Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Asma termasuk salah satu penyakit yang memiliki angka kejadian yang relatiI
tinggi di Indonesia. Oleh karena itu, kata asma tentu sudah tidak terdengar asing
lagi bagi sebagian besar masyarakat. Penyakit asma bisa bisa muncul kapan saja
dan bisa diderita oleh siapa saja tanpa pandang bulu, mulai dari anak-anak sampai
orang dewasa, baik wanita maupun laki-laki. Saat kambuh, panderita akan
mengalami sesak naIas sehingga aktivitas sehari-hari, seperti sekolah maupun
kerja, bisa terganggu. Selain mengganggu aktivitas, penyakit ini bahkan bisa
menyebabkan kematian bila tidak ditangani secara cepat dan tepat. Namun jika
penyakit ini dikendalikan, kematian dapat dicegah dan penderita asma tak perlu
mengalami serangan lagi atau gejalanya berkurang.
Asma merupakan penyakit yang membutuhkan terapi jangka panjang sehingga
perlu dilakukan monitoring terhadap perkembangannya secara terus-menerus
untuk melihat apakah obat yang diberikan cocok atau tidak. Ada kalanya asma
tidak cukup diatasi hanya dengan satu macam obat saja, sehingga perlu
penambahan obat (kombinasi obat). Maka dari itu, pengetahuan akan salah satu
jenis obat saja tidak cukup karena masih banyak obat yang tentu saja memiliki
kelebihan dan kekurangannya masing-masing.
1.2/entifikasi Masalah
ari uraian latar belakang tersebut, kita dapat mengidentiIikasi masalah, yaitu:
1. Apakah obat yang digunakan untuk terapi pada penderita asma selama ini
aman?
2. Apakah dosis yang digunakan sudah mencapai eIek terapi yang
diinginkan?
2
1.3%::an Peny:s:nan Makalah
%ujuan penyusunan makalah ini adalah:
1. Mengetahui apakah obat yang digunakan untuk terapi pada penderita asma
selama ini aman
2. Mengetahui apakah dosis yang digunakan sudah mencapai eIek terapi
yang diinginkan
1.4Sistematika Pen:lisan
Makalah ini disusun dengan sistematika penulisan sebagai berikut :
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1atar Belakang
1.2IdentiIikasi Masalah
1.3%ujuan Penulisan Makalah
1.4Sistematika Penulisan
BAB 2. S
2.1eIinisi Penyakit
2.1.1 Etiologi dan PatoIisiologi Asma
2.1.2 Gejala Asma
2.2%erapi
2.2.1 %ujuan %erapi
2.2.2 %erapi Farmakologis
2.2.2.1Bronkodilator
2.2.2.2Kortikosteroid
2.2.2.3Antihistamin
2.2.2.4Ipatromium Bromida
2.2.2.5Obat lain
BAB 3. PENU%UP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
DAF%AR PUS%AKA
3
BAB 2
S
2.1 Deskripsi Penyakit
2.1.1 Etiologi /an Patofisiologi Asma
Asma adalah penyakit yang disebabkan karena adanya inIlamasi kronis pada
saluran pernaIasan, yang belum diketahui secara pasti penyebabnya. Berbagai sel
inIlamasi berperan, terutama sel mast, eosinoIil, sel limIosit %, makroIag, netroIil
dan sel epitel. Beberapa Iaktor yang dapat memicu terjadinya asma antara lain
adalah inIeksi saluran pernaIasan, alergen (debu, bulu hewan, serbuk sari, dll),
kondisi lingkungan (udara dingin, asap rokok), stress, olahraga berat, obat
(aspirin, NSAIs, -blocker). Adanya peradangan membuat saluran pernaIasan
menjadi sangat sensitiI terhadap rangsangan dan mudah mengalami penyempitan.
Penyempitan ini menyebabkan udara yang masuk dan keluar saluran pernaIasan
terhalang sehingga penderita menjadi sesak. Penyempitan saluran naIas pada asma
bersiIat reversible dan serangan biasanya berlangsung beberapa menit sampai
beberapa jam.
2.1.2 Geala Asma
Gejala asma bersiIat episodik, seringkali reversibel dengan/atau tanpa
pengobatan. Gejala awal berupa :
a. batuk terutama pada malam atau dini hari
b. sesak napas
c. napas berbunyi (mengi) yang terdengar jika pasien menghembuskan
napasnya
d. rasa berat di dada
e. dahak sulit keluar
Gejala yang berat adalah keadaan gawat darurat yang mengancam jiwa.
