Anda di halaman 1dari 12

BAB 1.

PENDAHULUAN



Tentang Wakidi
Wakidi (Palembang, 1889/1890Sumatra Barat, 1979) karyanya sangat terkenal karyanya
yang terkenal sampai sekarang berupa likisan alam yang menganut aliran naturalis yaitu ngarai
sianok di bukit tinggi. Dia adalah seorang pelukis ndonesia yang lukisannya banyak
mengandung corak Mooi ndie (Hindia molek). Bersama dengan Abdullah Surio Subroto (1879-
1941) (ayah Basuki Abdullah) dan Pirngadie (1875-1936), Wakidi adalah satu di antara tiga
pelukis naturalistik ndonesia yang terkemuka di zamannya. Wakidi mulai melukis sejak usia 10
tahun. Sebagai guru melukis, Wakidi sempat belajar dengan seorang pelukis Belanda bernama
van Dick di Kweekschool, Bukittinggi, Sumatra Barat.
Meskipun banyak berkarya, hampir semuanya dikoleksi orang, sehingga Wakidi tidak
pernah mengadakan pameran lukisannya. Karya-karyanya banyak dikoleksi oleh istana
kepresidenan dan sejumlah tokoh penting, seperti wakil-wakil presiden ndonesia, Bung Hatta
dan Adam Malik. Sudah hampir seperempat abad meninggal, Wakidi masih menyedot
perhatian. Pameran lukisannya di Hotel Bumiminang, Padang, 8 Desember 2003-8 Januari
2004, dipadati pengunjung. Sejumlah pengelola dan pemilik galeri berdatangan dari Singapura,
Malaysia, Medan, dan Jakarta. Konsulat Jenderal Amerika Serikat di Medan pun ikut
menghadiri pameran bertajuk "Vedute Natura Minangkabau (Menelusuri Jejak-jejak Wakidi
1890-1979)" itu.

Wakidi (1890-1979), satu dari tiga pelukis naturalistik ndonesia terkemuka pada zamannya,
boleh saja tiada. Namun, sejumlah muridnya masih mempertahankan corak Mooi ndie (Hindia
molek). Setidaknya itulah yang terlihat dalam pameran lukisan Spirit of Natura, yang dibuka
Gamawan Fauzi, Gubernur Sumatera Barat, Kamis (15/12) di nna Muara Hotel, Padang,
Sumatera Barat.

