Anda di halaman 1dari 3

Yanri AmriaIki (0910832013)

Marsandi (0910833044)


KEBERADAAN PASAR TRADISIONAL WAGE WADASLINTANG SEBAGAI PUSAT
KEGIATAN EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA MASYARAKAT WADASLINTANG,
KABUPATEN WONOSOBO TAHUN 1998-2005
1.Latar BeIakang MasaIah
Upaya manusia untuk memenuhi kebutuhannya sudah berlangsung sejak manusia itu
ada. Salah satu kegiatan manusia dalam usaha memenuhi kebutuhan tersebut adalah
memerlukan adanya pasar sebagai sarana pendukungnya. Pasar merupakan kegiatan
ekonomi yang termasuk salah satu perwujudan adaptasi manusia terhadap lingkungannya. Hal
ini didasari atau didorong oleh faktor perkembangan ekonomi yang pada awalnya hanya
bersumber pada problem untuk memenuhi kebutuhan hidup (kebutuhan pokok). Manusia
sebagai makhluk sosial dalam perkembangannya juga menghadapi kebutuhan sosial untuk
mencapai kepuasan atas kekuasaan, kekayaan dan martabat.
Pasar adalah tempat dimana terjadi interaksi antara penjual dan pembeli. Pasar
merupakan pusat dan ciri pokok dari jalinan tukar-menukar yang menyatukan seluruh
kehidupan ekonomi. Pasar di dalamnya terdapat tiga unsur, yaitu: penjual, pembeli dan barang
atau jasa yang keberadaannya tidak dapat dipisahkan. Pertemuan antara penjual dan pembeli
menimbulkan transaksi jual-beli, akan tetapi bukan berarti bahwa setiap orang yang masuk ke
pasar akan membeli barang, ada yang datang ke pasar hanya sekedar main saja atau ingin
berjumpa dengan seseorang guna mendapatkan informasi tentang sesuatu.
Pembahasan mengenai pasar tidak bisa dipisahkan dari pola yang terjadi di Jawa pada
umumnya. Kelompok-kelompok orang Jawa yang dominan berdagang di pasar adalah
pedagang ikan kering (ikan asin) dari Semarang, pengrajin perhiasan emas dari Kota Gede,
pedagang batik dari Solo dan pedagang tembakau dari Magelang dan Madura.
Pasar secara harfiah berarti tempat berkumpul antara penjual dan pembeli untuk tukar
menukar barang, atau jual beli barang. Pasar dalam konsep urban Jawa adalah kejadian
yang berulang secara ritmik dimana transaksi sendiri bukan merupakan hal yang utama,
melainkan interaksi sosial dan ekonomi yang dianggap lebih utama.
Pada masyarakat Jawa dikenal konsep panatur desa. Konsep panatur desa ini
dikaitkan dengan sistem klasifikasi hari-hari pasar yang lima atau pancawara1, yaitu
Manis/Legi, Paing, Pon, Wage dan Kliwon. Satu rotasi yang lamanya lima hari pada masyarakat
Jawa sekarang disebut sepasar.
Pasar desa hanya terselenggara pada hari tertentu menurut konsep panatur desa yang
kemudian dikenal dengan konsep macapat, yaitu satu desa dikelilingi oleh empat desa yang
terletak di arah empat penjuru mata angin. katan macapat desa-desa di Jawa menjadi struktur,
desa penyelenggara akan menjadi puser (pusat) terhadap empat desa lainnya. Menurut Nastiti
konsep macapat merupakan tanda rasa kerukunan sebuah desa dengan keempat desa
tetangga yang letaknya kira-kira di arah keempat mata
adalah nama dari sebuah pekan atau minggu yamg terdiri dari lima hari, dalam budaya
Jawa dan Bali. Pancawara juga disebut sebagai hari pasaran dalam bahasa Jawa. Dalam
sistem penanggalan Jawa dan Bali terdapat 2 macam siklus waktu yaitu mingguan dan
pasaran.
angin. Rasa kerukunan antar desa-desa kemudian meluas lebih jauh letaknya. Konsep
macapat tidak hanya sekedar tanda kerukunan saja, akan tetapi berhubungan juga dengan
masalah-masalah yang terdapat di daerah pemukiman yang bersifat agraris. Misalnya masalah-
masalah yang berhubungan dengan pengairan sawah, keamanan dan sebagainya yang perlu