Yang termasuk gejala yang berat adalah:
a. Serangan batuk yang hebat
b. Sesak napas yang berat dan tersengal-sengal
c. Sianosis (kulit kebiruan, yang dimulai dari sekitar mulut)
d. Sulit tidur dan posisi tidur yang nyaman adalah dalam keadaan duduk
4
e. Kesadaran menurun
iagnosis asma adalah berdasarkan gejala yang bersiIat episodik,
pemeriksaan Iisiknya dijumpai napas menjadi cepat dan dangkal dan terdengar
bunyi mengi pada pemeriksaan dada (pada serangan sangat berat biasanya tidak
lagi terdengar mengi, karena pasien sudah lelah untuk bernapas). an yang cukup
penting adalah pemeriksaan Iungsi paru/peak expiratory flow (PEF), yang dapat
diperiksa dengan spirometri atau peak expiratory flow meter.
2.2 %erapi
Secara umum, ada 2 cara untuk mengatasi asma yaitu dengan terapi non-
Iarmakologis (tanpa obat) dan terapi Iarmakologis (dengan obat). %erapi non
Iarmakologis dapat dilakukan dengan menghindari Iaktor-Iaktor resiko yang dapat
menimbulkan asma serta dengan melakukan olahraga ringan seperti renang.
2.2.1 %::an %erapi
Kelainan utama penyakit asma adalah peradangan saluran naIas, sehingga
pengelolaan/pengobatannya bukan hanya ditujukan untuk menghilangkan gejala
sesak naIas semata, tetapi juga berbagai tujuan berikut yaitu, agar penderita
mempunyai Iungsi paru mendekati normal dan gejala asmanya menghilang atau
minimal. %ujuan lainnya adalah agar serangan asma minimal, pemakaian obat
untuk serangan sesak berkurang, dan tidak ditemukan eIek samping obat.
2.2.2 %erapi Farmakologis
Adapun untuk terapi Iarmakologis, ada dua jenis obat yang biasa
digunakan yaitu 6:ick-relief dan long-term control. Kedua jenis obat tersebut
memiliki cara kerja yang berbeda. Obat-obat 6:ick-relief, misal bronkodilator,
bekerja dengan merelaksasi otot-otot di saluran naIas sehingga saluran naIas yang
semula menyempit akan melebar kembali dan penderita mampu bernaIas dengan
lega. engan demikian, obat-obat ini lebih eIektiI digunakan saat serangan asma
terjadi. Adapun obat-obat long-term relievers digunakan untuk mencegah
timbulnya serangan asma dengan mengatasi peradangan di saluran pernaIasan
5
agar tidak semakin memburuk, antara lain dengan mengurangi udem. Contoh obat
yang termasuk long-term relievers ini adalah kortikosteroid.
2.2.2.1Bronko/ilator
Bronkodilator yang digunakan meliputi
2
-Agonis dan derivat xanthin.
a)
2
-Agonis
Albuterol/salbutamol (short acting), Iormoterol, salmeterol (long acting)
merupakan
2
-Agonis yang biasa diberikan dalam bentuk inhalasi dan bekerja
lokal, sedangkan yang biasa diberikan secara parenteral dan bekerja sistemik
adalah epineIrin dan terbutalin. alam malakah ini akan dibahas salah satu
2
-
agonis yaitu albuterol atau salbutamol.
Salbutamol merupakan salah satu bronkodilator
2
-Agonis selektiI aksi
pendek yang paling aman dan paling eIektiI. Selain untuk membuka saluran
pernaIasan yang menyempit, obat ini juga eIektiI untuk mencegah timbulnya
exercise-ind:ced broncospasm (penyempitan saluran pernaIasan akibat olahraga).
1. Indikasi
Asma bronchial, bronchitis asmatis dan emIisema pulmonum, intermiten
bronkospasme dan merupakan pilihan pertama untuk asma akut.
2. Mekanisme Kerja
Salbutamol bekerja dengan meningkatkan aktivitas adenyl cyclase sehingga
meningkatkan produksi intraseluler siklik AMP (asenosin mono IosIat).
Peningkatan c AMP menyebabkan relaksasi otot polos, stabilisasi mast sel, dan
stimulasi otot rangka. Pemberian aerosol akan meningkatkan bronkoselektivitas,
mempercepat eIek yang timbul serta mengurangi eIek samping sistemiknya.
3. osis
Sediaan oral
Anak 2 tahun : 200 mcg/kg BB diminum 4 kali sehari
Anak 2-6 tahun : 1-2 mg 3-4 kali sehari
Anak 6-12 tahun : 2 mg diminum 3-4 kali sehari
ewasa : 4 mg diminum 3-4 kali sehari, dosis maksimal 1 kali minum
sebesar 8 mg
Catatan : dosis awal untuk usia lanjut dan penderita yang sensitiI sebesar 2 mg
6
Inhalasi aerosol
Anak : 100 mcg (1 hisapan) dan dapat dinaikkan menjadi 200 mcg (2
hisapan) bila perlu.
ewasa : 100-200 mcg (1-2 hisapan), 3-4 kali sehari
Inhalasi cair
ewasa dan anak ~18 bulan : 2,5 mg diberikan sampai 4 kali sehari atau 5
kali bila perlu.