Mengenang 116 tahun kelahiran maestro Wakidi (1890-1979), pelukis generasi kedua setelah
Raden Saleh, enam muridnya menggelar pameran lukisan bertajuk Selingkung Alam di Hotel
Bumi Minang, Padang. Ada 33 lukisan dalam berbagai ukuran, yang menarik untuk dicermati.
Wakidi, Ngarai Sianok dan Kondisi Kekinian Membicarakan kepelukisan Wakidi (1889-
1979) dan karya-karyanya memang tak akan habis-habisnya untuk didiskusikan, dibicarakan
bahkan untuk diperdebatkan. Mengingat karya-karya tokoh "Mooi ndie asal Semarang, Jawa
Tengah, kelahiran Plaju Sumatera Selatan ini di era Persagi (Persatuan Ahli Gambar ndonesia)
mendapat celaan yang luar biasa saat itu, salah satunya berasal dari tokoh Persagi, S.
Soedjojono yang menyebutkan karya-karya Wakidi hanya sekedar tour de force teknis saja,
tanpa isian yang berarti.
Artinya Wakidi hanya ingin mengabadikan keindahan alam ndonesia saja dan kurang
tanggap terhadap terhadap kenyataan disekitarnya yang tidak semuanya indah, serba enak,
tenang dan damai.
Pameran seni lukis yang berlangsung di Hotel Bumiminang Padang tanggal 14 31
Desember ini oleh kelompok Dito Natura adalah semacam bentuk kristalisasi mengenang 116
tahun sang maestro Wakidi. Karena orang-orang kelompok Dito Natura ; Ar. Nizar, Firman
smail, Jhaya, dran Wakidi, Yose Rizal dan Yazid mereka semua merupakan murid-murid
Wakidi yang telah banyak belajar perihal melukis dan perjalanan sang guru sendiri sebagai
pelukis. Jadi pameran ini merupakan akumulasi rasa kecintaan yang tinggi dan mendalam
mereka semua terhadap Wakidi yang dianggap telah berjasa besar tidak saja pada muridnya
tapi juga pada perjalanan seni lukis di Sumatera Barat.
Wakidi pantas untuk dikenang sebagai tokoh bahkan maestro dalam konstelasi seni rupa
Sumbar. Beliau telah menciptakan sejarahnya sendiri di ranah kebudayaan Sumbar bahkan
ndonesia dalam konteks seni lukis yang mana dapat kita lihat dan rasakan sampai sekarang.
Dengan corak naturalistik yang banyak menggali alam Minang dimana ia berada menjadikan
Wakidi sangat mem'bumi' dalam pilar kesenilukisan terutama di Sumbar. Makanya Wakidi dan
alam tidak bisa dipisahkan, dikarenakan alam adalah kehidupannya.
Kemudian pertanyaan kita, setelah Wakidi lalu siapa lagi yang membangun sejarah
berikutnya. Apakah kita hanya sibuk menokohkan beliau sedangkan kita sendiri tidak pernah
membesarkan diri kita pula. Wakidi telah berbuat banyak, berjuang bahkan telah menorehkan
tinta emas di ranah seni lukis Sumbar makanya kita wajib menghormati beliau. Pameran ini
menghadirkan pelukis-pelukis didikan Wakidi yang tentunya muncul dengan ragam naturalistik
yang berbeda dengan sang guru. Tapi suasana yang dibangun dalam pameran terlihat
mengarahkan perhatian pada ketokohan Wakidi semata, yang mana kesannya mengaburkan
karakter dan peran pelukis-pelukis yang berpameran.
Dito Natura bukan Wakidi dan Wakidi juga bukan Dito Natura. Persoalan krusial dalam
masalah ini adalah ketika salah dalam menafsirkan maksud yang hendak diinginkan dan
terjebak hanya sebatas nontalgia. Artinya citra yang dibangun dapat dibaca sebagai cerminan
internalisasi persoalan bahasa rupa konteksnya masing-masing bukan memaksakan pada
persoalan sesuatu yang telah berlalu (Wakidi). Sebab wacana yang hadir memperlihatkan satu
sisi pemikiran yang menjebak orang mengarah pada hal tersebut saja.
Dalam permasalahan ini kita bisa bercermin dengan pelukis Syamsulbahar yang mampu
melahirkan sejarahnya sendiri sebagai pelukis yang berkarakter yakni karakternya sendiri.
Harapannya pelukis di Dito Natura pun berbuat yang sama yang mana gerakan yang mereka
bangun tidak saja memperlihatkan bahwa mereka murid-murid Wakidi tapi juga mengukuhkan
mereka sebagai pelukis profesional dengan karakter masing-masing.
