 Tahun 2003 pasal 167 ayat 1 mengatakan pengusaha dapat melaukan pemutusan
hubungan kerja terhadap pekerja/buruh karena memasuki usia pensiun. Kalau dilaksanakan progam
pensiun berlaku ketentuan sebagai berikut :
1. Apabila pengusaha mengikutsertakan pekerja/buruh pada progam pensiun yang iurannya
dibayar penuh oleh pengusaha maka pekerja/buruh tersebut tidak berhak mendapatkan uang
pesangon sesuai ketentuan pasal 156 ayat 2, dan uang penghargaan masa kerja pada ayat 3,
tetapi berhak atas penggantian hak sesuia ketentuan pasal 156 ayat 4 (sepanjang akumulasi
iuran pensiun tersebut tidak kurang dari jumlah kompensasi PHK karena memasuki masa
pensiun). ManIaat pensiun harus dibayar sekaligus dan nilainya apabila ebih kecil dari
ketentuan 2 (dua) kali pasal 156 ayat 2 dan 3 uang penggantian hak pasal 156 ayat 4 maka
pengusaha wajib membayar selisihnya.
2. Kalau progam pensiun untuk pekerja tersebut preminya dibayar oleh pekerja dan pengusaha
maka yang dihitung adalah hanya iuran yang distor oleh pengusaha saja (lihat pasal 167
ayat 3).
3. Hak atas pensiun tidak menghilangkan hak pekerja atas jaminan hari tua (JHT) di PT.
Jamsostek.
Kapan seseorang pekerja/buruh dikatakan pensiun? Dalam undang-undang tidak disebutkan
mengenai kriteria pensiun. Tetapi Iaktanya setiap perusahaan memberlakukan pensiun bagi
karyawannya berdasarkan usia kelahiran, usia masa kerja dan pensiun dini.
UU No.3 tahun 1992 Tentang Jamsostek mengatakan seseorang dikatakan pensiun apabila sudah
berusia 55 tahun. Seorang pekerja juga memasuki masa pensiun karena usia masa kerja mencapai

25 tahun secara terus menerus diperusahaan tersebut walaupun usia kelahirannya belum mencapai
usia 55 tahun.
Seperti apapun kriteria pensiun, hak untuk mendapatkan pesangon tetap mengikuti ketentuan
undang-undang yaitu yaitu 2 kali pasal 156 ayat 2; dan 1kali ayat 3 dan 1 kali pasal 156 ayat 4.
Ketentuan ini berlaku bagi pekerja yang tidak ikut dalam progam pensiun. Sedangkan bagi pekerja
yang ikut dalam progam pensiun maka haknya diterima mengikuti mekanisme asuransi.

4. Tunjangan Hari Raya (THR)
Dasar hukum penetapan THR adalah Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI No. Per. 04/MEN/1994
tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan bagi pekerja di Perusahaan. THR adalah pendapatan
pekerja yang wajib dibayarkan Pengusaha kepada pekerja atau keluarganya menjelang hari raya
keagamaan yang berupa uang atau bentuk lain.
Hari Raya Keagamaan yang dimaksud adalah :
1. Hari Raya Idul Fitribagi pekerja yang beragama Islam
2. Hari Raya Natal bagi pekerja yang beragama Katolik dan Kristen
3. Hari Raya Nyepi bagi pekerja yang beragama Hindu
4. Hari Raya Waisak bagi pekerja yang beragama Buddha.
Kewajiban Pengusaha untuk memberikan tunjangan hari raya kepada setiap pekerja/buruh dan
untuk menciptakan ketenangan usaha.
Cara Menghitung THR
Peraturan perundang-undangan mengamanatkan bahwa Pengusaha wajib memberikan Tunjangan
Hari Raya (THR) kepada pekerja yang telah mempunyai masa kerja secara terus menerus atau lebih
dan diberikan satu kali selama setahun.
Pengaturan mengenai besarnya nilai uang THR adalah sbb :
Bagi pekerja yang telah mempunyai masa kerja 12 bulan secara terus menerus atau lebih 1 bulan
upah. Jika upah ditetapkan secara harian maka pembayaran THR nya upah sehari x 30 hari.
Pekerja yang telah mempunyai masa kerja 3 bulan secara terus menerus tetapi kurang dari 12 bulan
diberikan secara proposional dengan masa kerjanya yakni :

Jumlah bulan masa kerja x upah sebulan
----------------------------------
12 bulan

Contoh :
Masa kerja 6 bulan
Upah sebulan Rp. 973.000,-
Maka besar nilai uang THR pekerja/ buruh tersebut adalah
6/12 x Rp. 973.000 Rp. 486.500,-
Besarnya nilai uang yang ditentukan melalui peraturan Menteri tersebut merupakan ketentuan
minimal. Artinya Pengusaha tidak boleh memberikan THR yang nilainya di bawah ketentuan
minimal tersebut. Jika dalam PKB atau Peraturan Perusahaan, THR lebih besar dari ketentuan
Pemerintah maka kesepakatan itulah yang diberlakukan.
Waktu pemberian THR perlu disepakati oleh Pengusaha dan Pekerja tetapi paling lambat 7 (tujuh)
hari sebelum hari raya keagamaan dirayakan. THR bisa diberikan dalam bentuk lain selain uang
kecuali berupa minuman keras, obat-obatan atau bahan obat-obatan dengan ketentuan nilainya tidak
boleh melebihi 25 dari nilai THR yang seharusnya diterima.

Contoh :
Total nilai THR yang seharusnya diterima pekerja/buruh adalah Rp. 1.000.000,- namun pengusaha
dan pekerja sepakat bahwa perusahaan memberikan dalam bentuk uang sebesar Rp. 800.000,-

sedangkan Rp.200.000,- nya diberikan dalam bentuk barang yang nilainya tidak boleh dibawah
Rp.200.000,-.
Bagi pekerja yang terkena PHK terhitung sejak waktu 30 (tiga puluh) hari sebelum jatuh tempo hari
raya keagamaan pekerja tersebut berhak atas uang THR kecuali bagi pekerja yang statusnya
hubungan kerja untuk waktu tertentu.
Untuk pekerja yang dipindahkan ke Perusahaan lain masa kerja berlanjut, maka pekerja tersebut
berhak atas uang THR pada Perusahaan yang baru, asal dari Perusahaan yang lama pekerja
bersangkutan belum mendapatkan THR. Khusus untuk pengusaha yang karena kondisi Perusahaan
yang tidak mampu membayar THR dapat mengajukan permohonan penyimpangan mengenai
besarnya jumlah THR.

Sumber . Hak Karyawan atas Gafi & Pedoman Menghitung .
Gafi Pokok, Uang Lembur, Gafi Sundulan,
Insentif, Bonus THR, Pafak atas Gafi,
Iuran Pensiun Pesangon,
Iuran Jamsostek/Dana sehat)
Penerbit Forum Sahabat Desember 2009
Oleh . Edytus Adisu
Seperti dikutip kembali oleh Team CariJOB.com

Anda mungkin juga menyukai