Catatan : manIaat terapi ini pada anak 18 bulan masih diragukan.
Injeksi subkutan atau intramuscular
osis : 500 mcg diulang tiap 4 jam bila perlu
Injeksi intravena lambat
osis : 250 mcg, diulang bila perlu
4. Sediaan
Sediaan inhalasi cair banyak digunakan di rumah sakit untuk mengatasi
asma akut yang berat, sedangkan injeksi digunakan untuk mengatasi penyempitan
saluran naIas yang berat. Bentuk sediaan lain, seperti tablet, sirup dan kapsul
digunakan untuk penderita asma yang tidak dapat menggunakan cara inhalasi.
Sediaan yang beredar di pasaran antara lain, Ascolen (Heroic), Asmacel
(Rocella), Astop (Yahi Utama), Azmacon (Armoxindo), Bromosal (Harsen),
Butasal ( Itrasal), Fartolin dan Fartolin Ekspeektoran (Farenheit), asal dan asal
Ekspektoran (api), Volmax (Glaxo Welcome), Ventolin, Ventolin Nebules,
Ventolin iskhaler (Glaxo Welcome), Suprasma ( exa Medica), Varsebron (
Varia Sekata).
5. EIek Samping
Mual, sakit kepala, denyut jantung tidak teratur, nyeri dada, demam, lepuh
atau ruam, gatal-gatal, palpitasi, tremor, vasodilatasi peripheral, takikardia dan
hipokalamia yang kadang timbul setelah pemberian dosis tinggi.
6. Interaksi Obat
Salbutamol merupakan obat yang bekerja sebagai stimulant sistem syaraI
pusat. Sehingga jika diberikan bersama stimulant system saraI pusat lainnya,
dapat terjadi rangsangan berlebihan. Kelompok stimulant yang berinteraksi serta
nama patennya: AmIetamin (Benzedrine, Biphetamin, elcobese, esoxyn,
Obetrol), Antidepresan yaitu dimana eIek samping albuterol dapat meningkat
(parnate, nardil, eutonyl), Sediaan obat Ilu atau batuk yang mengandung pelega
hidung ( EIedrin, Fenilpropanolamin, pseudoeIedrin), Pil Pelangsing (Vita slim,
super odrinex, diadax), MetilIenidat, Pemolin, Pentilentetrazol.
Salbutamol juga dapat berinteraksi dengan obat antidepresan, antipsikotika
dimana kombinasi dengan albuterol akan menyebabkan penurunan darah yang
berbahaya, obat jantung pemblok beta dimana eIek obat albuterol akan dilawan,
obat diabetes dimana eIek obat diabetes akan berkurang, obat jantung digitalis
dimanakombinasi obat ini akan merangsang jantung secara berlebihan, dan obat
tekanan darah tinggi dimana obat tekanan darah tinggi dapat di antagonis.
. Peringatan
a. Hati-hati pemberian pada pasien tiroktosilosis, dan pemberian bersama-
sama dengan derivat xantin, steroid dan diuretik.
b. Hindari pemberian pada penderita hipertensi, jantung iskemik, dan pasien
usia lanjut, anak dibawah usia 6 tahun, hipertiroidism, diabetes militus.
c. Pengawasan juga perlu dilakukan pada penderita asma yang sedang hamil
dan menyusui karena salbutamol dapat menembus sawar plasenta. Untuk
d. meminimalkan eIek samping maka untuk wanita hamil, sediaan inhalasi
aeorosol bisa dijadikan pilihan pertama.
8. Perhatian
Sebaiknya tidak menggunakan obat ini jika memiliki riwayat alergi
terhadap salbutamol atau bahan-bahan lain yang terkandung di dalamnya.
Untuk sediaan oral, sebaiknya diminum 1 jam sebelum atau 2 jam sesudah
makan.
%elan tablet salbutamol dan jangan memecah maupun mengunyahnya.
Untuk sediaan inhalasi, kocok dulu sebelum digunakan dan buang 4
semprotan pertama jika menggunakan inhaler baru atau inhaler yang sudah
tidak terpakai selama lebih dari 2 minggu.
Sebaiknya berkumur setiap kali sehabis mengkonsumsi salbutamol supaya
tenggorokan dan mulut tidak kering.
8
ika dibutuhkan lebih dari 1 hisapan dalam sekali pemakaian, maka beri
jarak waktu minimal 1 menit untuk setiap hisapan.
Simpan obat pada suhu kamar agar stabil (aerosol: 15-25
o
C; inhalasi cair:
2-25
o
C dan sirup: 2-30
o
C)
ika ada dosis yang terlewat, segera minum salbutamol yang terlewat.
Namun jika waktu yang ada hampir mendekati waktu pengonsumsian
selanjutnya, lewati pengonsumsian yang tertinggal kemudian lanjutkan
mengkonsumsi salbutamol seperti biasa. angan pernah mengkonsumsi 2
dosis dalam sekali pemakaian.