Bila kita perhatikan dengan seksama dari masing-masing pelukis Dito Natura ini telah
mampu membuat perjalanan sendiri-sendiri. Bahkan ketika tidak dihubung-hubungkan dengan
Wakidi pun mereka sebenarnya telah memiliki kekuatan visual tematik mereka yang sangat
menarik untuk dicermati dari masing-masingnya. Sebut saja Ar. Nizar (54), dalam lukisan-
lukisannya terlihat banyak mengungkap visual estetis dengan memindahkan pendalaman rasa
dan makna dari kedekatannya pada alam itu sendiri. Bahasa visual yang tergambar tidak saja
mampu menghadirkan idiom-idiom yang mengajak kita 'bersetubuh' dengan alam tapi membuat
perasaan kita jadi lepas dengannya. Ungkapan perasaan yang mengalir lewat interpretasinya
terhadap alam memperlihatkan ia betul-betul berkuasa terhadap objek (subjek matter) yang
menjadi garapannya seperti lukisan berjudul "Pantai. Gambaran yang tampak menghadirkan
suasana pantai nan permai yang diisi oleh kesibukan para nelayan lengkap dengan perahunya.
Disinilah kelihaian pelukis Ar. Nizar, ia tidak semata-mata mengahadirkan objek yang indah
sesuai dengan aslinya, tapi ia mampu mengubah alam tersebut sesuai dengan penafsirannya
yang mana mengajak orang berfikir ada apa dibalik gambaran itu.
Firman smail (49) lain lagi persoalan yang diusungnya yakni lebih banyak mengadopsi
alam secara langsung. Artinya ia lebih banyak menghadirkan objek alam apa adanya tanpa
berani mengadakan interpretasi terhadapnya. Hampir-hampir yang menonjol dalam setiap
lukisan-lukisannya objek yang estetis dan artistik seperti lukisan "Ngarai Sianok dan "Bunga.
Gambaran lain yang terbaca dari idealisme dalam lukisan-lukisannya ini adalah ia terlalu
terpaku pada realitas objek dialam. Objek tersebut dipindahkan begitu saja tanpa ada
keberanian untuk menjadikannya lebih bermakna dan bercerita sesuai permasalahan yang
dikehendakinya.
dran Wakidi (52) sebenarnya sangat berbeda dengan bapaknya Wakidi. Tapi dalam karya-
karyanya ada kesan mendompleng gaya dan sudut pandang sang bapak. Mulai dari objek,
warna yang lembut dan lain sebagainya. Tapi bagaimanapun ia berusaha untuk membuat hal
yang sama dengan sang bapak tetap saja ia sangat berbeda. Persoalan personalitas adalah
kunci yang membedakan seseorang dengan seseorang lain yang mana masing-masing
berjalan dengan perjalanannya. Dari gambaran yang terlihat di lukisan-lukisan dran Wakidi
dapat kita baca bahwa ia menggarap objek lebih banyak melakukan penyederahaan secara
teknis, warna, dan ide. Objek yang menjadi garapannya mengarahkan orang pada suasana
suatu lingkungan atau daerah tertentu. Seperti lukisan yang berjudul "Dari Pasar, disini
nampak gambaran seorang perempuan yang baru pulang dari pasar dengan membawa barang
belanja yang mana menceritakan pada kita diselingkung gunung terdapat sebuah pedesaan
yang alami dan bersahaja.
Suryadinata Jhaya (42) merupakan pelukis yang baru saja terdengar namanya dibelantara
seni rupa Sumbar. Bila kita cermati dari lukisan-lukisan karya Jhaya ini masih mentah dari segi
teknis dan penggarapannya. Mungkin ini dikarenakan ia masih baru dalam melukis. Tapi
keberaniannya menampilkan objek sungguh memberikan penilaian yang positif. a menggarap
objek sangat jauh berbeda dari pelukis-pelukis lain di kelompoknya yang mana sangat nampak
ia memahami alam dengan apa adanya di atas kanvas tanpa melakukan pendalaman dari
realitas yang telah ada tersebut. Artinya secara keseluruhan dari lukisan-lukisan terkesan
cerminan alam langsung dengan warna masing-masing. Di lukisannya kurang menonjol kualitas
garapan yang benar-benar menghadirkan kekuatan rasa dan teknis, seperti nampak pada
lukisan yang berjudul "Kebun Teh.
Yose Rizal (58), adalah pelukis yang sangat suka sekali menggarap objek dengan detail
dengan teknis yang rumit. a sangat suka sekali membuat objek kerbau dalam hampir dibanyak