diatasi dengan membentuk semacam kumpulan diantara desa-desa yang bertetangga. Jadi
pasar tradisional atau dikenal dengan nama pasar desa di Jawa hanya terselenggara sehari
secara bergiliran begitu pula dengan Pasar Tradisional Wage Wadaslintang yang
terselenggara pada hari pasaran Wage dan dikelilingi desa-desa lainnya di kecamatan
Wadaslintang.
merupakan pranata penting dalam kegiatan ekonomi dan kehidupan masyarakat. Pasar
sudah dikenal sejak masa Jawa Kuno yaitu sebagai tempat berlangsungnya transaksi jual beli
atau tukar menukar barang yang telah teratur dan terorganisasi. Hal ini berarti pada masa Jawa
Kuno telah ada pasar sebagai suatu sistem.
Pasar sebagai sistem maksudnya adalah pasar yang mempunyai suatu kesatuan dari
komponen-komponen yang mempunyai fungsi untuk mendukung fungsi secara keseluruhan,
atau dapat pula diartikan pasar yang telah memperlihatkan aspek-aspek perdagangan yang
erat kaitannya dengan kegiatan jual-beli, misalnya adanya lokasi atau tempat, adanya
ketentuan pajak bagi para pedagang, adanya pelbagai macam jenis komoditi yang
diperdagangkan, adanya proses produksi, distribusi, transaksi dan adanya suatu jaringan
transportasi serta adanya alat tukar.
Menurut Nastiti dalam Pasar di Jawa Masa Mataram Kuna Abad VIII-IX Masehi
dikatakan bahwa "Timbulnya pasar tidak lepas dari kebutuhan ekonomi masyarakat setempat.
Kelebihan produksi setelah kebutuhan sendiri terpenuhi memerlukan tempat pengaliran untuk
dijual. Selain itu pemenuhan kebutuhan akan barang-barang, memerlukan tempat yang praktis
untuk mendapatkan barang-barang baik dengan menukar atau membeli. Adanya kebutuhan-
kebutuhan inilah yang mendorong munculnya tempat berdagang yang disebut pasar.Alasan
inilah yang melatar belakangi manusia membutuhkan "pasar sebagai tempat untuk
memperoleh barang atau jasa yang diperlukan tetapi tidak mungkin dihasilkan sendiri.
Keberadaan pasar dapat dianggap sebagai pusat perekonomian.
Pengertian tradisional menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia adalah bersifat turun
temurun. Jadi dapat disimpulkan bahwa Pasar tradisional berkaitan dengan suatu tradisi2.
Kata tradisi dalam percakapan sehari-hari sering dikaitkan dengan pengertian kuno atau
sesuatu yang bersifat luhur sebagai warisan nenek moyang. Tradisi pada intinya
menunjukkan bahwa hidupnya suatu masyarakat senantiasa didukung oleh tradisi, namun
tradisi itu bukanlah statis. Arti paling dasar dari kata tradisi yang berasal dari kata tradium
adalah sesuatu yang diberikan atau diteruskan dari masa lalu ke masa kini.
Mengenai tradisi pada dasarnya tidak lepas dari pengertian kebudayaan, karena
tradisi sebenarnya merupakan bagian isi kebudayaan. Karakter suatu kebudayaan banyak
dipengaruhi oleh faktor lingkungan alam. 2 Tradisi adalah segala sesuatu (seperti adat,
kepercayaan, kebiasaan, ajaran,dsb) yang turun temurun dari nenek moyang dan masih
dijalankan di masyarakat. Hal ini dapat dimengerti mengingat kebudayan pada dasarnya
merupakan hasil budi manusia dalam usahanya untuk memenuhi kebutuhan guna
mempertahankan hidupnya dari tantangan alam.
2. Rumusan MasaIah
Berdasarkan latar belakang masalah, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana sejarah Pasar Tradisional Wage Wadaslintang di Kelurahan Wadaslintang,
Kabupaten Wonosobo?
2. Bagaimana kondisi kehidupan ekonomi, sosial dan budaya masyarakat
Wadaslintang, Kabupaten Wonosobo tahun 1998-2005?
3. Bagaimana pengaruh keberadaan Pasar Tradisional Wage Wadaslintang terhadap
kegiatan ekonomi, sosial dan budaya masyarakat Wadaslintang, Kabupaten Wonosobo
tahun 1998-2005?

Anda mungkin juga menyukai