9. Kesimpulan
Kelebihan salbutamol:
a. Merupakan obat dari golongan
2
-Agonis selektiI inhalasi short acting
yang diindikasikan untuk terapi intermiten bronkospasme
b. Pilihan pertama untuk asma akut
c. pemberian inhalasi salbutamol lebih disukai karena eIek obat akan lebih
cepat terasa karena obat yang disemprotkan/dihisap langsung masuk ke
saluran naIas. Selaian itu, karena langsung masuk ke saluran naIas, dosis
obat yang dibutuhkan lebih kecil jika dibandingkan dengan sediaan oral
serta eIek samping yang ditimbulkan lebih kecil dibandingkan sediaan
oral karena dosis yang digunakan juga lebih kecil.
Kekurangan :
a. Pada asma akut berat, salbutamol harus diberikan dengan dosis berat
secara nebulasi dengan Irekuensi yang cukup sering
b. Memiliki banyak interaksi dengan obat seperti interaksi dengan obat
stimulan lain, antidepresan, antipsikotika, obat jantung pemblok beta,
obat diabetes,obat dengan tekanan darah tinggi, dan obat jantung digitalis
.. ika sediaan dalam bentuk inhaler, ada kemungkinan obat tertinggal di
mulut dan gigi sehingga dosis obat yang masuk ke saluran naIas menjadi
lebih sedikit dari dosis yang seharusnya. Untuk memperbaiki
penyampaian obat ke saluran naIas, maka bisa digunakan alat yang
disebut spacer (penghubung ujung alat dengan mulut).
9
10. Kasus
Seorang wanita 84 tahun berkulit putih tanpa riwayat penyakit jantung
dirawat untuk eksaserbasi penyakit paru obstruktiI kronik dengan albuterol 5 mg
dan ipratropium bromida 500 g nebulasi dengan oksigen; albuterol itu diberikan
dalam dosis yang sama setiap 2 jam. Kondisi pernapasan membaik, tetapi setelah
pemberian dosis keenam albuterol, dia merasakan peningkatan sesak dada.
Elektrokardiogram (EKG) menunjukkan tinggginya bagian S% di dada (V
2
,
3
),
sehingga konsentrasi troponin I dan kreatin kinase meningkat. AngiograIi koroner
menunjukkan arteri koroner baik tanpa penyakit arteri koroner obstruktiI atau
trombosis. VentrikulograIi Kiri menunjukkan anterior hypokinesia dengan cedera
miokard anterior. Sebuah ekokardiogram berikutnya juga menunjukkakan ukuran
yang normal pada ventrikel kiri, hypokinesia anterior, dan anteroseptal, dan
apikal. Sebuah penilaian yang obyektiI menunjukkkan bahwa albuterol memiliki
kemungkinan menyebabkan AMI (InIark Miokard Akut) pada pasien ini.
O %ujuan
Untuk melaporkan kasus inIark miokard akut (AMI) setelah penggunaan
albuterol (salbutamol) pada pasien tanpa penyakit arteri koroner yang
sudah ada dan untuk meninjau literatur terkait
O Pembahasan: Sebuah pencarian MEINE (1966-Februari 2004)
mengungkapkan 6 laporan kasus lain dari AMI yang terkait dengan
pengobatan albuterol. Patogenesis kemungkinan diinduksi albuterol
nekrosis miokard termasuk aktivasi jantung dan periIer 2-adrenoseptor,
merangsang eIek chronotropic positiI dan inotropik dan vasodilatasi
dengan redistribusi aliran darah koroner. Albuterol juga dapat
menyebabkan hipokalemia dan perubahan metabolik dan listrik lainnya,
termasuk interval Q% berkepanjangan. EIek ini mungkin sangat merugikan
pada pasien dengan hipoksia, hypercapnea, dan penyakit jantung yang
sudah ada sebelumnya.
10
O Kesimpulan: Meskipun cedera miokard merupakan komplikasi yang
jarang mengikuti terapi albuterol, dokter harus menggunakan high-2-
agonis dose dengan hati-hati. Pemantauan dekat EKG dan perubahan
metabolik dianjurkan sebelum awal dosis tinggi yang diberikan berulang.
-) /erivat xanthin : aminofilin / teofilin
%eoIilin adalah derivat metil xantin yang digunakan sebagai bronkodilator
untuk pasien asma dan penyakit paru obstruktiI yag kronik, namun tidak eIektiI
untuk penyakit paru obstrukstiI kronik. %eoIilin dapat meningkatkan risiko eIek
samping jika digunakan bersamaan dengan agonis reseptor beta, seperti
munculnya hipokalemia. AminoIilin adalah garam etilendiamin dari teoIilin
sehingga lebih larut dalam air. AminoIilin biasanya diberikan dalam bentuk
injeksi, tetapi cukup perih jika diberikan secara intramuskular sehingga diberikan
secara intravena.