lukisannya. Gambaran yang nampak pada visualisasi lukisan-lukisannya lebih banyak
menonjolkan manusia dan binatang dalam setting sedang beraktivitas. Sesekali disetiap objek
tersebut ia memberikan aksentuasi dengan latar belakang yang sangat dekat dengan suasana
yang dibangun seperti alam Minangkabau. Perannya mengatur dan mensinerjikan berbagai
objek tampak sangat dominan sekali. Hal ini bisa kita lihat dalam lukisan yang berjudul "Menuju
Pasar, nampak bagaimana Yose Rizal membangun suasana suatu perkampungan yang
bergerak dalam aktivitas rutin yaitu pergi kepasar sesuai dengan bawaan masing-masing.
Secara teknis ia telah matang sekali bahkan terlihat ia sangat mahir menggunakan teknik
tertentu dalam penggarapan objek. Dan umumnya lukisan Yose Rizal terlihat sangat fotografis
sekali. Karena mencitrakan suasana alam yang baku sebagaimana realitas sehari-hari.
Yazid (57), merupakan salah seorang pelukis naturalis yang sangat mahir memainkan
sapuan kuasnya di atas kanvas. Karakter yang dibangun sangat jauh berbeda dengan gurunya
Wakidi yang mana ia mampu menjadikan objek atau alam yang menjadi subjek matter-nya
nampak kuat menonjol. Sehingga lukisan tersebut mampu mempesona pengamat dalam ruang
keindahan dan ketakjuban. Selain objek yang digarap makin indah dan kuat secara teknis, ia
juga mampu memancing perasaan orang yang mengamati tertuju pada imaji-imaji kerinduan.
Kemampuan inilah yang menjadikan Yazid terlihat sangat menonjol sebagai seorang pelukis
naturalis yang berkarakter. Yazid menggarap objek betul-betul menghamparkan pandangan
yang membentang luas yang menimbulkan decak kagum atas usahanya ini. ni bisa kita
saksikan pada lukisannya yang berjudul "Ngarai Lambah, disini ia menghadirkan gambaran
alam yang menyimpan pesona yang kaya dan enerjik dalam bentuk visual. Artinya ia mengolah
alam yang dilihatnya dalam penafsiran alam imajinasi yang mendalam dan komunikatif.
Nah, apabila kita tarik benang merah hubungan antara Dito Natura dengan Wakidi rasanya
satu sama lain memiliki pijakan masing-masing. Walaupun Dito Natura merupakan murid-murid
Wakidi, tapi dalam karya-karyanya masing-masing tetap berbeda bahkan dari perbedaan itu
pulalah yang menjadikan mereka semua tetap berada dijalur naturalistik ini. Kalau mereka
sama saja dengan Wakidi pasti mereka tidak berani tampil dalam pameran, karena dianggap
jelmaan Wakidi.
Pameran Dito Natura ini sah-sah saja bertujuan mengenang 116 tahun Wakidi. Tapi
momentum ini adalah merupakan langkah berpijak mereka membangun diri dan ruang dinamika
mereka sebagai pelukis profesional. Artinya semangat berpameran bukan hanya dibesarkan
atau berada dibelakang nama besar Wakidi tapi benar-benar tampil sebagai kelompok yang
mandiri dan kuat. Semangat melahirkan citra yang positif bagi generasi penerus merupakan
jalan keluar terbaik dalam mewujudkan hal demikian. Sebab kalau hanya sibuk menokohkan
Wakidi dengan mendompleng pada nama besarnya dikuatirkan perjalanan yang telah
terbangun oleh pribadi dan kelompok Dito Natura akan terbaca seperti bayang-bayang Wakidi.
Selain itu perlu dicermati bahwa berpameran sejatinya menghadirkan wacana yang
memicu dan mamacu dinamika yang mengarah pada kesinambungan perjalanan seni lukis
tersebut di tengah-tengah masyarakat. Bukan sebaliknya hanya melahirkan intrik-intrik negatif
yang memperlihatkan eklusivitas yang salah penafsiran. Mungkin ini adalah catatan dari sebuah
perjalanan kelompok Dito Natura yang bergerak di Sumbar sebagai kelompok lukis naturalistik
yang sangat mencintai sang guru mereka yakni Wakidi. Mungkin ini pula maksud mereka yaitu
mereka membuka jendela untuk mengenang Wakidi sebagai inspirator dalam seni lukis
naturalistik di daera Sumatera Barat sampai saat sekarang.