1. Indikasi
Pencegahan dan pengobatan asma bronkial, asma bronkitis, asma kardial,
emIisema paru.
2. Mekanisme kerja
Sebagai bronkodilator, memiliki 2 mekanisme aksi utama di paru yaitu
dengan cara relaksasi otot polos dan menekan stimulan yang terdapat pada jalan
naIas (suppression oI airway stimuli). Mekanisme aksi yang utama belum
diketahui secara pasti. iduga eIek bronkodilasi disebabkan oleh adanya
penghambatan 2 isoenzim yaitu phosphodiesterase (PE III) dan PE IV.
Sedangkan eIek selain bronkodilasi berhubungan dengan aktivitas molekular yang
lain. %eoIilin juga dapat meningkatkan kontraksi otot diaIragma dengan cara
peningkatan uptake Ca melalui Adenosin-mediated Chanels
3. osis
11
12
4. Sediaan
Sediaan aminoIilin yang beredar dipasaran, yaitu:
%ablet : 100 mg sebanding dengan 9 mg teoIilin
200 mg sebanding dengan 158 mg
Sirup : 105 mg sebanding dengan 90 mg teoIilin per 5 m
Injeksi : 250 mg sebanding dengan 19 mg teoIilin per 10 m
Suppositoria : 250 mg sebanding dengan 19.5 mg theophylline dan 500
mg sebanding dengan 395 mg theophylline)
Contoh: tablet Phyllocontin (aminoIilin 225 mg)
Sedangkan sediaan teoIilin yang beredar di pasaran:
%ablet : extended-release: 100, 200, 300, 400, 450, and 600 mg
%ablet, extended-release (12 to 24 jam): 450 mg
%ablet, timed-release (8 to 12 jam): 300 mg
%ablet, timed-release (12 to 24 jam): 100, 200, dan 300 mg
%ablet, timed-release (24 hours): 400 dan 600 mg
Kapsul: 100 dan 200 mg
Kapsul, extended-release: 100, 125,200, dan 300 mg
Kapsul, timed-release (24 hours): 100, 200, d 300 mg
Sirup: 150 mg per 15 m (50 mg per 5 m)
Elixir: 80 mg per 15 m (26. mg per 5 m)
Contoh: Bronsolvan dan Brondilex (tablet teoIilin 150 mg)
13
2. EIek Samping
Mual, muntah, diare, sakit kepala, insomnia, palpitasi, takikardi, aritmia
ventrikuler.
3. Kontraindikasi
HipersensitiIitas, tukak lambung, diabetes, gastritis, gangguan hati dan ginjal
4. Interaksi
Alopurinol,Ilukonazol, ketokonazol, IluIoksamin, Azitromisin, INH,
klaritromisin, eritromisin, ciproIloksasin, norIloksasin, diltiazem,
verapamil, metotreksat, zaIirlukas, pentoksiIilin, sulIinpirazon, vaksin
inIluenza: meningkatkan kadar teoIilin dalam darah
Ketamine, kuinolon: meningkatkan resiko kejang
Adenosine: teoIilin berlawanan eIek dengan antiaritmia adenosine
PropaIenone: meningkatkan kadar teoIilin dalam darah
RiIampisin, barbiturat, ritonavir, karbamazepin, pirimidon: meningkatkan
metabolisme teoIilin sehinggan menurunkan kadar teoIilin dalam darah
Fenitoin: kadar keduanya turun
Benzodiazepin: teoIilin menurunkan eIek benzodiazepine
Kortikosteroid, asetazolamid: meningkatkan risiko hipokalemia
isulIiram: meningkatkan risiko toksisitas teoIilin
oxapram: meningkatkan eIek rangsangan terhadap saraI pusat
InterIeron, simetidin: menghambat metabolisme teoIilin sehingga
meningkatkan kadar teoIilin dalam darah
itium: teoIilin meningktakan sekresi litium sehingga menurunkan kadar
litium dalam darah
Estrogen: menurunkan eksresi teoIilin sehinggan menungkatkan kadar
teoIilin dalam darah
engan Makanan : Hindari konsumsi kaIein yang berlebihan. Hindari diet
protein dan karbohidrat yang berlebihan. Batasi konsumsi charcoal-broiled
Ioods.