BAB 2. PEMBAHASAN

Sejarah KepeIukisan Wakidi Di Tanah Air Indonesia
Tidak semua pengamat, peminat seni lukis setuju akan pendapat S. Soedjojono, mengingat
celaan tersebut lahir pada dasarnya disebabkan sentimen bumi putera terhadap jagad seni lukis
kolonial. Pada sisi lain disebabkan menyangkut aspek artistik dimana seni lukis kolonial
dianggap berada di belakang aliran-aliran lain saat itu yang dinilai lebih progresif, sarat
mengandung citra moderenisasi.
Dibalik pro kontra kehadiran Wakidi di zamannya, kehadiran Wakidi dalam peta sejarah seni
lukis di tanah air sebenarnya tidak dapat disingkirkan begitu saja, karena ia merupakan
penggalan sejarah seni lukis moderen di ndonesia setelah era Raden Saleh Bustaman. Bahkan
tak kurang dari pendapat pengamat seni lukis di tanah air seperti Agus Dermawan T,
menyebutkan, bahwa karya-karya lukis di zaman Hindia Belanda termasuk Wakidi di dalamnya
yang memulai dan menstimulasi lahirnya generasi S. Soedjojono, Hendra Gunawan, Affandi
dan beberapa nama lain. Menurut Agus karya-karya era Mooi ndie apakah ia estetik atau non
artistik layak disimak kembali, karena nyata ia adalah bagian dari sejarah seni lukis yang
tercecer.
Menggali sejarah seni lukis ndonesia kebelakang, pada dasarnya kebanyakan para pelukis
ternama di tanah air hidup menenatp di pulau Jawa, sebutlah misalnya seperti pelukis Rusli
asal Medan, Sumatera Utara menghabiskan waktunya di Yogyakarta, Zaini dan Nashar dari
Sumatera Barat bertualang di pulau Jawa, Henk Ngantung dari Sulawesi Utara, Lian Sahar, AD.
Pirous dari Aceh dan banyak lagi.
Tidak demikian halnya Wakidi sendiri, putera asli Semarang, Jawa Tengah, kelahiran Plaju
Sumatera Selatan ini ternyata lebih memilih tinggal di luar Jawa tepatnya di Sumatera Barat
sendiri. Wakidi yang semasa kecilnya senang mereproduksi karya-karya Raden Saleh
Bustaman melalui buku-buku, majalah atau foto-foto karya membuatnya makin akrab dengan
dunia seni lukis, apalagi sejak ia memperoleh pendidikan di Kweekschool Bukittinggi yang
kemudian juga menjadi guru di almamaternya itu.
Dalam catatan serjarah karya-karya lukisan Wakidi yang mengambil tema pemandangan
alam Sumatera Barat telagh dimulai sejak pelukis ini menggali ilmu di Kweekschool Bukittinggi.
Banyak lahir lukisan-lukisan pemandangan saat itu dengan khas Sumatera Barat diantaranya
"Ngarai Sianok, "Danau Maninjau, "Rumah Bagonjong dan pemandangan alam lainnya yang
menggambarkan alam Sumatera Barat dengan suasana persawahan yang bertingkat, ladang,
perbukitan dan lainnya.
Mula pertama kali karya-karya Wakidi dikenal luas oleh publik penikmat seni di Sumatera
Barat, manakala pelukis ini untuk pertama kalinya memamerkan tidak kurang dari 15 karya
tahun 1920 di Bukittinggi. Saat perang kemerdekaan berkecamuk di daerah ini Wakidi memilih
menetap di NS kayutanam, pimpinan Mohammad Syafei.
Setelah kemerdekaan R banyak tawaran yang datang kepada pelukis Wakidi, diantaranya
dari Abu Hanifah sebagai Menteri Pendidikan dan Pengajaran yang menawari Wakidi menjadi
kepala jawatan kebudayaan bahkan presiden R pertama Soekarno pernah pula menawari
Wakidi sebagai pelukis istana, semua ditolak secara halus dengan alasan banyak menyita
waktunya untuk melukis.
Gambaran diatas merupakan ilustrasi ringan akan kepelukisan Wakidi di tanah air. Lalu
bagaimana dengan karya-karya Wakidi sendiri yang banyak diperdebatkan di eranya bahkan
hingga sekarang ? Banyak pengamat berkeyakinan pro dan kontra terhadap karya-karya Wakidi
dianggap sesuatu yang lumrah dan wajar terjadi dalam konteks berkesenian.
Ditengah-tengah banyaknya celaan saat era Persagi dimana karya-karya Wakidi sebagai
salah seorang tokoh era Mooi ndie dinilai sebagai suatu kemunduran dengan penyempitan
kemampuan dan tema. Pada sisi lain segi positifnya pemunculan tema-tema pemandangan
alam ndonesia masyarakat lebih dikenalkan apada sifat-sifat alam tanah air nan indah yang
seyogyanya, dicintai dan dipelihara sebagaimana mestinya. Bahkan kepopuleran lukisan
dengan tema "Ngarai Sianok diantara banyak obyek pemandangan yang dilukis Wakidi bukan
saja merambah tanah air bahkan sampai ke mancanegara. Di Obyek Ngarai Sianok ini pulalah
Wakidi melukisnya secara ber
ulangkali dengan maksud ingin mencari kepuasan yang tak pernah henti disana. Ada
fenomena menarik manakala kita menyimak karya-karya Wakidi secara lebih luas dan lebih
dalam. Fenomena itu, diantaranya dalam melukis pemandangan Wakidi selalu berusaha
memperhatikan bidang kanvas sesuai bentuk dan struktur obyek. Hal yang menarik Wakidi
ternyata juga menghindari mengambil obyek dari tengah-tengah kanvas, pelukis ini lebih
berkonsentrasi mengambil obyek pemandangan dari samping atau beberapa derjat obyek
pemandangan alam lihat contoh ringan pada banyak tema "Ngarai Sianok yang dilukisnya.
Alasan Wakidi pun sederhana sekali, pengambilan obyek beberapa derjat dari samping kiri atau
kanan dimaksudkan agar obyek lebih tampil menawan, indah dan memukau ditambah dengan
warna-warna alam yang sesungguhnya saat suasana melukis ke alam.
Secara teknis kebiasaan Wakidi bekerja dipermukaan kanvas secara horizontal dengan
membagi ruang kanvas menjadi tiga bagian adalah suatu kebiasaan yang diperolehnya dalam
teknik menggambar zaman Belanda. Maksudnya supaya bidang kanvas terisi dengan
komposisi seimbang yang kelihatan tampilan harmoninya.
Pada kebanyak tema pemandangan alam pelukis Wakidi memakai warna-warna lembut
dengan menangkap kualitas cahaya yang kebanyakan diambil pada sore hari. Karakteristik
lukisan Wakidi termasuk tema-tema Ngarai Sianok adalah pada struktur lukisan seperti
pembagian bidang, komposisi, perspektif dan lainnya. Di kanvas tema-tema pemandangan
alam, Wakidi selalu memberi kesan yang luas, seperti langit, gunung, hamparan sawah yang
membentang diimbangi dengan permainan tarikan garisnya yang lembut. Hal yang terpanting
tentulah Wakidi juga sangat selektif terhadap obyek pemandangan alam yang dilukisnya,
artinya tidak semua pemandangan alam berada dalam kanvas-kanvasnya.
Dalam melukis pemandangan alam sebagaimana kebanyakan tema-tema lukisan Wakidi,
pelukis ini menghindari mengambil obyek sebagai tiruan belaka, artinya sekedar tiruan alam
semata. Akan hal ini pengamat seperti Soedarso, SP pernah pula berpendapat, bahwa apabila
seni adalah sekedar tiruan alam, sudah tentu kalah baik dan kalah komplit dengan apa yang
ditirunya, maka dengan demikian menjadi amat rendahlah martabat seni itu dan tidak ada
gunanya.
iri Lukisan Wakidi
Yang menarik pada rata-rata lukisan Wakidi adalah adanya peralihan bayangan melalui
warna-warna lembut yang harmonis. Merujuk akan hal ini kita juga menjadi teringat pada
pendapat Leonardo Da Vinci (1452-1519) yang tertuang dalam karya tulisnya berjudul "Tratatto
Della Pittura (Treatise on Painting), menyebutkan, keindahan suatu lukisan lebih ditentukan
oleh peralihan antara bagian yang gelap dan yang terang. Seorang pelukis haruslah dapat
melihat dengan jeli bagaimana bayang-bayang itu menyatu dengan bagian cahaya yang
menyebabkan timbulnya bayang-bayang Lalu bagaimana obyek pemandangan alam di
Sumatera Barat saat ini, apalagi tema "Ngarai Sianok yang sangat populer sampai ke
mancanegara yang hingga kini tak habis-habisnya untuk digali dan disiasati.