5. Peringatan dan perhatian
angan menggunakan melebihi dosis yang dianjurkan
Bila dalam 1 jam gejala tetap atau bertambah buruk, segera hubungi dokter
14
angan digunakan terus-menerus
Hentikan penggunaan obat ini jika terjadi jantung berdebar-debar
6. Kesimpulan
Kelebihan:
lebih murah karena merupakan obat antiasma yang paling tua
Kekurangan:
karena indeks terapinya sempit maka dosisnya harus tepat dan
penggunaannya harus terus dimonitor
banyak memiliki interaksi dengan obat lain
. Kasus
Seseorang laki-laki berumur 55 tahun memiliki riwayat paru-paru
obstruktiI ringan mengkonsumsi teoIilin dengan kadar teoIilin dalam darah 58
mg/ mengalami sindrom amnesia setelah mengalami kejang tonik-klonik yang
disebabkan oleh intoksikasi akut teoIilin. ari hasil yang telah diteliti
menunjukkan kerusakan pada selective bilateral hippocamp:s yang menyebabkan
gangguan Iungsi bilateral temporal pada test neuropsikologi. %iga bulan
kemudian, masih terjadi deIisit memori dan atropi bilateral pada hippocamp:s.
Setelah dipantau selama 18 bulan, pasien menunjukkan peningkatan dalam
kemampuannya sehari-hari walaupun masih terjadi bilateral temporal deficits.
aporan ini membuktikan bahwa teoIilin berpotensi menyebabkan kerusakan
saraI permanen karena kejang melalui inhibisi reseptor adenosine terutama pada
daerah otak yang rentan, yaitu hippocamp:s.
2.2.2.2 Kortikosteroi/
Kortikosteroid merukapan obat long-term relievers yang digunakan untuk
mencegah timbulnya serangan asma dengan mengatasi peradangan di saluran
pernaIasan agar tidak semakin memburuk, antara lain dengan mengurangi udem.
Kortikosteroid untuk asma antara lain beklometason, budesonide, Ilutikason,
triamsinolon (biasa diberikan secara inhalasi, bekerja lokal) dan prednison, metil
prednisolon (sistemik). alam makalah ini akan dibahas salah satu dari
kortikosteroid yang sering digunakan dalam pengobatan asma, yaitu budesonide.
15
1. Indikasi
Kortikosteroid sintetik dengan eIek glukokortikoid, biasa digunakan dalam
pengobatan asma dan alergi rhinitis
2. Mekanisme aksi
EIek glukokortikoid yaitu mengurangi jumlah dan aktivitas sel - sel inIlamasi,
menghambat bronkokonstriktor dengan eIek relaksasi otot polos secara
langsung.
3. Sediaan dan dosis
Sediaan yang beredar antara lain Cycortide (Combhipar), InIlammide
(Bohringer Ingelheim), Pulmicort (AstraZeneca), Symbicort (AstraZeneca).
4. Reaksi obat tidak diinginkan
%erjadi sebanyak 3 atau lebih pada pasien yaitu nyeri, demam, nyeri
punggung, ISPA, sinusitis, Iaringitis, batuk, konjungtivitis, sakit kepala,
rhinitis, epistaxis, otitis media, sindrom Ilu, perubahan suara.
5. Interaksi
Sari buah grapeIruit dan ketokonazole sebagai inhibitor sitokrom P450 3A4
dapat meningkatkan konsentrasi plasma budesonide.
6. Kesimpulan
Kelebihan:
merupakan alternatiI jika bronkodilator tidak memberi eIek terapi
diharapkan
Kekurangan:
- kortikosteroid oral dapat menghambat pertumbuhan pada anak dan remaja,
khususnya pada dosis tinggi dalam jangka waktu panjang
- data untuk ibu menyusui belum ditentukan namun sebagian besar
kortikosteroid disekresikan melalui kelenjar susu
- pengguna agen imunosupresan menjadi lebih rentan untuk terkena inIeksi
. Kasus
Seorang pasien wanita berusia 56 mengalami batuk, dispnea progresiI dan
suara serak selama 4 minggu. Pasien menjalankan terapi secara reguler di klinik
dada untuk manajemen bronkiektasis dan PPOM. Pasien dulunya merupakan
seorang perokok dan telah berhenti tiga tahun lalu. Pasien tidak memiliki latar
16
belakang imunosupresi namun telah menjalankan terapi menggunakan
kortikosteroid inhalan selama beberapa tahun dan menerima kurang lebih lima
kali pengobatan steroid oral untuk eksaserbasi PPOM dalam 12 bulan terakhir.
Medikasi yang digunakan sekarang adalah 1 mg Ilutikason propionate sehari dan
nistatin dengan dugaan kandidiasis oral terkait penggunaan kortikosteroid inhalan.
Pada saat pemeriksaan, terdengar krepitasi basal. %idak terbukti adanya
penyakit paru pada hasil rontgen dada, hati juga tidak membesar. Kultur sputum
menunjukkan adanya spergill:s f:migat:s (IgE untuk .f:migat:s mengalami
elevasi hingga 1,2 dimana normalnya 0-0,35), maka diberikan 100 mg
Itrakonazol dengan dugaan alergi aspergillosis.
Pasien kemudian diberikan tindakan laringoskopi Iibriotik, hasil
menunjukkan adanya inIlamasi pada pita suara dengan warna putih, sedikit
leukoplakia. %idak terdeteksi kerusakan pendengaran pada audiogram murni.