Tentulah kita tidak serta merta dapat menafsirkannya dalam barisan sejarah seni lukis yang
dirintis Wakidi dulu pada dokumen atau sumber sejarah kekinian, sekalipun dalam bentuk
obyek "Ngarai Sianok yang kini makin banyak dilukis kalangan muda sampai para remaja pun
menggemari obyek "Ngarai Sianok sebagai pilihan obyek kerja lukis-melukis. Bagaimanapun
"Ngarai Sianok bukanlah sebagai sumber sejarah yang mengilhami pelukis dikanvasnya sesuai
ruang dan waktu.
Yang tersisa dari obyek "Ngarai Sianok saat Wakidi melukisnya beberapa puluh tahun
silam dan generasi sekarang pada obyek yang sama tentulah lebih didasari melalui sebuah
presentasi yang dapat dimengerti, apa dan bagaimana sikap pelukis terhadap obyek
pemandangan alam yang sangat menawan seperti "Ngarai Sianok, barangkali inilah sebuah
"tanda yang mungkin dapat kita simak melalui perubahan sikap, prilaku seniman pada kondisi
kekinian.
Dalam beberapa bulan terakhir saya berkunjung ke sejumlah kediaman pelukis di Sumatera
Barat sekaitan keikutsertaan mereka mengahadapi 150 tahun seni lukis Sumatera Barat
dengan tema "Ngarai Sianok yang digelar UNP Padang dalam waktu dekat, tersirat bahwa
rata-rata karya-karya pelukis saat ini yang mengambil tema "Ngarai Sianok dengan berbagai
kecendrungan melukis berusaha untuk tetap mempertontonkan sesuatu yang menakjubkan dari
"Ngarai Sianok yang tak pernah habis dan kering untuk digali, disiasati dipermukaan kanvas
dengan beragam tampilan warna dan garis.
Ngarai Sianok benar-benar indah ditangan pelukis sekalipun tidak berada dalam
kecendrungan naturalisme sebagaimana yang banyak dilukis Wakidi selama ini. Menurut Idran,
saat mulai menggores-goreskan tangannya untuk belajar menggambar, ayah memarahi saya ;
'ananda tak usah bercita-cita seperti ayah jadi pelukis, jadilah ananda diluar pelukis misalnya
dokter atau yang lain, kenang Idran menceritakan kisah masa lalunya dengan sang ayah saat
berusia belasan tahun.
Mengapa ayah melarang anda melukis, tanya Haluan ? menurut lelaki kelahiran Bukittinggi,
4 Mei 1954 ini karena proIesi sebagai pelukis saat itu tidak menjamin masa depan, terutama dari
segi Iinansial, apalagi jika menekuni dunia lukis-melukis serba tanggung, bisa tak menghasilkan
apa-apa, baik nama, popularitas, karya dan lainnya ujar Wakidi menerjemahkan larangan sang
ayah saat itu.
Namun pengalaman dengan ayah, bagi Idran putera pertama dari dua bersaudara ibu Misnar
(isteri kedua Wakidi) ini tak membuat Idran jera belajar melukis. Saya mengagumi ayah, bukan
hanya karya-karyanya tapi ia juga sangat disiplin dan suka bekerja keras , baik dalam keluarga,
murid dan pengikut-pengikutnya sesuai peIormasnce ayah sejak di Kweekschool (sekolah guru)
Bukittinggi, di INS Kayutanam dan lainnya hingga akhir hayatnya tahun 1979 silam.
Berbekal keinginan kuat dan kemauan keras Idran, dunia seni lukis baginya walau mendapat
tantangan ayah, bagi suami Reno Komiati (47 th) dan ayah 4 anak ini bukan berarti
menghalanginyai untuk menyalurkan semangat dan emosionalnya dalam seni lukis. Secara diam-
diam Idran terus belajar melalui pengamatan langsung saat ayah melukis di rumah dan
memberikan bimbingan kepada murid dan pengikut-pengikut di banyak tempat.
Dari pengalaman itu, Idran makin merasakan nikmatnya melukis hingga sampai akhirnya
terjawab sudah keinginan idran untuk benar-benar menekuni seni lukis persis saat memasuki
pendidikan Iormal di perguruan tinggi seni rupa IKIP Padang (1975). Dari pengalaman
menyaksikan karya ayah ditambah keilmuan secara teoritis dan praktek di perguruan tinggi
karier Idran terus menggeliat dalam lukis-melukis.

