Biopsi pita suara dilakukan melalui mikrolaringoskopi. Histology pita suara kanan
dan kiri menunjukkan adanya sel inIlamatori dan debris nekrotik berisi koloni
aspergillus. %erbukti adanya inIlamasi kronik di antara otot skeletal dan
epithelium respiratori pada specimen jaringan dari pita suara kiri dengan beberapa
koloni aspergillus pada otot skeletal.
Pasien diberi terapi 200 mg vorikonazol setiap hari. Penggunaan
kortikosteroid oral dan inhalan dihentikan. Pasien mengalami kesembuhan secara
perlahan namun stabil dengan peningkatan perbaikan pada morIologi laring
melalui laringoskopi berulang.
2.2.2.3 Antihistamin
Agen antihistamin yang biasa digunakan adalah natrium kromolin dan
natrium nedocromil. alam makalah ini akan dibahas mengenai natrium kromolin
yang sudah biasa digunakan dalam pengobatan asma. Natrium kromolin
merupakan obat asma bronkial golongan antihistamin.
1. Indikasi
Asma bronchial, pencegahan bronchospasm (larutan inhalasi, aerosol),
rhinitis alergi (larutan nasal).
1
2. Mekanisme kerja
Penghambatan degranulasi sel mast yang mungkin melepaskan zat antigen
spesiIik, menghambat pelepasan histamine dan SRS-A (substansi slow-acting dari
anaIilaksis. Rhinitis bisa dihambat beberapa variasi derajat zat ini secara pre-
treatmen. uga menghambat degranulasi sel mast IosIolipase A dan beberapa zat
mediator kimia lainnya.
3. Sediaan dan dosis
Sediaan yang beredar di pasaran adalah Intal 5 mengandung natrium
kromolin 5 mg (Aventis)
ewasa dan anak : dosis awal 4xsehari 2 inhalasi, dosis pemeliharaan
4xsehari 1 inhalasi, dosis tunggal 2 inhalasi.
4. EIek samping
Bau tidak enak di mulut, pusing, sakit tenggorokan, alergi serius yang jarang
muncul, muntah
5. Kontraindikasi
Pasien yang hipersensitiI terhadap bahan Na-kromolin, pasien penderita
sinus,bisa masuk ke dalam air susu ibu
6. Interaksi obat
tidak aktiI jika ada benzalkonium klorida,
. Kasus:
Ada suatu studi klinik yang diuji cobakan kepada pasien berusia produktiI
(18-56 tahun) yang menderita rhinitis alergi selama 2 minggu, pemberian Na-
cromolin dalam bentuk larutan nasal. ari 1150 pasien yang di screening yang
terdiri dari 46 berjenis kelamin pria dan 64 berjenis kelamin wanita, terdapat
pasien yang diberikan 4 nasal Na kromolin dan diberikan placebo. Hasilnya
secara umum Na-kromolin lebih memiliki eIek mengurangi alergi rhinitis
dibandingkan placebo, hal ini terlihat pada pasien yang diberikan Na-kromolin
dan placebo nya. Secara kejadian adverse effect tidak ada kejadian yang terlalu
signiIikan selama 2 minggu tersebut dibandingkan placebo. Hal ini berarti Na
kromolin lebih aman dibandingkan plasebonya.
18
8. Kesimpulan
Kelebihan:
Na-kromolin digunakan sebagai obat asma bronchial second line, apabila
obat-obat yang bereIek bronkodilator sudah mencapai dosis maksimum,
bisa juga dikombinasi dengan obat-obat kortikosteroid misalnya
hidrokortison.
Kekurangan:
memiliki eIek samping yang lebih banyak
2.2.2.4 patromi:m Bromi/a
Ipatromium bromida dan tiotrium bromida merupakan obat antiasma
golongan antikolinergik.
1. Indikasi
igunakan secara tunggal atau kombinasi dengan bronkodilator lain
(khususnya
2
-Agonis) sebgai terapi tambahan bronkospasme yang berhubungan
dengan Chronic Obstructive Pulmonary isease (COP).
2. Mekanisme kerja
Sebagai agen antikolinergik (piaarasimpatolitik) yang menghambat reIleks
yang dimediasi syaraI kolinergik dengan mengantagonis kerja asetilkolin.
3. Sediaan dan osis
O Aerosol : dosis lazimnya 2 inhalasi (36 mcg) 4 kali sehari. Maksimal 12
inhalasi sehari.
O arutan (nebulizer): dosis lazim 500 mcg (1 vial), diberikan 3-4 kali
sehari dengan oral nebulizer (6-8 jam tiap kali pemberian). apat
dikombinasi dengan albuterol jika digunakan sekitar 1 jam.
4. EIek samping
Nyeri dada, batuk bronkitis, perubahan eksaserbasi COP, mulut kering,
dispepsia, dispnea, pusing, mual, Iaringitis, sinusitis, inIeksi salurana naIas atas.
6. Kontraindikasi
Obstruksi hipertropi kardiomiopati, takiaritmia, kepekaan terhadap
Ienoteral HBr atau substansi seperti atropin.
. Interaksi Obat
19
Agen antikolinergik : berpotensi mengakibatkan interaksi adiktiI
8. Perhatian
Sebaiknya tidak digunakan pada tribulan pertama kehamilan, kecuali
manIaat lebih besar daripada resiko.
9. Kesimpulan
Kelebihan:
- dapat dikombinasikan dengan bronkodilator lain (albuterol
Kekurangan:
- Merupakan bronkodilator eIektiI, tapi tidak sekuat
2
-Agonis, dapat
menekan tapi tidak memblok asma yang dipicu oleh alergen atau latihan.
- Waktu untuk mencapai bronkodilatasi maksimum lebih lama daripada
2
-
Agonis aksi pendek,
- Hanya diindikasikan pada asma akut parah yang tidak merespon
sepenuhnya terhadap
2
-Agonis (tidak bisa untuk pertolongan asma akut).
2.2.2.5 O-at lain
1. ModiIikator leukotrien misalnya, zaIirlukast (Accolate) yang merupakan
antagonis reseptor leukotrien lokal yang dapat mengurangi proinIlamasi.
2. Kombinasi
2
-Agonis inhaler dan kortikosteroid inhaler.
3. Omalizumab yang merupakan antibodi anti Ig-E yang digunakan untuk
pengobatan asmayang tidak dapat ditangani dengan baik oleh kortikosteroid
hirup dosis tinggi.
2.3 Pemilihan o-at
Pemilihan obat terapi asma tergantung pada keparahan penyakit yang diderita.
Penanganan awal asma dapat diberikan
2
-Agonis inhaler short acting.
Keparahan ringan: PEF (!eak Expiratory Flow) ~ 80, tidak terengah-engah,
naIas pendek, dan respon terhadap
2
-Agonis bertahan sampai 4 jam diberikan
2
-Agonis selama 24-48 jam dan kortikosteroid inhalasi selama -10 hari.
Keparahan sedang : PEF (!eak Expiratory Flow) 50, naIas terengah-engah
ditambah kortikosteroid oral dan
2
-Agonis tetap dilanjutkan.
20
Keparahan tinggi: PEF (!eak Expiratory Flow) 50, naIas pendek terengah-
engat yang sangat terlihat, tambah kortikosteroid oral, ulangi
2
-Agonis
secepatnya, jika perlu masukkan UG.
21
BAB 3
PENU%UP
3.1 Kesimp:lan
1. Obat yang digunakan untuk terapi pada penderita asma selama ini masih
aman. Khusus untuk penggunaan teoIilin harus terus tetap dimonitor.
2. osis obat-obat untuk terapi asma yang digunakan selama ini sudah
mencapai eIek terapi yang diinginkan. Khusus untuk teoIilin, jangan
menggunakan dosis melebihi yang dianjurkan.
3.2 Saran
Agar tujuan terapi tercapai, maka penderita asma dianjurkan tetap proaktiI
dan semangat dalam mengatasi penyakitnya. Pengendalian asma yang tepat akan
mampu meningkatkan kualitas hidup penderita asma sehingga bisa menjalani
hidupnya secara menyenangkan.
22
DAF%AR PUS%AKA
Anonim. 2000. nformatori:m Obat Nasional ndonesia, epartemen Kesehatan
Republik Indonesia, akarta.
Anonim. 2006. MMS !et:nf:k Kons:ltasi. Ed. Ke-6, 0-6. P%. InIoMaster,
akarta.
Anonim. 200. Dr:g Facts and Comparisons pocket version. Eleventh Edition.
Wolters Klewer Health., USA.
ipiro, .%. 199. !harmacotherapy ' !athophysiologyc pproach', 3
rd
Ed.
Appleton & ange StamIord, Connecticut.
Harkness, Richard. 1989. Interaksi Obat. diterjemahkan oleh Goeswin, Agus dan
Mathilda B. Widianto. Bandung: I%B.
Katzung, B.G. 2001. Farmakologi Dasar & Klinik, Ed.I Salemba Medika, akarta.
acy, Charles F.; Armstrong, ora I.; Goldman, Morton P. 2003. Dr:g
nformation Handbook, 11
th
Ed.. 45-46, exi-Comp Inc., Canada
Paul, es and Nagle, Becky. 2002. The Essential Medication G:idebook To
Healthy ging. 99-104. Ballantine Books, New York
Priyanto. 2009. Farmakoterapi dan %erminologi Medis. epok : eskonIi
http://lekarstwo.ru/en/preparati/cromolynsodium.html
http://www.druglib.com/druginIo/intal/interactionsoverdosagecontraindications
/
http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/druginIo/meds/a601042.html
www.elsevier.com/ locate/ jocn