kA1A LNGAN1Ak

u[l syukur saya ucapkan aLas kehadlraL Allah SW1 karena dengan rahmaL dan karunlanya saya
maslh dlberl kesempaLan unLuk menyelesalkan makalah lnl 1ldak lupa saya ucapkan kepada dosen
pemblmblng dan LemanLeman yang Lelah memberlkan dukungan dalam menyelesalkan makalah lnl
enulls menyadarl bahwa dalam penullsan makalah lnl maslh banyak kekurangan oleh sebab lLu penulls
angaL mengharapkan krlLlk dan saran yang membangun uan semoga sengan selesalnya makalah lnl
dapaL bermanfaaL bagl pembaca dan LemanLeman Amln





































Tugas Sejarah Seni Rupa ndonesia
Kesimpulan Film Sejarah Kepelukisan Wakidi

Dosen : Ady Rosa



Di Susun:

Oleh : Zulfadli / 1106198
Prodi : Desain Komunikasi Visual





Universitas Negeri Padang (UNP)
Fakultas Bahasa Dan Seni
2011

PENUTUP


uemlklan yang dapaL kaml paparkan mengenal maLerl yang men[adl pokok bahasan dalam
makalah lnl LenLunya maslh banyak kekurangan dan kelemahannya kerena LerbaLasnya pengeLahuan
dan kurangnya ru[ukan aLau referensl yang ada hubungannya dengan [udul makalah lnl
enulls banyak berharap para pembaca yang budlman dusl memberlkan krlLlk dan saran yang
membangun kepada penulls deml sempurnanya makalah lnl dan dan penullsan makalah dl kesempaLan
kesempaLanberlkuLnya
Semoga makalah lnl berguna bagl penulls pada khususnya [uga para pembaca yang budlman pada
umumnya



















uAl1A8 uS1AkA
hLLp//ldwlklpedlaorg/wlkl/Wakldl
Film Sejarah Kepelukisan Wakidi




AI1Ak ISI

kA1A LnCAn1A8
8A8 1 LnuAPuLuAn
- Tentang Wakidi
8A8 2 LM8APASAn
-Sejarah Kepelukisan Wakidi Di Tanah Air ndonesia
- Ciri Lukisan Wakidi
Lnu1u
uAl1A8 uS1AkA

Anda mungkin juga menyukai